NovelToon NovelToon

Forbidden Love

Pelunasan Hutang

Jaman sudah modern. Kehidupan semakin maju. Manusia lebih memiliki banyak pilihan. Memiliki lebih banyak kebebasan. Tidak ada paksaan.

Sayangnya, hal itu hanya berlaku bagi mereka yang memiliki keadaan yang mendukung. Yang memang memberikan banyak kebebasan.

Tetapi tidak berlaku untuk mereka yang kerap terbentur keterbatasan.

Keluarga Sekar kerap meminjam kepada Bakhtiar untuk menutupi semua kebutuhan hidup mereka.

Mulai makanan, pakaian, tempat tinggal. Saat ada anggota keluarga yang sakit. Penghasilan ayah Sekar tidak memadai. Sehingga terpaksa mereka selalu meminjam kepada Bakhtiar.

Hutang yang semakin menumpuk membuat semua hutang tersebut mustahil untuk dibayar.

Bakhtiar sendiri memendam rasa kagum dan suka akan kecantikan dan kebeliaan Sekar.

Ketika hutang tersebut semakin menggunung. Satu sisi merupakan tekanan bagi keluarga Sekar. Tapi sisi lain merupakan keuntungan bagi Bakhtiar.

Sekar terpaksa menikahi Bakhtiar untuk melunasi hutang keluarganya. Awalnya, istri Bakhtiar menolak keras. Tetapi ketika mengetahui suaminya menderita sakit parah yang menyebabkannya tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai suami. Akhirnya menyetujui dengan pertimbangan, akan memanfaatkan Sekar untuk mengurusi suami dengan penyakitnya

Dokter memvonisnya menderita komplikasi. Jantung, hipertensi dan diabetes.

“Kau lebih membutuhkan seorang perawat daripada istri.” Sahut istrinya ketus mendengar permintaan Bakhtiar ingin menikahi Sekar.”

“Aku bosan kau omeli terus. Tubuhmu juga semakin besar. Kau semakin galak.”

“Siapa yang tidak mengomel melihat suaminya ingin menikah lagi? Belum lagi mengurusi mu yang sangat menuntut perhatian.”

“Aku tahu kalau aku sudah membebani mu. Justru itu, ijinkan aku menikahi Sekar. Sekalian membantunya dan keluarganya untuk melunasi hutang mereka pada kita.”

“Kau jangan gila! Sudah bau tanah masih saja bernafsu dengan anak gadis belia!”

“Apalah artinya nafsu? Kau tahu sendiri aku sudah tidak bisa menjalankan kewajibanku sebagai seorang suami.”

“Apa mungkin karena kau sudah tidak bernafsu padaku? Kau berpura-pura?”

Bakhtiar menatap wajah istrinya dengan putus asa.

“Mengapa kau tidak tanyakan kepada dokter? Sehingga kau bisa mengetahui apakah aku berpura-pura atau tidak?”

Ningsih terdiam mendengar perkataan suaminya. Memikirkan perkataan suaminya. Memeriksakan suaminya lebih intensif.

Hasil pemeriksaan memang menunjukkan bahwa Bakhtiar menderita impotensi. Akibat komplikasi penyakit yang dideritanya.

“Baiklah, pemeriksaan dokter mengatakan bahwa kau memang mengalami impotensi. Untuk apa kau ingin menikahi Sekar?”

“Membayar hutang keluarganya pada kita. Aku juga terhibur jika dia mengurus dan merawat ku . Dia tidak galak sepertimu. Wajahnya juga enak dilihat.”

Ningsih memandang suaminya dengan pandangan menyelidik.

“Laki-laki banyak akal bulusnya. Banyak tipuannya.”

“Buat apa aku menipumu? Kalau aku masih sehat dan mampu. Kunikahi saja dia tanpa sepengetahuan mu. Beres kan?”

“Entahlah, semua terasa seperti retorika untukku. Tidak bisa jadi alasan menikah dengan atau tanpa sepengetahuanku. Itu tidak bisa jadi ukuran sama sekali.”

“Aku kehabisan kata dan juga cara untuk menjelaskan kepadamu.”

“Aku memerlukan waktu untuk berpikir. Apa untungnya aku menyetujui pernikahanmu dengan Sekar?”

Ningsih kembali mengomeli suaminya. Menjadi rutinitasnya setiap hari. Suasana menjadi panas. Tidak ada ketenangan apalagi ketentraman.

Dengan putus asa Bakhtiar berkata pada istrinya, “Mungkin kau memang harus mengijinkan aku menikahi Sekar. Dia tidak akan mengomeli ku seperti ini.”

“Kau tahu darimana? Bisa saja dia lebih cerewet dariku.”

“Semua tahu bagaimana Sekar dan dirimu.”

“Entahlah. Aku harus berpikir berulang kali mengenai hal ini.”

“Kau tidak perlu repot mengurusku. Aku bisa menghadapi masa akhir hidupku dengan lebih tenang. Penyakitku tidak ada harapan sembuh.”

“Kau lebih membutuhkan perawat dari pada istri.”

“Perawat hanya mengurusku karena pekerjaan. Aku juga membutuhkan orang yang mau menyayangi dan memperhatikanku.”

“Kurang apa aku memperhatikanmu?”

“Kurang galak. Kau memarahi dan mengomeli ku setiap hari.”

“Bagaimana aku tidak memarahi mu. Kau merepotkan aku hampir setiap hari.”

“Mengapa kau sangat egois? Kau tidak bisa mengurusku. Dan kau juga tidak membiarkan orang lain mengurusku, menggantikan mu.”

“Tidak ada istri yang mau dimadu. Kau harus mengerti itu.”

“Tapi kau merasa terbebani mengurusku. Kau tahu aku impoten. Jika aku menikah lagi. Sama saja aku menikahi perawat. Mirip tapi mungkin aku akan mendapatkan kasih sayang dan perhatian seorang istri.”

Ningsih akhirnya menyetujui keinginan Bakhtiar untuk menikah lagi.

Bakhtiar setuju untuk menganggap lunas hutang Sekar dan keluarganya. Selama Sekar mau menikah dengannya.

Pernikahan dilangsungkan secara sederhana. Dilangsungkan secara resmi dan dicatatkan ke negara.

Sekar mengenakan kebaya putih dengan kain jarik loreng-loreng coklat. Sedangkan Bakhtiar mengenakan jas hitam.

Pasangan tersebut sangat mencolok karena perbedaan usia di antara mereka yang begitu jauh. Sekar lebih cocok menjadi anak dari pada istrinya.

Apalagi Bakhtiar memiliki seorang putra yang hanya terpaut dua tahun lebih tua dari Sekar.

Putranya hadir dengan sorot mata kebencian memandang Sekar dan ayahnya.

Ibunya menyetujui sekaligus mengeluhkan pernikahan ayahnya. Membuat Baskara merasa benci kepada keduanya terutama Sekar.

Baskara mendekati Sekar yang sedang menunggu seorang diri di dalam kamarnya.

Sorot matanya memandang tajam membuat Sekar merasa ketakutan.

“Usiamu masih begitu muda tetapi sudah menjadi pelakor.”

Sekar mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Tubuhnya menggigil mendengar perkataan Baskara.

“Aku tidak akan melepaskan mu. Aku akan memastikan kau akan membayar sakit hati ibuku!”

Mata Sekar memanas. Bening air mata meleleh di kedua pipinya. Make up yang digunakannya water proof sehingga tidak sampai membuat make up menjadi berantakan.

“Cengeng!” Ejeknya.

Sekar menghapus air matanya menggunakan tissue.

“Dasar matre!” Makinya.

Baskara meninggalkan Sekar begitu melihat perias mendekat. Bermaksud memeriksa make up Sekar.

Akad nikah dimulai. Bakhtiar mengucapkan ijab kabul dengan memegang tangan ayah Sekar serta menyebutkan maharnya sejumlah uang yang merupakan jumlah utang keluarga Sekar kepadanya.

“Bagaimana sah?”

“Sah.” Sahut yang hadir sambil mendoakan keduanya.

Pernikahan tersebut sekaligus sebagai tanda pelunasan pembayaran hutang ayah Sekar kepada Bakhtiar.

Bakhtiar tersenyum bahagia. Memiliki istri selain muda, cantik dan juga lembut. Wajah Sekar yang menyerupai artis Kristin Kreuk.  Membuat Bakhtiar merasa sangat bangga memilikinya.

Ningsih yang bertubuh gempal. Merasa kesal melihat senyum yang terukir di bibir suaminya. Hatinya dongkol. Alasan dia mengijinkan suaminya menikahi Sekar. Agar ada yang mengurus dan merawat suaminya yang sakit parah. Komplikasi.

Baskara memegang tangan ibunya berusaha menghibur dan membesarkan hati ibunya.

Wajahnya memandang ayah dan ibu tiri yang lebih pantas menjadi adik atau kekasihnya dengan pandangan benci.

Ayahnya sudah tua dan sakit-sakitan masih ingin menikahi gadis belia. Sedangkan ibu tirinya yang masih belia menikahi ayahnya karena materi. Materialis!

Para tamu bersalaman dengan kedua mempelai sebelum menikmati hidangan yang disediakan.

Makanan dihidangkan secara prasmanan. Nasi putih, sapi lada hitam, udang tempura, cap cay, mie goreng bakso udang, kerupuk.

Terdapat saung-saung yang berisi makanan berupa bakso, siomay, dimsum, empek-empek dan es puter.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Jatuh Cinta

Rasa benci yang dirasakan Bakhtiar mengakar di dalam hati dan dasar jiwa.

Memandang benci pada wanita muda yang semenjak seminggu yang lalu resmi menjadi istri ayahnya.

Sekar baru saja selesai memandikan ayahnya. Membersihkan tempat tidur suaminya. Menuju dapur menyiapkan sarapan suaminya.

Memasak bubur dengan suwiran ayam. Ditambah potongan wortel, buncis dan jagung manis pipil.

Menyiapkan segelas susu dan jus buah. Meletakkan semuanya ke atas meja makan.

Baskara memandang dengan wajah mencelos. Pasangan pengantin baru yang ada di hadapannya sungguh membuatnya muak.

Ibunya, Ningsih berjalan menuju ruang makan. Memandang ke arah madunya dengan wajah kesal.

“Kau hanya membuat bubur buat bapak saja?”

“Aku membuat nasi goreng buat ibu. Sebentar aku ambilkan.” Sekar menjawab lirih. Berjalan menuju dapur menyendok nasi goreng dari wajan. Menaburkan bawang goreng dan kerupuk di atasnya.

Ibu tiriku lebih mirip pembantu dari pada istri.

Baskara membatin. Semenjak menikah semua tugas merawat dan menjaga ayahnya menjadi tugas ibu tirinya. Menyerupai pembantu dan perawat.

“Kau mau nasi goreng atau bubur?” Tanya ibu tirinya dengan suara halus.

“Aku bisa mengambil sendiri.” Sahutnya dengan wajah tidak ramah.

Sekar melanjutkan mengurus Bakhtiar. Membawa Bakhtiar berjalan-jalan menghirup udara pagi. Membawa botol air minum.

Sekar mendorong kursi roda suaminya. Berjalan menyusuri jalan. Membawanya ke taman dekat pemukiman mereka.

Anak-anak berlarian di taman tersebut. Bermain ayunan. Jungkat jungkit.

Bakhtiar menggenggam tangan Sekar ketika mereka duduk di taman. Matahari bersinar sangat cerah.

Bakhtiar memandangi wajah istri barunya yang sangat manis. Wajahnya seperti Kristin Kreuk. Suaranya yang lembut membuat hatinya merindu. Ingin selalu dekat dengan istri barunya.

Bakhtiar mengelus wajah istrinya yang halus. Menelusuri bibirnya dengan jemarinya.

“Kau sangat ayu. Seperti Kristin Kreuk.”

“Kristin Kreuk?”

“Kau tidak tahu siapa dia?”

Sekar menggelengkan kepalanya.

“Artis terkenal dan sangat cantik juga anggun sepertimu.” Sahutnya berdecak kagum melihat kecantikan istrinya.

Mata yang berbentuk kacang almond dengan manik mata yang hitam. Alis seperti semut beriring seperti milik Kristin Kreuk. Wajah berbentuk berlian. Hanya saja rambut Sekar bergelombang indah.

Bakhtiar sangat suka melihat istrinya mengurai rambutnya. Walaupun lebih sering menggelung rambut panjangnya. Memberikan tusuk konde. Di kedua telinganya ada anak-anak rambut yang menambah keayuan wajah istrinya.

“Aku seperti mendapatkan durian runtuh.” Sahut Bakhtiar mengelus tangan istrinya yang putih bersih.  Kukunya berwarna kemerahan.

Sekar tidak menjawab apa pun. Hanya terdiam. Setelah puas berada di taman. Mereka kembali lagi ke rumah.

Sekar membawa suaminya ke ruang keluarga. Menonton televisi. Sekar menemaninya sambil merajut.

Semenjak suaminya menikah. Bu Ningsih mengisi waktunya dengan berbelanja, berkebun, ikut kegiatan sosial, silaturahim dengan saudara dan teman.

Tanpa terasa enam bulan berlalu. Sekar sangat telaten merawat Bakhtiar. Bahkan kerap menemaninya pergi ke mall dan menonton.

Bakhtiar sangat suka melihat-lihat pakaian, kaca mata dan buku. Dengan sabar Sekar menemaninya.

Mereka juga kerap menonton bersama. Bakhtiar akan menceritakan kembali film yang mereka tonton. Mereka akan terlibat diskusi ringan.

Baskara sendiri tidak mau ambil pusing. Selama kedua orang tuanya baik-baik saja.

Walaupun diam-diam memperhatikan keseharian Sekar yang mulai mencuri hatinya.

Tanpa sengaja tatapan matanya bersibobrok. Wajah Sekar memerah. Dengan malu dia menundukkan wajahnya.

Baskara merasa jantungnya berdegup sangat cepat. Seperti air terjun. Apa yang terjadi padaku?

Malam itu Baskara tanpa sengaja melewati kamar ayahnya. Pintu agak terbuka. Baskara mengintip ke dalam. Ingin melihat apa yang dilakukan keduanya.

Sekar sedang berada di belakang tubuh ayahnya yang sedang tengkurap.

Mengoleskan minyak di tangannya. Mengusapnya dan mulai memijat punggung ayahnya dengan halus.

“Hum, enak sekali pijatanmu, sayang....”

Sekar menekan tangannya ke punggung suaminya. Mulai memijat-mijat dengan lembut.

Baskara tertegun melihat betapa telatennya Sekar memijat ayahnya. Sesuatu yang hangat mengaliri tubuhnya. Tiba-tiba hatinya terasa nyeri dan perih. Oh Tuhan, aku cemburu. Apakah aku mencemburui ibu tiriku yang cantik?Wajah Baskara memanas. Membuang wajahnya dan berlalu.

Benar adanya pepatah. Cinta dari mata turun ke hati. Semenjak tatapan mata mereka bertumbukan. Sesuatu terjadi pada dirinya.

Tatapan mata mereka berdua seperti menjembatani dua jiwa. Saling bertautan satu sama lain.

Keesokan harinya, Minggu pagi yang cerah. Baskara menghabiskan sarapannya seorang diri.

Ibunya sudah pergi pagi-pagi ikut senam bersama dengan ibu-ibu di pemukiman mereka. Acara yang dilanjutkan dengan bazar dan aneka hiburan. Dalam rangka perayaan tujuh belas Agustus.

Baskara memilih bersantai di rumah. Karena kemarin seharian dia menghabiskan waktu bersama dengan teman-temannya.

Dirinya kembali melintasi kamar ayahnya. Pintu agak terbuka. Baskara kembali mengintip ke dalam kamar.

Ayahnya tertidur terlentang sambil dipijat kepalanya. Sembari diolesi cream. Apakah Sekar sedang mengcreambath ayahnya?

Sekarang Sekar tampak seperti seorang kapster. Terlihat ayahnya tertidur menikmati pijatan Sekar di sekitar area kepalanya.

Sekar juga memijat area leher, dada dan punggung. Rambut Sekar yang bergelombang tampak terurai. Baskara tertegun memandang kecantikan alamiah ibu tirinya. Bibirnya ranum berwarna merah muda tanpa polesan lipstik.

Hmm, kau cantik sekali....

Bisiknya memuji dalam hati. Penilaiannya dari hari ke hari berubah. Sekar tidak hanya memancarkan kecantikan ragawi tetapi juga jiwa dan hati.

Baskara memang agak siang bangun dan melewatkan sarapannya. Memasuki brunch time.

Menikmati lontong dengan soto kudus buatan Sekar. Terasa sangat segar. Apalagi dengan taburan bawang goreng dan perasan jeruk nipis.

Ayahnya tertidur lelap saat Sekar selesai mengcreambath. Sekar bermaksud keluar kamar sambil menutup pintu perlahan.

Berjalan menuju dapur menaruh peralatan yang digunakan untuk mengcreambath. Bermaksud meletakkan bekas handuk yang digunakan untuk membungkus kepala Bakhtiar.

Baskara menarik tangan Sekar. Membuat Sekar membalikkan tubuhnya. Pandangan mata mereka saling bertaut.

Wajah Sekar memerah. Memanas. Aliran tubuhnya seperti dialiri listrik.

Baskara mendekatkan wajahnya pada Sekar. Berbisik lirih, “Kau cantik sekali...” Sahutnya sambil membungkam mulut Sekar yang ranum berwarna merah muda. Menyesapnya lembut.

Sekar merasa gelagapan. Jantungnya berdebar keras. Ciuman pertamanya dan sungguh tidak terduga. Terjadi begitu saja.

Suara mobil ibunya memasuki garasi. Baskara melepaskan pagutannya. Meletakkan jarinya di bibir Sekar yang terasa hangat. Menggaris bibirnya sendiri dan membentuk tanda kunci.

Sekar membatin dalam hati. Aku harus merahasiakan ini?

Kepalanya mengangguk tanda mengerti. Baskara membalikkan badannya. Berlalu.

Mereka makan malam bersama di meja makan.

Bu Ningsih membuka suara, “Minggu depan, ada pernikahan di kampungku. Syafei mengajak kita pulang bersama. Kau mau kan ikut?” Tanya  Ningsih pada suaminya.

“Aku juga ikut?” Tanya Bakhtiar.

“Tentu, kau kan kakak ipar mereka. Keponakanku akan menikah.”

“Baiklah. Sekar ikut?”

“Mobilnya tidak muat. Biarkan saja Sekar di sini. Syafei akan membantuku menjaga dan merawat mu selama disana.”

Syafei adalah adik bu Ningsih. Mereka akan menghadiri keponakan perempuan mereka yang menikah, anak dari adik bu Ningsih, kakak Syafei.

“Baiklah, kalau begitu.”

“Baskara, kau jaga Sekar selama bapak dan ibu pergi.”

“Baik bu. Berapa lama kalian akan pergi?”

“Satu minggu.”

 

 

Cinta Terlarang

Kedua orang tua Bakhtiar berangkat dengan menggunakan kendaraan adik iparnya bersama istri dan supir.

Kendaraan mereka dipenuhi barang-barang bawaan mereka berlima.

“Salam buat dek Melati.”Ujar Bakhtiar sambil menyerahkan bingkisan kado buat sepupunya.

“Iya, nanti akan kami sampaikan. Baik-baik di rumah. Jaga Sekar baik-baik.”pesan ibunya.

Bakhtiar menganggukkan kepalanya. Mencium kedua tangan orang tuanya. Kedua orang tuanya mencium kening putra semata wayang mereka.

Mereka saling melambaikan tangan. Mengantarkan kepergian bu Ningsih, suami dan adik-adik iparnya juga supir.

Bakhtiar berpamitan ke kantor setelah kedua orang tuanya berangkat dengan paman dan bibinya.

“Aku pergi kerja dulu, ya?” Sahut Baskara mengecup kening Sekar.

Seandainya, Sekar bukan ibu tirinya. Hatinya tergerak untuk melamarnya dan menjadikannya istrinya. Tetapi hal itu tidak mungkin. Ibu tiri haram dinikahi.

Sekar menganggukkan kepalanya. Sepeninggal Bakhtiar. Membersihkan kamar dan rumah termasuk dapur.

Memasak nasi. Memanggang daging yang sudah dimarinasi dan menggoreng perkedel yang sudah ditaruh di kulkas.

Memasak sayur lodeh. Menggoreng ayam dan mencampurkannya ke dalam tumisan. Bawang bombay, putih dan lada. Mencampurkan sedikit saus, kecap Inggris dan saos tiram. Membuat ayam goreng mentega.

Selesai memasak. Membersihkan tubuhnya. Menunaikan sholat.

Merawat kebun milik bu Ningsih yang dititipkan selama keluar kota.

Mengambil beberapa tangkai bunga dan meletakkannya di vas. Mencium bau Krisan putih, pink, kuning, orange dan ungu.

Bunga-bunga tersebut dirangkai dengan indah. Masing-masing tangkai dengan warna berbeda ditaruh ke dalam vas.

Sisanya dibuat menyerupai buket. Sekar menaruhnya di dalam kamar tidurnya.

Sekar melanjutkan rajutannya di depan televisi kamar tidurnya. Sambil menonton televisi, dia merajut.

Tanpa sadar dia jatuh tertidur pulas. Televisi tetap menyala. Rajutannya berada di atas perutnya beserta jarum dan benang  rajutnya.

Sekar berencana ingin membuat sweater untuk suaminya. Matanya memberat membuat dirinya tidak bisa melanjutkan rajutannya.

Dirinya yang terlahir dari keluarga sederhana. Membuatnya lebih menerima semua apa adanya. Tidak banyak menuntut. Tidak neko-neko.

Kehidupannya yang sekarang sudah membuatnya sangat bersyukur. Bisa melunasi hutang keluarganya. Membantu perekonomian mereka.

Kehidupan mereka sangat sederhana. Ayahnya bekerja sebagai kuli. Sehingga seringkali penghasilannya tidak menentu.

Mereka kerap berhutang kepada Bakhtiar untuk membeli tahu, tempe, beras dan sayur. Membetulkan genteng yang bocor. Biaya berobat. Kebutuhan lainnya. Hutang mereka  yang mencapai lima juta rupiah tidak mampu dilunasinya.

Sekar sendiri tidak bersekolah. Tidak ingin menambah besar hutang keluarga mereka. Lagi pula, tidak ada gunanya wanita bersekolah. Pada akhirnya akan berakhir di dapur, sumur dan kasur.

Pendidikan, kesehatan dan tempat tinggal merupakan sesuatu yang luxury buat kalangan seperti mereka.

Kehidupannya berubah drastis sejak menikah dengan Bakhtiar. Selain bisa melunasi hutang keluarganya. Dirinya mendapat uang belanja pribadi  tidak kurang dari dua setengah juta rupiah. Setiap bulan.  Sebesar lima ratus ribu diberikan kepada keluarganya.

Semua keperluan rumah sudah disediakan oleh Ningsih. Bakhtiar mempercayakan keperluan untuk seluruh isi rumah kepada Ningsih. Tidak kurang Ningsih diberikan uang belanja bulanan termasuk uang pribadinya sebesar lima puluh juta rupiah.

Sekar bermimpi kepalanya dielus dengan lembut. Kening dan bibirnya dikecup. Tangannya memegang kancing bajunya. Seperti ada yang membuka pakaiannya.

Dengan mata berat. Sekar membuka kelopak matanya. Pupil matanya membesar.

“Kau?” Sahutnya dengan wajah mengantuk.

Rajutannya terlempar ke bawah tempat tidur. Tangannya bermaksud menutup pakaiannya yang terbuka. Tetapi ditahan oleh sebuah tangan.

Bibirnya dibungkam dengan rakus. Semua pakaiannya dilucuti. Kesadarannya mulai kembali. Kantuknya perlahan menghilang.

Mereka berdua sudah sama-sama polos tanpa mengenakan sehelai benang pun.

Leher dan dadanya dipenuhi hisapan. Di sana sini terdapat tanda merah menyerupai gigitan.

Tubuhnya bergetar. Perlahan seperti terdapat gelenyar pada tubuhnya. Sesuatu menyentuh organ intimnya.

“Kau sudah sangat basah. Sepertinya kau sudah siap untuk kumasuki.”

Wajah Sekar pucat pasi. Jantungnya berdebar keras. Sesuatu menghujam pada organ intimnya. Sesuatu seperti robek dan tercerabut.

“Aaggghhhh...” jeritnya dengan suara menahan sakit.

Sesuatu mengalir keluar berwarna merah. Membasahi tempat tidurnya.

“Kau sangat sempit. Liangmu terasa nikmat. Tahan sedikit. Sakit sebentar. Tidak akan lama. Kau akan merasakan nikmat.” Sahut Baskara di tengah deru nafasnya.

Tangan Sekar meremas seprai kuat-kuat. Rasanya seperti diterobos belati. Tetapi kemudian rasa perih tersebut berganti menjadi nikmat.

Peluh membanjiri keduanya. Sekar meloloskan desahannya. Kemudian Baskara mendapatkan pelepasannya.

Baskara berguling ke samping. Setelah mendapatkan pelepasannya. Mengecup dahi Sekar. Mendekapnya. Tertidur pulas dalam dekapan Sekar.

Selama seminggu mereka melakukan hubungan intim layaknya suami istri.

Baskara menatap wajah Sekar dengan penuh penyesalan.

“Aku tidak ingin melakukan hubungan terlarang seperti ini. Tetapi kau ibu tiriku. Kita tidak akan bisa menikah.”

Baskara  menarik selimut yang menutupi tubuh Sekar yang polos. Mereka kembali mengulangi pergulatan panas mereka.

Sekar hanya lah wanita lugu dan bodoh. Tidak mengerti perkataan Baskara. Di  lingkungannya. Banyak yang tidak dapat melangsungkan pernikahan. Mereka hidup bersama layaknya suami istri.

Menikah di KUA terlampau mahal untuk mereka. Bahkan sekedar meminta tolong penghulu mereka tidak mampu. Lebih baik mereka gunakan uang untuk sesuatu yang lebih penting. Membeli beras dan kebutuhan pokok lainnya.

Jika ada penyelenggaraan nikah massal. Berbondong-bondong mereka mendaftar dan mengikuti. Mendapatkan buku nikah serta bingkisan.

“Maafkan aku, tidak mengerti apa yang kau katakan.” Ujar Sekar pelan.

“Aku tidak bermaksud merendahkanmu. Aku ingin menggaulimu di dalam pernikahan yang sah. Tetapi kau ibu tiriku. Aku tidak bisa menikahimu.”

“Aku tidak menuntut apa pun darimu.” Sahut Sekar lugu.

“Kau pasti berpikir aku pria brengsek. Aku tidak pernah mempermainkan wanita. Aku jatuh cinta padamu. Kau juga merasakan hal yang sama kan?”

Sekar menganggukkan kepalanya. Wajahnya merona merah.

“Kau satu-satunya wanita yang kusentuh. Tetapi aku tidak bisa berbuat apa pun agar dapat membawamu ke dalam pernikahan. Cinta kita adalah cinta terlarang?”

“Terlarang?”

“Aku tidak seharusnya mencintai ibu tiriku. Aku seharusnya menjaga kehormatanmu. Tetapi aku tidak bisa menahan diriku agar tidak terjatuh dalam pelukanmu.”

“Mengapa kau mencintaiku? Aku hanyalah wanita bodoh.” Ujar Sekar pelan.

“Aku mencintai kesederhanaanmu. Kecantikanmu yang alami. Kebaikan hatimu. Bagiku kau wanita yang sangat istimewa.”

Sekar memandang Baskara dengan mata polosnya. Dia mempercayakan tubuhnya sepenuhnya pada Baskara.

Wanita sepertinya, yang berasal dari kalangan papa. Tidak pernah berpikir jauh apalagi rumit. Ketika mereka merasakan cinta. Dan ingin saling membersamai. Mereka melakukan apa yang perlu mereka lakukan.

Banyak yang hidup bersama tanpa pernikahan tetapi mereka saling setia layaknya merpati. Maut yang memisahkan. Jika mereka beruntung, mereka bisa meresmikan hubungan mereka dalam pernikahan massal.

“Aku mencintaimu dan akan menjagamu selamanya. Kau mempercayaiku kan?”

Sekar mengerjapkan matanya. Menganggukkan kepalanya. Memasrahkan hati dan jiwanya pada Baskara. Memasrahkan hidupnya  pada yang Kuasa.

Baskara membelai rambut Sekar yang panjang dan berombak. Wangi shampoo Dove menguar dari rambutnya yang hitam legam.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!