NovelToon NovelToon

Takluk Di Bawah Pesonamu

Bab 1

BOGOR, JAWA BARAT. JANUARI 2015

Farah Fransiska sedang duduk di sebuah bangku panjang yang terbuat dari kayu jati. Ia sedang bersantai menikmati hari yang semakin sore dengan angin sepoi-sepoi yang menerpa wajah cantiknya. Dahan pohon mangga yang besar dan rindang menaungi tubuhnya dari sinar matahari yang sudah tidak terlalu terik.

Seekor kucing persia berwarna putih keabuan berjalan menghampirinya. Farah mengulas senyum tipis dan mengangkat kucing tersebut ke dalam pangkuannya.

Tidak ada seorang pun yang bisa mengusik kesendiriannya dalam keheningan. Sosok Farah memperlihatkan sosok yang lemah dan feminin. Tubuh rampingnya di balut dengan gaun bermotif bunga yang berwarna kalem.

Farah adalah seorang gadis langsing dengan wajah yang oval, bulu mata yang lebat dan lentik natural. Sejak pagi Ia sudah menata rambutnya dengan di ikat kuncir kuda, mengantisipasi hari yang panas. Namun hingga sore ini, ikatan kuncir kuda di rambutnya sudah terlihat tidak kokoh hingga rambut cokelatnya berjatuhan di bagian belakang leher. Bagi sebagian orang mungkin rambut yang berjatuhan tak beraturan menimbulkan efek yang menawan, namun bagi Farah, Ia justru merasa risih dan gerah.

Semalam, sosok asing itu datang lagi.

Farah pertama kali memimpikan sosok itu 5 tahun yang lalu. Saat itu Farah masih berusia 17 tahun. Tiba-tiba saja saat tidur sosok asing itu hadir dalam mimpinya. Semakin dewasa, mimpi itu ikut berubah. Ia bermimpi bertemu dengan sosok asing itu di sebuah hutan yang sangat indah. Ia berlari bersama seraya tertawa bahagia dengan sosok asing itu, dan setelahnya mereka akan minum dari sebuah mata air.

Kemudian, mimpinya itu pergi dan tidak pernah kembali lagi selama bertahun-tahun hingga akhirnya datang lagi tadi malam. Mimpi itu seakan menerobos masuk dalam gelombang energi yang menakutkan. Sosok asing itu hadir lagi namun terlihat berbeda. Sosok itu terlihat lebih besar dari sebelumnya. Farah bersembunyi di balik selimut, tetapi rasa penasaran membuatnya mengintip dan menatap lama.

Farah lalu bangun dari tempat tidurnya dan beranjak mendekat, namun belum sempat Ia bergerak, sosok itu melompat melalui jendela dan pergi begitu saja. Farah menyimpan seluruh mimpi tentang sosok asing itu di sudut memori otaknya.

Farah lantas kembali ke alam nyata saat Ia mendengar deru mesin mobil berhenti tepat di depan gerbang rumah. Farah mengerutkan keningnya. Ia sama sekali tidak sedang menunggu tamu, namun dengan cepat Farah menengadahkan kepala ke arah sumber suara. Ia melihat sebuah sedan mewah berwarna abu-abu.

Farah menyipitkan matanya berusaha menajamkan penglihatannya tatkala melihat seseorang keluar dari mobil. Farah tersenyum lebar saat melihat kakak lelakinya muncul.

"Zac! Oh Astaga, Zac! Apa kabarmu?!". Farah berteriak seraya berlari menghampiri sang kakak. Sudah tiga bulan berlalu sejak terakhir kali Ia melihat kakaknya, sebenarnya tiga bulan bukan waktu yang terlalu lama. Namun tampaknya, Farah sudah sangat merindukan sang kakak yang sangat perhatian.

"Darimana kau tahu aku sedang berada di rumah Tante Okta?" Tanya Farah.

"Salah satu pelayan di rumah yang memberi tahuku, aku rasa namanya Sumi. Wanita muda yang seusia dengan dirimu". Jelas Zac seraya mengusap merapihkan rambut sang adik dengan telaten. "Aku yakin Tante Okta akan terkejut saat melihatku di rumahnya tanpa mengabarinya lebih dulu".

Jelas sekali dari nada suara Zac yang tidak terasa emosi di telinga Farah. Namun, ketidaksukaan Zac pada tante mereka membuat Farah merasa tidak nyaman. "Aku senang sekali bertemu denganmu lagi. Tapi, aku juga terkejut melihatmu datang! Aku pikir kau ada di ibu kota bersama Ayah." Ekspresi wajah Farah berubah. "Apa terjadi sesuatu....? Ayah... Dia baik-baik saja kan, Zac?".

"Ayah baik-baik saja. Seperti biasanya, Dia tangguh seperti baja hehehe" Zac terkekeh hingga wajahnya terlihat semakin menawan. "Kedatanganku bukan untuk membicarakan Ayah" Sahut Zac lagi. Zac menggenggam tangan Farah dengan erat sebelum melepasnya. Zac lalu melepaskan topi, merapihkan rambutnya yang berwarna senada seperti warna rambut Farah.

Farah mengamati wajah Zac yang terlihat gurat kelelahan di sudut mata. Zac terlihat mengamati sekitar dengan mata muram. "Bisakah kita bicara di sini?"

"Tentu saja". Farah mengangkat kakinya ke atas kursi dan memeluk lututnya sambil menengadahkan wajah untuk menatap kakaknya. "Tidak akan ada yang bisa mendengar pembicaraan kita di sini. Apa yang ingin kau bicarakan denganku?". Tanya Farah serius.

"Aku membutuhkanmu lagi, dek"

Jantung Farah berpacu, "Maksudmu untuk melakukan penyamaran lagi?".

Suatu kebanggaan dalam hidupnya bahwa sudah tiga kali Ia membantu Zac dalam pekerjaannya. Zac pernah membawanya ke luar kota, tepatnya ke sebuah hotel dan pasar tradisional, tempat Zac secara diam-diam menunjukkan orang-orang yang di curigai menjadi anggota komplotan mafia dari luar negeri yang tengah di buru oleh pemerintah. Farah harus sebaik mungkin untuk mengawasi mereka tanpa terlihat mencolok. Tubuhnya yang ramping, feminin dan terlihat lemah, sama sekali tidak menimbulkan kecurigaan apapun selama tiga kali Ia membantu Zac. Farah diam-diam harus mengambil foto komplotan orang-orang yang di curigai dengan sebuah kamera mini yang terkadang di sematkan di kancing kemeja atau bahkan di bandana yang menghiasi rambutnya.

"Aku harap kau mau melakukannya, Apakah kau mau bekerja bersamaku lagi?" Tanya Zac menatap sang adik dengan penuh harap.

"Aku sangat ingin membantumu lagi, Zac. Sungguh! Hal itu sangat memacu adrenalinku!" Farah melemparkan sebuah senyuman pada Zac. Sebagai anak yang sudah tidak memiliki Ibu, mereka di besarkan secara terpisah. Zac di besarkan oleh ayah mereka yang keras dan tidak terbantahkan, sementara Farah di besarkan oleh Tante Okta, kakak ibu mereka. Saat kecil, bertemu Zac dua kali dalam setahun sudah bisa di anggap sering.

Masa kanak-kanak mereka pun sangat jauh berbeda. Masa kecil Zac di habiskan dengan berbagai permainan menyenangkan selayaknya anak kecil, sementara masa kecil Farah sangat monoton. Gadis itu terlalu di lindungi hingga tumbuh menjadi gadis yang canggung dan tidak memiliki kenangan menyenangkan di masa kecilnya.

"Hanya kau satu-satunya kesempatanku untuk bisa merasakan hidup lebih hidup, Zac! Aku rasa, aku tidak perlu izin Tante Okta seperti biasanya kan?".

"Tidak. Kecuali kau ingin dia melarangmu pergi. Tidak perlu kuatir, Ayah akan menelfon Tante Okta untuk menutupi aksi kita. Ayah akan mengatakan kalau dia berada di Kota Balikpapan untuk suatu hal dan ingin kau menemuinya di sana seraya mengajakmu liburan sesaat"

Farah menatap Zac dengan raut wajah terkejut. "Jadi Ayah tahu rencana ini?".

Zac menganggukkan kepala. "Ayah tahu tentang kau yang akan melakukan penyamaran, Farah. Tapi.... Ayah tidak tahu di mana tempatnya. Sejujurnya, aku berbohong pada Ayah".

Farah merasa syok mendengar pengakuan Zac. "Kau berbohong pada Ayah?". Ayah mereka sudah berusia separuh abad. Farah membayangkan membohongi sang ayah sama sekali tidak berguna karena ayah mereka bisa mendeteksi kebohonngan di wajah setiap orang yang di temuinya. "Kenapa kau membohongi Ayah, Zac? Sebenarnya misi seperti apa kali ini yang akan kau berikan padaku?".

...🌴🌴🌴...

Aloha!

Genre ini cukup berbeda dari novel-novel sebelumnya.. Hanya ingin menantang diri apa aku bisa membuat genre seperti ini 😆

Jangan kuatir, novel yg belum rampung akan tetap aku selesaikan seraya menulis novel yang ini juga. Semoga kalian menyukainya!❤

Bab 2

"Kenapa kau membohongi Ayah, Zac? Sebenarnya misi seperti apa kali ini yang akan kau berikan padaku?". Tanya Farah sambil menatap Zac dengan raut wajah keheranan.

"Karena aku akan membawamu ke suatu tempat yang bisa kubilang... Mengerikan." Zac menatap Farah dengan lekat. "Aku tidak akan membawamu ke sana jika ini bukan situasi yang genting. Ada seorang pria yang akan berada di sana..."

"Seorang pria?" Farah mengerutkan dahinya. "Maksudmu apa sih?".

Zac mengibaskan tangannya ke udara. "Sudahlah. Akan aku jelaskan padamu nanti. Tapi, ini penting. Aku tidak akan pernah membawamu ke sana jika ini bukan misi penting".

"Hmmm.. Aku penasaran tempat mengerikan seperti apa yang kau maksud, Zac". Gumam Farah.

"Aku memang hanya gadis rumahan yang tidak begitu mengetahui dunia luar, tapi kau kan tau kalau keberanianku ini luar biasa! Aku sudah membantumu berulang kali dalam misi berbahaya dan semuanya berhasil! Jadi aku penasaran kali ini tempat mengerikan seperti apa yang kau maksud!".

Zac menyugar rambùtnya ke belakang seraya menghela napas. "Sebuah club. Club yang mengerikan".

Farah terkejut bukan main. "Club?! Benarkah kau akan membawaku ke club, Zac?".

Zac menatap Farah sambil mengerutkan kening. "Kenapa kau terlihat antusias sekali, huh? Dengar, Farah. Club yang aku maksud bukanlah club yang kau bayangkan. Bukan seperti club yang berada di tengah kota dengan para pengunjung muda mudi penuh gaya dan tampan dengan mobil mewah mereka." Ujar Zac. "Club itu terletak di tempat terpencil, kita harus datang ke sana setelah gelap. Terlebih lagi, tempat itu memang kerap di kunjungi oleh orang-orang paling rendah... Para penyelundup, mafia dan.....sebagainya..."

Mendengar hal itu, Farah tercengang. Ia memposisikan tubuhnya tepat menghadap ke arah Zac. Ia menatap Zac dengan lekat. Namun kakaknya itu tidak pernah terlihat serius dari sekarang. "Aku akan membantumu, Zac! Katakan saja padaku apa yang harus aku lakukan nanti!".

Zac mengangguk. Ia tidak pernah kecewa dengan keberanian yang di miliki oleh sang adik. "Di sana tidak seburuk kelihatannya. Kita hanya akan sebentar, tidak akan berlama-lama. Karena aku takut kau tidak akan merasa nyaman. Dua temanku akan ikut bersama kita."

"Temanmu? Siapa mereka?"

"Ben dan Austin" Ujar Zac.

"Maksudmu kedua temanmu dari Jakarta? Wah! Bagaimana kabar mereka? Aku yakin mereka sudah jauh lebih tampan dari terakhir kali aku bertemu dengannya kan?" Farah terkekeh pelan. Ia mengingat kembali terakhir kali bertemu dengan kedua teman Zac mungkin sekitar 5 tahun yang lalu.

Keduanya lalu sempat terdiam. Zac sibuk berperang dengan dirinya sendiri. Tak di pungkiri nuraninya berontak sebagai kakak untuk menbawa adiknya ke tempat yang berbahaya, namun di sisi lain hanya Farah yang bisa membantunya dalam menyelesaikan misi penting kali ini.

Zac lalu mengamati sang adik yang tengah membenahi ikatan rambutnya. Saat mengamati Farah, ekspresi Zac berubah. "Kau perlu mengganti penampilan mu. Kau tidak bisa datang ke club itu seperti ini" Ujar Zac.

"Tentu saja. Aku akan memakai gaun yang bagus, Zac!"

"Tidak! Bukan penampilan seperti itu. Kau justru hanya perlu gaun yang lusuh. Nanti akan aku carikan untukmu sekalian aku akan mencari untuk kostumku juga".

"Oh, kau juga akan menyamar, Zac?"

Zac tersenyum pada Farah. "Tentu saja aku akan menyamar juga, Farah. Kau akan mengetahuinya nanti".

...●●●...

Rumah yang di tinggali oleh Farah dan Tante Okta adalah sebuah rumah yang besar dan indah. Bukan rumah mewah selayaknya di kota besar. Namun rumah yang di tinggali Farah adalah rumah yang paling besar, dengan dinding yang kokoh serta interior kayu yang semakin tua justru akan semakin kuat.

Seiring waktu, dengan terbatasnya uang yang masuk, sulit bagi Tante Okta dan Farah untuk mendekorasinya dan merenovasinya. Walau begitu, tidak tampak kesan kumuh karena Tante Okta adalah orang yang teliti. Seluruh barang mewah di ruang tengah rumah itu pun sudah di jual karena dulu Tante Okta sempat tidak memiliki uang sama sekali.

Malam ini, seperti biasanya Farah dan Tante Okta duduk bersama di ruang tengah yang hanya di isi oleh dua buah sofa panjang. Keduanya sedang menikmati camilan cookies yang baru matang. Dahulu keluarga Ibu Farah adalah keluarga terhormat. Keluarga yang kaya raya, namun sejak kematian ayah, ibu dan kakak Tante Okta, perubahan posisi dari keluarga terhormat menjadi keluarga melarat semakin terasa.

Namun takdir berkata lain, adik perempuan satu-satunya Tante Okta di nikahi oleh seseorang yang cukup berpengaruh dalam pemerintahan di bagian keamanan negara dan menyelamatkannya dari kemelaratan. Zac dan Farah di hasilkan dari pernikahan itu. Tidak sampai empat tahun setelah melahirkan Farah, sang Ibu berpulang. Tante Okta akhirnya mengambil alih untuk mengurus rumah tangga

Andrew yang masih berduka atas meninggalnya sang istri akhirnya memutuskan untuk pindah ke ibu kota dengan membawa serta Zac. Andrew benar-benar fokus dalam bekerja hingga akhirnya saat ini Ia telah menduduki posisi yang tinggi.

Andrew selalu mengirimkan uang untuk membiayai hidup Tante Okta dan Farah. Maka dari itulah, Tante Okta membesarkan anak mendiang adiknya, menutup rapat kehidupannya dari para tetangga. Karena itu Farah tumbuh besar seperti dua dahan pohon yang terbelah. Di satu sisi, Farah harus memahami dan mengerti sang tante yang telah membesarkannya, namun di sisi lain, Farah rindu akan dunia luar yang belum terjamah olehnya. Farah tumbuh menjadi anak yang kesepian, namun para tetangga yang tidak mengerti situasinya menganggap Farah adalah gadis yang sombong seperti Tante Okta.

"Aku tidak mengerti kenapa ayahmu ingin kau datang mengunjunginya pekan depan. Dia tidak pernah mendadak seperti ini" Ujar Tante Okta dengan suara murung. "Aku juga tidak mengerti kenapa Zac tidak mau makan malam bersama kita!"

"Apa karena aku menawarkannya untuk minum secangkir teh hangat? Huh! Seharusnya sebagai pria dewasa dia bisa melakukan hal itu bukan?".

Farah terkikik geli. "Zac hanya ingin melihatku dan segera pergi lagi karena ada pekerjaan yang menunggunya, Tan". Ujar Farah membela sang kakak.

"Apa kau akan menemui ayahmu di sana? Bagaimana kau akan pergi menemuinya? Itu bahkan di luar kota! Aku tidak akan mengizinkanmu jika kau bepergian sendiri!".

"Zac yang akan menemaniku. Tante tenang saja. Walau Zac terlihat acuh, tapi dia akan menjagaku" Ujar Farah menenangkan Tante Okta.

"Huh! Ada apa sih dengan ayah dan kakakmu itu? Ayahmu hanya datang menemui putrinya dua kali dalam setahun dan kakakmu itu! Astaga.... Dia bahkan seperti hantu bagiku! Tidak pernah kulihat dia menampilkan batang hidungnya ke depan mataku. Dia selalu datang saat aku tidak ada di rumah!". Tante Okta masih saja mendumel sedangkan Farah hanya bisa tersenyum tanpa mengutarakan sepatah katapun.

...♤♤♤...

Bab 3

Hari H.

Farah mengamati sosok kedua teman Zac, Ben dan Austin yang ikut serta membantu dalam misi kali ini. Sudah lima tahun Farah tidak pernah melihat keduanya. Ben dan Austin seusia kakaknya yakni berusia dua puluh enam tahun. Sudah tampak gurat kedewasaan di wajah mereka.

Ben dan Austin selalu bersikap baik pada Farah. Terlalu baik, hingga sangat terlihat kalau mereka berdua berusaha keras untuk tidak menggunakan kata-kata kasar di depan Farah. Dan Farah selalu merasa jika kedua teman kakaknya menatap dirinya dengan tatapan yang lembut seakan dirinya adalah sebuah kayu yang lapuk di makan rayap. Maka dari itu, Farah sangat berusaha keras menutupi sifat pemalu di depan Ben dan Austin.

"Austin! Apa kau sudah selesai? Kita sudah mau sampai!" Ujar Zac menatap Austin dari spion tengah. Mereka berempat sudah dalam perjalanan dan berada di dalam mobil yang di sediakan khusus.

"Sudah selesai," Jawab Austin. "Ini Farah, pakailah di luar gaunmu. Jika kau hanya memakai gaun lusuh yang hampir menampilkan area dadamu, itu tidak baik untuk keselamatanmu."

"Apa kau yakin ini benar-benar perlu?" Tanya Farah dengan ragu.

"Tentu saja itu perlu!" Timpal Ben. "Lagipula kakakmu ini bodoh atau bagaimana sih memintamu hanya memakai gaun lusuh tipis seperti ini ke dalam sarang lelaki jahanam!".

Farah akhirnya memakai sebuah selendang yang sudah di buat sobek-sobek kecil di beberapa bagian. Bagian perutnya pun sudah di tambahi beberapa bantalan kain agar Farah terlihat seperti wanita hamil.

Setelah selesai memakai semua itu untuk penyamaran, Farah mengedarkan pandangannya ke sekitar. Gelap. Tak terlihat cahaya sedikitpun. Penerangan satu-satunya hanya berasal dari cahaya lampu mobil yang sedang di tumpangi oleh Farah. Suara deburan ombak menghantam tebing sangat jelas terdengar di indera pendengaran Farah.

"Katamu kita sebentar lagi sampai, berapa lama lagi Zac?" Tanya Farah.

"Sebentar lagi. Di tikungan kedua dari sini kita akan melihat satu-satunya rumah yang ada di wilayah ini". Sahut Zac.

Tak lama kemudian, akhirnya mereka berempat tiba di depan sebuah rumah tua. Terdengar suara dentuman musik dari dalam. Farah langsung turun dari mobil dan melangkahkan kakinya menuju jendela, mencoba melihat ke dalam melalui kaca jendela yang buram.

"Farah!" Sahut Ben. Farah membalikkan tubuhnya dan menatap Ben yang sedang berjalan ke arahnya. "Kau jangan terlalu gesit! Apa kau lupa kalau kau saat ini sedang menyamar menjadi wanita hamil?!". Bisik Ben dengan penuh penekanan.

"Ah ya! Aku lupa!". Farah terkekeh pelan. "Aku akan selalu mengingatnya!".

"Sekarang jangan bicara lagi dan keluarkan sifat pemalu yang kau tahan sejak tadi! Jangan banyak tersenyum di dalam sana pada orang lain. Apa kau mengerti?". Sahut Ben lagi menatap Farah dengan tajam.

"Sudahlah. Dia sudah mengerti, Ben! Jangan membuatnya gugup!". Timpal Zac seraya menutup pintu mobil.

Keempatnya pun segera melangkah masuk. Dadanya berdesir manakala melewati ambang pintu dan menatap situasi di dalam rumah tua yang di jadikan club para penyelundup atau yang Zac bilang... Orang-orang rendahan dari yang paling rendah.

Farah melihat ada beberapa wanita yang tersebar di beberapa sudut. Sangat kontras dengan para tamu pria yang berpakaian kumal. Di balik bar yang memanjang terdapat sebuah palang pintu yang Farah duga menuju ke tempat penyewaan kamar. Karena di atas palang pintu terdapat tulisan 'Tujuh puluh lima ribu per kamar'.

Menurut Zac, pemilk rumah tua itu adalah seorang imigran yang berasal dari salah satu negara di Asia Barat. Perawakannya yang gemuk, janggutnya yang tebal berwarna kepirangan serta rambutnya yang tipis, tidak menunjukkan sama sekali kesan pria yang berbahaya.

"Halo! Aku belum pernah melihat kalian semua! Apa kalian tersasar di sini?" Sapa sang pemilik club dengan logatnya yang khas.

"Ah tidak.. Tapi yah.. Bisa di bilang seperti itu. Kau lihat dia..." Austin menunjuk perut Farah. "Tidak mungkin wanita hamil sengaja datang ke club kan hahaha".

Farah menatap sang pemilik club yang juga tengah menatapnya. "Wah benar.. Tempat ini tidak baik untukmu! Banyak asap rokok!" Ujar pemilik club. "Aku punya segelas orange juice untukmu! Apa kau mau?"

Farah melirik Zac, Ben dan Austin. Zac mengangguk tipis. "Ya. Itu sangat kuhargai jika anda mau memberikannya untuk wanita hamil sepertiku". Ujar Farah tersenyum.

"Dan kalian bertiga, apa yang ingin kalian minum?"

"Aku ingin segelas coke" Sahut Ben.

"Aku segelas orange juice" Sahut Austin.

"Aku......" Zac berpikir sejenak. "Apa kau mempunyai segelas gin?"

"Gin? Tentu saja! Aku akan menyiapkannya untukmu!". Ujar pemilik club.

Tak lama menunggu, masing-masing minuman yang telah di pesan pun telah di sediakan. Farah meneguk orange juice nya hingga setengah gelas. "Waahhh.. orange juice ini segar sekali!" Ujar Farah menatap gelas yang berada di tangannya.

"Tentu saja! Jeruk dari juice itu kutanam sendiri di pekarangan belakang. Mereka tumbuh subur dan sangat manis!" Timpal pemilik club.

Meskipun tempat ini terasa tidak ramah, Farah mulai menemukan pesonanya tersendiri. Ada banyak pria yang secara terang-terangan mengedipkan mata ke arahnya. Tak sengaja, Farah melihat ekspresi wajah Zac yang menatapnya dengan lekat seraya mengedikkan dagunya ke arah pintu. Farah tahu Zac sedang memberikan sebuah kode.

Netra mata Farah berlari menuju ke sebuah pintu yang terdapat di balik bar yang hanya di tutupi oleh juntaian hiasan kecil memanjang hingga ke lantai. Farah menelisik sesosok pria gemuk yang memakai topi lebar seperti koboy. Pria itu berjalan melintasi ruangan menuju ke tempat seorang pria yang bertubuh kurus yang sedang duduk sendirian. Keduanya saling berjabat tangan. Pria yang baru keluar dari balik bar adalah si penyelundup dan pria kurus yang di temuinya adalah orang yang tidak dikenal yang mengetahui kapan dan di mana transaksi barang selundupan masuk melalui jalur laut.

"Bisakah kau mendekat ke arahnya dan mengambil foto melalui kalung yang kau pakai?" Tanya Zac, berbisik tepat di telinga Farah.

Farah menatap ke arah dua target utama. "Tentu saja. Ini mudah, Zac! Sangat mudah!". Ujar Farah seraya tersenyum lebar.

"Ayo cepatlah! Semakin cepat kita keluar dari sini semakin baik!" Sahut Austin. "Ayo Farah! Aku akan berada tepat di belakangmu!".

Farah dan Austin pun turun dari kursi bar yang tinggi dan segera melangkah menuju target. Setiap langkahnya Farah berdecak dalam hati, Ini sangat mudah, Farah melangkah dengan penuh percaya diri namun tetap hati-hati selayaknya wanita hamil pada umumnya.

Tiba-tiba saja pintu rumah itu terbuka lebar dari segala sisi, depan dan belakang.. Empat orang pria bertubuh besar masuk mengamati suasana di dalam. Farah tersentak saat Ia melihat sebuah pistol yang di semat di antara ikat pinggang keempat pria tersebut serta sebuah belati di sisi lainnya. Penampilan mereka tidak mencolok, hanya memakai kemeja berwarna hitam dan celana panjang hitam.

"Duduk, Farah! Cepat duduk!" Austin berbisik seraya menarik Farah ke tempat duduk terdekat. Farah hanya bisa mengikuti arahan Austin. Ia pun sempat menatap ke arah Zac dan Ben yang masih berada di area bar. Wajah mereka benar-benar pucat seperti mayat hidup.

...♤♤♤...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!