"AYAH........!" teriak seorang gadis belia dengan histerisnya, disaat ia melihat sang ayah sedang diseret dari dalam rumah oleh seorang pria bertubuh kekar dengan kasarnya. "AYAH.........!" gadis cantik berkulit putih bak salju itu berlari kencang menghampiri sang ayah yang kini terkapar di tanah halaman rumah mereka. Tas ransel yang ia tenteng tadinya kini terjatuh dari genggamannya dan tergeletak di tanah. Ia tidak memperdulikan tas nya itu lagi, karena khawatir dengan keadaan sang ayah.
Gadis cantik berparas ayu, tapi tegas itu bernama
Arum Levenia Alzena, berusia 19 tahun. Wanita cantik itu baru saja pulang dari kota. Ia sudah dua minggu terakhir ini berada di kota, guna mengurus keperluan dirinya masuk ke perguruan tinggi negeri.
"Ayah....!" ia rengkuh tubuh lemah sang ayah, dengan penuh kewaspadaan menatap kesal kedua pria bertubuh kekar, yang kini tengah berdiri di hadapan nya, bak predator yang ingin menelan hidup-hidup mangsanya.
"Mau apa kalian, siapa kalian?" teriaknya kesal menantang ke dua pria bertubuh kekar itu. Dan masih merangkul sang ayah dengan mata yang memerah.
Prang..
Pang...
Pang..
Pang..
Belum juga pertanyaan gadis itu dijawab, suara gaduh yang ditimbulkan dari barang-barang yang dilempar dari dalam rumahnya menyita perhatian Arum. Ia nampak sangat terkejut dengan kejadian yang terjadi di pagi ini. Semua perabotan yang ada di dalam rumah mereka sudah berpindah tempat, melayang satu persatu ke halaman rumah mereka. Berserak kini di lantai.
"Barang-barang kami, kenapa kalian lemparkan ke luar?" teriaknya dengan penuh emosi. Ia masih merengkuh tubuh sang ayah dari samping. Sedangkan sang ayah terlihat pasrah dalam pelukan sang putri.
Hahahaha...
"Kalian harus pergi dari rumah ini, karena rumah ini bukanlah milik kalian lagi!" tegas seorang pria bertubuh kekar, yang berdiri menjulang di hadapannya.
Arum menatap sedih dan heran sekilas sang ayah, kemudian beralih menatap tajam pria yang ada di hadapannya secara bergantian. "Apa maksud kalian? ini rumah kami!" tegasnya, mendongak menantang kedua pria di hadapannya.
"Hahhahha.... Rumah ini akan jadi milik bos kami. Karena ayahmu sudah menjadikan rumah ini sebagai barang gadai. Ayahmu tidak bisa lunasi hutang nya! bahkan kamu juga sudah digadaikan kepada bos kami" Jelas si pria berbadan kekar.
"Hutang....?" Arum tatap nanar sang ayah yang masih ia rengkuh. Terlihat sang ayah tertunduk lemah, penuh kepasrahan. Ekspresi pasrah sang ayah, adalah jawaban pahit yang membuat hatinya sakit seperti diiris sembilu. Ayahnya adalah harta satu-satunya yang ia miliki, dan kini ayahnya itu terlihat tidak berdaya. Ditambah, ia juga akan jadi gadis penebus hutang.
"Berapa hutang Ayah?" tanya nya lembut pada sang ayah. Ia lepas pelukannya perlahan, guna menatap jelas ayahnya yang tertunduk malu.
"Banyak, hutang ayahmu sangat banyak. Bahkan rumah ini saja tidak cukup untuk membayarnya!" ujar si penagih hutang berbadan kekar itu dengan tegas. "Ya, kamulah yang akan jadi penebus hutang ayahmu!"
Dengan muka tidak berdayanya, Arum menatap ke empat pria yang kini mengelilingi mereka. Dua pria yang bertugas mengeluarkan barang-barang mereka dari rumah telah selesai mengosongkan rumah semi permanen itu, dan bergabung dengan rekannya yang lain.
"Jangan usir kami, beri kami waktu. Kami akan bayar hutang kami." Pinta Arum dengan muka memelas. Ia juga mengatupkan kedua tangannya ke pria di hadapannya. Ia akan berusaha meminjam uang lagi untuk bayar hutang mereka. Karena, ia juga tidak mau jadi penebus hutang, dengan menikah si bos kaya. Yang entah sudah berapa banyak istrinya.
Para tetangga sudah berkerumum, menyaksikan Arum dan ayahnya di usir dari rumahnya.
"Waktu tenggang sudah habis. Bahkan masih ada sisa hutang ayahmu. Jika, sampai sore ini, kekurangannya tidak bisa kalian lunasi. Maka, ayahmu akan dimasukkan ke penjara!" tegas Si pria berbadan kekar, mengancam Arum dan ayahnya.
Arum terdiam, ia tundukkan wajahnya. Karena, ia tidak punya jawaban lagi atas ancaman para pria bertubuh kekar itu
Prangg...
Si pria bertubuh kekar, menendang teko plastik berwarna hijau. Arum hanya bisa melirik saja saat ini. Tanpa ada perlawanan.
"Pukul 5 sore, kami tunggu kalian datang ke istana nya bos, bayar hutang kalian. Jika tidak, ayahmu akan masuk penjara!"
Arum tetap diam membisu. Ia insecure dengan kejadian ini, tidak menyangka. Kalau ayahnya terlilit hutang. Ayahnya tidak pernah cerita.
"Ayo!" ke empat pria berbadan kekar itu meninggalkan tempat itu.
Para tetangga yang jadi penonton pun bubar dari tempat, dengan saling bisik. Arum yang malu, tidak berani mengangkat wajahnya.
Bruuggkkk..
Dengan perlahan, ia putar lehernya. Di sebelahnya sang ayah sudah ambruk di tanah. " Ayah.... Ayah....!" Arum terlhat sangat panik dan ketakutan, mendapati sang ayah kejang-kejang. Ia raih tubuh ayahnya itu. "Tolong... Tolong ayahku!" teriaknya pada warga yang baru saja meninggalkan pekarangan rumah mereka. Suaranya yang kencang, menarik perhatian warga. Dan beberapa pria, berlari menghampiri Arum.
"Pak, tolong ayahku!" pintanya dengan berurai air mata.
***
Di puskesmas
Sang ayah sedang diperiksa. Ternyata ayahnya stroke.
"Dek Arum, ayahnya adek dalam kondisi yang cukup serius. Jadi, kami akan rujuk beliau ke rumah sakit saja. Karena di rumah sakit, ada dokter spesialis yang akan menangani ayahnya Adek!" ujar seorang Dokter berjenis kelamin wanita, Dokter Ulfah namanya.
Arum yang masih berdiri di sisi bed pemeriksaan sang ayah, terlihat bingung dan tertekan. Ke rumah sakit? pakai apa bayar biaya di sana? Sedangkan ia dan ayahnya tidak menggunakan jasa BPJS.
Ia yang kalut melap cepat air matanya dengan jemarinya, yang terus saja mengucur membasahi pipinya. Ia tidak menyangka, dalam sekejap hidupnya dan sang ayah hancur. Padahal selama ini terlihat baik-baik saja. Ia tidak tahu, Kalau sang ayah terlilit hutang.
"Dok, biaya perawatan ayahku nanti di sana mahal ya Dok?" tanya Arum lemah. Ia tatap sang Dokter dengan nanar. Saat ini kepalanya Arum terasa sakit sekali. Ia semalaman tidak tidur di bus, selama perjalanan dari kota ke kampung mereka.
"Eemm.. Lumayan Dek." Sahut Dokter ramah.
"Oouuw.. " Arum menganggukkan kepalanya lemah. Kini pandangannnya beralih ke ayahnya yang sudah tertidur. Ayahnya tidak menggelepar lagi, seperti ayam yang lehernya baru dipotong.
"Bagiamana, biar kita buatkan rujukannya. Dan harus dibawa ke sana cepat. Obat yang kami kasih tadi, bukan untuk menyembuhkan tapi hanya untuk menyeimbangkan keadaan ayahnya adek." Jelas Dokter itu ramah.
"Iya Dok, tapi aku tidak punya uang untuk bawa ayah ke rumah sakit! hua... hua.... hua...!" Arum tidak bisa menahan diri lagi. Situasi yang ia alami sangat menggoncang kejiwaannya. Kenyataan ini sangat menyakitkan.
"Aduhh.. Gimana ini ya? mana kalian tidak pakai jaminan kesehatan dari pemerintah." Sang Dokter terlihat sedih menatap sendu Arum yang pipinya sudah banjir air mata.
"Dok... Tolong aku dok. Tolong ayahku Dok!" pinta Arum, bersimpuh di hadapan Dokter cantik itu.
***
Hai readers setiaku. Dukung novel baru ini dengan memberikan like, komentar positif dan vote nya ya.
Novel ini Sedang ikut lomba hastag cinta terlarang.
Baca sampai habis dan penuh penghayatan ya guys
***
Bab 2
Dengan tangan bergetar, Arum membaca surat kesepakatan antara dirinya dengan seorang dokter cantik. Isi dalam surat kesepakatan itu adalah, jika Arum mau menikah dengan ayah si Dokter. Maka, Dokter itu bersedia membantu Arum dalam hal pengobatan ayahnya. Ini pilihan yang sulit, Arum belum mau menikah. Dia masih ingin kuliah dan bekerja. Bekerja untuk mendapatkan uang banyak untuk bahagia kan sang ayah.
"Gimana, kamu mau menikah dengan ayahku?" tanya Si Dokter cantik itu lembut penuh harap.
Arum mengangkat wajahnya lemas, ia tatap lekat wanita di hadapannya itu. Dari tatapan matanya Arum, si Dokter bisa tarik kesimpulan, kalau Arum terlihat keberatan untuk menikah.
"Waktu berfikir tersisa 10 menit lagi. Hidup memang sulit, tidak ada yang gratis di dunia ini." Ujar sang dokter mulai mempengaruhi Arum. Dokter Itu pun bangkit dari kursinya. "Aku ada di taman, temui aku jika kamu setuju. Ingat, kamu akan hidup bahagia jika menikah dengan Ayah ku!' tegas sang Dokter, menatap lekat Arum yang nampak bingung.
Arumi kembali menatap nanar kertas yang ada di tangganya. Kembali ia membaca surat kesepakatan itu. Ternyata pria yang akan dinikahinya masih punya istri. Dan dia akan jadi istri kedua, dengan tugas utama merawat dan melayani suaminya itu. Karena saat ini, pria yang akan ia nikahi adalah pria paruh baya yang sedang stroke.
Di surat Itu juga, Arum tidak boleh menggugat cerai pria tua yang akan menikah dengannya di hari kemudian. Semua keputusan ada ditangan keluar yang akan jadi Suami nya. Mau ia diceraikan atau tidak suatu saat nanti, jika pria tua itu sembuh. Ia juga harus benar-benar jadi istri si pria tua yang akan menikahinya. Melakukan hubungan layaknya suami istri. Intinya pernikahan ini adalah serius. Tapi, ia tidak boleh menuntun harta warisan.
Jika Arum bekerja dengan baik, maka ia akan dibiayai kuliahnya. Karena, Arum telah menceritakan semuanya kepada Dokter Ulfah. Makanya dokter Ulfah membuat umpanan di surat kesepakatan agar Arum tergiur untuk menerima tawaran gila itu. Tawaran menikahi pria tua yang sedang stroke. Dan ia harus merawat dan melayani pria tua itu.
Arum yang dilema, menutup perlahan kedua matanya. Rasanya kepalanya mau pecah saat ini. Bagaimana mungkin ia akan menikah dengan pria tua, yang ia tidak kenal sama sekali. Kalau pria tua yang penyakitan itu adalah orang jahat, bagaimana?
Aarrrggkkk...
Teriak nya seperti orang gila. Mencak-mencak di atas kursi yang ia duduki. Pilihan ini sangat sulit.
Huufftt..
Merasa sedikit legah, karena telah meluap kan kekesalan di hatinya. Arum pun Akhirnya bangkit dari duduknya. Menyeret kakinya keluar menuju taman. Apapun hasil nya, ia harus menemui dokter itu di taman.
"Ya Allah... Tidak adakah alternatif bantuan lain untukku, dariMu? harus kah aku menderita sepanjang hidupku?" Arum yang kalut terus saja bicara sendiri sambil berjalan malas menuju taman.
Bruuggkk. .
Ia yang berjalan dengan banyak pikiran itu, tidak sengaja menabrak seorang pria.
"Arum....?"
"Ariq...!"
Arum melototkan kedua matanya. Terkejut mengetahui pria yang ia tabrak adalah teman sekelasnya.
Pria yang bernama Ariq itu nampak semangat bertemu dengan Arum. Arum juga senang, bisa bertemu dengan Ariq. Tapi, seketika, raut wajah senangnya Arum berubah disaat ia melihat sosok wanita di belakang Ariq.
"Ariq, tungguin Mama!"
Arum langsung ngacir dari hadapan Ariq. Disaat pria itu menoleh ke belakang.
Dari kejauhan, Arum memperhatikan Ariq yang celingak celinguk mencari sesuatu. Sepertinya sedang mencarinya.
Dengan lemas, Arum menyeret kakinya lagi menuju taman.
Ariq adalah teman akrabnya Arum. Di sekolah, pria itu sering membantunya. Arum siswi yang pintar. Dengan kepintarannya dia bisa bersekolah di sekolah yang bagus. Tapi, keluarga nya tidak suka dengan keakraban Arum dan Ariq. Ibunya Ariq pernah memperingatkan Aarum, agar tidak usah bersahabat dengan putranya itu.
Arum jadi sedih, ibunya Ariq tidak suka ia dan Ariq berteman, karena ia dari keluarga miskin.
Apakah uang yang dinilai manusia di dunia ini?
Arum membathin dengan perasaan yang berkecamuk. Fakta di dunia bahwa uang adalah segalanya, membuatnya jadi semakin yakin untuk menerima tawaran menikahi pria tua yang sedang stroke.
Sesampainya di taman. Dokter Ulfa yang mengetahui kedatangan nya. Menutup laptop yang ia pegang. Sepertinya tadi dokter itu sedang bekerja di laptop nya.
"Ayo duduklah!" Dokter Ulfah menepuk pelan tempat kosong di sebelahnya. Walau mereka sedang di puskesmas. Puskesmas ini sangat bagus, sudah ada tempat rawat inap. Hanya saja penanganan penyakit dalam belum ada dokter spesialis nya.
Arum mendarat kan bokongnya di tempat kosong di sebelah kiri Dokter cantik itu. Ia masih dengan muka murungnya.
"Tidak akan rugi kamu menerima tawaran ku. Kamu harus berfikir realistis. Hidup itu gak mudah. Dengan kamu setuju menikah dengan ayah. Ku jamin hidup mu akan bahagia. Kamu bisa lanjutkan kuliah mu. Kamu juga bisa rawat ayahmu sekalian rawat Ayah ku. Tenang, tetap akan ada perawat yang bantuin kamu juga. Hanya disaat saat moment tertentu harus kamu yang lakuin. Karena, ayah ku tidak ingin dia disentuh yang bukan Istrinya." Jelas Dokter Ulfah panjang lebar dengan seriusnya.
"Iya bu, aku bersedia." Sahutnya datar, ada nada tidak setuju diucapannya Arum. Tapi, ia harus setuju, demi kesembuhan ayahnya.
Dokter Ulfah sumringah mendengar jawaban Arum. Ia ambil alih map berisi perjanjian di tangan Arum. Dengan tidak sabarannya membuka map itu.
"Kamu belum tanda tangan dek?" Tanya Dokter Ulfah dengan muka masam. Ia takut juga Arum tidak setuju.
Arum menatap sendu dokter cantik itu."Iya Dok, ini mau tanda tangan!"
Dokter Ulfah merogoh saku jas Dokter nya, mengambil ballpoint dan memberikannya pada Arum.
Dengan lemas, Arum meraih pulpen itu. Membubuhkan tanda tangan di kertas beri baterai itu.
"Alhamdulillah.. Semoga kamu bisa jadi istri yang baik untuk ayahku Dek. Eehh.. Koq dek. Kamu kan akan jadi ibuku. Tepatnya ibu tiri!" celoteh Dokter Ulfah dengan semangatnya.
Arum yang lemas, hanya mengangguk pelan.
Graapp.
Dokter Ulfah kini merangkul hangat Arum. "Terima kasih ya Bu!"
Hueekk..
Rasanya Arum ingin muntah. Saat Dokter Ulfah memanggilnya Dokter. Tidak disangka ia akan berstatus istri muda.
Setelah pelukan itu terlepas. Kini Dokter Ulfah merangkul kedua bahunya Arum.
"Saat ini juga ayahmu akan dibawa ke rumah sakit. Dan akan secepatnya di tangani dokter." ujar Dokter Ulfah dengan ceriah nya.
"Iya Dok, terima kasih banyak!" sahut Arum datar. Sedikit pun wajahnya tidak menunjukkan kebahagiaan.
"Iya, ayo kita ke kamar ayah mu!" Dokter Ulfah membereskan barang-barangnya.
**
Baca dulu baru beri like ya sayangku.
Bab 3
Satu Minggu Kemudian
Hari pernikahan yang seharusnya membahagiakan bagi setiap wanita, tapi itu tidak dirasakan oleh Arum. Walau begitu, ia tetap tersenyum tulus, menyembunyikan kesedihan mendalam di hatinya.
Di hadapannya, sang ayah yang sudah membaik kesehatannya menjadi wali nikah nya. Bisa dibilang Suaminya Arum, Pak Subroto lebih tua dari ayahnya Arum.
"Sah..!" Ucap para saksi dengan lantang.
Arum yang sedari tadi tidak tenang. Semakin dibuat was was akan nasib dirinya kelak. Karena Ternyata istrinya PAk Subroto, Bu Dewi sikap nya tidak lah ramah pada Arum.
Pernikahan Pak Subroto dan Arum adalah Sah. Arum sah sebagai istrinya Pak Subroto. Bukan nikah dibawah tangan.
Setelah ijab kabul. Pasangan pengantin kini bersanding di pelaminan. Sebenarnya Arum malu di hadapan para undangan. Mesti Kalian ada pesta. Nikah di KUA menurutnya lebih baik. Karena jika menikah ditambah dengan pesta, maka akan banyak mata yang memandang, menilai dan memberi komentar baik positif dan negatif
Tapi, sudah jelas pernikahannnya ini akan mendatangkan banyak komentar yang akan menambah dosa saja. Jadi, kalau diadakan sekedarnya saja, hanya akad nikah. Mungkin tidak akan banyak komentar netizen.
"Aduhh.... Pak, rahasia nya apa sih? sudah uzur begini tetap dapat daun muda." Celutuk temannya Pak Subroto, yang hadir di acara pernikahan itu.
Tuh kan, dapat sindiran juga pak Subroto.
"Sudah Takdir nya begitu. Ya, di syukur saja!" sahut Pak Subroto tersenyum bahagia dan terlihat bangga. Siapa sih yang tidak bangga bisa menikah dengan gadis belia, usia 19 tahun.
"Hehehe.. Ingat umur dan kondisi badan ya pak! jangan buru-buru menikmati surga dunia. Nanti terlalu semangat ngejar surga dunia. Ehh.. Kelewat hingga ke neraka!". celoteh teman kompaknya Pak Subroto lagi...
Hadeuhh....
Arum yang tadinya sedih dan tidak bersemangat. Dibuat senyum sendiri dengan tamu yang kini ada di hadapan mereka, terlihat tamu itu sangat dekat dengan Pak Subroto.
" Doakan saya mati ya pak Jimmy!" ujar Pak Subroto dengan nada kesal. Tapi, seketika ekspresi wajah pria tua dan masih lumpuh itu mendadak cengir.
Hahahha..
"Gak lah Pak, ok selamat ya Pak, Dek cantik!"
Pak Jimmy pun menyalami Pak Subroto, Arum dan juga ayahnya Arum, Pak Taufik yang duduk di sebelah kirinya Arum.
Tamu yang datang pun secara bergantian memberikan ucapan selamat kepada Arum dan Pak Subroto. Pernikahan yang dilaksanakan lumayan mewah. Walau diadakan di rumah Pak Subroto, bukan di gedung. Di acara itu juga banyak diundang anak yatim dari berbagai pasti asuhan.
Walau menikah dalam keadaan terpaksa. Arum bisa bersyukur, ternyata suaminya Pak Subroto adalah orang yang baik dan dermawan. Terbukti banyak tamu yang datang terlihat dari kalangan yang berkelas.
"Masyaallah... Serasi sekali Ayah dan ibu muda ku ini!" ujar Dokter Ulfah dengan semangatnya. Tatapannya terhenti di Arum, yang nampak cantik dengan balut an kebaya putih bertabur Swaroski.
Arum hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Dokter itu. Ia balas tatapan sang suami yang duduk di sebelah kanannya. Dari tadi Pak Subroto tidak pernah berdiri. Karena memang pak Subroto lumpuh. Kakinya tidak bisa digerakkan.
"Dimas belum datang juga ya Fah?' tanya Pak Subroto dengan bahagia nya pada Dokter Ulfah.
"Belum ayah, tapi kata Dimas. Dia akan datang koq." Sahut Ulfah sopan.
"Di, Dimas?" Tanya Arum ragu pada Dokter Ulfah.
"Iya bu!" sahut Ulfah sopan, menatap heran Arum yang nampak bingung itu. "Dimas itu adik aku, anak ayah paling bontot. Yang tinggal di kota." Jelas Ulfah serius
Arum mengangguk pelan.
Banyak yang bernama Dimas. Gumannya dalam hati.
"Ibu kamu?" tanya Pak Subroto lagi kepada Ulfah
"Ikut Ayah, ibu juga ikut koq!"
Deg
Mendengar istri pertama dibahas, membuat Arum ketakutan. Di mana-mana yang namanya istri pertama dan yang kedua gak akan akrab.
"Ibu dan Dimas sama datangnya." Jelas Ulfah lagi.
"Kirain dia gak mau datang!" sahut Pak Subroto sedih. Mukanya langsung kusut
"Ibu pasti datang, karena ibu ingin memastikan sendiri. Benarkah ayah bisa menikah dengan gadis muda. Ibu pasti kepo ayah!" ujar Ulfah dengan nada tidak enak.
Arum bisa simpulkan bahwa hubungan Pak Subroto dan Istri pertamanya tidaklah harmonis.
"Nak Arum, Pak Subroto. Aku masuk ke dalam dulu!" Pak taufik ayahnya Arum, kini pamit kepada Pasangan pengantin. Tadinya Pak Taufik duduk di sebelah kirinya Arum. "Bapak mau sholat dzuhur, dan istirahat saja, gak usah ikut duduk disini!"
Arum sebenarnya keberatan. Ia ingin ayahnya itu tetap di sampingnya menemani nya. Tapi, karena harus melaksanakan kewajiban sebagai umat muslim. Arum tidak bisa me larang ayahnya meninggalkan tempat itu.
"Iya pak besan. Aku juga mau sholat. Tapi, menunggu Anakku Dimas datang dulu!" jawab Pak Subroto.
Arum kembali dibuat terkejut saat Pak Subroto mengatakan nama Dimas.
"Nah.. Itu ibu dan Dimas sudah datang!"
Kreekk..
Arum yang penasaran siapa Dimas, dengan cepat memutari lehernya ke arah gerbang tamu masuk. Arum fokus ke tamu yang datang bersama dengan seorang wanita paruh baya.
Deg
Ia pun dibuat terkejut melihat pria yang bernama Dimas, kini sudah berjalan menghampiri mereka. Ia kenal pria tampan itu.
Astaga... Umpat Arum dalam hati. Ia tutup cepat mulutnya yang sempat menganga. Karena terkejut mendapati kenyataan bahwa Dimas adalah anaknya Pak Subroto
"Bapak...!" Dimas melewati Arum, dan fokus mengajak Ayahnya bicara. Ia tidak digubris oleh Dimas.
Dan Kemudian seorang wanita paruh baya, berusia sekitar 50 tahunan kini berdiri di hadapan Arum.
Wanita itu menjulurkan tangannya dengan muka dipaksa untuk tersenyum. Arumi menyambut tangan itu dengan tersenyum tipis.
"Nyonya Dewi!" ujar Bu Dewi dengan muka angkuhnya.
Arum cukup terkejut setelah bertemu dengan istri tuanya Pak Subroto. Tapi, ia menutupi rasa terkejutnya.
"Iya Nyonya.!' Sahut Arum sopan.
Dan Bu Dewi, istrinya Pak Subroto pum .emeluk Arum sambil cipika cipiki. "Selamat ya, semoga kamu betah merawat si pak tua!" bisik Bu Dewi tegas di telinga nya Arum.
"I, iya bu. Terima kasih!' sahut Arum pelan. Jangan tanya gimana jantung nya saat ini. Jujur, ia ketakutan juga.
" Eehh.. Dimas, kamu belum ucapkan selamat untuk ibumu yang baru!" Bu Dewi menarik tangan putra nya Dimas. Saat Dimas hendak meninggalkan pelaminan.
Terlihat Dimas seperti tidak peduli dengan istri baru ayahnya itu. Masak yang disalami hanya ayahnya saja
"Oouuww.. Iya, hampir lupa!"
Deg
Wajahnya Arum menegang sudah saat ini. Sedangkan Dimas yang berdiri di hadapannya nampak biasa biasa saja.
"Selamat bergabung di keluarga Pak Subroto. Semoga ibu dan Bapak, bahagia selalu!" ujar Dimas tersenyum tipis menatap Arum yang terkejut itu.
"Bu, ibu muda..!" tegur Ulfah kepada Arum. Karena Arum yang terkejut tidak menanggapi ukuran tangannya Dimas.
"Haaahh.. Ap, Apa... Dok?" Sahut Arum tergagap.
"Itu, Dimas tangannya!" Dokter Ulfah menunjukkan tangannya Dimas yang mengatung di udara.
"Oohh. !" Dengan gugup nya Arum menyambut uluran tangannya Dimas.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!