"Aruna!" panggil Steven sang atasan yang datang ke dalam ruangan gadis berusia dua puluh dua tahun itu.
Aruna yang sedang serius dengan pekerjaannya langsung menghentikan aktivitasnya tersebut, lalu dia mendongakkan wajahnya dan menatap pria paruh baya yang ada di hadapannya.
"Ada apa, Tuan? Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Aruna dengan sopan.
Wanita muda itu bahkan langsung bangun dan membungkuk hormat, karena pria yang di hadapannya itu sangatlah berkarisma dan berwibawa.
"Saya akan pergi untuk mengantarkan anak saya ke luar negeri selama satu minggu, saya harap kamu bisa bekerja dengan baik bersama Sam," ujar Steven.
Aruna sangat kaget mendengar apa yang dikatakan oleh Steven, karena ini sangat mendadak. Pria paruh baya itu akan pergi ke luar negeri dalam waktu yang cukup lama.
Ah! Aruna rasanya sangat malas jika harus bekerja sama dengan pria yang bernama Sam, asisten pribadi dari Steven itu sangatlah irit bicara. Wajahnya selalu saja terlihat datar dan juga dingin, tetapi selalu fokus jika dalam bekerja.
"Kenapa diam saja, Aruna? Kamu tidak suka jika harus bekerja sama dengan Sam?" tanya Steven.
Aruna langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat, bahkan dia dengan cepat mengibas-ngibaskan kedua tangannya di depan dada.
"Eh? Tidak seperti itu, Tuan. Saya hanya kaget saja karena Tuan akan pergi secara mendadak," jawab Aruna.
Steven tersenyum mendengar jawaban dari Aruna, padahal dia sempat menyangka jika sekretarisnya itu tidak akan mau bekerja sama dengan asisten pribadinya.
"Ah! Syukurlah kalau seperti itu, saya akan tenang meninggalkan kamu bekerja dengan Sam." Steven tertawa renyah setelah mengatakan hal itu.
Aruna tersenyum kikuk mendengar ucapan dari Steven, karena walau bagaimanapun juga dia tidak berani menolak untuk bekerja sama dengan Sam.
"Iya, Tuan. Anda tenang saja, saya akan bekerja dengan baik," ucap Aruna.
"Saya percaya, kalau begitu saya pamit dulu. Siang nanti pergilah ke kota B bersama dengan Sam, ada klien penting yang harus kalian temui."
"Iya, Tuan."
Setelah mengatakan hal itu kepada Aruna, Steven langsung pergi dari kantor menuju Bandara. Putra semata wayangnya yang dia dapatkan dengan cara yang begitu sulit akan pergi ke luar negeri.
Tentu saja sebagai orang tua yang baik dia akan mengantarkan putranya itu, dia bahkan memutuskan untuk menemani putranya selama beberapa hari di sana.
Selepas kepergian Steven, Aruna kembali duduk dan mengerjakan pekerjaannya. Namun, tidak lama setelah kepergian Steven, Sam datang dan menghampiri Aruna.
"Bersiaplah! Kita akan pergi ke kota B," ucap Sam dengan nada memerintah.
"Eh? Bukannya nanti siang?" tanya Aruna dengan kaget karena Sam datang secara tiba-tiba.
"Pertemuan dengan klien penting itu memang nanti siang, tapi kita harus berangkat saat ini juga. Untuk materi meeting kamu bisa pelajari di jalan, karena kita memerlukan waktu 3 jam untuk sampai."
Aruna sampai melototkan matanya dengan tidak percaya, karena pria itu kini bicara dengan panjang lebar kepada dirinya.
"Saya meminta kamu untuk bersiap, bukan untuk menatap saya seperti itu." Sam langsung melemparkan berkas yang harus dipelajari oleh Aruna ke atas meja kerja wanita itu.
"Ah! Iya, Tuan. Maaf," ujar Aruna.
"Saya tunggu kamu di mobil," ujar Sam.
"Iya, Tuan," jawab Aruna.
Setelah kepergian Sam, dengan cepat Aruna bersiap. Dia menyiapkan berkas penting yang harus dibawa dan langsung keluar dari dalam ruangannya, dia tidak mau membuat Sam.
menunggu.
Saat tiba di lobi perusahaan, Aruna langsung masuk ke dalam mobil milik Sam. Tentu saja hal itu dia lakukan agar tidak terkena omelan dari pria itu, dia duduk di samping Sam dengan anteng.
"Pelajari materi yang harus kamu kuasai dalam meeting kali ini, karena kita saat datang nanti akan langsung meeting,'' ujar Sam seraya menyalakan mesin mobilnya.
"Iya, Tuan," jawab Aruna.
Sepanjang perjalanan menuju ke kota B, tidak ada percakapan sama sekali di antara Sam dan juga Aruna. Aruna begitu sibuk mempelajari berkas yang harus dia kuasai, sedangkan Sam anteng mengemudi.
Sesekali dia akan tersenyum ketika mendapatkan notif pesan chat pada ponselnya, senyum yang begitu manis dan tidak pernah dilihat oleh Aruna.
Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Sam, saat tiba di kota B mereka langsung masuk ke dalam Resto berbintang di kota tersebut. Sam dan juga Aruna langsung disambut dengan begitu hangat oleh klien mereka kali ini.
Klien yang berasal dari negara Kangguru itu begitu baik dalam menyambut kedatangan mereka berdua, bahkan selama meeting berlangsung pria itu sangatlah asik dalam diajak berkomunikasi.
"Terima kasih karena kalian sudah mau bekerja sama dengan perusahaan kami," ujar pria itu.
"Sama-sama, kami juga sangat berterima kasih kepada anda. Karena program yang anda tawarkan sangat luar biasa," puji Sam.
"Anda bisa saja, oiya Tuan Sam. Saya ingin meninjau secara langsung lokasi tempat di mana pembangunan akan berlangsung, agar saya tidak merasa penasaran."
Sam menganggukkan kepalanya tanda setuju, pria bernama Sagar itu sangat senang bisa bekerja sama dengan perusahaan Siregar. Walaupun dia tidak bisa bertemu langsung dengan pemilik perusahaan, tetapi berbicara dengan Sam dan juga Aruna membuat dirinya sangat puas.
"Boleh, Tuan Sagar. Sangat boleh," jawab Sam.
"Tapi ini sudah waktunya untuk makan siang, bagaimana kalau kita makan siang saja terlebih dahulu?" tanya Sagar.
"Boleh, Tuan. Sangat boleh," jawab Sam yang tidak mungkin menolak keinginan dari klien penting seperti Sagar.
Pada akhirnya mereka pun makan siang bersama, sesekali terjadi obrolan di antara Sagar dan juga Sam, Aruna tidak banyak bicara karena tidak ingin mengganggu obrolan di antara keduanya.
Pukul satu siang Sam langsung mengajak Sagar dan juga asisten pribadinya untuk meninjau lokasi, Sagar begitu senang karena project yang mereka sedang melakukan dirasa begitu terbuka.
Karena jauhnya tempat lokasi pembangunan yang akan dilaksanakan, mereka sampai menghabiskan waktu yang cukup lama. Belum lagi adanya obrolan di antara kedua belah pihak.
"Aku sangat puas, padahal kerjasama di antara kita baru akan dimulai. Tetapi saya sangat puas, oiya Tuan Sam. Bagaimana kalau kita minum bersama, ajaklah sekretaris cantik anda," ajak Sagar.
"Eh? Sepertinya kalau untuk itu saya tidak bisa, saya harus pulang."
"Oh ayolah, Tuan Sam. Kita bersenang-senang, lagi pula ini sudah malam. Mau sampai jam berapa jika anda pulang ke ibu kota, menginaplah semalam saja," rayu Sagar.
Sam melihat ke arah Aruna, dia seolah bertanya kepada gadis itu apakah dia tidak keberatan jika harus menginap di kota B. Aruna menunduk dan tidak berani mengatakan apa pun.
"Baiklah, aku menurut."
Sagar tersenyum dengan bahagia, lalu dia mengajak Sam dan juga Aruna untuk makan malam. Setelah selesai makan malam Sagar mengajak Sam dan Aruna ke sebuah Klub malam, pria itu minum seraya memangku wanita bayaran yang sudah dia pesan.
Sam yang tidak terbiasa dengan hal itu hanya terdiam dengan rasa tidak nyaman, begitupun dengan Aruna. Gadis itu nampak gelisah dan ingin segera pulang saja, dia ingin menangis ketika berada di tempat seperti itu.
"Minumlah, Tuan Sam. Ini sangat nikmat," ujar Sagar.
"Tidak usah, saya hanya menemani anda saja," ujar Sam.
Sagar tertawa, ia seolah tidak menghiraukan apa yang dikatakan oleh Sam. Dia bahkan berciuman dengan wanita yang dia pangku tanpa ragu, hingga tidak lama kemudian ponsel milik Sam terdengar berdering.
Pria muda itu tersenyum lalu mengangkat panggilan tersebut, tidak lama kemudian wajahnya berubah muram. Lalu, Sam mengambil botol yang berisikan minuman beralkohol dan menenggaknya tanpa ragu.
Aruna sampai kaget dibuatnya, berbeda dengan Sagar, pria itu terlihat begitu bahagia karena pada akhirnya Sam ikut minum seperti dirinya.
"Berhentilah minum, Tuan. Anda sudah mabuk," larang Aruna karena Sam sudah menghabiskan 2 botol minuman beralkohol.
"Ck! Aku tidak mabuk," ujar Sam seraya mengambil botol ketiga.
"Sudahlah, Tuan. Ini sudah sangat larut, lebih baik saya pesankan kamar untuk anda saja." Aruna berusaha untuk menuntun tubuh besar Sam.
Pria itu nampak tertawa dan meracau tidak jelas, tentunya sebelum pergi meninggalkan Sagar, Aruna berpamitan terlebih dahulu kepada pria itu.
"Masih adakah kamar di sini?" tanya Aruna kepada salah satu penjaga Klub malam di sana.
"Hanya ada satu kamar di lantai 4," jawab pria itu.
Aruna menghela napas berat, Sam sedang dalam keadaan mabuk. Namun, dia berpikir jika dia nanti akan tidur di atas sofa saja.
"Baiklah, tolong antarkan aku ke kamar tersebut. Tolong bantu aku membawanya," ujar Aruna seraya melirik ke arah Sam yang sedang mabuk berat.
"Baik, Nona," ujar pria itu.
Pria itu membantu Sam untuk masuk ke dalam kamar yang tersisa, Aruna mengikuti langkah kedua pria itu seraya meregangkan otot-ototnya yang terasa begitu sakit karena menuntun Sam.
Saat tiba di dalam kamar, Sam langsung tertidur. Aruna bisa bernapas dengan lega, dengan cepat dia menghempaskan tubuhnya di atas sofa.
"Oh ya ampun, aku---"
Belum juga Aruna menyelesaikan ucapannya, gadis itu melihat Sam yang terbangun. Pria itu menghampiri Aruna seraya membuka baju yang dia kenakan.
Aruna ketakutan, dia berusaha untuk berlari. Namun, dengan cepat Sam yang sudah dalam keadaan polos memeluk Aruna dari belakang.
"Jangan pergi! Aku sangat mencintai kamu, aku begitu mengagumi kamu sejak lama. Ayo kita habiskan malam ini untuk bercinta?" ajak Sam.
Wajah Aruna memerah, dia tidak menyangka jika Sam akan mengatakan hal itu kepada dirinya. Dia bahkan merasa tidak percaya jika sama mengatakan cinta kepada dirinya.
"Tuan Sam mencintai aku?" tanya Aruna dengan hati yang berdebar dengan tidak karuan.
"Ya, aku mencintai kamu. Ayo kita habiskan malam ini untuk bercinta," ajak Sam lagi.
Aruna merasa ragu, tetapi setelah mendapatkan rayuan maut dari bibir Sam, akhirnya hati Aruna luluh. Aruna hanya pasrah saat Sam menuntun wanita itu untuk merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.
"Tuan," panggil Aruna lirih ketika Sam mulai bermain di atas tubuhnya.
Sam merasakan kepalanya begitu berat sekali, matanya bahkan terasa sepat dan susah untuk dibuka. Namun, sinar mentari yang menerobos lewat jendela kamar tersebut membuat dia merasa silau.
Walaupun matanya seakan begitu sulit untuk dibuka, pria itu mengusap matanya beberapa kali. Dia berharap dengan seperti itu dirinya akan cepat bisa membuka matanya.
Saat matanya terbuka dengan sempurna, Sam begitu kaget karena kini dia berada di sebuah kamar yang tidak dia kenal sama sekali. Kamar yang terasa begitu asing bagi dirinya, kamar sempit tetapi terasa nyaman untuk dia tempati.
Pria itu berusaha untuk bangun, walaupun terlihat kesusahan. Sam beringsut dan menyandarkan tubuhnya pada sandaran tempat tidur, dia berusaha untuk meregangkan otot-otot lelahnya.
"Argh!" pekik Sam yang merasakan sakit di pundaknya.
Sam sempat meringis kesakitan seraya menatap pundaknya, ternyata di sana terlihat membiru seperti ada bekas gigitan.
"Ada apa denganku? Kenapa aku bisa di sini? Lalu, kenapa--"
Sam menghentikan ucapannya, dia begitu kaget karena kini dia dalam keadaan setengah telanjang. Dia tidur di atas ranjang dengan selimut yang menutupi tubuhnya sampai sebatas pinggang saja.
"Jangan bilang kalau aku--"
Sam menolehkan wajahnya ke arah samping, rasanya dia ingin mati saja saat itu juga, karena dia melihat wajah Aruna yang sedang tertidur dengan begitu pulas.
Wanita itu menutup tubuhnya dengan selimut sampai sebatas leher, karena begitu penasaran, dengan begitu perlahan Sam membuka selimut yang dipakai oleh Aruna.
Jantung Sam seakan berhenti berdetak saat melihat tubuh Aruna yang polos tanpa sehelai benang pun, bahkan dia melihat beberapa tanda kepemilikan di area leher dan juga dada wanita tersebut.
Satu hal lagi yang membuat Sam syok luar biasa, ada bercak darah di atas sprei yang di tiduri oleh Aruna. Dia bukan anak kecil yang tidak tahu apa artinya, dia paham apa yang terjadi jika seperti itu.
"Astaga! Apakah tadi malam aku dan Aruna--"
Lagi-lagi Sam tidak bisa meneruskan ucapannya, dia malah memukuli kepalanya dengan cukup kencang. Dia merasa menjadi orang yang sangat bodoh saat ini, dia merasa bingung dengan apa yang harus dia lakukan.
Sam berusaha mengingat ingat apa yang terjadi tadi malam, seingatnya dia mendapatkan kabar yang menyakiti hatinya. Lalu, dia menghabiskan hampir 3 botol minuman beralkohol.
"Aku pasti melakukannya saat tidak sadar, tapi bukankah Aruna tidak mabuk? Kenapa dia diam saja saat aku melakukannya? Atau mungkin dia juga mau? Atau mungkin aku memerkosanya?" tanya Sam.
Kepala Sam terasa begitu pusing, akhirnya dia memutuskan untuk turun dari tempat tidur dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Dia ingin mengguyur tubuhnya yang terasa begitu lengket dan juga terasa pegal pegal.
Di saat Sam masuk ke dalam kamar mandi, Aruna bangun dari tidurnya. Dia merasakan tubuhnya seakan remuk redam, tetapi walaupun seperti itu dia berusaha untuk bangun.
Saat matanya terbuka dengan sempurna, dia merasa kaget dan takut ditinggalkan ketika di sampingnya sudah tidak ada Sam lagi.
Akan tetapi, ketika dia mendengar gemericik air dari dalam kamar mandi, Aruna merasa sangat senang. Karena itu artinya Sam ada di dalam sana.
"Mungkin dia mandi terlebih dahulu," ujar Aruna.
Aruna duduk seraya menyandarkan tubuhnya pada sandaran tempat tidur, dia tersenyum senyum sendiri kala mengingat kejadian tadi malam. Sam yang selalu terlihat dingin begitu hangat kepada dirinya.
Bahkan, saat pria itu bercinta dengan Aruna, pria itu tidak henti-hentinya mengatakan kata cinta kepada Aruna. Entah kenapa hatinya merasa berbunga, dia begitu senang dan mau menghabiskan waktu sampai hampir pagi bersama dengan pria itu.
Ceklek!
Pintu kamar mandi nampak terbuka, Sam keluar dengan tubuhnya yang setengah polos. Dia hanya menggunakan handuk kecil yang melilit di pinggangnya saja, Aruna langsung menatap tubuh pria itu dengan penuh kekaguman.
Tubuh itu terlihat begitu atletis, bahkan dengan melihat tubuh itu saja Aruna langsung teringat kejadian tadi malam. Bahkan, rasanya inti tubuhnya langsung berdenyut ngilu melihat bentuk tubuh Sam yang begitu indah.
Melihat Aruna yang tersenyum-senyum sendiri seraya menatap tubuhnya, Sam merasa kesal dibuatnya. Entah kenapa dia merasa begitu tidak suka.
"Kamu sudah bangun? Kenapa kamu senyum senyum seperti itu? Apakah kamu sengaja tadi malam mencoba untuk menjebak aku?" tanya Sam dengan wajah datarnya.
Aruna terlihat begitu sedih mendengar apa yang dikatakan oleh Sam, senyum di bibirnya bahkan langsung menghilang. Namun, dia merasa tidak suka dengan apa yang Sam katakan dan merasa ingin membela dirinya.
"Mana ada aku seperti itu, bukankah Tuan yang mengatakan jika Tuan begitu mencintaiku? Tuan bilang begitu menyukaiku sejak lama, bahkan Tuan sendiri yang merayuku dan mengajak aku untuk menghabiskan malam untuk bercinta!" ketus Aruna.
Sam begitu kaget mendengar apa yang dikatakan oleh Aruna, karena itu artinya dirinya benar-benar mabuk dan menyangka Aruna adalah wanita yang begitu dia cintai.
Gila?
Ya, itulah kata yang muncul di dalam otaknya. Kenapa dia bisa segila itu tadi malam? Kenapa dia bisa mengajak Aruna untuk menghabiskan malam bersama? Atau mungkin karena pengaruh alkohol yang benar-benar luar biasa?
Hatinya tiba-tiba saja menjadi takut, jika tadi malam mereka sudah melakukannya, ada kemungkinan Aruna akan hamil dan mengandung calon buah hatinya.
"Berapa kali aku melakukannya?" tanya Sam dengan wajahnya yang tetap datar.
"Tidak tahu! Aku tidak menghitungnya," jawab Aruna seraya menolehkan wajahnya ke arah lain dengan wajah yang memerah antara marah dan juga malu.
Sam menghela napas berat melihat tingkah dari Aruna, dia paham jika dirinya pasti sudah menyinggung perasaan wanita itu. Tapi dia juga tidak bisa bersikap baik terhadap Aruna.
"Mandilah! setelah itu kita akan pulang ke ibu kota," titah Sam penuh dengan perintah.
"Tentu saja aku akan mandi, karena tubuhku begitu lengket dan bau. Tapi aku tidak mempunyai baju ganti, lihatlah bajuku sudah sobek gara-gara kelakuan anda!" tunjuk Aruna pada bajunya yang teronggok dengan mengenaskan di atas lantai.
Lagi-lagi sam hanya bisa menghela napas berat melihat dan mendengar apa dikatakan oleh Aruna, pria itu duduk di tepian tempat tidur kemudian dia berkata.
"Mandilah dengan cepat, aku akan memesankan baju untukmu dan juga untukku. Setelah itu kita akan pulang, satu hal lagi yang harus kamu ingat. Anggap saja hal ini tidak pernah terjadi di antara kita," ucap Sam.
Mungkin ucapan Sam terdengar begitu kejam, tetapi dia tidak mau berhubungan dengan Aruna di dalam hidupnya. Aruna sempat terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh Sam, tetapi tidak lama kemudian Aruna berkata.
"Baiklah, anggaplah apa yang terjadi di antara kita hanyalah mimpi belaka!" ucap Aruna seraya turun dari tempat tidur dengan begitu perlahan.
Aruna bahkan berjalan menuju kamar mandi dengan tertatih, karena area intinya begitu sakit dan tubuhnya terasa remuk redam. Dia merasa jika Sam sangat sombong, pria itu yang mengajak dirinya untuk menghabiskan malam bersama.
Akan tetapi, pria itu juga yang kini menyuruh dirinya untuk menganggap apa yang terjadi di antara mereka tidak pernah ada. Aruna yang merasa harga dirinya diinjak-injak tentu saja menyanggupinya.
Melihat cara Aruna yang berjalan dengan aneh, Sam begitu merasa kasihan. Dia yakin jika tadi malam dia pasti sudah melakukannya dengan kasar dan melakukannya berkali-kali sampai wanita itu terlihat begitu kesakitan.
"Maaf," ucap Sam dengan begitu pelan sekali setelah pintu kamar mandi tertutup.
Setelah selesai mandi dan sarapan, Sam mengajak Aruna untuk pergi ke ibu kota. Hampir siang hari mereka pulang, karena Sam dan Aruna memang bangun sesudah waktu menunjukkan pukul 9 pagi.
Tidak ada obrolan apa pun di antara keduanya selama perjalanan menuju ibu kota, Sam terdiam dengan kebingungan yang luar biasa karena dirinya bisa melakukan hal yang di luar dugaan kepada Aruna.
Berbeda dengan Aruna, wanita itu diam karena begitu kesal dan juga marah terhadap pria yang ada di sampingnya. Bisa-bisanya Sam berkata jika apa yang terjadi harus dilupakan, karena hal itu terjadi di luar dugaan.
Aruna merasa jika Sam merupakan lelaki pengecut, tetapi dia juga merutuki dirinya yang langsung percaya begitu saja kepada pria itu. Seharusnya Aruna tidak percaya begitu saja kepada pria dingin itu, karena pria itu memang dalam keadaan mabuk berat.
"Turun dan kerjakan apa yang aku sudah kirimkan di email kamu, aku akan pergi untuk mengerjakan tugas yang lain." Sam memerintahkan Aruna untuk turun dari mobil setelah mereka tiba di depan lobi perusahaan, pria itu bahkan tidak menolehkan wajahnya sama sekali ke arah Aruna.
Aruna sempat menolehkan wajahnya ke arah Sam, pria itu hanya menatap lurus ke arah depan. Aruna yang kesal nampak menjulurkan lidahnya, Sam menghela napas berat karena bisa melihat apa yang Aruna lakukan dengan ekor matanya.
"Cepatlah turun!" sentak Sam.
"Ya!" jawab Aruna dengan kesal dengan suara yang meninggi.
Aruna turun dari mobil Sam dengan begitu hati-hati, tentu saja hal itu dilakukan karena area intinya masih terasa begitu sakit. Namun, saat dia sudah benar-benar turun dari mobil Sam, Aruna langsung membanting pintu mobil milik Sam dengan begitu kencang.
"Astaga! Dia itu sangat keterlaluan!" kesal Sam seraya melajukan mobilnya dengan kencang.
Namun, baru saja dia melajukan mobilnya pria itu langsung kembali lagi. Dia sempat memperhatikan cara Aruna berjalan, gadis itu berjalan dengan begitu perlahan.
Bahkan, sesekali dia terdiam dan menarik napas dalam. Sepertinya Aruna begitu kesakitan, Sam merasa sangat bersalah. Dengan cepat dia mengambil ponselnya, lalu dia memesan obat anti nyeri dan meminta petugas apotek untuk mengirimkan obat tersebut ke alamat perusahaan Siregar dengan nama Aruna.
"Semoga saja wanita itu tidak mengatakan apa pun kepada orang lain," ujar Sam seraya menghela napas berat.
Sam langsung melajukan mobilnya dengan kencang, karena memang hari ini dia harus mewakili Steven untuk bertemu dengan klien. Beruntung dia datang tepat waktu, kalau dia telat pasti Steven akan marah kepada dirinya.
Jika Sam sedang pergi untuk menemui klien, berbeda dengan Aruna yang kini sudah sampai di dalam ruangannya. Dia langsung menghempaskan tubuhnya ke atas sofa, lalu dia melipatkan kedua kakinya dan menekan pahanya dengan kuat.
Sakit?
Tentu saja saat ini dia begitu kesakitan, bahkan saat dia berjalan banyak orang yang bertanya kenapa dengan dirinya. Aruna hanya tersenyum canggung seraya menganggukkan kepalanya, karena dia tidak berani mengatakan apa pun.
"Sakit sekali, apa yang harus aku lakukan?" tanya Aruna.
Setelah mengatakan hal itu, Aruna nampak mengambil ponselnya dan bertanya kepada mbah gulu-gulu bagaimana cara mengatasi rasa sakit jika baru saja melakukan percintaan untuk yang pertama kalinya.
"Berendam dengan air hangat, minum obat anti nyeri dan kompres dingin. Astaga! Masa gue mesti ngangkang terus ngompres itu make es batu sih?" keluh Aruna.
Saat sedang asik menggerutu, tiba-tiba saja pintu ruangannya ada yang mengetuk. Aruna yang malas untuk bangun, langsung berteriak dan bertanya siapa yang masuk.
"Ini gue, Arin!" jawab Arin seraya membuka pintu ruangan Aruna.
Seorang OB berparas cantik langsung masuk dan duduk tepat di samping Aruna, wanita itu memang bekerja sebagai OB di perusahaan Siregar. Namun, wanita itu juga merupakan teman baik Aruna selama bekerja di sana.
"Ada apaan? Kenapa elu bawa obat sama air putih?" tanya Aruna keheranan.
"Tadi ada obat yang dikirimkan dari apotek buat elu, makanya langsung gue ambil dan gue anterin kemari. Gue penasaran juga sih sebenarnya, memangnya elu sakit apaan? Ngga biasa-biasanya elu sakit dan mesen obat ke apotek," ujar Arin.
Aruna langsung mengambil obat yang ada di tangan Arin, obat itu masih terbungkus dengan rapi. Aruna bahkan tidak mengetahui obat apa itu, dia juga merasa tidak memesan obat tersebut.
"Kok malah diem aja?" tanya Arin.
"Eh? Itu, gue keseleo, jadi mesen obat. Iya, gitu," jawab Aruna asal.
"Oh! Gitu, gue turunan tukang urut loh. Kalau memang kaki elu keseleo, gue bisa urutin," ujar Arin.
"Ngga usah, nanti juga sembuh. Udah sono lanjutin lagi aja kerjanya, kalau butuh apa-apa nanti gue bakal telepon elu."
Aruna berusaha untuk mengusir temannya itu, karena dia tidak mau jika Arin terus saja mengintrogasi dirinya. Takut-takut dia akan keceplosan.
"Iya, gue paham. Elu mau kerja, jangan lupa kabarin gue kalau ada apa-apa," ucap Arin sebelum pergi.
"Hem!" jawab Aruna.
Setelah melihat kepergiaan dari Arin, Aruna bisa bernapas dengan lega. Dia langsung membuka obat yang dibawa oleh Arin, dia mengernyitkan dahinya ketika melihat obat anti nyeri yang dikirimkan untuk dirinya.
"Siapa yang memesan obat ini?" tanya Aruna lirih.
Di saat dia sedang bertanya-tanya tentang siapa yang mengirimkan obat tersebut, satu notif pesan chat masuk ke dalam ponselnya. Dahi Aruna langsung mengerut dalam ketika mengetahui siapa yang mengirimkan pesan chat kepada dirinya.
Tuan Dingin yang menyebalkan, itulah nama yang disematkan untuk Sam. Pria yang selalu saja terlihat dingin dalam bersikap, pria yang selalu bertingkah semaunya.
"Aku membelikan obat anti nyeri untuk kamu, minumlah biar cepat sembuh. Tapi, Jangan pernah menyalah artikan apa yang sudah aku lakukan kepadamu."
Wajah Aruna langsung berubah kesal setelah membaca pesan chat yang dikirimkan oleh Sam, kata-kata yang dilontarkan oleh pria itu benar-benar membuat dirinya sakit hati.
"Oh ya ampun! Ternyata dia benar-benar pria yang brengsek!" kesal Aruna.
Namun, karena area intinya begitu sakit, akhirnya dia meminum obat yang dibelikan oleh Sam. Dia sangat berharap akan cepat sembuh setelah meminum obat tersebut, karena dia benar-benar merasa tidak nyaman dengan rasa sakit yang dia derita saat ini.
"Ya Tuhan! Apakah aku harus pergi ke dokter untuk meminta obat anti hamil? Tapi, apakah akan berfungsi? Lalu, bagaimana kalau suatu saat nanti aku hamil?"
Aruna bertanya kepada dirinya sendiri dengan raut bingung, dia bahkan terlihat begitu frustasi. Sam bisa saja berkata jika apa yang mereka lakukan adalah sebuah kesalahan, tetapi jika sebuah kesalahan itu malah membuat dirinya hamil, apakah Aruna siap untuk mengandung benih dari Sam tanpa pertanggungjawaban pria itu, pikirnya.
"Argh! Ini sangat menyebalkan!" teriak Aruna setelah menelan pil yang Sam belikan untuk dirinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!