Pada malam hari yang gelap dengan awan mendung yang menutupi cahaya bulan dan bintang, terjadilah pertengkaran pada sebuah rumah mewah di komplek perumahan elit.
BRAKK ... !!
Seorang pria muda melempar beberapa piring, dan juga gelas yang ada di atas meja makan, ke dua orang yang berdiri tepat disampingnya.
Perlahan pria yang baru selesai makan itu berdiri dari tempat duduknya, lalu kemudian dia berdiri menghadap ke arah dua orang yang ada disampingnya tadi.
Pria itu terlihat sangat marah, dan dengan tatapan yang sangat tajam, dia menatap dua orang yang sudah kaget karena aksinya barusan.
"Mengapa kalian selalu memutuskan semuanya sendiri?! Kalian tak pernah meminta pendapatku, ini hidupku! Meski kalian adalah orang tuaku, tapi tetap saja kalian tak memiliki hak sebanyak itu atas hidup yang aku jalani!"
Dengan emosi yang sudah meluap-luap, pria muda itu mengutarakan semua kekesalannya saat ini, kekesalan yang diakibatkan oleh kedua orang tuanya sendiri.
"Anak kurang ajar! Kau pikir kau siapa bisa menentang ku? Kau hidup karena uang milikku. Inilah yang menjadi alasan mengapa aku tidak ingin kau tinggal di rumah ini, kau hanya anak nakal yang selalu menentang orang tuamu!"
Dengan nada bicara yang hampir sama, pria paruh baya yang ia sebut sebagai orang tuanya itu, marah kepada pria muda tersebut.
"Sudahlah sana, sebaiknya kau segera kembali ke villa mu, kehadiranmu disini memang selalu saja menjadi masalah!" lanjut pria paruh baya itu, tangannya pun mengayun secara cepat ke depan, dan kebelakang layaknya sedang mengusir.
Tanpa berkata-kata lagi, orang yang diusir tersebut pun langsung keluar dari rumah itu dengan senang hati. Menurutnya rumah itu tak jauh dari kata "Neraka dunia." Lagi pula tidak ada untungnya bagi dia untuk lebih lama lagi berada di rumah tersebut.
Dengan hentakan kaki yang kuat, pria muda tersebut perlahan meninggalkan neraka dunia bagi dirinya itu.
Sementara dua orang yang bertengkar dengannya tadi, menatap kepergian dirinya dengan wajah yang teramat kesal.
"Anak itu!!"
................
Di bawah langit malam yang mendung itu, seorang pria yang baru saja bertengkar dengan kedua orang tuanya, mengendarai motor Ducati Panigale V4 miliknya secara ugal-ugalan.
Pria itu adalah Erick, Erick Brady Aditya. Dia adalah seorang anak tunggal dari orang yang kaya raya, ayahnya adalah seorang CEO dari Perusahaan Abdi Sentosa, dimana perusahaan tersebut merupakan perusahaan terbesar di Batam. Dan kedelapan terbesar di Indonesia.
Erick dikenal sebagai anak yang nakal, kenakalannya inilah yang membuat dia hampir tidak dianggap oleh kedua orang tuanya.
Bahkan orang tua Erick tidak ingin tinggal serumah dengan anak pembuat onar itu, jadi mereka menempatkan Erick di sebuah villa mewah di pinggir kota.
Dia juga merupakan ketua dari geng motor Sky Bruiser, dimana geng motor ini sangat dikenal dengan banyaknya masalah yang mereka buat, mulai dari tawuran, hingga balapan liar.
Namun anehnya, jika para polisi bertanya mengenai geng motor ini kepada para pedagang, atau orang di sekitar tempat mereka biasanya membuat onar, maka orang-orang itu akan tutup mulut dan tak mengatakan sepatah kata pun.
Dengan kata lain, Erick dan juga geng Sky Bruiser memiliki sisi lain yang tidak semua orang tahu, mereka adalah sekelompok orang yang memendam banyak rahasia.
Dan alasannya bertengkar dengan Brady Nugroho—ayahnya—tadi karena keputusan sepihak yang dibuat oleh ayahnya.
Kenakalan Erick, membuat dirinya yang masih duduk di bangku SMA itu sering bergonta-ganti sekolah. Selama ini, Brady memindahkan Erick ke sekolah-sekolah yang memang secara tidak langsung membuatnya setuju, biasanya karena disana ada satu atau dua anggota dari gengnya.
Namun kali ini, Brady memilih sekolah yang sedikit berbeda dari sekolah-sekolah Erick yang sebelumnya. Dan kali ini Brady juga langsung mendaftarkan Erick ke sekolah barunya tersebut tanpa sepengetahuan putranya itu sama sekali.
Jadi sudah dapat dipastikan, bahwa Erick akan melangsungkan kelas terakhirnya, yaitu kelas 12 di sekolah elit SMA Swasta Jaya Sakti—tempat Brady mendaftarkan putranya.
SMA Jaya Sakti sendiri dikenal dengan segudang prestasinya, serta sistem mengajar yang sedikit unik, dan berbeda dari SMA pada umumnya.
Dan yang paling penting, Brady juga telah memastikan bahwa di SMA tersebut tidak ada anggota dari geng Sky Bruiser sama sekali.
"Sialan! Tidak ada satupun anak Sky Bruiser di SMA itu, kalau gini apa yang akan terjadi dengan masa-masa SMA ku yang menyenangkan?! Aku yakin, disana pasti akan sangat membosankan!" gerutu Erick yang masih sangat tidak terima dengan keputusan sepihak orang tuanya.
Disaat kepalanya semakin panas karena amarah, tiba-tiba saja awan yang sedari tadi mendung mulai menjatuhkan air.
Setetes demi setetes air turun dari atas langit, dari yang awalnya hanya rintik-rintik, hingga menjadi hujan yang cukup lebat.
Kepalanya yang panas memang telah menjadi adem kembali karena hujan tersebut, namun dirinya yang menjadi basah kuyup membuatnya kembali marah, dan kali ini dia marah pada hujan yang turun tanpa permisi itu.
Dan karena seluruh bajunya telah basah, dia pun mengubah tempat tujuannya, yang awalnya dia ingin ke markas Sky Bruiser terpaksa berganti haluan ke villa miliknya.
................
"Tuan muda, saya telah menyiapkan air hangat untuk anda mandi," ucap salah satu pelayan wanita di villa yang mewah itu.
"Tidak perlu, aku akan langsung mengganti pakaianku lalu tidur. Buang saja makan malam yang telah kalian siapkan! Karena aku sangat lelah dan sudah tidak nafsu untuk makan," balas Erick dengan suara yang lemas dan lesu.
"Baiklah tuan muda, kalau begitu saya akan menguras air di bak, dan membuang makan malam yang ada." Dengan sangat menurut, pelayan wanita itu pun langsung pergi untuk melakukan apa yang Erick perintahkan.
Dia menguras air di bak mandi, lalu pergi ke meja makan, namun bukan untuk benar-benar membuang makan malam tersebut, karena Erick sendiri juga akan marah ketika mereka membuang makanan.
Para pelayan di villa itu sudah sangat tahu apa maksud dari kalimat Erick, ketika Erick menyuruh mereka untuk membuang sesuatu, itu berarti Erick meminta agar mereka mengeluarkan sesuatu tersebut keluar dari villa itu.
Namun dikeluarkan bukan untuk dibuang, melainkan diberikan kepada orang lain.
Singkatnya Erick ingin berbagi, namun dia tidak mengatakannya secara langsung, melainkan dia mengatakannya dengan kata-kata yang sedikit kasar dan sulit untuk dimengerti.
Disaat Si Pelayan melakukan apa yang Erick perintahkan, disisi lain Erick langsung beranjak pergi untuk ke kamarnya, berganti pakaian, dan tanpa perlu waktu yang lama, sang tuan muda Erick Brady Aditya sudah tertidur dengan lelap.
Setelah semalaman hujan deras mengguyur kota industri Batam, di hari Minggu yang cerah ini, sinar matahari menyambut dengan hangat semua orang di kota tersebut.
Saat mata hari terus bergeser dari timur ke barat, sinarnya menjadi semakin terang, dan secara perlahan sinar itu terasa semakin panas.
Hawa sejuk karena hujan tadi malam pun perlahan mulai menghilang, dan hari-hari dengan suhu panas 32°C kembali menyambut mereka.
"Ahhh ... Seger!"
Di bawah sinar matahari yang terik, sekumpulan anak geng motor sedang nongkrong di alun-alun kota batam, mereka duduk di atas motor mereka masing-masing sembari meminum es kelapa.
Canda tawa, dan obrolan-obrolan ringan mewarnai hari mereka di siang yang panas ini. Namun disaat sedang asyik-asyiknya, seseorang dari mereka menyadari bahwa sang ketua geng terlihat begitu murung dan diam sejak tadi.
"Ketua! Kenapa gak diminum tuh es kelapanya? Kalau enggak mau kasih kita-kita aja, ya gak? Hahaha ...," ucap seorang pria diiringi dengan tawanya, dan yang lain pun ikut tertawa.
"Iya nih, biasanya tuan muda kita satu ini gak sih yang kalau minum es kelapa itu paling banyak? Ada masalah apalagi sih? Berantem lagi sama tuan besar?" sahut seorang pria yang lainnya.
"Huft ...." Sosok orang yang mereka berdua panggil dengan sebutan "Ketua dan tuan muda" itu menghela napas berat. Dan ternyata orang tersebut adalah Erick, dan mereka semua adalah anggota dari geng motor terkenal di kota batam, yaitu Sky Bruiser.
"Luh kalau ada masalah, cerita ke kita-kita dong!" Dengan pembawaan ucapan yang asyik, pria yang pertama kali berbicara tadi kembali membuka suaranya.
Dia adalah Abian Dharmendra, wakil ketua geng Sky Bruiser, sekaligus tangan kanan dan orang terpercaya Erick.
Lalu pria kedua yang sempat berbicara tadi bernama Theo Mahendra, komandan divisi pertama geng Sky Bruiser, dan sekaligus dia merupakan tangan kiri Erick.
"Gua pindah sekolah lagi!" gumam Erick dengan nada bicara yang sudah malas, mendengar hal itu semua anggota geng Sky Bruiser saling memandang satu sama lain, kemudian beralih melihat Erick dengan tatapan bingung.
"Lah emangnya kenapa bos? Lagian udah jadi kegiatan rutin kan 5 bulan sekali luh pindah sekolah, tapi kok sekarang malah kayak berat banget gini?" sahut seorang anggota yang lain, dan dia adalah Bryan Agra—komandan divisi kedua geng Sky Bruiser.
"Masalahnya sekolah kali ini itu bedah!" Dengan cepat Erick langsung membalas ucapan Bryan, "Dan kalian tau orang tua gue daftarin gue ke sekolah mana?" Erick melirik satu persatu wajah dari temannya itu, melihat apakah ada dari mereka yang memberikan respon berbeda, namun ternyata semua respon orang disana sama, mereka hanya menggelengkan kepala.
"Gak ada satu pun dari kalian yang sekolah disana!" seru Erick sedikit memberikan bocoran, tapi itu malah membuat semua teman-temannya menjadi semakin bingung.
Jadi Erick berhenti selama beberapa saat, untuk menarik napas sekilas sebelum menyebutkan nama sekolah barunya.
"SMA Jaya Sakti!" Hanya dengan tiga kalimat ini, Erick mampu membuat satu gengnya kaget, mereka semua pun melotot tak percaya.
Melihat reaksi dari teman-temannya itu, Erick tersenyum sinis sekilas, "Kaget kan kalian semua? Bayangin aja, gue harus sekolah di sekolah yang penuh dengan kutu buku itu! Yang ada nanti lama-lama gue bisa ketularan jadi kutu buku juga seperti mereka! Sumpah gue gak bisa bayangin masa-masa SMA yang tidak seru itu," ujar Erick dengan nada bicara yang kesal.
"Ya emang sulit si tuan muda, tapi kan luh juga gak bisa mengubah keputusan dari tuan besar, hahaha udah deh terima aja Rick!" Bukannya sedih atau merasa kasihan atas kondisi ketua gengnya, Theo malah tertawa.
Menurutnya ini adalah hal yang menarik, disaat Erick begitu tidak ingin untuk segera masuk ke tahun ajaran baru, Theo malah ingin tahun ajaran baru itu segera tiba, karena dia ingin melihat seperti apa jadinya jika Erick menjadi siswa di SMA teladan dengan segudang prestasi itu.
................
Hari yang tidak pernah dinantikan oleh Erick akhirnya tiba. Pada pagi hari yang cerah ini, kisah dirinya di sekolah barunya akan dimulai.
Pada pagi-pagi hari sekali, Erick yang masih tertidur dengan nyenyak dibangunkan oleh salah satu pelayan di villa nya.
Meski dia begitu enggan untuk bersekolah disana, tapi dia tidak pernah berpikir untuk tidak masuk di hari pertamanya bersekolah.
Karena baginya hari pertama itu penting, jadi dengan sangat terpaksa Erick harus pergi ke sekolah barunya itu.
"Pak, Bapak bisa gak sih ngomong ke Papa buat mindahin aku ke sekolah lain aja? Masa iya aku harus sekolah di sekolah kutu buku itu?" Disela-sela sarapannya, Erick bertanya kepada Sukardi—kepala pelayan sekaligus salah satu asisten terpercaya Brady.
Mendengar hal itu, Sukardi yang sedang menuangkan teh ke gelas Erick berhenti melakukan hal tersebut, kemudian dia meletakkan teko teh itu ke atas meja.
Sukardi terdiam sejenak, selang beberapa detik dia menghela napas dengan kasar. Dia menatap Erick dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.
"Tuan muda, anda tidak ingin mengubah sikap anda ini? Saya yakin, jika tuan muda mau menjadi anak yang baik, tuan besar Brady pasti akan mau mendengarkan permintaan anda," ucap Sukardi dengan suara yang lembut.
BRRAAKK ... !!
Tiba-tiba saja Erick berdiri dari tempat duduknya, dia berdiri disertai dengan aksi memukul meja makan. Dia memukul meja makan yang terbuat dari kaca itu dengan kuat.
"Pak Sukardi itu gak tau apa-apa! Bapak gak tau alasan saya melakukan semua ini! Kalau Bapak ingin sikap saya berubah, katakan dulu pada kedua orang tua itu untuk mengubah perilaku mereka! Apa mereka telah melakukan yang terbaik sebagai orang tua?!" Erick mengucapkan setiap kalimatnya ini dengan nada yang membentak, dan tubuh yang gemetar.
"Tidak! Tidak Pak Sukardi! Mereka memang pebisnis yang baik, tapi mereka bukan orang tua yang baik! Bukan, Pak!" lanjut Erick dengan lirih.
Saat ini Erick pun tak dapat menyembunyikan matanya yang sudah berkaca-kaca. Dia terus mengepalkan kedua tangannya, mencoba menahan semua emosi yang ingin terus keluar.
Perlu waktu yang cukup lama, dan juga usaha yang banyak bagi Erick untuk mengontrol dirinya.
Dan setelah amarahnya sudah benar-benar reda, Erick pun memutuskan untuk menyudahi sarapan paginya, dan segera berangkat ke sekolah.
"Aku pergi dulu, maaf telah membentak anda Pak. Dan tolong, jangan sebut-sebut nama mereka lagi di villa ini," ucap tuan muda itu lalu kemudian berlalu pergi meninggalkan villanya, dan pergi ke sekolahnya menggunakan motor Ducati Panigale V4 kesayangannya.
Diperjalanan menuju SMA Jaya Sakti—sekolah barunya, Erick melihat jam tangan digital yang ada di tangannya. "06.56" Itulah yang terpampang di jam tersebut.
Jarak dirinya saat ini dengan SMA itu masih sekitar 2 km lagi, sementara waktu yang tersisa kurang dari 4 menit.
Karena SMA Jaya Sakti akan selalu menutup pagar sekolahnya tepat pada pukul 7 pagi, dan jam pelajaran pertama akan dimulai pada pukul 07.15, itu sebabnya Erick harus sudah berada di dalam sekolah itu sebelum gerbang ditutup.
"Sial! Karena tadi sempat bertengkar kecil dengan Pak Suradi, aku sekarang kehilangan banyak waktu. Bagaimana mungkin aku bisa telat di hari pertama ini?!" oceh Erick sembari semakin melajukan laju motornya.
Dia terus berusaha untuk bisa sampai ke SMA Jaya Sakti dalam waktu sekitar 3 menit, dengan begitu dia akan datang tepat sebelum gerbang mulai ditutup.
Dan setelah dia mengendarai motornya dengan kecepatan 700 meter per menit, akhirnya Erick bisa sampai ke sekolah barunya itu dalam waktu kurang dari 3 menit.
Saat melewati gerbang sekolah, Erick memperlambat laju motornya, karena ada beberapa guru piket yang berjaga disana.
Namun setelah dia sudah cukup jauh dari gerbang tersebut, Si Anak Nakal itu pun kembali melajukan motornya.
Erick melaju dengan kecepatan yang telah melewati batas kecepatan maksimal yang sudah ditetapkan oleh pihak sekolah.
"Sekolah ini luas juga! Jalan menuju ke parkiran aja udah kayak arena balap! Haha ... Tancap gas!" Erick menarik pedal gas motornya, dan menambah kecepatan.
Saat Erick memalingkan wajahnya untuk melihat ke kiri, ternyata ada seorang wanita yang lewat di jalur motornya.
Beruntungnya Erick dengan cepat menyadari hal itu, dan langsung memencet rem motor miliknya.
Bruukk ... !!
Tapi meski Erick telah mengerem, motornya yang laju itu tetap sulit untuk dihentikan, dan tabrakan kecil itu pun tidak dapat dihindari.
Bagian depan motor Erick menabrak wanita yang lewat itu hingga membuatnya terduduk di lantai. Erick yang panik pun dengan segera turun dari motornya.
"Luh kalau jalan seharusnya hati-hati dong! Pakek halangi jalan gue lagi!" Erick berteriak dengan nada yang marah, meski sebenarnya dia tahu bahwa dialah yang salah karena membawa motor terlalu laju.
Pada awalnya Erick berpikir bahwa wanita yang dia tabrak itu akan balik marah padanya, lalu melaporkan hal ini ke pihak sekolah.
Namun apa yang Erick pikirkan tidak terjadi sama sekali, justru yang terjadi adalah kebalikan dari pemikirannya.
Wanita itu tidak marah, bahkan raut wajah kesal tidak terukir di wajahnya. Dia malah bangkit dari duduknya dengan senyum yang mengembang begitu lebar, dan terlihat begitu manis.
"Aku tidak apa-apa kok!" ucap wanita itu dengan suara yang lembut, mendengar hal itu Erick langsung menaikan salah satu alisnya.
"Luh gila? Gue bahkan gak nanyain kondisi luh!" Dengan wajah yang bingung, Erick pun bertanya.
"Owh ... Tidak, ya? Maaf, aku tidak dengar tadi kamu mengatakan apa, kalau begitu sampai jumpa!" balas Wanita tersebut, dan kemudian dia berlalu pergi begitu saja.
"Wanita yang aneh!" lirih Erick yang tidak habis pikir dengan wanita itu, karena baru pertama kali ini Erick bertemu dengan wanita yang tidak menganggap bahwa dirinya selalu benar.
Terlebih lagi wanita yang baru Erick temui itu, bukannya marah karena Erick telah menabraknya, wanita itu malah tersenyum begitu manis.
"Sudahlah tidak penting juga, lebih baik sekarang gue segera keruang guru!" Tidak ingin memusingkan tentang wanita itu lagi, Erick pun kembali mengendarai motornya menuju tempat parkir motor, memarkirkan motor tersebut, lalu kemudian berjalan menuju ke ruang guru.
Tidak perlu waktu lama bagi Erick untuk sampai ke ruang guru, karena dia sudah pernah kesana sebelumnya bersama Sukardi, saat mengurus beberapa surat pindah sekolah.
"Erick Brady Aditya, ya?" tanya seorang guru yang merupakan calon wali kelas Erick, namanya adalah Karlina, dan mendengar hal itu Erick pun membalasnya dengan anggukan kepala.
"Baik, kalau begitu mari ikut saya. Ini sudah jam 7 lewat 10, jadi kita akan langsung pergi ke kelas barumu, ya." Karlina pun langsung berjalan keluar dari kantor guru itu, dan Erick mengikutinya dari belakang.
................
"Selamat pagi anak-anak!" sapa Karlina saat memasuki kelasnya, "Selamat pagi juga, Miss!" balas semua murid yang sudah duduk rapi di bangku mereka masing-masing.
"Wah pada ceria semua ya hari ini! Oh ya, Miss ada sedikit informasi untuk kalian semua. Hari ini kita kedatangan seorang murid baru, jadi Miss harap kalian semua dapat berteman baik dengannya," ucap Karlina dengan suara yang lembut. "Tentu, Miss!" Dan dengan cepat semua murid-murid yang ada di kelas itu langsung merespon ucapannya.
"Ayo, silahkan masuk!" Kini Karlina berteriak kepada seorang pria di luar kelas yang sudah menunggu aba-aba sejak tadi.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, pria itu pun langsung masuk setelah Karlina memanggilnya.
"Silahkan perkenalkan diri kamu!" Saat pria itu sudah berdiri di depan kelas, Karlina memberikan waktu padanya untuk memperkenalkan diri.
Dengan wajahnya yang datar, anak baru itu pun mulai memperkenalkan dirinya, "Halo semua! Nama gue Erick Brady Aditya, luh semua boleh manggil gue Erick. Gue gak suka belajar, gue gak suka orang culun, dan gue gak suka sekolah ini!"
Mendengar perkenalan diri yang tidak biasa itu, membuat satu kelas termasuk Karlina kaget.
"Erick, tolong jaga sopan santun kamu ya! Disini gunakan aku, kamu, bukan luh, gue." Meski berbicara dengan pelan, namun kalimat Karlina ini terdengar begitu tegas.
"Yasudah, silahkan duduk di bangku kosong yang ada di tengah." Karlina yang memang seorang guru pemaaf tidak memperpanjang masalah Erick kali ini.
Dan setelah Erick sudah duduk di bangkunya, pelajaran bahasa Inggris yang di ajar langsung oleh Karlina pun dimulai.
................
Jam di dinding kelas 12.B—kelas Erick—sudah menunjukkan pukul 09.45, dan itu berarti waktu istirahat pertama mereka telah datang.
Karlina yang sudah selesai mengajar pun keluar dari kelas itu, diikuti oleh hampir seluruh murid yang berbondong-bondong untuk ke kantin.
Dan untuk Erick sendiri, saat ini dia sedang mengemasi dan memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Sebelum akhirnya dia juga ikut pergi ke kantin untuk membeli makanan ringan.
"Hai! Ternyata kita sekelas ya. Salam kenal, aku Navya!" seru seseorang saat Erick masih sibuk mengemasi barangnya.
Dengan perlahan Erick pun mulai melirik orang yang berbicara dengannya itu, dia melihat orang itu dari bawah hingga ke atas.
Mata Erick berhenti beberapa saat ketika melihat dengkul wanita yang berdiri tepat disampingnya itu, dengkulnya terluka.
"Ada apa? Luh mau minta ganti rugi karena luka luh? Maaf ya, gue lagi gak bawa uang cash!" ucap Erick saat telah mengetahui siapa orang yang berbicara dengannya itu. Dan ternyata orang itu adalah wanita aneh yang Erick tabrak tadi pagi saat di jalan menuju parkiran motor.
"Bukan kok!" balas wanita yang bernama Navya itu dengan wajah yang panik, lalu beberapa saat setelah itu dia tersenyum. Membuat kesan Erick terhadap wanita itu semakin aneh.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!