Bab 1
"Brughh!"
Sebuah laptop terjatuh saat dua orang pelajar di Kampus Ternama di Kota Semarang saling bertabrakan sehingga laptop tersebut pecah dan tidak bisa diselamatkan kembali. Mereka seorang mahasiswa dan yang satunya adalah seorang mahasisiwi.
"Heh, kamu kalau jalan pakai mata, jangan pakai dengkul!"
Seorang mahasiswa yang memakai kemeja berwarna hitam membentak dengan mata memelotot mengarah ke gadis yang menabraknya. Sementara gadis cantik berbaju biru laut itu mengambil patahan laptop yang tercecer di lantai.
"Maaf, saya tidak sengaja, karena saya terburu-buru untuk mengambil buku yang ketinggalan di perpustakaan.
Dengan perasaan gugup, gadis itu meminta maaf kepada pemuda tampan di hadapannya. Sementara pemuda itu langsung memasukan laptop yang telah rusak ke dalam tas hitam miliknya sembari berkata kepada gadis itu.
"Tidak perlu meminta maaf, tetapi kamu harus mengganti laptop kesayanganku ini," ucap Harley meminta ganti rugi kepada gadis yang bernama Rahel.
Rahel, seorang mahasiswi yang kuliah di Fakultas Bahasa Inggris lewat jalur beasiswa. Ia berumur sembilan belas tahun. Ia tidak menyangka akan mengalami kesialan yang membuat dirinya harus mengganti laptop milik mahasiswa asing yang baru ia lihat.
"Berapa harga laptop itu?" Rahel bertanya kepada Harley tanpa menatap mata pemuda itu karena malu."
"Sepuluh juta! Jika kamu sudah sudah mengganti laptop ini, urusan kita sudah selesai."
Harley menatap Rahel dengan tatapan elang dan menjawab pertanyaan dari gadis itu.
"Apa? Mahal sekali? Aku tidak mempunyai uang sebanyak itu. Aku membiayai kuliah dengan jalur beasiswa." Rahel menjawab pertanyaan dari pemuda itu. Ia hanya anak seorang pegawai pabrik biasa.
Seketika Harley berfikir sejenak dan berkata,
"Begini saja, kamu bekerja paruh waktu selama dua bulan di Resto milik papaku. Jika kamu bisa bekerja penuh dalam waktu dua bulan, ganti ruginya akan aku anggap lunas, bagaimana?"
Sembari memegang dagunya, Harley memberi penawaran kepada Rahel untuk bekerja paruh waktu di Resto milik papanya.
"Baiklah, saya terima tawaran dari kamu."
Dengan wajah berbinar Rahel menyetujui tawaran dari Harley. Akhirnya ia mendapat celah untuk keluar dari kesialannya.
Lantas, Harley memberikan kartu nama kepada Rahel dan langsung beringsut meninggalkan gadis itu. Rahel dengan perasaan campur aduk mulai memasuki ruangan kuliahnya untuk memulai pembelajaran.
Rahel tidak konsentrasi mengikuti pembelajaran mata kuliah pada hari ini, ia masih teringat kejadian tadi yang membuatnya merasa gelisah. Ia harus mempersiapkan besok untuk bekerja paruh waktu di Resto milik papanya Harley.
Seketika Rahel mulai tersadar dari lamunannya dan tidak terasa jam mata kuliahnya sudah usai. Lalu ia bergegas pulang dengan berjalan kaki. Tiba-tiba ada orang yang menyapa dari belakangnya.
"Hay, Rahel, pulang sendirian, ya? Boleh aku temani?"
Seorang lelaki jangkung bertopi hitam menyapa Rahel. Ia memberikan senyum termanisnya kepada gadis pujaan hatinya. Ia adalah teman satu jurusan dengan Rahel.
Lelaki itu diam-diam menyukai Rahel sejak pertama kali bertemu di ruangan pembelajaran. Ia menyukai sosok Rahel karena selain parasnya yang cantik, Rahel adalah gadis yang cerdas, sederhana dan tidak banyak gaya.
"Eh, Faisal, aku bisa pulang sendiri, tidak usah repot-repot," ucap Rahel sembari berjalan menuju pintu gerbang kampus.
Rahel lebih nyaman pulang sendiri, daripada harus bersama laki-laki yang bukan mahrom.
"Yuk, bonceng motor aku sekali-kali, agar tidak capek."
Faisal menuntun motor Ninja kesayangannya, sembari menawarkan boncengan kepada Rahel. Ia bersikeras untuk bisa pulang dengannya namun, Rahel menolaknya.
"Tidak, Kak, aku jalan kaki saja agar lebih sehat. Kakak duluan saja," ujar Rahel tetap menolak tawaran dari Faisal.
Berkali-kali Faisal mendekati Rahel selalu gagal. Rahel gadis yang sulit didekati hingga Faisal merasa tertantang. Lalu Faisal beranjak pergi dengan motor Ninjanya.
Lalu Rahel berjalan cepat untuk menuju rumahnya. Tidak lama ia sampai di depan rumahnya. Ia melihat motor NMAX milik ibunya sudah terpakir di halaman rumahnya. Ternyata ibunya sudah pulang bekerja, tetapi ia tidak melihat ayahnya.
"Bun, jam segini sudah pulang? Biasanya jam lima sore baru pulang, bahkan seringkali lembur sampai malam."
Sembari bersalaman dengan ibunya, Rahel menanyakan perihal kepulangan ibunya yang lebih awal dari biasanya.
"Ayahmu sekarang sedang dirawat di rumah sakit, Nak. Ayah pingsan saat jam istirahat tiba. Setelah sepuluh menit diperiksa namun ayah belum siuman juga, akhirnya petugas pabrik membawa Ayah ke rumah sakit terdekat. Nanti Bunda akan menyusul ke sana."
Ibu Rahel tergesa-gesa memasukan pakaian ke dalam tas dan beberapa makanan serta termos untuk dibawa ke rumah sakit.
"Rahel ikut ya, Bun?" ucap Rahel kepada ibunya sambil meletakkan tas yang masih menempel di punggungnya.
Rahel merasa cemas, ia ingin segera bertemu dengan ayahnya yang kini terbaring di rumah sakit. Sementara ia tidak menghiraukan tawaran dari lelaki bernama Harley. Ia akan fokus menemui ayahnya.
"Baiklah, bawalah beberapa pakaian ganti dan keperluan penting lainnya untuk berjaga-jaga," perintah Sintia kepada anaknya yang kini telah masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil barang.
Ibu Rahel bernama Sintia yang berusia tiga puluh delapan tahun bekerja di Pabrik Shampo sama seperti ayahnya yang bernama Gunawan.
Ayahnya berusia empat puluh tahun.
Tidak lama, Rahel keluar dari kamarnya dan membawa tas berisi barang penting yang sewaktu-waktu diperlukan untuk kebutuhan mendesak.
Sementara ibunya Rahel bersiap-siap untuk menstarter motornya. Mereka mulai berangkat menuju rumah sakit. Selang sepuluh menit, mereka sampai di rumah sakit. Mereka langsung menuju ruangan dimana ayah Rahel dirawat.
Seketika Rahel melihat ayahnya terkulai lemas di ranjang rumah sakit. Sintia ibunya Rahel mendekati suami tercintanya dan memegang tangan suaminya sambil menahan rasa sedih di hatinya.
"Ayah cepat bangun, ini Rahel, kenapa Ayah tiba-tiba sakit?" Sembari mengelus tangan ayahnya Rahel meneteskan air mata karena ayahnya saat ini belum sadar.
"Nak, kita berdoa saja semoga Ayah lekas sembuh, ya," ucap Sintia kepada anaknya hingga terlihat matanya berkaca-kaca.
Seketika seorang perawat datang dengan meja dorong yang berisi peralatan medis akan memeriksa keadaan ayah Rahel.
"Bu, silahkan keluar dulu pasien akan segera diperiksa oleh Dokter," ucap perawat tersebut sembari memeriksa ayah Rahel.
"Baik, Sus," ucap Sintia sembari keluar dari ruangan bersama Rahel.
Tidak lama seorang Dokter tampan masuk ke dalam ruangan di mana ayah Rahel di rawat. Rahel dan ibunya menunggu di ruang tunggu dengan perasaan gundah gulana.
"Bun, sebenarnya Ayah sakit apa? Sampai saat ini belum sadarkan diri," tanya Rahel kepada ibunya.
"Kata Dokter kemaren Ayah terkena serangan jantung karena kelelahan dan kondisinya ngedrop."
Sembari duduk di bangku yang disediakan Sintia menjelaskan penyakit suaminya kepada Rahel.
Seketika Dokter muda tampan itu keluar dari ruangan pak Gunawan dan mendekati Rahel dan ibunya seraya berkata,
"Maaf, Bu, suami Anda ...."
Reyhan adalah dokter spesialis jantung yang keluar dari ruang tindakan. Raut wajahnya terlihat gelisah membuat bu Sintia dan Rahel semakin berkecamuk.
"Bagaimana keadaan suami saya, Dok?" Sintia segera ingin mengetahui jawaban dokter.
Sementara Rahel berdiri di sampingnya.
"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan Pak Gunawan, namun kehendak dari Tuhan berbeda," ungkap Reyhan.
Sintia mulai berfirasat buruk. Sedangkan Rahel hanya bisa menahan air mata sembari memegang tangan ibunya.
Dokter Reyhan kembali masuk kedalam ruangan tempat Pak Gunawan dirawat dan memeriksa tubuh lelaki berusia 40 tahun itu. Mata dan bibirnya sudah tertutup rapat. Detak jantungnya pun sudah tidak ada.
Ayah Rahel benar-benar telah meninggal dunia. Sintia dan Rahel menyusul masuk ke dalam ruangan. Rahel menangis sambil memeluk tubuh ayahnya.
Rahel belum siap dengan kepergian ayahnya. Sememtara Sintia di samping anaknya sembari memegang kaki suaminya yang dingin dan menahan air mata.
“Innalillahi wa innailaihi roji'un. Ayah sudah tidak ada, Tidak mungkin! Ayah tidak mungkin pergi secepat ini!" ujar Rahel sampai bulir bening menetes di pipinya.
"Kamu harus kuat, Nak. Kamu jangan menangis lagi agar ayah tenang di alam sana," ucap Sintia yang sebenarnya hatinya juga seperti ditekan oleh batu yang berat.
Kedua ibu dan anak itu saling beradu dalam kesedihan. Takdir yang diberikan Tuhan harus mereka terima dengan lapang dada. Tidak lama perawat datang dan berkata,
"Ini dengan keluarga Pak Gunawan? Semua administrasi biaya rumah sakit sudah lunas, pihak keluarga bisa mempersiapkan untuk pulang. Sementara kepulangan jenazah akan diantar pihak rumah sakit," ucap perawat itu sembari menyodorkan nota pembayaran yang telah lunas.
Ibu dan anak itu saling berpandangan karena belum merasa membayar biaya rumah sakit. Lantas, Sintia bertanya kepada suster tersebut.
"Sus, kami merasa belum menbayar biaya pengobatan suami saya. Kalau boleh tahu siapa orang yang melunasi biaya rumah sakit ini?" tanya Sintia dengan heran.
"Dokter Reyhan yang melunasi semua biaya rumah sakit, Bu. Kalau begitu saya permisi dulu." Suster itu mulai pergi dan bergegas melanjutkan tugasnya.
Lalu Rahel besarta ibunya akan ke mushola yang disediakan oleh rumah sakit untuk melaksanakan sembahyang isya sembari menunggu intruksi dari petugas medis untuk proses mengantar ayahnya menuju rumah.
Tidak lama mereka selesai melakukan sembahyang, Rahel pamit kepada ibunya untuk ke toilet. Setelah selesai dari toilet ia berpapasan dengan dokter Reyhan.
"Dokter, saya mengucapkan terima kasih karena Anda sudah melunasi biaya rumah sakit pengobatan ayah saya." Dengan canggung Rahel mengucapkan terima kasih kepada dokter Reyhan.
"Sama-sama, Nona. Ini kartu nama saya, jika ada yang mau dikonsultasikan bisa hubungi nomer yang tertera dikartu tersebut."
Tidak disangka, dokter Reyhan
menyodorkan kartu namanya kepada Rahel. Sepintas Rahel teringat Harley akan tawaran saat di kampus kemarin.
Lalu Rahel mengeluarkan benda pipih dari sakunya dan menyimpan nomer Harley yang tertera di kartu nama tersebut lalu meneleponnya. Seketika nomer yang ia pencet mulai tersambung.
"Hallo, apa ini dengan Harley Sanjaya?" Tanya Rahel pada Harley.
"Benar, ini dengan siapa, ya?" Terdengar suara tidak asing di telinga Rahel bahwa ia adalah Harley.
"Aku Rahel, orang yang menabrak kamu saat di kampus kemarin hingga membuat laptop kamu rusak." Jawab Rahel.
"Oh, Lantas?" Harley bertanya dengan singkat.
"Aku ingin memberitahukan bahwa besok, aku belum bisa bekerja paruh waktu di Resto milik papa kamu, karena Ayahku telah meninggal dunia dan masih di rumah sakit. Mohon pengertian dari kamu," ucap Rahel memohon.
"Innalillahi wa innailaihi roji'un. Tenang saja, jangan buru-buru. Aku turut berduka cita atas meninggalnya papa kamu. Nanti aku akan menghubungi kamu kembali karena aku sedang menyetir. Seketika Harley mematikan sambungan telepon.
Rahel pun berlari kecil menuju ruangan dimana ibunya berada. Terlihat ibunya sedang mengemasi barang-barang yang akan dibawa pulang. Rahel pun mendekati ibunya dan mulai membatu.
"Nak, kamu ke toiletnya kok lama? Bunda sempat khawatir jika terjadi apa-apa sama kamu," tanya Sintia kepada anaknya dengan rasa cemas.
"Tadi Rahel bertemu dengan Dokter Reyhan. Kemudian Rahel mengucapkan terima kasih karena sudah menolong kita," ucap Rahel sembari membereskan meja yang kotor.
Setelah semuanya beres, Rahel dan ibunya segera bergegas pulang dengan motor mereka agar mereka tiba di rumah lebih awal dari mohil jenazah yang mengantar pak Gunawan.
Selama dua puluh menit mereka tiba di rumah.
Tidak lama ada ibu tetangga yang menanyakan tentang mereka.
"Bu Sintia, sudah dua hari ini Ibu dan Rahel tidak kelihatan dan rumahnya terkunci terus, ada apa, ya?" Ibu gendut berwajah bundar itu penasaran dan bertanya kepada Sintia.
"Begini Bu, Suami saya sempat dirawat di rumah sakit Medika dan sekarang ...."
Sebelum Sintia menjawab pertanyaan dari tetangganya, sebuah mobil ambulan berwarna putih behenti di depan rumahnya. Bebeapa petugas medis mulai keluar dan mengeluarkan jenazah pak Gunawan. Lalu jenazah tersebut dibawa kedalam rumah untuk segera dimandikan.
"Maafkan saya, Bu. Saya tidak tahu kalau suami Ibu sedang dirawat di rumah sakit. Saya turut berduka cita atas meninggalnya Pak Gunawan," ujar ibu itu.
Tetangga tersebut terperanjat kaget saat mengetahui bahwa suami Sintia telah meninggal dunia. Seketika, warga dan sanak saudaranya mulai berduyun-duyun mendatangi rumah bu Sintia untuk bertakziah.
Kini berita kematian Ayah Rahel terdengar sampai ke kampusnya sehingga beberapa dosen dan teman kampusnya bertakziah ke rumahnya.
"Rahel, kami turut berduka atas meninggalnya ayah kamu. ucap salah satu dosen yan bernama Bambang.
"Iya, Pak. Terima Kasih sudah berkenan hadir untuk bertakziah ke rumah kami. Jawab Rahel dengan nada sendu.
Selain itu, beberapa karyawan pabrik Shampo tempat dimana kedua orang tua Rahel bekerja mulai berdatangan dan mengucapkan bala sungkawa kepada bu Sintia dan Rahel.
Detik-detik Ayah Rahel akan dibawa ke pemakaman membuat ibu dan anak itu semakin merasakan kesedihan karena harus berpisah dengan orang yang mereka cintai.
Rahel membawa keranjang berisi bunga mawar untuk ditaburkan di makam ayahnya. Keranda ayahnya dipikul oleh sanak sudaranya. Mereka dengan suka rela membantu meringankan keluarga Rahel.
Akhirnya jenazah pak Gunawan berhasil dimakamkan. Para warga yang ikut serta menguburkan jenazah pak Gunawan kini berduyun-duyun untuk meninggalkan area pemakaman.
Sekarang tinggal Rahel dan ibunya yang berada di pemakaman.
"Semoga Ayah bahagia di alam sana. Rahel janji akan membahagiakan Bunda," ucap Rahel dengan mata berkaca-kaca.
Sembari menaburkan bunga mawar di makam ayahnya, Rahel mengucapkan doa-doa agar ayahnya diberi kebahagiaan di alam barzah. Sementara ibunya juga melakukan hal yang sama.
Tiba-tiba ada yang menyodorkan tisu dari belakang Rahel. Seketika Rahel menoleh ke belakang dan merasa kaget.
"Harley!" Rahel beranjak berdiri dan menghadap ke arah pria itu. Ia tidak percaya jika Harley berada di pemakaman bersamanya.
Jantung Rahel saat itu terasa berdebar. Ia berdiri begitu dekat dengan Harley. Sesaat mata Rahel memandang Harley. Ia terlihat sangat tampan. Harley yang berambut hitam yang disisir rapi serta berhidung mancung.
Harley mengenakan kemeja berwarna hitam dipadukan dengan celana jeans serta aroma parfum dari tubuh pria itu begitu memikat.
"Maaf, saya datang terlambat karena tadi di perjalanan macet." Pemuda itu berdiri menghadap Sintia dan Rahel dengan iris mata berwarna coklat yang mempesona.
"Kamu siapa, Nak? Apakah teman kampus Rahel?" Ibu Rahel merasa penasaran karena tiba-tiba ada pemuda seumuran anaknya berdiri dibelakang anaknya.
"Saya Harley teman satu kampus dengan Rahel. Saya turut berduka cita atas meninggalnya ayah Rahel," ucap Harley dengan lugas dan ramah.
Bu Sintia seraya mengangguk dan tersenyum.
"Oh, temannya. Terima kasih kamu sudah berkenan hadir di pemakaman suami saya. Yuk, mampir ke rumah kami sepertinya akan hujan karena mendung."
Bu Sintia mengajak Harley untuk mampir ke rumahnya sementara Rahel hanya diam dan sesekali mencuri pandang kepada Harley.
"Baik, Tante." Harley tidak menolak tawaran dari Sintia karena ingin menghormati orang yang lebih tua.
Lalu Rahel dan Sintia berjalan menuju ke rumah. Harley membuntuti di belakang mereka. Tidak lama mereka sampai di rumah. Benar, ternyata hujan mulai turun saat itu juga.
Saat tiba di rumah, ada beberapa sanak saudara dan tetangga yang membantu memasak untuk acara pengajian di malam harinya dan menyiapkan suguhan bagi tamu yang datang.
"Silakan duduk di bangku sederhana milik kami, Nak." Sintia mempersilakan Harley sembari berjalan menuju salah satu ruangan.
"Iya, Tante." Harley duduk sambil melihat-lihat bingkai foto milik keluarga Rahel yang terpampang di dinding dekat dengan ruang tamu.
Hilir mudik beberapa keluarga Rahel untuk mempersilakan tamu yang datang. Tidak lama Rahel kembali ke ruang tamu dam membawa segelas teh manis untuk Harley. Bu Sintia sibuk menemui tamu yag datang, jadi tidak sempat mengobrol dengan Harley.
"Rahel, terima kasih tehnya. Aku tidak bisa lama di sini karena harus ke kampus ada tugas dari dosen yang harus diselesaikan. Jangan lupa, jika kamu sudah ada luang waktu aku tunggu di Resto KIN'S RAMEN, aku menunggumu."
Seketika Harley menghabiskan teh manis yang dibuat gadis cantik bernama Rahel. Lalu ia berpamitan dengan bu Sintia dan Rahel. Ia berjalan menuju tempat mobilnya yang terparkir tidak jauh dari ruma Rahel. Ia melajukan mobilnya menyusuri gang sempit sampai tidak terlihat dari rumah duka.
Setelah para tamu berangsur-angsur mulai berkurang, Sintia beristirahat di bangku tamu seraya ngobrol dengan Rahel.
"Nak, pemuda tadi, apakah pacar kamu?" Sintia penasaran dengan Harley dan menanyakan kepada anaknya.
"Bukan, Ma. Harley bukan pacarku, tetapi aku telah menjatuhkan laptop miliknya hingga pecah dan rusak. Aku akan mengganti laptop dia dengan bekerja paruh waktu di resto milik papanya. Kami sudah berembuk saat di kampus dan sudah menyetujuinya," ucap Rahel sembari meminum teh hangat karena nggorokannya terasa haus setelah seharian tidak istirahat.
"Oh, Kirain. Tapi apa kamu sanggup membagi waktu untuk bekerja paruh waktu?" tanya Sintia manggut-manggut.
"Harus sanggup, itu sudah menjadi resiko Rahel."
Ia sebenarnya tidak begitu yakin dengan tawaran Harley, tetapi harus dijalani terlebih dahulu, Hasilnya serahkan kepada Alloh.
"Sip. Kamu harus berhati-hati jangan ceroboh lagi ya, Nak," ujar Sintia sembari mencubit hidung anaknya yang menggemaskan.
*** *** ***
"Harley kemana ya, pak? Tadi pagi saya tidak melihat Harley di Restonya yang biasanya dia mampir dulu dan mengecek total pendapatan Resto."
Putriana masuk ke dalam rumah mencari anaknya yaitu Harley Sanjaya. Tetapi, anaknya tidak ada. Lalu ia menanyakan kepada sopirnya yang bernama Mahendra.
"Tuan Muda pergi ke rumah teman kampusnya untuk bertakziah, Nyonya. Yang saya tahu akhir-akhir ini Tuan Muda sering melamun dan secara tidak sengaja melihat isi kertas yang bertuliskan mencintai seorang gadis." Pak Mahendra menjawab pertanyaan majikannya sembari mengelap mobil JEEP hitam milik Putriana.
"Saya mohon selidiki aktivitas anak saya dan ia berinteraksi dengan siapa saja kasih tahu saya!" perintah Putriana kepada sopirnya.
Putriana tidak mau anaknya berhubungan dekat dengan gadis miskin dari rakyat jelata. Ini akan mempengaruhi bisnis yang ia kembangkan bersama suaminya. Harley akan dijodohkan dengan wanita yang setara yaitu keturunan pengusaha kaya raya.
Harley adalah anak kedua dari pasangan yang bernama Putriana yang berusia 40 tahun dan Kinzo Sanjaya yang berusia 45 tahun. Anak kedua mereka bernama Aura Amora yang berusia 25 tahun yang sekarang bersama suaminya berada di Singapura.
Kedua orang tua Harley bersama-sama terjun dalam dunia resto yang diberi nama KIN'S RAMEN. Cabangnya tersebar sampai ke negeri tetangga.
Setelah dari pemakaman, Harley langsung pergi ke kampus. Ia ada tugas dari pak dosen untuk membuat proposal kepanitiaan Seminar Pemuda Indonesia Hebat.
"Harley, saya harap pekan depan tugas kamu selesai. Jangan sampai telat karena acara akan diadakan dua pekan kemudian. Saya percaya kamu bisa, karena kamu Presiden BEM di kampus ini," ucap dosen yang berumur sekitar 35 tahun sambil menepuk pudak Harley.
"Siap, Pak." Jawab Harley.
Harley mulai mengerjakan proposal di ruang kuliahnya dan segera mengetikan tulisan di depan laptop barunya dengan gesit.
Tiba-tiba ponsel Harley berdering. Seketika ia mengambil benda pipih dari sakunya. Lalu ia mengangkat telepon yang ternyata adalah mamanya.
"Halo, ada apa, Ma?" ucap harley sembari mengerjakan tugas.
"Kamu dimana sayang? Mama tadi pagi tidak melihat kamu di Resto yang kebetulan mama mampir ke situ," ujar Putriana cemas kepada anaknya.
"Oh, tadi aku lagi di makam untuk takziah ke rumah temenku karena ayahnya meninggal dunia. Lalu aku bergegas ke kampus ada tugas membuat proposal. Mama jangan khawatir, ya?" jawab Harley.
"Temennya bernama siapa, ya? Orang tuanya pekerjaannya apa?" Putriana menginterogasi Harley untuk memastikan ia berteman dengan orang berada ataukah anak seorang rakyat jelata.
"Kapan-kapan Harley kenalin kok, Ma. Yang pasti orang tua temanku bekerja secara halal."
Dengan kesal Harley memutuskan sambungan telepon karena yang dibahas mamanya hanya soal status pekerjaan, kehormatan dan kekayaan. Harley jenuh dengan kehidupan seperti itu. Ia ingin menemukan kebahagiaan hakiki dalam hidupnya.
Lalu Harley melanjutkan tugasnya yang menumpuk. Tiba-tiba terdengar suara wanita menyapa dirinya.
"Harley kamu belum pulang? Kamu istirahat dulu gih. Temenin aku makan, yuk."
Seorang kakak senior yang bernama Dewi mengajak Harley untuk makan. Namun, Harley menolak dengan halus.
"Nanti saja, kamu duluan saja, tugasnya tanggung," jawab Harley ketus tanpa melirik gadis itu sedikit pun.
"Oke, tapi aku beliin makanan buat kamu, ya? Jangan menolak!"
Tanpa menunggu jawaban dari Harley gadis itu pergi untuk membeli makanan. Tidak lama Dewi membawa dua bungkus seblak dan menyodorkan satu bungkus kepada Harley.
"Harley, ini satu bungkus seblak kuberikan untukmu, dimakan, ya?" ucap Dewi dengan nada genit.
"Letakkan saja di atas meja ini." Harley sebenarnya lapar, namun dia malas meladeni wanita genit seperti Dewi. Sedari tadi tugasnya sudah selesai. Namun ia berpura-pura mengetik tulisan.
"Oke, aku temenin sampai kelar tugasnya, ya?" Dewi memegang kemeja Harley untuk menggodanya.
Selang dua menit terdengar bunyi yang mengagetkan telinga.
Brak!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!