Angin siang menyapu helaian rambutku yang dibiarkan tergerai. Sesekali kusampirkan rambutku ini ke belakang telinga agar tidak terlalu acak-acakan. Teriknya sinar matahari seakan membuat rambutku kering. Tapi untung saja ada payung besar yang melindunginya.
Aku sedang berada di atap restoran terkenal di ibu kota. Menunggu kedatangan seorang nyonya besar yang akan segera mempekerjakanku. Pekerjaan yang tidak terlalu sulit karena biasa kulakukan. Tapi cukup menantang untuk memenangkan pertempuran. Sebuah pekerjaan yang jarang digeluti oleh kaum wanita karena dipandang sebelah mata.
Aku Lilia, usiaku genap dua puluh lima tahun bulan ini. Parasku bisa dibilang cantik dengan postur tubuh mendekati sempurna. Tinggiku berkisar 160cm dengan lekuk tubuh bak gitar Spanyol. Ukuran dadaku pun di atas rata-rata, lebih besar, sintal dan menggoda. Ditambah kulit tubuhku yang kuning langsat bercahaya. Lelaki mana yang tidak akan tergoda?
Pekerjaanku adalah menggoda suami orang. Terkesan murahan tapi memang itulah bidang pekerjaan yang telah lama kugeluti. Sayang rasanya jika kecantikan ini dibiarkan begitu saja. Selama bisa menghasilkan uang, kenapa tidak? Toh, pekerjaanku tidaklah sia-sia. Aku dibayar besar untuk melakukan hal ini.
Mengusir pelakor untuk mengembalikan target sasaran ke istrinya, atau bahkan menjadi penggoda seorang pria agar bercerai dengan istrinya. Tapi ini hanyalah sebatas peran, bukan sesungguhnya. Aku tidak pernah menjadikan nyata aktingku ini.
Terkadang istri dari pria itu sendiri yang mempekerjakanku. Dia menggunakan jasaku untuk memenangkan persidangan cerai dalam rumah tangganya. Apapun itu alasannya, aku tidak peduli, karena bagiku yang terpenting adalah uang. Aku hanya menjual jasa dan dibayar untuk melakukan peranku dengan baik.
"Sudah lama menunggu?"
Kulihat seorang wanita datang lalu duduk di depanku. Wanita berparas cantik dengan tampilan yang begitu modis dan juga glamor. Pakaiannya bisa terbilang seksi untuk wanita seusianya. Sepertinya wanita yang membuat janji denganku ini bukanlah wanita sembarangan. Dia mirip toko emas berjalan. Emas yang dipakainya begitu banyak dan besar-besar.
"Setengah jam," jawabku singkat agar terkesan elegan di matanya.
Wanita di depanku diam, tidak menanggapi. Namun, dia segera mengeluarkan sesuatu dari dalam tas mahalnya. Tas berwarna hitam dengan merek terkenal.
"Baiklah. Kita langsung mulai saja transaksinya." Wanita itu memberikanku dua lembar foto.
Kulihat dua lembar foto yang diberikan olehnya lalu kuamati baik-baik. Target sasaranku kali ini tidak seperti biasanya. Dia berwajah lelaki sekali. Hidungnya mancung dengan kontur wajah yang begitu jelas. Sepertinya dia adalah tipe lelaki yang menyimpan hasrat besar.
"Ini?"
"Namanya Jake Thompson. Dia Direktur Great Ocean Contruction." Wanita itu menjawab singkat pertanyaanku.
"Bagaimana karakternya?" Aku bertanya lagi.
"Dia kurang tertarik dengan wanita."
"Lalu?"
"Selain berusaha keras, menggodanya juga perlu keberuntungan," kata wanita itu lagi.
Apa?!
Dua kalimat singkat itu kuterima dan berhasil membuatku menelan ludah. Sepertinya pekerjaan kali ini sedikit sulit untukku. Bagaimana mungkin aku menggoda seorang pria yang tidak tertarik dengan wanita? Rasanya mustahil sekali.
Kulihat kembali foto yang diberikan oleh wanita itu. Satu foto target sasaranku saat bekerja dan satu lagi saat sedang berolahraga. Kuamati baik-baik lalu kutarik kesimpulan jika targetku amat berbeda dari pria-pria sebelumnya.
"Mau dipertahankan atau cerai?" tanyaku, memastikan keinginan klienku kali ini.
“Cerai," jawabnya tegas. “Setidaknya aku dapat setengah dari semua harta kekayaannya.”
Aku mengernyitkan dahi saat mendengar jawaban klienku ini. Aku pikir pekerjaanku hanya mengusir wanita-wanita yang berada di dekat suaminya. Tapi nyatanya, dia malah ingin aku menggoda suaminya.
Setengah kekayaan? Luar biasa! Baru pertama kali menghadapi kasus seperti ini. Apa aku bisa melakukan peranku dengan baik?
Aku sedikit ragu dengan pekerjaan ini. Rasanya sungguh berat untuk memenuhi apa yang klienku inginkan. Tapi sepertinya wanita bernama Nyonya Thompson ini menyadari keraguanku. Dia lalu mengeluarkan sejumlah uang ke atas meja.
"Ini uang muka dua puluh juta untukmu. Aku pernah mendengar kehebatanmu dalam pekerjaan ini. Jadi, tolong gunakan lebih banyak waktu untuk membuatnya melakukan kesalahan besar. Semakin fatal kesalahannya, semakin besar kemungkinan aku menang.” Dia menjelaskan.
Aku terdiam memikirkan kata-katanya. Rasanya dua puluh juta ini terlalu sedikit jika dibandingkan dengan pekerjaan yang akan kulakukan. Dan sepertinya dia kembali menyadari keraguan di hatiku. Dia lalu menceritakan kekerasan non fisik yang pernah dilakukan targetku kepadanya. Alhasil, aku menimbang ulang tawarannya.
"Nyonya, aku khawatir tuan Thompson akan mengetahui tujuanku. Dan akhirnya keadaan berbalik, aku yang malah menjadi sasarannya," tukasku.
"Kau tidak perlu mengkhawatirkan hal itu, Nona Lilia. Jika sampai dia mengetahui hal yang sebenarnya, aku akan berdiskusi baik-baik dengannya. Jika diskusi kami gagal, maka aku sendiri yang akan mengantarkanmu ke luar negeri untuk bersembunyi. Bagaimana?" Wanita di depanku ini berani menjamin jika pekerjaanku tidak akan menimbulkan efek ke depannya.
"Em, baiklah. Aku akan berusaha memenuhi apa yang Nyonya inginkan. Tapi berapa komisi yang kudapat setelah pekerjaan ini selesai?" tanyaku agar lebih bersemangat.
"Kau gadis yang pintar, Nona." Dia tersenyum menyeringai kepadaku. "Aku sudah menyiapkan perjanjiannya. Bacalah ini." Nyonya Thompson menyerahkan amplop berisi perjanjian kerja kami.
Kulihat perjanjian itu dan seketika aku terperangah sendiri. Namun, sebisa mungkin kututupi.
Apa?! Lima milyar?!!
Aku terperangah melihat nominal yang akan diberikannya jika pekerjaanku ini selesai dengan cepat. Kubaca baik-baik sebelum akhirnya memutuskan untuk menandatanganinya. Seketika itu juga semangat menggelora di jiwaku. Tak lain karena uang lima milyar akan segera menjadi milikku.
"Baiklah. Beri aku waktu selambatnya tiga bulan. Aku akan menyerahkan semua bukti yang Nyonya inginkan." Aku merasa yakin dengan diriku sendiri.
Tak tahu bagaimana ke depannya, aku coba saja dulu. Toh, tidak akan ada efek untukku. Berhasil atau tidak, lebih baik rencanakan matang-matang dari sekarang agar hasilnya lebih memuaskan.
"Ini identitas barumu. Selamat bekerja." Nyonya Thompson pun mengajak ku berjabat tangan.
Aku berdiri lalu menyambut jabatan tangannya. Transaksi hari ini berjalan dengan lancar setelah lama menunggu. Dan aku harap hari-hari berikutnya akan semakin dimudahkan. Ini pekerjaanku dan akan kumainkan peranku dengan baik.
Satu bulan kemudian...
"Tu-tuan?!"
Aku sedang mandi di bawah shower air. Tapi targetku itu datang dengan hanya menggunakan handuk putihnya saja. Dia menghampiriku. Sontak aku segera mengambil handuk lalu menutupi tubuhku yang hanya terbalut bikini saja. Tapi dia seperti tidak mengizinkanku untuk memakainya.
"Tuan, apa yang Anda lakukan?" Aku pun berusaha pergi saat dia datang. Tapi....
"Mau ke mana?" tanyanya seperti tidak mengizinkanku untuk pergi. Dia menahan lenganku.
"Tu-tuan, tidak baik berdua di kamar mandi. Jika Anda ingin mandi, duluanlah." Aku berusaha melepaskan tangannya yang menahan lenganku.
"Lilia." Tangannya begitu kuat memegang lenganku ini. Aku jadi tidak bisa bergerak darinya. "Kenapa ingin menjaga jarak dariku?" tanyanya sambil tetap menahan lenganku.
"Tuan, kita tidak boleh seperti ini. Kita belum—"
"Mmmm..."
Jake seperti tidak menerima penolakan dariku. Dia menarik tubuhku ke dalam pelukannya. Dia membiusku dengan ciumannya. Dia menggelitik tengkuk leherku agar tunduk padanya. Saat itu juga kurasakan jika tenagaku seperti terserap olehnya.
Jake mengajak bibirku beradu sambil terus menggelitik tengkuk leherku. Dia mendorongku ke bawah shower air sambil tetap menciumku. Dia mencumbuku di bawah pancuran air. Aku pun seperti kehilangan udara ini.
"Tuan, le-pas-kan!"
Aku terbata mengucapkannya karena berusaha melepaskan diri dari ciumannya. Hingga akhirnya hangat air shower itu ikut mengeroyok diriku sampai tidak bisa bernapas dengan baik. Aku pun sekuat tenaga melepaskan diri dari cumbuannya. Kupeluk saja tubuhnya agar bisa mendapatkan udara.
"Hah, hah, hah."
Aku seperti hampir mati olehnya. Jake tidak kira-kira saat melampiaskan hasratnya padaku. Dia tidak berpikir bagaimana jika aku pingsan karena ulahnya. Dia hanya ingin dituruti.
Dan kini aku mencoba menormalkan laju napas ini sambil bersandar di dinding kamar mandi, di bawah pancuran air yang hangat. Kulihat Jake membenamkan wajahnya di pundakku. Biarlah, asal dia tidak membunuhku.
"Jangan lari lagi, Lilia," katanya sambil mengangkat kepala.
Jake menatapku tepat di mata. Dia menatapku yang kehabisan udara. Tatapan matanya menyiratkan jika dia menginginkanku. Namun, aku tidak bisa menerimanya begitu saja karena dia masih berstatus suami orang.
"Anda terlalu terburu-buru, Tuan," kataku.
"Terburu-buru?" Dia tersenyum padaku. Dia membelai wajahku lalu mengecup kening ini. "Bagaimana jika seperti ini?" tanyanya kemudian.
Kuakui ciumannya di kening ini bisa sedikit membuat hatiku merasa tenang. Tapi setelah ciuman itu terlepas, hatiku kembali gundah akan hubungan tanpa status di antara kami.
"Tuan, kita tidak boleh seperti ini, tidak ada hubungan apapun di antara kita selain hanya sebatas pekerjaan." Aku masih bersikeras menolaknya.
"Benar, kah?" Dia menarik pinggulku ke pinggulnya hingga hangat tulang panggulnya itu bisa kurasakan.
"Tuan, lepaskan!" Aku pun mencoba menjauhkan diri ini darinya.
Kurasakan ada sesuatu yang sudah mengeras di bawah sana. Sesuatu yang kutahu persis apa. Jake seperti sudah berada di puncak hasratnya. Dia tidak lagi peduli jika ini masih di kamar mandi.
Dia membelai bibirku dengan jari telunjuknya. "Jika kau kabur lagi, aku tidak akan pernah mengampunimu, Lilia." Dia mengancamku.
Aku tersentak mendengarnya. "Anda egois, Tuan!" Aku terus melawan walaupun sudah tersudut olehnya.
"Rubahku ini sudah berani menentangku." Dia tidak terima, tangannya mulai merayap ke tengkuk leherku.
"Rubah ini juga punya hati. Bukan hanya sekedar bahan ambisi atau obsesi!" Aku menegaskan padanya.
Jake lantas tersenyum mendengar perlawanan dariku. Dia seperti menahan tawanya. Entah apa yang ada di pikirannya, sepertinya dia sudah berganti kulit sekarang. Sentuhannya berubah menjadi lembut seketika.
"Kau tidak sabaran, Lilia. Kaulah yang terburu-buru." Dia menarik hidungku.
"Tuan, sakit!" Aku pun memegang hidungku yang ditarik olehnya.
Dia lantas mendekatkan wajahnya ke telingaku. "Kau sungguh indah, Lilia." Dia berbisik lembut padaku.
Aku terkunci olehnya sehingga tidak bisa bergerak atau lari. Jake seperti tidak akan membiarkan aku kabur lagi. Aku hanya bisa bernapas di hadapannya tanpa bergerak sama sekali. Dia memang berkuasa atas segalanya. Atau memang duniaku kini sudah dipenuhi olehnya?
"Anda merayu atau mengejekku, Tuan?" tanyaku yang kini sudah bisa bernapas dengan baik.
Dia kembali berbisik. "Aku memujimu, Bodoh." Dia seenaknya berucap seperti itu.
Seketika aku kesal. Saat itu juga aku mendorongnya. Dan mungkin karena dia tidak punya persiapan, aku berhasil mendorongnya walaupun tidak terlalu jauh.
"Lilia?!" Dia seperti kebingungan.
"Aku membencimu!" kataku lalu berjalan keluar kamar mandi.
Jake tidak diam begitu saja. Dia segera mengejarku lalu menggendong tubuhku ini. Akhirnya aku pun tidak berkutik kembali di hadapannya. Dia lalu melemparkanku ke atas kasurku sendiri.
"Ah!" Tubuhku pun akhirnya terhempas ke kasurku.
"Lilia, kau semakin membuatku menggelora." Dia kemudian menerjangku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!