NovelToon NovelToon

Terperangkap Pernikahan Adat

Awal

...

Di dalam sebuah gedung kantor yang berdiri kokoh di tengah tengah padatnya gedung gedung bertingkat di perkotaan,

Terlihat seorang pria mapan berpenampilan formal, berwajah tampan dan penuh wibawa, dengan tatanan rambut yang selalu tersisir rapih

Dia berdiri tegap dengan melipat kedua tangan menghadap ke diding kaca tebal yang jadi pembatas antara ruangan pribadinya dan langit luar yang jadi pemandangan monoton di setiap harinya, dari atas kantor yang di pimpinnya itu

Sorot matanya yang tajam menatap angkuh pada apapun yang terlihat dari indra penglihatanya, Seolah semua yang di lihatnya dari puncak gedung itu bisa dia injak dengan mudah di bawah telapak kakinya,

"Tujuh tahun yang lalu, aku memang bukan apa apa, tapi detik ini, aku buktikan kalau tekad ku adalah jalan kesuksesan ku, tak perduli seberapa banyak orang yang meragukannya" ucap pria yang berusia sekitar tiga puluhan tahun itu, dengan menyunggingkan sedikit senyum Angkuhnya.

'Ceklek' pintu Ruangan Deffar tiba tiba terbuka, dan masuk seorang wanita berparas cantik dengan tampilan tidak kalah perfect dari model model profesional, kulit putih, gestur tinggi dan langsing, dengan lekukan lekukannya yang menantang,,

Gadis Yang sebentar lagi menginjak usia 25 tahun itu langsung berjalan menghampiri Deffar yang sekarang berdiri membelakanginya

"Selamat siang sayang, kau sedang apa disini?" Sapa Erika seraya melingkarkan kedua tangan rampingnya di pinggang Deffar

"Apa kau tidak bisa mengetuk pintunya dulu sebelum masuk ke ruangan ku" Tanya Deffar dingin

"Apa harus?, aku ini pacarmu sayang, aku ini bukan orang lain," ucap Erika

"Jika kau merasa begitu, harusnya kau bisa lebih menghormatiku," ucap Deffar seraya menepis tangan mulus yang sedang memeluk pinggangnya

Defar lalu berbalik dan beranjak duduk di belakang meja kepemimpinannya

Erika juga segera melangkah untuk mendekati Deffar lagi "Oke oke, aku salah, aku minta maaf"

Tapi Deffar sedang tidak ada mood untuk berbicara dengan Erika, karena dia tau kalau Erika menemuinya bukan untuk masalah pekerjaan, pasti dia hanya akan merengek meminta sesuatu,

Deffar malah mengeluarkan gawainya untuk menelpon salah satu nomor di ponselnya

"Bagaimana, apa semuanya sudah beres?" tanya deffar pada seseorang di sebrang ponselnya

📲"Sudah pak Def, Hunian bapak sudah rampung seratus persen, Anda sudah bisa langsung menempatinya, kapan pun yang anda mau" ucap seseorang dari sebrang telpon

"Kerja Bagus, Kau segera siapkan keperluan untuk acara peresmiannya, aku ingin minggu ini juga menggelar acaranya" ucap Defar

📲"Siap pak Def, Semuanya akan saya persiapkan, anda tenang saja"

"Hmmm" Defar segerea mengakhiri percakapanya

"Istana yang kamu bangun itu sudah jadi ya sayang?, Hmmm,, apa rumah itu akan jadi hadiah pernikahan kita nanti?" tanya Erika dengan tatapan berbinar penuh harap pada Deffar

"Tidak, bukan kah sudah ku bilang, rumah itu sengaja ku bangun untuk ibuku," ucap Defar datar

Erika langsung memutar mata malasnya, dan seketika merubah raut wajah manisnya menjadi masam

"Kenapa sih, apa apa untuk ibumu, ini itu selalu saja untuk ibumu, kapan kamu bisa mementingkan aku di hidup kamu?" tanya Erika dengan nada kesal

"Aku di sini, di kursi ini, itu karena kerja keras dari ibuku, kalau tidak ada dia, aku tidak yakin bisa berdiri di sini sekarang" ucap Deffar sedikit melirik Erika

"Sudahlah, kau memang tidak pernah bisa memahami perasaan pasanganmu sendiri, aku pergi" ucap Erika ketus seraya beranjak pergi dari hadapan Deffar

Eskpektasi yang Erika bayangkan soal hunian megah yang di bangun oleh Deffar itu akan di hadiahkan Deffar untuknya klau mereka menikah nanti, tapi kenyataanya itu salah,, jadi dia jelas kecewa dengan Deffar

Erika langsung keluar dari ruangan deffar tanpa menutup pintunya kembali "Kenapa aku ini seolah tidak berharga untuknya, kurang apa aku, dia benar benar menyebalkan, lihat saja, kalau aku tidak bisa membuatmu memohon padaku untuk kembali, aku tidak akan menemuinya lagi" gerutu Erika saat dia pergi

Deffar tau Erika pasti marah, tapi dia tidak ambil pusing soal itu, karena itu bukan hal yang baru baginya, Deffar tau Erika tidak akan terlalu lama kesal padanya , kalau dia ada maunya pasti dia sendiri yang minta baikan

Deffar kembali ke layar ponselnya lagi untuk segera mengabarkan kabar gembira atas rampungnya rumah impian yang dia janjikan kepada sososk wanita tangguh yang sudah melahirkannya, yaitu sang ibu,

Tidak ada wanita yang lebih berharga baginya di dunia ini kecuali dia, karena hanya tinggal beliau lah satu satunya keluarga yang dia miliki, setelah ayahnya meninggal dan adik perempuanya juga menyusul karena kalah berjuang melawan penyakitnya,

Di kediaman usangnya,, Sang ibu yang sudah berusia lanjut langsung menerima panggilan dari Deffar dengan wajah yang sumringah,

📲"Hallo Def, apa kabarmu hari ini nak, apa kamu sehat ?, uhhuuk uhuk" tanya bu Sinai yang kini hanya bisa menghabiskan harinya di atas kursi roda

"Aku sehat bu, bagaiman dengan kondisi ibu sekarang?, apa ibu sudah meminum obat yang di berikan dokter?" tanya Deffar

📲"Ibu Tidak butuh obat nak, ibu hanya ingin bertemu denganmu, kapan kamu mau pulang?"

"Bu, Aku akan pulang besok lusa, aku akan membawa ibu ke rumah yang aku janjikan, dan tinggal bersamaku di sini, jadi ibu sekarang hanya perlu minum obat,, supaya ibu bisa sehat besok, Ya!!" ucap Deffar membujuk,

📲"Sunguh,?, kau tidak sedang membohongi ibu kan?" tanya sang ibu sedikit tidak percaya

"Tentu saja tidak bu, selama ini kapan aku pernah berbohong padamu?" ucap Defar

📲"Syukurlah kalau kau akan segera pulang , ibu senang mendengarnya, ibu tidak sabar ingin segera memelukmu, dan juga, ibu ingin mengenalkan mu pada seorang gadis," ucap sang ibu dengan mata berkaca kaca, semabari menggenggam erat tangan seorang gadis belia yang belakangan selalu menemani harinya

Gadis itu juga hanya tersenyum simpul pada bu Sinai

"Bu, kalau soal jodoh, ibu tidak perlu repot repot mencarikanya untuku, aku akan membawa calonku untuk menemuimu nanti, sekarang ibu hanya perlu jaga kesehatan ibu, jangan pikirkan hal yang lain lagi, oke!" ucap Deffar

📲"Oh, Baiklah" Ucap sang ibu nampak sedikit kecewa

"Ya sudah, aku masih ada urusan yang harus ku kerjakan sekarang, nanti ku telpon ibu lagi, jangan lupa minum obatmu dan beristirahatlah,, ya" ucap Deffar

📲"Iya" ucap sang ibu lesu di kala percakapan dengan putranya yang sudah bertahun tahun tidak pulang itu harus terhenti

Deffar sejenak melihat ponselnya sebelum akhirnya mematikan sambungannya, karena tidak di pungkiri olehnya, kalau dia juga sebenarnya sangat merrindukan sosok sang ibu

"Ini memang berat, tapi ini juga demi membuatmu bangga padaku,," gumamnya.

'tok tok tok' tiba tiba terdengar ketukan di pintu ruanganya

"Pak Def, apa boleh saya masuk" sela pria paruh baya yang kini berdiri di pintu masuk ruangan Deffar yang memang terbuka,

"Oh, Pak Han, silahkan, masuklah" ucap Deffar

Pria paruh baya yang berusia empat puluhan itu langsung melangkah masuk dan menghadap pada Deffar

"Silahkan duduk pak Han" ucap Deffar

"Ya, terima kasih Pak Def" ucap Pak Han langsung duduk dengan sungkan.

"O yah pak Def, maaf sebelumnya, Saya dengar anda tadi membicarakan soal peresmian rumah baru anda ya, apa itu benar?, maaf saya tadi sedikit lancang menguping obrolan pak Deffar dan bu Erika" ucap Pak han yang tidak lain adalah tangan kanan Deffar di kantor itu

"Ya, pihak kontraktor sudah mengkonfirmasi rampungnya pembangunan rumah itu, jadi saya ingin segera meresmikanya," ucap Deffar

"Oh, kalau begitu selamat pak Def, Selamat " ucap Pak Han

"Ya, terima kasih pak Han" ucap Deffar

"Tapi pak Def, ngomong ngomong kapan anda akan meresmikan hubungan anda dengan bu Erika??,, Anda sekarang sudah cukup matang dan mapan, bisa di bilang kalau Anda sudah memiliki segalanya sekarang. jadi tunggu apalagi, ya barangkali saja ada bocorannya gitu pak Deff" Ucap Pak Han sedikit bercanda.

Deffar langsung menyunggingkan sedikit senyum di sudut bibirnya.

"Pak Han, Anda pasti tau betul, Di masa sekarang tidak mudah untuk menemukan orang yang benar benar bisa di percaya, kebanyakan yang nampak di permukaan hanya kedok belaka,, jadi banyak hal yang harus di pertimbangkan jika ingin mempecayai seseorang, tidak terkecuali dalam urusan pendamping hidup" ucap Deffar

"Ya ya ya, Anda memang benar,, jadi Apa anda masih belum Yakin pada bu Erika?, Saya rasa, bu Erika itu sangat sepadan dengan Anda, Anda tampan, dan bu Erika juga sangat cantik, kalian pasangan yang sangat serasi kalau menurutku" ucap pak Han

"Entahlah, Cocok Atau tidaknya, biar orang tuaku saja yang menilainya, jika beliau setuju, aku bisa saja langsung meresmikan hubunganku dengan Erika" ucap Deffar

Pak Han hanya mengangguk ngangguk ringan mendengar pernyataan Deffar, dan tidak berniat menggali lebih jauh lagi soal urusan pribadi atasannya itu

Penyesalan

Menjelang senja, Deffar yang memimpin pertemuan bisnis di kantornya sudah mencapai titik kesepakatan dengan rekan bisnisnya, Dan dia segera mengahiri pertemuanya itu.

"Oke, semua rincian kerjasamanya sudah saya sampaikan, kalau tidak ada pertanyaan lagi, kalian boleh kembali ke ruangan masing masing," ucap Deffar pada bawahan bawhannya yang mengikuti meeting.

Deffar langsung berjabat tangan dengan rekan bisnisnya.

"Pak Def, saya yakin projek kita kali ini akan sukses besar , saya sangat senang punya kesempatan untuk bisa berbisnis dengan anda" ucap pak Tan.

Tiba tiba sekretaris Deffar menyela percakapan mereka.

"Maaf Pak Def, Nomor Ibu Anda dari tadi terus menghubungi ponsel anda" bisik Jessi sekretaris Deffar, lalu menyerahkam ponsel Deffar yang memang dia pegang sedari awal pertemuan.

Deffar segera mengambil ponselnya, karena merasa tidak biasanya ibunya menelpon kalau memang tidak ada keperluan mendesak, Sontak perasaanya terasa mulai tidak enak.

"Ya sudah, kamu bereskan berkas berkas ini, dan simpan ke ruangan saya" ucap Deffar.

"Baik pak" ucap sang sekretaris yang segera merapihkan berkas berkas di meja.

"Kalau begitu saya undur diri dulu pak Def, terima kasih atas waktunya," ucap Pak than sambil beranjak dari tempat duduknya.

"Ya sama sama Pak Than, silahkan" ucap Deffar.

Deffar sgera mengecek ponselnya, dan memang benar, nomor ibunya sudah berulang kali menghubungi ponselnya yang dalam mode silent saat meeting.

"Ada apa ibu menghubungiku terus terusan,?" gumamnya dengan mencoba untuk menelpon balik

Tapi sebelum dia menekan tombol panggil, nomor ibunya sudah lebih dulu menghubunginya lagi, Jadi Deffar segera menerima panggilan nya

"Hallo bu, Ada Apa?" Tanya Deffar dengan sedikit kaku, karena feeling nya mengatakan ada yang tidak beres

📲"Ya tuhan akhirnya di angkat juga, kak Deff, nenek kak, dia dia tidak bangun bangun" ucap seorang gadis muda dengan suara tersendat sendat seperti sedang menangis

"Nenek Siapa maksudmu suster?, Apa maksudnya ibuku pingsan?" tanya Deffar yang mengira itu adalah suara dari suster yang merawat sang ibu, meski tidak biasanya susternya memanggil ibu Sinai dengan sebutan nenek

📲"Aku, Aku tidak tau kak, nenek huhuhu...."

📲"Pak Deffar, Ibu anda sudah meninggal dunia pak, anda yang sabar ya" ucap Suster asli yang ada di sebelah Hasnita

Suara dari sebrang telpon yang tiba tiba berganti itu seolah langsung menghancurkan gendang telinga Deffar yang mendengarnya

Pikiran Deffar langsung membeku, dan rembesan air tiba tiba saja keluar dari pelupuk matanya tanpa dia sadari, mulutnya langsung membisu, bahakan tangannya yang memegang ponsel juga langsung kaku, sampai sampai dia tidak sadar ponselnya sudah terjatuh dari gegamannya ke lantai

'Prak,' suara ponsel yang nyaring itu langsung membangunkan kesadaran Deffar kembali

"Tidak, ini tidak mungkin terjadi, tidak mungkin" Deffar langsung beranjak pergi dari tempat duduknya, dia sangat tergesa hingga berlarian dari ruanganya bahkan sampai menabrak beberapa karyawan nya yang menghalangi nya

"Pak deff, Pak Deff, Ada apa pak?" triak Jessi sang sekretaris yang bingung melihat bos nya yang tiba tiba saja berlari tanpa memperdulikan ponselnya atau pun orang lain di sekitarnya

Tanpa pikir panjang Deffar segera masuk ke mobilnya, dia langsung tancap gas untuk pulang ke kediaman ibunya.

Pikiranya yang campuraduk antara percaya dan tidak percaya membuat dirinya sedikit tidak fokus saat mengemudikan mobilnya.

Hingga sempat beberapa kali Deffar menyenggol mendatang lain dan hampir menabrak orang yang menyebrang

.

.

Selang beberapa jam, Deffar yang mengemudikan mobilnya secara ugal ugalan langsung menabrakan mobilnya pada sebuah tiang saat dia sudah di daerah pedesaan tempat ibunya berada

Deffar keluar dari mobil dengan terburu buru, dan tidak memperdulikan mobil mahalnya yang ringsek hingga mengeluarkan asap tipis dari cup mobilnya,

Bahkan luka di kening karena terbentur setir mobilnya tidak dia rasakan sama sekali , dia hanya terus berlari ke arah rumah sang ibu.

Defar langsung membuka pintu rumah usangnya begitu dia sampai ,Sontak lututnya lansung melemas, tubuhnya bergetar hebat, dan desir darah di tubuhnya seolah langsung berhenti saat melihat jasad Sang ibu yang dia rindukan, ibu yang jadi acuan kerja kerasnya selama ini, kini malah terbujur kaku di depan matanya

Dengan langkah gontai Deffarsegera menghampiri mendiang sang ibu yang kini sudah selesai di pulasara

Deffar langsung menjatuhkan Lututnya di hadapan jasad itu,, dan langsung memeluk jasad itu erat erat dengan tangisan yang langsung tumpah di sana.

Deffar benar benar berharap kalau semuanya itu hanyalah skenario di mimpi buruknya saja, dan berharap akan ada seseorang yang membangunkanya

"Ibuuuuuuuuuuuuuu" Triakan dan raungan Deffar langsung menggema di ruangan itu, Dia benar benar sulit memerima kenyataan dan tak kuasa membendung rasa kehilangan yang teramat sangat baginya

.

.

Keesokan harinya, Jasad sang ibu langsung di kebumikan di pemakaman ujung desa, dan kini yang bisa Deffar lakukan hanya menyentuh Foto mendiang sang ibu yang bersandar di batu nisannya

"Kenapa kau juga meninggalkanu begitu cepat bu, Kenapa kau juga meninggalkanku?, kenapa setelah semuanya kudapatkan kau malah pergi begitu saja bu, apa artinya perjuanganku selama ini, kalau kau tidak bisa menikmati bersamaku" keluh Defar dengan mata sembab dan sisa air mata yang mengering karena sudah hampir terkuras habis

Ada rasa penyeselan yang teramat dalam di benak Deffar sekarang, selama ini dia terus menyibukan dirinya untuk mengejar ambisinya, Demi bisa di bangga kan oleh sang ibu.

Tapi nyatanya semuanya sia sia saja, bahkan dia tidak bisa menemani sang ibu di saat saat terakhirnya.

"Hu hu hu, kenapa kau meninggalkan aku juga nek" suara Rengek seorang gadis dari belakang Deffar.

Sontak Deffar langsung menoleh karena merasa terganggu dengan adanya suara gadis yang tidak di kenalnya itu.

"Kenapa kau masih di sini?, Pergilah!!!,, pemakamanya sudah selesai kan?," ucap Deffar sedikit merasa Heran, karena ternyata masih ada seseorang di belakangnya, padahal orang orang yang

sebelumnya mengurus pemakaman dan pengiring jenazah sudah bubar sedari tadi.

"Aku masih mau di sini kak" ucap Gadis itu.

"Aku bilang pergi!!!, biarkan aku merasa tenang di sini," ucap Deffar membentak dengan meninggikan nada suaranya.

Hasnita langsung terkaget karena Deffar malah marah padanya , dara manis yang kini berusia sekitar 18 tahun itu merasa kalau kehadiran nya memang mengganggu, dan sama sekali tidak di inginkan Deffar di sana.

"Baik kak, aku pergi" ucap Hasnita dengan terisak isak, dia segera berbalik melangkahkan kakinya meninggalkan deffar sendirian, sesekali dia menoleh ke arah Deffar yang juga memperhatikanya

Deffar sedikit bertanya tanya dalam hati tentang Hasnita, dia menatap punggung gadis yang masih terlihat belia itu hingga dia benar benar hilang dari pandanganya.

Defar cukup yakin kalau Hasnita bukanlah kerabatnya

'Kenapa dia memanggil ibu dengan sebutan Nenek?. Apa dia putri dari saudara jauh ibu??, tidak, kurasa tidak mungkin kalau aku sampai tidak mengenalinya' gumam batin Deffar. Dia sama sekali tidak terpikir kalau gadis itulah yang ingin di kenalkan sang ibu dengannya

Tapi dia tidak mau terllau menghiraukan soal Hasnita, dan fokusnya kembali ke makam sang ibu yang di hadapannya.

.

Sehrian itu Deffar habiskan dengan terdiam di depan peristirahatan terakhir ibunya, Setelah hari mulai gelap, barulah dia bergegas kembali ke kediaman usangnya.

Deffar berjalan seperti orang yang linglung di sepanjang jalan, hingga sampai ketika langkahnya terhenti tatkala melihat mobilnya yang ringsek akibat sebelumnya dia tabrakan ke tiang,

Posisinya sudah sedikit bergeser kepinggir jalan , karena sebelumnya mobil itu melintang menghalangi badan jalan,

Dan mungkin di pindahkan oleh orang-orang yang berinisiatif menggeser sedikit mobilnya kepinggir

Deffar menghampiri mobil itu dengan tatapan bengis , dia langsung meninju kaca pintu belakang mobil mercy berwaran putihnya itu hingga hancur berkeping keping

'bruuuk,' "Mobil tidak berguna, benar benar tidak berguna semuanya" ucap Deffar yang terus memukuli mobilnya hingga penyok dan hancur

Deffar meluapkan semua penyesalanya pada mobil yang sempat dia perjuangkan dengan susah payah itu,

Andai waktu bisa di putar kembali, dia ingin lebih banyak menghabiskan waktu dengan sang ibu, daripada terus mengejar semua ambisinya,

Deffar merasa kalau semua yang sudah dia perjuangakan selama ini tidak ada artinya lagi, jika dia tidak bisa menikmatinya bersama sang ibu.

Tapi apa mau di kata, semuanya sudah terjadi, dan itulah kenyataan pahit yang harus di terima Deffar saat ini

Orang Orang di sekitar yang melihat Deffar bertinggkah seperti orang gila itu juga tidak bisa berbuat apa apa, mereka hanya menonton aksi deffar yang menghancurkan mobilnya dengan berbagai cara,

Mereka cukup menyayangkan mobil sebagus itu harus di hancurkan begitu saja oleh pemiliknya,, karena di tempat itu mungkin masih belum ada orang yang memiliki mobil bagus yang sama seperti milik Deffar

Ibu Pengganti

Setelah mobil mewah Deffar benar benar hancur, emosi Deffar juga berangsur angsur stabil kembali, setidaknya dia punya hal untuk melampiaskan emosi nya, selain kepada dirinya sendiri.

Deffar kembali melangkah ke kediamannya, dengan darah yang masih menetes dari pungung tangannya akibat luka yang tergores oleh serpihan kaca mobil, dan menghantam benda keras.

Saat Deffar sampai di depan rumahnya, Dia melihat Hasnita berdiri di teras rumah seolah sedang menunggunya

"Kak, kamu kenapa seperti ini?" tanya Hasnita pura puta tidak tau apa yang sudah di lakukan Deffar, jujur dia sedikit takut pada Deffar yang emosinya meledak ledak.

"Ini Bukan urusanmu kan, pergilah dari sini!!" ucap Deffar dingin.

"Kak aku tau, memang berat untukmu kehilangan sosok seperti nenek Sinai, tapi tidak seperti ini juga caranya, jangan melakukan sesutu yang malah merugikan diri kakak sendiri, aku yakin di alam sana nenek tidak akan senang melihatmu seperti ini kak" ucap Hasnita.

"Kau tidak tau apa apa, dan tidak akan mengerti apa apa, jadi pergilah!!, aku tidak butuh nasehat dari mu" ucap Deffar seraya beranjak dan menyenggol Hasnita yang berdiri menghalangi jalannya

Deffar segera masuk ke rumahnya dan membanting pintu saat menutupnya.

Sementara Hasnita hanya bisa menatapi pintu itu dengan rasa pilu yang sama seperti yang di rasakan Deffar.

Hasnita sangat mengerti seperti apa perasaan Deffar sekarang , karena dia juga merasa terpukul atas kepergian ibunda Deffar.

Kepergian nenek Sinai juga sama artinya dia kehilangan sosok tempat nya mengadu, selama ini hanya pada beliau Hasnita bisa membagi masalah yang sangat rumit sekalipun, dan dari beliau juga dia bisa merasakan kasih sayang yang tidak pernah di berikan oleh keluarganya sendiri.

Hasnita akhirnya berbalik dan memutuskan untuk pulang ke rumah ibu tirinya, meski dia tau konsekuensi yang harus dia hadapi, yaitu harus lebih sabar menerima cacian, makian, atau siksaan dari saudari dan ibu tirinya lagi.

.

Berhari hari, Rutinitas yang dilakukan Deffar di desanya hanya merenung di kamar, dan sesekali menengok sang ibu di peristirahatan terakhinya, tanpa mengurus dirinya, ataupun memperhatikan kesehatannya.

Dia tidak perduli lagi dengan dunia luar, dia juga tidak perduli dengan bisnisnya, dia hanya bisa meratapi penyesalan seumur hidupnya sekarang.

...°°°°...

Sementara di tempat Hasnita, dia terlihat sedang menyiapkan makan siang di meja makan, setelah sebelumnya dia juga yang memasak dan mengerjakan beberapa pekerjaan di rumah ibu tirinya.

Tidak lama ibu dan adik tirinya datang untuk makan, dan langsung duduk di kursi meja makan.

Sementara ayah Hasnita sudah lama menghilang dan tidak ada kabarnya beberaoa tahun belakangan.

"Heh, kenapa kamu masih di sini?, sana pergi, aku tidak bisa makan kalau melihatmu di sini " ucap Nadia, adik tiri Hasnita yang terpaut satu tahun lebih muda darinya

"Tapi aku juga lapar Nad" ucap Hasnita

"Oh, kamu lapar ya, mendingan kamu minum saja dulu, nih" ucap Ibu tirinya sambil menyiramkan segelas air minum pada wajah Hasnita

Sontak Hasnita kaget dan langsung menyeka wajahnya dengan tangan

"Kalau kamu lapar, ya cari makan sendiri sana!!, atau kamu minta saja pada bapakmu" ucap ibu tirinya

"Tapi aku tidak tau bapak dimana bu" ucap Hasnita

"Ya makanya cari!!, bikin pusing saja, punya bapak kok hobinya ngilang ngilang terus, tidak ada tanggung jawabnya sekali pada keluarga,, sudah sana pergi, cari bapakmu" ucap sang Ibu tiri

Hasnita segera melangkah pergi dari hadapan ibu tirinya, sambil terisak dan menahan laparnya, karena memang sedari pagi dia belum makan apapun.

Hasnita duduk di kursi dapur untuk menangis, dan teringat kembali kepada sosok nenek Sinai tempat pelarianya yang kini sudah tiada.

"Nenek, aku tidak sanggup jika terus hidup seperti ini, haruskah aku mati saja supaya bisa bertemu lagi denganmu?" ucap Hasnita dengan menangis tersedu

Hasnita diam diam pergi dari rumah untuk pergi ke pemakaman nenek sinai, hanya untuk sekedar mengadukan nasibnya lagi.

Sesampainya di pemakaman, Hasnita langsung berjalan ke arah kuburan yang baru beberapa hari lalu di buat.

Dari kejauhan Hasnita sudah melihat ada seseorang di makam bu Sinai , dia sempat ragu ragu untuk melanjutkan langkahnya, karena dia menebak kalau itu pastilah Deffar yang sedang mengunjunginya, Hasnita sedikit takut kena marah Deffar lagi.

Tapi Setelah Hasnita memperhatikan secara seksama, posisi Deffar terlihat tidak biasa, karena dia tidak duduk di pinggiran, melainkan wajahnya yang tersungkur di atas makam sang ibu

Karena penasaran, Hasnita Memutuskan untuk menghampiri Deffar.

"Kak Def, boleh aku bergabung denganmu?" tanya Hasnita.

Tapi Deffar tidak meresponnya sama sekali, dan malah terlihat menggigil seperti kedinginan.

Hasnita memberanikan dirinya untuk menyentuh bahu Deffar, tapi Deffar masih tidak meresponnya juga , Hasnita mulai menyadari kalau suhu badan Deffar terasa sangat panas

Hasnita mencoba membalik tubuhnya untuk memeriksa keadaan Deffar. Dan benar saja, Saat Deffar berbalik wajahnya pun tampak sangat pucat pasi.

"Ya tuhan Kak Def, apa kamu sakit?, kenapa kamu malah berbaring di sini?, ayo Kak, bangun Kak, kita pulang ke rumah saja" ucap Hasnita dengan sedikit panik

Hasnita merasa tidak mungkin membiarkan Deffar hanya tergeletak lemas di sana, hati kecilnya merasa tidak tega melihat keadaan Deffar yang sampai seperti itu.

Jadi Hasnita berusaha untuk membawa Deffar untuk pergi dari sana.

.

Dengan Susah payah Hasnita memapah Deffar berjalan dari pemakaman hingga ke rumahnya, jarak yang lumayan jauh membuatnya hampir kewalahan.

Hasnita langsung menjatuhkan Deffar dan juga dirinya ke tempat tidur begitu mereka sampai di kamar Deffar

"Aa aduh" Lirih Hasnita yang terjungkal kesisi lain tempat tidur

"Hhh, hh, haaaah, akhirnya sampai juga, capek sekali" ucap Hasnita sampai terengah engah dan mencoba mengatur napasnya lagi, dengan merebahkan dirinya di samping Deffar.

"Ibuuuu" Deffar mengigau dengan suara parau, dan mengulurkan tanganya ke arah Hasnita. Kondisinya saat ini antara sadar dan tidak sadar.

Hasnita langsung terduduk di samping Deffar dan berinisiatip untuk meraih tangan Deffar yang terasa sangat panas itu.

"Ibu di sini nak, ibu akan ambil air untuk mengompresmu dulu ya," ucap Hasnita berperan seolah dia memang ibu untuk Deffar.

Itu karena dia merasa kasihan melihat kondisi Deffar yang sampai seburuk itu.

"Jangan pergi bu, jangan" ucap Deffar dengan menggenggam lebih erat tangan Hasnita, dia merasa sangat ketakutan di alam bawah sadarnya, dan dalam halusinasinya Hasnita memang ibunya

Hasnita sampai berusaha menyembunyikan senyumnya, dia sekarang seperti sedang berhadapan dengan anak kecil yang tidak ingin jauh dari ibunya.

"Sebentar saja nak, ibu tidak akan lama ko, tunggu sebentar ya" ucap Hasnita yang tetap melepaskan genggaman tangan Deffar darinya

Hasnita segera beranjak ke dapur untuk mengambil handuk kecil dan air di wadah.

Setelah dia kembali, Hasnita segera membasahi handuk kecil dengan air, dan langsung menaruhnya di kening Deffar

Raut wajah Deffar yang sebelumnya nampak gelisah pun mulai berangsur angsur tenang karenanya

"Semoga saja demamnya bisa cepat turun kak" ucap Hasnita.

Setelah dirasa Deffar sudah cukup tenang, Hasnita berinisiatip untuk membuatkan bubur untuk mengusi perut Deffar

Karena Hasnita yakin kalau deffar pasti dia tidak makan selama beberapa hari ini.

"Ini dia buburnya, sudah jadi" ucap Hasnita langsung duduk di tepian tempat tidur di samping Deffar

"Tunggu sebentar ya, ibu tiup dulu supaya buburnya agak hangat dulu" ucap Hasnita meniup niup permukaan bubur di mangkuk

Sesekali dia mencicipinya untuk memastikan kalau buburnya sudah cukup hangat untuk Deffar. tapi itu malah membuatnya keterusan memcicipinya, hingga akhirnya tidak ada lagi yang tersisa di dalam mangkuknya

"Astaga, kok malah aku yang habiskan sih, maaf maaf kak Def, aku juga lapar sebenernya" ucap Hasnita nyengir

"Sebentar aku ambilkan lagi ya, kali ini aku tidak akan bohongimu" ucap Hasnita berbicara sendiri, karena Deffar tentunya tidak meresponya sama sekali.

Untuk kedua kalinya Hasnita membawakan deffar semangkuk bubur, dan kali ini dia benar benar menyuapi Deffar sedikit demi sedikit.

Meskipun deffar tidak sadar, tapi itu tidak meyulitkan Hasnita untuk memaksa deffar memakan buburnya, setidaknya dia bisa memastikan kalau ada yang tertelan oleh Deffar dan mengisi perutnya, walau pun itu sedikit.

Seharian Hasnita terus berada di rumah itu untuk memastikan kalau kondisi deffar baik baik saja, dan dia juga memang tidak berniat pergi kemana mana untuk saat ini.

Hasnita merasa kalau keadaan Defar sekarang tidak jauh berbeda dengan dirinya, sendirian, tidak punya teman, dan tidak ada yang memperdulikan.

"Hhh sudah sore kak, sepertinya aku harus pulang dulu, tapi besok aku pasti kesini lagi untuk melihat keadaanmu" ucap Hasnita yang berniat untuk segera pergi dari tempat duduknya

Namun saat Hasnita beranjak,, tangan Deffar lagi lagi meraih tangan Hasnita dengan erat "Jangan pergi bu" igau Deffar

"Kak, aku ini sebenarnya bukan nenek, aku ..

"Aku ingin ikut bersamamu bu" ucap Deffar lagi

Hasnita menghela nafasnya karena Merasa iba meninggalkan Deffar dengan kondisinya itu, dia memang orang yang tidak tegaan.

"Baiklah, ibu pulangnya nanti saja" ucap Hasnita kembali duduk di samping Deffar, dan mengganti air kompresan di kening Deffar. Dia cukup mendalami perannya untuk menjadi ibu bagi Deffar, setidaknya sampai Deffar pulih dan sadar.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!