NovelToon NovelToon

Jiwa Malaikat & Iblis

Bab 01 - Dikejar Pembunuh!

Di sebuah hutan pegunungan yang begitu lebat, seorang pemuda berusia sekitar 14 tahun memiliki tubuh tinggi dengan postur tubuh sedang dengan rambut hitam panjangnya yang terurai. Tengah berlari dengan tergesa, berusaha menghindari kejaran pembunuh bayaran yang ada di belakangnya.

*Shooth!...******CRAAKK******!!!*

Sebuah anak panah melesat dengan cepat dan mengenai bahu kanan pemuda itu, menembus cukup dalam hingga membuatnya tersungkur sementara waktu di atas tanah.

"Arrkkhh!"

Rintih pemuda tersebut, sambil menahan sakitnya. "Sial! mereka masih saja mengejar ku, padahal ini sudah hampir tiga hari penuh," gerutu Zee - nama pemuda yang sedang dikejar itu, sambil mencoba kembali bangkit dan melanjutkan larinya. Sedangkan para pembunuh, yang berjumlah 10 orang kultivator warrior guru lengkap dengan senjata, masih terus mengejarnya dari arah belakang.

"ITU DIA!... salah satu anak panah crossbow milikku telah mengenai bahu kanannya. Cepat kejar! jangan sampai kita kehilangan jejak bocah itu!" kata salah satu pembunuh berbadan kekar dengan banyak tato bergambar hewan buas di hampir seluruh tubuhnya.

Setelah beberapa jam, mereka memasuki hutan tersebut dan beberapa pembunuh mulai kelelahan dan kehilangan stamina mereka.

"Hosh... hosh..."

"Bos! Tunggu sebentar!" ucap salah seorang pembunuh berbadan kurus kecil yang berhenti, sambil memegangi kedua lututnya.

"Bisakah kita istirahat sejenak? Ini sudah hampir tiga hari penuh kita mengejar bocah sialan itu! Kakiku bahkan sudah seperti mati rasa!" tuturnya, sambil melihat ke rekan pembunuh lain yang juga tampak kelelahan.

"BODOH!!" bentak Bos Pembunuh dengan tampang garangnya. "Semuanya lelah, tapi jika berhenti sekarang, kita akan kehilangan jejak bocah itu, yang artinya kehilangan bayaran kita!" tegas Bos Pembunuh itu, sambil memandang sekilas ke arah rekan-rekannya.

"Jika kalian yang warrior level guru sekarang sudah hampir tidak kuat berlari, apa lagi dengan anak itu..." lanjutnya.

"Aku yakin dia tidak akan bisa berlari lebih jauh lagi, lanjutkan pengejaran!"

Sambil memandangi area sekitar. Bos Pembunuh itu menyuruh beberapa dari bawahannya untuk berpencar ke dalam sudut-sudut hutan, yang dirasa akan menjadi tempat persembunyian pemuda yang mereka buru itu.

****

Disudut lain di pinggiran tebing hutan, suara gemericik air memenuhi tempat di dalam sebuah mulut gua yang berada didekat air terjun kecil yang terlihat tersembunyi, akibat ditumbuhi oleh tumbuhan akar-akaran yang menutupi pintu masuk gua tersebut. Zee menghentikan langkahnya sambil merangkak masuk ke gua kecil yang ia lihat, berharap para pembunuh tidak melihatnya sementara waktu.

Zee terbaring tersungkur dengan nafas tak beraturan karena berlari hampir seharian.

"Hah...Hah! akhirnya aku bisa berhenti sejenak."

"Uhhk!! Arrkkh!!"

*Sraazh!*

Zee mencoba mencabut anak panah yang menancap di bahu kanannya secara paksa dan sambil sekuat tenaga menahan sakitnya.

"Uuhk!... Aku harap kali ini mereka tidak menemukanku di sini. Aku benar-benar sudah tidak sanggup untuk berlari lagi..." gumam Zee lirih dengan nafas tersengal dan tidak lama setelah itu, dia malah kehilangan kesadarannya.

*******Kreekkk******!!*

Terdengar suara ranting terinjak. Tak jauh dari gua tempat Zee pingsan. Ada seorang pembunuh dengan tampang tidak bersahabat dan berbadan agak kurus, membawa senjata sabit dengan gagang pegangan panjang melintas di sekitar area air terjun.

"Huh... di mana si bedebah kecil itu? Membuat kakiku pegal saja, sialan!" gerutunya sambil sesekali menebas semak yang menghalangi jalannya.

"Bocah tengik bodoh itu kenapa harus lari ke dalam hutan membuatku tidak bisa naik kuda saja!" keluh si pemburu sambil berhenti sejenak untuk meregangkan otot-otot punggungnya. Si pembunuh kemudian menajamkan penciuman dan tidak sengaja melihat ke arah anak sungai di sampingnya yang mengalir ke air terjun kecil di depan, sambil mengamati jejak kaki yang terlihat di lumpur yang kemudian menghilang di pinggiran sungai itu.

"He..he.. bocah busuk, kamu kira bisa menghilangkan jejak kakimu di sungai kecil itu? sayangnya, aku telah melatih hidungku dengan bau darah para korbanku dan bau darahmu tidak akan lepas dari penciumanku," sambil tersenyum, si pembunuh mulai menyusuri aliran sungai kecil tersebut dan mengendus-enduskan hidungnya ke depan seperti seekor anjing.

Sedangkan di mulut gua, Zee kembali tersadar dan stamina tubuhnya mulai kembali pulih. Zee melihat sekitar gua itu dan melihat lorong lain yang cukup lebar menuju ke dalam.

*******Swuungg******!!*

Aura aneh seakan memanggil Zee untuk memasuki lorong ruangan gua tersebut. Karena dirinya juga penasaran dan menimbang untuk bersembunyi atau keluar dengan risiko tertangkap. pada akhirnya Zee lebih memilih menunggu sementara waktu di dalam untuk berjaga-jaga. Apalagi, sekarang tengah terluka.

"Aku tidak tahu kenapa seperti ada yang memanggilku kedalam, namun mulut gua kecil ini memiliki lorong yang cukup panjang juga kelihatannya," gumam Zee sambil terus menyusuri celah gua yang lumayan dalam itu.

Byurr!

Suara cipratan air menggema saat Zee mencapai bagian lain dari gua tersebut. Dan dia lanjutkan dengan mengikuti aliran sungai kecil yang mengarah ke ruangan gua yang lebih besar di depannya.

'Hoo... ternyata lorong gua kecil ini mengarah ke ruangan gua yang lumayan besar, aku penasaran apa yang ada di ujungnya,' batin Zee sambil terus berjalan.

Dan setelah menyusuri lorong itu cukup dalam akhirnya Zee menemukan sebuah ruangan gua dengan banyak ukiran relief dan berbagai jenis artefak kuno di dalamnya. Di tengah ruangan gua juga terdapat lubang kecil yang menembus ke atas, memungkinkan cahaya matahari dari luar untuk menerangi sebagian ruangan didalam.

Gua itu memiliki beberapa ruangan kecil dengan ukiran relief yang berbeda, yang kemungkinan digunakan oleh pemiliknya terdahulu untuk memilah benda atau barang-barang berharga miliknya.

Setelah beberapa waktu di situ, Zee menemukan satu benda yang paling menarik perhatiannya, yaitu sebuah peti berukuran sedang yang dilapisi dengan emas berukir ular bersayap yang menelan permata, membuatnya semakin penasaran akan isinya.

"Wah, peti ini terlihat sangat menarik!" gumam Zee sambil mencoba membuka peti di hadapannya itu.

Peti tersebut tidak terkunci dan ketika dibuka, terdapat sebuah gulungan dan beberapa koin emas kuno dengan lambang kerajaan yang belum pernah dia lihat sebelumnya, serta sebuah Cakram Emas yang memiliki permata hitam di tengahnya.

Zee duduk sambil mencoba membuka gulungan tersebut. Namun, ia tidak menemukan tulisan di sana, melainkan hanya sebuah gambar garis-garis sederhana yang membentuk simbol dan pola tertentu yang tidak ia kenal.

"Sebenarnya siapa yang meninggalkan benda-benda ini di sini dan apa kegunaannya?" pikirnya, sambil memegang dagu, walau tidak mendapatkan jawaban apapun. Ia hanya dapat menduga-duga orang bodoh mana yang mengukir relief di dinding gua yang lembab dan jauh dari peradaban seperti itu.

Setelah cukup lama memilah-milah senjata kuno di ruangan itu, Zee masih belum menemukan senjata yang menurutnya cocok untuk dirinya.

Hingga pandangannya mengarah ke sebuah pedang hitam yang berada di sudut ruangan tak jauh dari tempatnya berdiri, Zee mendekatinya dan sangat terkesan dengan gaya sarung pedang yang tidak sesuai dengan jaman sekarang. Ia mulai menarik pedang itu dari sarungnya, dan dengan cermat ia mengamati pedang tersebut hingga saat menyentuhnya, ujung jari telunjuknya tergores dan mengeluarkan sedikit darah yang menetes ke pedang itu.

Deng!

Dengungan misterius disertai getaran aneh membuat Zee sedikit bergidik. "Pedang tua ini benar-benar tajam dan ukiran serta ornamennya sangat detail," ujarnya. "Aku yakin pedang ini adalah salah satu yang terbaik di masanya. Baiklah, aku akan membawamu keluar dari tempat ini bersamaku!" katanya sembari menyarungkan kembali pedang itu.

Namun sebelum keluar, Zee menelan dan mengekstrak energi dari tanaman obat kuno yang ditemukannya disebuah kotak di ruangan lain di gua itu. Karena dia sudah beberapa hari tidak makan, tanaman itu cukup membantu memulihkan staminanya yang terkuras. Meskipun dia tidak tahu apa efek setelah menelannya.

Zee tidak lupa mengambil beberapa barang yang menurutnya berharga seperti Cakram Emas, Gulungan Aneh, koin dan beberapa barang lain yang mungkin bisa dia tukar di rumah pelelangan saat keluar nanti. Semua barang-barang itu ia masukkan ke dalam cincin ruang kecil, yang juga dia temukan di sana.

Beberapa hari lalu, ketika Zee menginap disebuah penginapan disebut kota kecil , dia disergap oleh beberapa pembunuh tahap awal warrior guru beladiri, yang tidak mungkin bisa dia lawan karena dirinya masih dalam tahap warrior junior murid.

Untunglah, dia menemukan sebuah saluran gorong-gorong kota yang tepat berada di bawah penginapannya. Namun sayangnya lubang masuknya sangatlah sempit dan karena terburu-buru, dia terpaksa meninggalkan seluruh perlengkapan dan senjatanya.

'Ini sudah hampir gelap. Seharusnya mereka tidak mungkin tetap mencariku dalam kegelapan, bukan? Aku harus secepatnya keluar dari sini,' batin Zee sambil bergegas keluar dari ruangan itu selagi masih ada sedikit cahaya yang menyinari sebagian celah guanya.

Setelah sampai di mulut gua, Zee melihat ke sekelilingnya sembari menghirup nafas sejenak. Ketika merasa cukup aman, ia melanjutkan perjalanannya ke arah sisi luar tebing gua air terjun tersebut.

Namun sayangnya, tanpa ia sadari, di balik salah satu pohon dekat pintu gua tempat persembunyiannya tadi, seorang pembunuh telah menunggunya dengan cara bersembunyi di dalam semak-semak sejak siang tadi.

****Shooth...

*CLAANG***!!*

Dengan cepat, Zee menghindari panah-panah berbahaya tersebut sembari menangkis beberapa menggunakan pedang yang baru saja ditemukannya. Namun, sayangnya, untuk yang kedua kalinya, anak panah mengenai dirinya dan kali ini telah berhasil melukai betis kirinya.

"Hmm hehehe."

"Bocah busuk! Kamu cukup cepat menghindari anak panahku, tapi sayangnya kamu tidak bisa lari lagi sekarang. Jadilah anak baik dan diamlah yang patuh ketika aku memenggal kepalamu! Hyaatt!!" teriak pembunuh itu sambil menyerang Zee secara membabi-buta dengan senjata miliknya.

*CLANG!... Sraaazhg!*

Serangan demi serangan berhasil ditangkis dengan susah payah. Meski sudah merasa sangat kewalahan karena tidak makan dan berlari selama hampir empat hari, Zee tetap berusaha mempertahankan diri.

"Ho Ho Hoo... Ternyata benar rumor yang dikatakan orang bahwa anak-anak dari keturunan penjaga Sekte Gunung Pedang Emerald telah dilatih dan mahir beladiri sejak usia dini. Untung saja kamu masih tahap akhir warrior junior murid hehe! Kalau tidak, mungkin aku akan kesulitan sedikit," ujar pembunuh itu. "Sungguh disayangkan menjadi orang terakhir dari klanmu yang menyedihkan itu bukan?"

"Karena itu, sekarang! Jadilah anak baik dan matilah di tanganku agar aku dapat mempertemukan kalian semua di Neraka!"

"Hiiyaa!"

*******Sraazzh******!*

Senjata pembunuh yang mirip dengan sabit, dengan gagang yang panjang dan fleksibel, berhasil menyayat dan melukai pergelangan tangan serta bagian lain di tubuh Zee. Meskipun terluka dan berdarah-darah, dia tidak memiliki pilihan selain melawan pembunuh kurus itu. Lokasi pertempuran juga sangat tidak menguntungkan baginya karena mereka berada di pinggir tebing.

***

Membutuhkan bantuan?

Dengungan suara aneh mengisi kepalanya untuk beberapa saat. Namun, dia tidak ingin lengah dan memilih mengabaikan suara tersebut karena masih ada lawan yang sangat kuat di hadapannya yang harus dikalahkan.

*CLAANG!*

"Haish... bocah brengsek, berhentilah melawan dan terimalah takdirmu. Dengan mati di tanganku, aku berjanji akan membuat mayatmu tetap utuh hehe," desak pembunuh itu sembari menebaskan sabitnya ke arah Zee dengan sekuat tenaga.

"Hosh...hosh..."

"Menyerah padamu mimpi saja!" sergah Zee sambil menatap pembunuh itu dengan pandangan mengejek.

"Hei, Pembunuh jelek, dengar baik-baik! Aku tidak akan menyerah sebelum membalas dendam untuk seluruh keluargaku! Dan camkan kata-kataku! Aku tidak akan mati sebelum menjadi pendekar pedang terbaik di benua Laut Timur!" tegas Zee sambil memadatkan aura spiritualnya ke pedangnya.

Pria pembunuh yang juga mulai bersemangat karena merasa mendapatkan hiburan kemudian juga mengeluarkan aura beladiri yang berbentuk bulan sabit berwarna kebiruan.

"ORANG LEMAH MATILAH SAJA!!!"

*******DUAKK******!*

Kekuatan aura itu terbang dan menghantam pohon di sebelah Zee, hingga terbelah menjadi dua bagian. Beruntung, Zee dengan cepat menghindarinya.

Suara dentuman yang cukup keras mengejutkan pembunuh lainnya yang berada di kejauhan, membuat mereka bergegas mendekati area tersebut. Sementara Zee, yang tidak menyangka bahwa pembunuh itu dapat mengeluarkan aura sekuat itu, hanya bisa mencoba bertahan dan menghindari serangannya.

*Craarsh!*

"Uakkhh, bocah busuk SIALAN!..."

Zee berhasil menghindari serangan pembunuh dengan susah payah dan mengambil celah untuk menebas kakinya sehingga membuatnya menjerit kesakitan. Setelah itu, dengan cepat Zee memanfaatkan momen tersebut untuk berayun ke tanaman merambat yang tumbuh di dekat tebing. Kemudian dia menendang si pembunuh yang lengah hingga terjatuh ke sisi tebing.

Dan tanpa pikir panjang, Zee menggunakan kesempatan tersebut untuk lari menjauh dan menyusun strategi untuk menjebak para pembunuh yang masih berada di dalam hutan.

*Tap Tap... Blubb!*

Nyaris saja Zee terjungkal ke lumpur hitam yang menghisap di depannya. Dia dengan cepat melompat mundur, karena jika salah sedikit saja, dia dapat terseret dan terperangkap di dalamnya.

"Aish! Hampir saja," gumam Zee sambil sesekali mengamati sekitarnya. Ia heran mengapa ada lumpur hisap di hutan pegunungan seperti itu.

Namun, tanpa sadar Zee telah menemukan solusi untuk mengalahkan sepuluh pembunuh itu, atau setidaknya melukai beberapa dari mereka.

"Aku rasa lumpur ini bisa dimanfaatkan juga, hehe." Zee sambil menyiapkan segala sesuatunya, dia memasang benang dan lonceng kaki kecil di sekitar area tempat lumpur hisap berada untuk memantau pergerakan musuh.

'Hehehe, ini pasti akan sangat menarik!' batinnya sambil menyeringai menyeramkan.

Bab 02 - Mengalahkan Musuh!

*******BOOM******!!*

Suara ledakan energi bergema di pedalaman hutan, memicu para pembunuh lainnya yang tersebar di berbagai tempat untuk bergegas menuju ke arah ledakan energi itu. Beberapa yang tiba lebih dulu melihat kekacauan seperti ada perkelahian di dekat tebing, tapi sayangnya saat mereka sampai, tidak ada satu pun yang berada di tempat.

Bos Pembunuh memerintahkan bawahannya untuk mengikuti jejak kaki yang tertinggal dari bekas pertempuran barusan. Jejak itu berputar-putar dan mengarah ke sebuah hutan bambu yang cukup rimbun, tempat pasir hisap yang ditemukan Zee tadi.

*Kling!*

Suara lonceng kecil yang dipasang oleh Zee di sudut-sudut akar pohon, dengan benang kecil yang mengelilinginya. Mulai berbunyi sebagian pertanda ada pergerakan musuh yang yang semakin mendekat. Zee sendiri sedang bersembunyi di atas pohon yang tumbuh di tengah-tengah semak hutan bambu itu.

*Kling!*

Pergerakan para pembunuh yang semakin mendekat membuat Zee semakin waspada. Dia juga telah menyiapkan beberapa jebakan di sekitar area lumpur hisap dibawahnya itu, dengan beberapa alat yang dibawanya dari gua lembab tadi. Dan yang membuatnya yakin akan menang kali ini adalah, karena hari sudah sangat gelap dan para Pembunuh warrior guru itu tetap akan sulit untuk melihat area di sekeliling mereka.

*Tap tap...

*CRAKK!*

"Uwwaaaaah..!"

Teriakan sangat keras salah seorang pembunuh yang kakinya terkena besi perangkap babi, membuat beberapa warrior guru lainnya bergegas berlari menuju tempat datangnya suara teriakan.

"Tu- tunggu kalian jangan mendekat!" teriak si pembunuh yang terkena perangkap itu dengan keras, tapi sayang mereka sudah terlanjur berlari ke tempat itu.

****CRAAKK!*

*KRAKK***!!*

*Blushh!*

"Aarrrrhhhh!" teriakan orang-orang yang terkena perangkap di malam itu terdengar keseluruh penjuru hutan. Bos Pembunuh yang sedikit berada agak jauh dari situ segera bergegas mencari arah teriakan kesakitan itu.

Orang-orang yang terkena jebakan, baik yang kakinya menginjak perangkap babi, tersangkut jerat tali, atau yang terjebak di lumpur hisap, masih mencoba untuk menyelamatkan diri.

Zee, yang melihat dan mendengar teriakan kesakitan mereka, sebenarnya merasa iba, meskipun dia yang memasang jebakan itu. Tapi ini adalah kesempatan yang bagus baginya. Karena jika bukan para pembunuh warrior guru itu yang mati, maka dirinya sendirilah yang akan mati. Ia kemudian turun dari pohon tempat persembunyian dan mulai menebas para kultivator itu dari kegelapan tanpa perlawanan yang berarti.

Zee cukup yakin, bahwa jika tidak menemukan cara ini, dia akan sangat kesulitan untuk membunuh mereka. Bahkan mengalahkan salah satu dari mereka di arena yang terbuka pun masih akan sedikit sulit baginya sekarang. Mengingat tingkat Kultivasi-nya yang masih di warrior junior murid.

Setelah membunuh 6 dari sepuluh pembunuh warrior guru tahap awal itu, Lee bergegas meninggalkan tempat tersebut. Dia berharap warrior guru yang lain akan berhenti sebentar untuk mengurus mayat rekannya.

 

Di tempat lain, di dalam aula Menara Pedang Dewa Phoenix di selatan, seorang wanita muda berwajah tegas dengan rambut berwarna putih keperakan dan mahkota serta tongkat yang dipegangnya, berjalan elegan menyusuri ruang aula besar yang memiliki atap terbuka di depan para Dewan Suci dan ratusan kepala sekte kecil yang hadir.

Dia adalah Hua Meiyin, pemimpin tertinggi Institut Menara Pedang Dewa Phoenix di selatan, sekaligus ketua termuda dari Sekte Api Phoenix.

Di ruangan itu juga hadir keempat tetua dari Institut Dewan Suci, antara lain Tetua Suci Barat Zhou Haocun, Tetua Suci Timur Wang Jianheeng, Tetua Suci Selatan Gu Minghao, dan Tetua Suci Utara Wei Jianying. Mereka semua datang untuk memperingati ke-dua ratus tahun berdirinya Institut Menara Dewa Phoenix yang menjadi sekutu terkuat mereka saat ini.

Tak lama setelah Kepala Institut Hua duduk di singgasananya, seorang tetua berjubah abu-abu menghampirinya, dan kepala institut itu membisikkan sesuatu kepadanya.

"..."

Tetua pembawa acara dengan jubah abu-abu tadi kemudian maju ke depan aula untuk membuka acara perjamuan tersebut.

"Ekhem!"

"Para hadirin yang terhormat!"

"Keempat Institut Dewan Suci! Dan ratusan Pemimpin Sekte!"

"Dengan ini saya nyatakan acara perjamuan ulang tahun memperingati ke-dua ratus tahun berdirinya Institut Menara Pedang Dewa Phoenix resmi DIMULAI!"

*GONG!!!*

Setelah tetua pembawa acara mengucapkan hal tersebut, para pemuda dari berbagai sekte mulai berjalan dan berdesak mendekati panggung besar di tengah aula untuk mendengarkan pengumuman. Dan hal tersebut menyebabkan riuh yang luar biasa di dalam ruangan yang luas itu.

"Untuk memeriahkan acara ini, kami akan mengadakan suatu turnamen bela diri persahabatan!"

"Kami mempersilakan para tetua sekte dan juga keempat Institut Dewan Suci, untuk mengirimkan petarung muda dari masing-masing institut maupun sekte mereka guna menantang petarung muda dari Institut Menara Pedang Dewa Phoenix. Dan untuk hadiahnya..." lanjut tetua itu.

"Kami dari Institut Menara Pedang Dewa Phoenix, akan memberikan tiga sumber daya langka yang bahkan sangat sulit ditemukan di Benua Laut Timur!"

"Untuk pemenang ketiga, kami akan memberikan sebuah Pedang Tingkat Roh Spiritual yang terbuat dari besi hitam misterius dan telah ditempa selama empat puluh tahun oleh Sekte Api Phoenix!"

"Dan pemenang kedua akan mendapatkan Cambuk Aurora Tingkat Roh yang mampu mengeluarkan api abadi, suatu artifak langka, dan satu Pil Peremuk Tulang yang berguna untuk mempercepat peningkatan basis kultivasi bagi para kultivator muda yang menelannya!"

"Sedangkan untuk pemenang pertama, kami akan memberikan sebuah Pulau Obat yang berisi berbagai jenis tanaman herbal yang berguna untuk sekte dan para kultivator. Haha!"

Setelah mengumumkan hadiah yang ketiga, si tetua berjubah abu-abu itu menoleh ke arah kepala institut, sambil sesekali merasa bangga akan diri mereka yang telah membuat satu aula besar itu ramai membicarakan hadiah yang sangat menggiurkan itu.

"Akan tetapi!" lanjutnya. "Warrior Junior yang boleh mengikuti turnamen ini hanya mereka yang masih berada di tahap aura Warrior Junior murid akhir dan Warrior Junior level guru awal. Selebihnya dari tahapan itu tidak ada yang diperbolehkan untuk masuk!"

"Seleksi pertama akan dilakukan di Pulau Es dan Api, seleksi kedua dilakukan di dunia kecil milik Tetua Institut kami, sedangkan seleksi ketiga akan dilakukan di Stadium Kota Api. Acara ini akan diadakan pada bulan keenam pada hari ke tiga di bulan Guntur tahun depan, dan setelah tanggal itu, pendaftaran akan secara resmi ditutup!"

"Kami berharap Keempat Institut Dewan Suci dan seluruh sekte bisa berpartisipasi dalam turnamen tahun depan! Oh, baiklah karena hari juga mulai larut, mari kita keluarkan arak dan jamuan makanannya hahaha..." Setelah itu, perjamuan ulang tahun kedua ratus tahun Institut Menara Pedang Dewa Phoenix dimulai dengan iringan ribuan kembang api yang menawan di kota itu.

Di sebuah ruang penginapan yang juga masih berada di kota Phoenix Api, seorang tetua berjubah serba hitam dengan janggut berwarna putih sedang berbincang dengan salah satu muridnya.

"Aku akan meninggalkanmu di sini untuk enam bulan kedepan. Kau tahu apa yang harus kamu lakukan, bukan?" tutur tetua itu pada murid perempuannya yang juga menggunakan jubah berwarna hitam.

"Saya mengerti, Guru. Dalam kontes enam bulan kedepan, nanti saya jamin akan masuk ke babak tiga besar!" ucapnya dengan tegas walau tanpa ekspresi.

"Bagus!, Aku akan kembali ke sekte dulu untuk melapor pada yang mulia Tetua Utama. Ini pil yang sudah aku sempurnakan 4 tahunan ini, dan ingat jangan sampai gagal!" Setelah mengatakannya, tetua itu pun tiba-tiba menghilang dari pandangan.

Gadis berambut merah terurai dengan tatapan tanpa ekspresi tersebut mengganti pakaiannya dan keluar untuk berbaur dengan keramaian.

*Byuurr!*

"Ahhh, segarnya!"

Di tengah sebuah sungai kecil, Zee bertelanjang dada, sambil mencoba berenang menangkap beberapa ikan untuk dia bakar demi untuk mengisi perutnya yang hampir lima hari tidak makan apapun kecuali tanaman obat kering.

"Eh?" "Huwa!"

Dan setelah mendapatkan beberapa ekor, dia memilih untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu, lalu beristirahat di bawah pohon rindang di pinggiran sungai dekat perapian sederhana yang dia buat untuk membakar ikan tangkapannya.

*Kruyukruyuk!*

"Aih... Sabarlah sebentar, perut kita akan makan banyak ikan hari ini," gumam Zee sambil menelan saliva.

"Baiklah, aku pikir begini saja. Aaa... emm, nyam! nyam!"

Dan tanpa Zee sadari, dirinya telah diawasi oleh sepasang mata yang menatap tajam ke arahnya dan ikan-ikan bakar itu sejak tadi. Dan dengan cepat, sepasang mata itu berubah menjadi sosok bayangan yang berdiri tepat di belakang Zee.

"Apa itu enak?" ucapnya tepat di dekat telinga Zee yang membuatnya terkejut sampai melompat ke sungai.

Setelah beberapa saat Zee menormalkan detak jantungnya, ia menatap ke arah pinggiran sungai.

Di sana tepat seorang gadis yang terlihat jauh lebih muda darinya, dengan rambut pirang merah yang dikuncir kanan-kiri serta poni yang menutupi keningnya. Tersenyum tanpa dosa, sambil melihat ke arah Zee yang basah kuyup lagi karena tercebur ke sungai.

Dan anehnya adalah, Zee yang seorang kultivator tidak bisa merasakan aura keberadaan gadis itu, atau mungkin karena kepalanya yang hanya dipenuhi dengan makanan hingga dia menjadi abai terhadap aura sekitar, entahlah.

Karena merasa tidak enak pada pria muda didepannya, gadis itu pun kemudian meminta maaf dan mengenalkan dirinya yang ternyata bernama Jean. Ia mengatakan kalau dirinya juga tidak sengaja melewati hutan ini dan bertemu dengan Zee yang sedang bersantai sambil memakan ikan bakar yang tadi ia tangkap.

"Oh, jadi namamu Jean. Kenapa kamu tadi mengagetkan aku seperti itu! Apa kamu tahu tadi aku tersedak daging ikan sampai keluar dari hidungku?" kesal Zee pada gadis muda yang tadi mengenalkan dirinya.

"Maaf, sebenarnya aku sudah berada di sekitarmu sejak tadi, tapi kamu yang tidak melirikku. Jadi aku mengisengimu saja, hehe," jawab Jean sambil tersenyum.

Jean pun akhirnya bercerita bahwa dia berasal dari Kota Kayu dan mau ke Kota Phoenix Api untuk mendaftarkan diri sebagai peserta turnamen beladiri Institut Menara Pedang Dewa Phoenix yang akan diadakan beberapa bulan lagi.

"Oh, jadi tahun depan akan ada turnamen besar ya?" tanya Zee pada Jean.

"Benar sekali! bagaimana kalau kita berdua membentuk tim!" ucap Jean sangat antusias sambil menatap Zee dari atas kebawah.

Zee yang sebenarnya juga tertarik untuk ikut turnamen tersebut menjadi bingung dan bimbang karena, dirinya sekarang telah menjadi buronan dari sektenya sendiri. Bahkan seluruh anggota keluarganya telah dihabisi oleh mantan sektenya itu.

"Sebenarnya aku juga cukup tertarik dengan turnamen itu, tapi sayangnya aku tidak memiliki sekte sekarang," keluh Zee dengan jujur kepada Jean.

"Oh, aku tahu! Pamanku adalah salah satu Marquis Kota Tebing Kapur yang letaknya tidak jauh dari hutan ini. Kita hanya harus terus berjalan sedikit ke arah barat dan akan menemukan desa yang juga menjadi wilayah domain Kota Kapur milik pamanku..."

"Tapi-...

"Ssttt! sudah, jangan terlalu banyak protes. Pamanku akan mengusahakan yang terbaik untukmu," ucap Jean sambil menyeret lengan Zee untuk berjalan ke arah barat.

"Dan kamu kelihatannya membutuhkan pakaian baru. Baju yang kamu kenakan sekarang membuatmu terlihat seperti homeless," kata Jean lagi.

Zee yang dibilang seperti itu hanya memutar matanya jengah dan berjalan dengan pasrah karena Jean tidak mau melepaskan genggamannya.

Mereka pun melintasi hutan dan sungai dari siang sampai sore hari, dan saat hampir tengah malam, mereka baru berhasil menemukan desa yang disebutkan oleh Jean.

Bab 03 - Desa Yang Terkutuk!

Setelah beberapa jam berjalan melintasi kegelapan hutan dan sungai karena Jean yang salah jalan. Akhirnya mereka bisa bernafas dengan lega, karena tidak jauh dari hutan tersebut telah terlihat samar-samar cahaya pedesaan, yang Zee dan Jean yakini cukup besar.

"Bagus, akhirnya kita bisa menemukan desa itu. Aku berharap bisa menyewa penginapan dan makan enak malam ini," harap Jean sambil sesekali melirik ke arah Zee.

Setelah itu mereka berdua bergegas menuju ke desa tersebut. Dan sesampainya didepan pintu gerbang masuk Zee merasakan ada kejanggalan dengan desa yang baru saja ia masuki itu.

"Aneh kenapa aku merasa tidak ada aura makhluk hidup di desa ini?" ucap Jean yang merasakan hal yang sama.

Sambil sesekali berpikir dan meningkatkan kewaspadaan mereka mencoba masuk lebih dalam ke desa itu. Dan setibanya mereka didepan sebuah bangunan kayu besar dengan atap lancip melingkar, keanehan pun mulai terjadi. Kabut tebal yang entah darimana asalnya itu tiba-tiba menutupi jalanan dan tempat-tempat disekitar mereka.

"Aish! ada apa lagi ini kenapa aura desanya jadi semakin aneh?" gerutu Jean yang mulai sedikit merinding.

"***Guk Guk!"

"Awuuuu***!...

***

Suara-suara hewan malam seperti serigala dan beberapa burung gagak mulai menggema di sudut-sudut desa itu.

"Gwakk!"

*Buurrr!*

Seekor burung gagak tiba-tiba terbang dan hampir saja mencakar kepala dan wajah Jean jika saja Zee tidak sigap menariknya untuk menghindar.

"Burung gagak sialan! beraninya menyerang kami!" Gumam Zee dengan sedikit geram. Suasana disekitar mereka semakin mencekam dan kabut yang menutupi pandangan mereka berdua membuat Jean berhalusinasi.

"Zee!"

Jean merasa sebuah kabut tebal memisahkan mereka dan bayangan Zee didepannya perlahan menghilang ditelan kabut tersebut.

"Zeeeeee!" kamu dimana?"

Jean yang mulai panik pun mengeluarkan senjata cambuknya untuk berjaga-jaga. Dan bayangan hitam yang semakin mendekat pun mulai membentuk siluet yang mampu membuat bulu kuduk Jean berdiri sementara.

"Huwaaa!!"

*Plak! Plak!*

"Aduh aduh kenapa kamu memukulku Jean?" sungut Zee yang jengah dengan kelakuan Jean pun menjadi kesal, karena dia telah memukulnya tanpa sebab dan membuat wajahnya memiliki 2 bekas garis merah karena terkena cambuk.

"Ma.. maafkan aku zee aku pikir tadi bukan kamu jadi aku..." ucap Jean sambil tertunduk sedangkan Zee masih memegangi wajahnya yang masih memerah.

"Kekekeke..."

"Apa yang kau!?" ucap mereka berdua bersamaan dan setelah beberapa detik dalam kebingungan suara itu muncul kembali.

Didepan mereka berdua, muncul sesosok gadis dengan rambut panjang menjuntai dengan pakaian tradisional bergaya lama sedang tertunduk. Dan setelah itu lengan kanannya terangkat dan menunjuk ke arah Jean, yang sedari tadi memeluk Zee dengan ketakutan.

Taring panjang mencuat dari sela-sela giginya, rambutnya yang hitam memanjang terurai dan bergerak-gerak seperti rambut yang mengambang didalam air, ditambah wajah pucat kebiruan dan mata hitam yang melotot. Menambah kesan seram pada diri makhluk itu.

"Aaaaakrk!!!!"

Jeritan yang memekakkan telinga itu rupanya memiliki kekuatan untuk menyerang jiwa lawannya. Jean yang tidak kuat menahan serangan jiwa Makhluk itu, kemudian terjatuh dan tertunduk. Sedangkan Zee yang masih tersadar dengan cepat menarik pedangnya dan mengarahkan ke Makhluk itu.

"Aku belum pernah melihat hantu sepertimu yang mampu mengeluarkan sihir jiwa untuk menyerang mangsanya, tapi jika kamu berani menyakiti Jean aku akan memulai untuk menebasmu!" sambil melesat kearah Makhluk itu Zee menggunakan jimat yang berisikan mantra pemutus ilusi jiwa dan menempelkan pada ujung pedangnya.

Makhluk yang di serang hanya diam sambil memiringkan kepalanya yang sekarang sudah nyaris terbalik, dan setelah beberapa jengkal jaraknya dari pedangnya Zee. Makhluk itu melenturkan tubuhnya bagaikan ular untuk menghindari serangan, serta menggunakan ekornya untuk memukul Zee dengan cukup keras kedepan.

"Uhhk!"

Zee kemudian bangkit kembali untuk mencegah Makhluk itu menyerang Jean yang masih saja ketakutan dan tidak bergerak.

Namun hasilnya masih nihil sebab Makhluk itu bergerak sangat cepat, dan beberapa tebasan pedangnya Zee yang mengenai dan berhasil memotong tubuh Makhluk itu, menjadi dua bagian pun tetap tidak berguna. Karena dengan cepat, Makhluk itu dengan mudah menyatukan tubuhnya kembali.

"Arrkk! SIALAN!"

"Sebenarnya Makhluk apa kau ini!"

"Bahkan jimat pembunuh aura dan pelepas ilusi tidak berguna!"

Zee yang sedikit cemas karena tidak bisa menggunakan teknik apapun semakin panik karena melihat kondisi Jean yang tatapannya semakin kosong.

Kamu bisa mencoba menggunakan Cakram Emas! di cincin ruangmu itu untuk mengalahkannya.

Deg!

Zee yang mendengar suara aneh itu untuk kesekian kalinya, jadi merasa bahwa suara yang pertama kali iya dengar saat melawan pembunuh di hutan saat itu bukanlah halusinasi.

"Siapa kamu dan apa yang sebenarnya kamu inginkan dariku?" teriak Zee dengan sedikit panik karena tidak tahu asal suara itu berbunyi.

Siapa aku dan apa yang aku inginkan saat ini, belumlah penting.

Kamu harus segera menyelamatkan gadis itu dari Iblis pemakan mimpi, atau dia akan segera menjadi gila.

Zee yang mendengar itu, sambil melihat kearah Jean yang semakin tidak stabil membuatnya termenung sementara. Dan pada akhirnya karena pikirannya telah buntu, ia pun mau tidak mau harus memberanikan diri untuk mempercayai suara aneh yang ada di kepalanya.

"Lalu bagaimana caramu untuk mengalahkan mahkluk itu?, segala cara telah aku coba dan tidak ada yang berguna." tanya Zee yang mulai frustasi kepada suara aneh itu.

Ambil Cakram Emas di cincin ruangmu itu, tetesilah sedikit darahmu maka dia akan aktif dan secara otomatis menghancurkan domain iblis penelan mimpi.

Mendengar itu. Zee pun tersadar dan akhirnya mengerti bahwa hantu biasa tidak akan bertahan dengan kertas jimat, dan jika benar yang dikatakan suara aneh itu bahwa lawannya yang sekarang adalah iblis penelan mimpi. Maka Jean akan benar-benar berada dalam bahaya.

Dengan cepat Zee mengeluarkan Cakram Emas itu dan meneteskan sedikit darah miliknya. Dan seketika cakram itu bereaksi dan dengan sendirinya melesat ke langit-langit diatas iblis penelan mimpi berada. Dan cahaya dari dalam Cakram Emas itu menelan seluruh aura gelap yang tersebar disekitar pedesaan tempat domain iblis itu.

Cakram tersebut menarik dan menghisap aura jahat beserta iblis penelan mimpi, dan saat iblis itu ingin memberontak. Zee menebasnya menjadi dua bagian dengan pedang, hingga cahaya Cakram Emas menelan Iblis itu beserta auranya sampai habis.

Dan setelah aura gelap habis diserap. Cakram itu kembali kepada Zee, seakan mengerti siapa tuan dan pemiliknya. Zee pun segera kembali memasukkannya ke cincin ruang dan waktu.

Segere setelahnya Zee menghampiri Jean yang masih saja pingsan dan mencoba menyadarkannya. Namun karena tidak kunjung sadar, ia pun memilih untuk membopongnya dan segera bergegas pergi dari Desa Terkutuk Itu.

Setelah keluar dari desa tersebut. Zee baru menyadari bahwa tadi malam keramaian yang ada di desa yang mereka lihat dari kejauhan, ternyata hanyalah ilusi sebab saat pagi menyingsing, desa itu terlihat seperti seharusnya... yaitu terbengkalai.

Setelah hampir dua jam Zee berjalan, ia pun tersadar bahwa Jean sebenarnya sudah bangun dari tadi.

"Haruskah kau terus berpura-pura tidur?" ucap Zee pada Jean yang masih saja terpejam.

"Hmm... baiklah!"

Bruk!

"Aduh!"

"Seperti itukah caramu memperlakukan seorang wanita?" gerutu Jean sambil meringis kesakitan karena Zee menjatuhkannya tanpa perasaan.

"Aduh, tuan putri maafkan aku, sayangnya aku memang tidak tau memperlakukan seorang wanita." kata Zee sambil terus berjalan tanpa memperdulikan Jean lagi.

"Sebenarnya kau hanya tinggal menurunkanku saja dan tidak perlu menjatuhkanku seperti itu.. " dan walaupun ia agak sebal dengan kelakuan Zee, namun entah mengapa berada di dekat teman barunya itu, membuat Jean merasa sangat nyaman.

"Hei lihat!, sepertinya disitu ada desa yang asli!, ayo kita pergi kesana. Nanti setelah makan aku akan membelikanmu baju baru." cicit Jean sambil menarik Zee mengikutinya, sedang yang ditarik hanya bisa pasrah.

Setelah mengisi perut, mereka bergegas ke pasar terdekat untuk membeli perbekalan. Walaupun tidak bisa menemukan barang-barang berkualitas sebagus seperti di kota, setidaknya Jean dapat membelikan Zee beberapa helai baju karena jujur saja pakaian atasannya sudah banyak yang robek dan terkesan compang-camping rusak setelah beberapa kali pertarungan. Dan hal itu menjadi perbincangan gadis-gadis desa yang hendak berbelanja di pasar, karena beberapa tonjolan ototnya Zee yang sebagian terpampang dengan jelas.

Jean yang melihat itu, mendengus sebal dan dengan marah ia mengusir beberapa gadis peng-gosip itu dari sana. Bahkan yang lebih konyol, yang tidak melakukan apa-apa pun juga dia usir.

"Datang lagi ya..! hehe."

Setelah puas memilih pakaian dan memberi uang tip pada pemilik toko. Mereka berdua pun berjalan-jalan sebentar ke wilayah alun-alun desa, dan melihat ada banyak orang-orang berkerumun. Mereka berdua yang juga penasaran pun ikut mendekat untuk melihat.

"Oh.. ternyata ada pengumuman misi penting dari Kota Tebing Kapur, aku ingin tau apa misinya." tukas Jean sambil berlari kedepan.

Sebelum sampai didekat papan pengumuman untuk mengambil gulungan misi itu. Seorang wanita muda bercadar memakai pakaian serba mewah dengan kudanya menerjang kerumuman dan membuat beberapa orang panik, tidak terkecuali Jean yang paling dekat hingga dia hampir tertabrak

"Gadis gila apakah matamu buta!, didepan mu ini adalah putri dari Sekte Matahari. Menyingkir-lah, jika kamu masih ingin lengan dan kakimu tetap utuh!" kata seorang pria muda yang juga menunggang kuda tepat berada dibelakang gadis dari sekte Matahari itu.

Zee yang mendengarnya, lantas maju kedepan orang-orang berkuda itu, sambil menatap mereka dengan tatapan bermusuhan.

"Cobalah kalian jika berani menyakitinya, maka aku tidak akan segan-segan lagi!" ucap Zee dengan nada mengintimidasi.

Gadis berkuda itu menatap Zee dengan cukup intens, menurutnya Zee cukup berani untuk seorang pemuda desa, dan perawakannya juga cukup menarik perhatiannya. Sedangkan yang ditatap malah acuh tak acuh.

Melihat putri dari sektenya diacuhkan begitu saja oleh pemuda desa yang tak dikenal, pria muda berkuda itupun menjadi berang.

"Hei bocah desa sombong!" ujarnya dengan sedikit sarkas.

"Nona kami telah memberikan kamu muka beraninya kamu mengacuhkannya apa kamu bocah sudah bosan hidup?!" lanjut pemuda berkuda itu kepada Zee yang malah memandangnya dengan jijik.

"Oh maaf ... Aku adalah orang desa jadi tidak tahu jika wanita muda itu adalah seorang putri. Karena menurutku tampangnya biasa-biasa saja." sahut Zee dengan nada yang sedikit merendahkan.

Pemuda berkuda yang merasa ditantang ingin turun dan menghajar Zee. Namun si gadis berkuda itu menyuruhnya untuk diam.

Zee yang sebenarnya juga ingin maju ke pria berkuda, dihentikan oleh seorang paman petani yang tidak sengaja lewat.

"Nona dan para kultivator muda tolong maafkan kelancangan kedua junior-junior ini, mereka masih belum cukup umur untuk berpikir dewasa," ucap paman itu sedikit membungkuk dan menangkupkan lengannya. Zee yang ingin protes langsung dihentikan oleh Jean.

"Sudahlah jangan pedulikan mereka ayo pergi!" pungkas gadis berkuda itu, menyuruh yang lainya untuk menyudahi masalah hari ini. Tapi sebelum ia benar-benar pergi. Dirinya menoleh kebelakang ke arah Zee yang sedang dipegangi oleh Jean.

"Tuan muda jika berkenan bisakah saya mengetahui nama asli anda?" tanyanya.

"Ze dan margaku Xiao!, jika sekte Matahari tidak terima silakan kalian mencari ku!"

Setelah itu gadis berkuda itu benar-benar pergi dari hadapan mereka, sedangkan Zee dan Jean dimarahi oleh paman yang tadi.

"Aduh... adik kecil, kita ini hanya rakyat biasa harus mengalah pada para kultivator, sebisa mungkin kita jangan berurusan dengan mereka!, Hais... bocah jaman sekarang memang tidak bisa mengerti situasi." dan paman itu meninggalkan mereka.

Zee mencoba maju ke depan papan pengumuman dan melihat-lihat informasi dari papan tersebut. Dan setelah itu ia juga mengambil satu gulungan tanda pengambilan misi itu, dan memasukannya ke dalam saku bajunya. Setelah itu Zee mempersiapkan perbekalan untuk misi perjalanannya kali ini.

"Jika kita bisa bertemu kembali maka itu akan menjadi hal yang menarik."

Jean yang melihat itu merasa tidak senang sama sekali, karena jika Zee mengambil misi berarti ia akan terpisah darinya. Maka sebisa mungkin ia akan mencoba merayu Zee dengan mengajaknya ke tempat pamannya dulu, untuk menjelaskan masalah pendaftaran turnamen tahun depan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!