Seorang wanita cantik tampak gelisah saat menunggu di sudut kelas.
Meskipun ia datang lebih awal namun tak membuatnya mendapatkan antrian pertama untuk mengambil raport putrinya. Tentu saja karena sang wali kelas tak membagikan raport berdasarkan absen atau antrian kedatangan. Wali kelas memilih membagikan raport berdasarkan prestasi siswa.
"Diva Putri Khairunnisa!"
Seketika Rachel memasukkan ponselnya saat mendengar nama putrinya di panggil.
"Akhirnya setelah hampir dua jam menunggu, dipanggil juga," gerutu Rachel segera merapikan penampilannya sebelum menemui sang wali kelas.
"Selamat siang Pak," sapa Rachel dengan seulas senyum manis di wajahnya
"Siang Bu," jawab pria itu datar
Ia segera membuka raport terakhir mejanya.
Tanpa basa-basi pria itu memberitahukan Rachel jika putrinya Diva kembali tak naik kelas.
Seketika wajah Rachel berubah muram mendengarnya, meskipun ini bukan pertama kalinya tapi tetap saja wanita itu merasa kecewa sekaligus malu dengan kebodohan putrinya yang sudah tak bisa diterima akal sehat lagi.
"Seperti yang tertera dalam tata tertib sekolah, jika seorang siswa sudah tidak naik kelas berturut-turut sebanyak dua kali maka dia harus keluar dari sekolah ini," ucapan wali kelas kali ini benar-benar membuat Rachel shock.
Bagaimana tidak sudah tidak naik kelas dia harus pindah sekolah juga.
"Apa Diva bisa naik jika pindah sekolah?" tanya wanita itu
"Tentu saja, tapi syaratnya harus pindah sekolah," jawab sang wali kelas
"Ok deal!" seru Rachel segera menjabat tangan pria itu.
Ia kemudian segera mengambil raport itu dan bergegas pergi meninggalkan kelas.
Tidak lama ia kembali lagi sambil membawa sebuah paper bag, "Maaf Pak Guru, lupa hadiahnya kebawa lagi. Terimakasih banyak sudah sabar menghadapi Diva yang super super kalem," ucap Rachel menyunggingkan senyumnya
"Sama-sama Bu, terimakasih juga bingkisannya," jawab pria itu
"Miyabi," jawab Rachel pelan
Seketika sang wali kelas membelakakan matanya mendengar ucapan Rachel.
"Mi... miabi??" ucapnya dengan wajah pucat
"Miyabi Terimakasih my baby," sahut Rachel mengeringkan matanya
"Oh iya sama-sama Bunda," jawab pria itu dengan wajah ketakutan melihat wanita yang sontak membuat jantungnya terus berdetak tak karuan
"Mamah!"
Tiba-tiba senyum Rachel seketika sirna saat mendengar Diva memanggilnya.
"Ah sial, dasar bocil gak bisa lihat emaknya seneng dikit," gerutu Rachel menoleh sengit kearah Diva.
Gadis mungil itu hanya segera mengajaknya pulang dengan membalikkan jempolnya.
"Ish, nyebelin!"
Ia kembali tersenyum saat menatap wali kelas Diva.
"Maaf pak sepertinya Diva sudah tak sabar untuk melihat sekolah barunya, jadi kalau begitu saya pamit ya pak," ucap wanita itu kembali menjabat tangan pria itu
"Iya Bunda silakan,"
Rachel segera menghampiri Diva dan mengajaknya jalan menuju ke parkiran mobil.
"Hari ini kita langsung cari sekolah baru buat kamu," ucap Rachel
"Sekolah baru, memangnya aku dikeluarkan kah?" jawab Diva sambil memainkan ponselnya
"Sepertinya begitu meskipun mereka memberikan hadiah kecil," jawab Rachel
"Hadiah apa,"
"Alhamdulillah setelah dua tahun kamu bertahan di sana, akhirnya kamu berhasil naik kelas meskipun harus pindah ke sekolah,"
"Yes, akhirnya aku keluar juga dari penjara itu. Lagipula bosen juga kalau harus bertahan di satu sekolah dalam waktu lama," jawab Diva seketika mendapat toyoran dari ibunya
"Dasar dudul, kapan sih kamu bisa membanggakan mamah dengan prestasi. Dari SD sampai SMP kamu sudah membuat ibu naik darah sekarang sudah SMA juga belum berubah. Ya Allah dosa apa yang sudah aku perbuat di masa lalu hingga punya anak seperti dia!" celoteh Rachel
"Jangan berkata seperti itu mah, gak baik. Gak boleh menyesali anugerah yang diberikan Tuhan, ingat anak adalah harta yang paling berharga, karena tidak semua orang bisa memiliki anak jadi mamah harus bersyukur punya anak seperti Diva,"
"Iya, iya, Alhamdulillah ya Allah terima kasih sudah memberikan anak yang cantik walaupun otaknya kurang dikit," sahut Rachel
"Terus Diva mau pindah ke sekolah dimana?"
Rachel membuka ponselnya. Ia kemudian menghubungi teman-temannya untuk bertanya sekolah yang bagus untuk Diva.
Ia kemudian mendapatkan sebuah jawaban dari sahabat dekatnya.
"Yes dapat!" seru Rachel
Ia kemudian meminta sopirnya untuk mengantarnya kesebuah sekolah.
Setibanya di sekolah tujuan, Rachel segera mengajak Diva turun dari mobil. Ia mengajaknya untuk menemui kepala sekolah.
Sepanjang perjalanan Diva tampak melihat sekelilingnya.
"Hampir sama dengan sekolah pada umumnya, hanya saja sepertinya sekolah ini lebih bebas," ucap Diva
Rachel segera menarik Diva saat sudah tiba di depan ruang kepala sekolah.
"Selamat pagi pak," sapa Rachel
"Pagi Bu, silakan duduk,"
Rachel segera duduk dan menyampaikan maksud kedatangannya. Ia juga menyerahkan semua dokumen kepindahan Diva yang sudah diberikan oleh wali kelasnya.
"Kebetulan sekali ada satu siswa kami yang pindah, jadi putri ibu masih bisa kami terima. Karena sebenarnya kami memang sengaja tidak menerima banyak siswa di sekolah ini," ucap kepala sekolah
"Jadi anak saya di terima dengan segala kekurangannya pak?" tanya Rachel
"Benar, semoga saja Diva bisa berubah di sekolah ini,"
"Aamiin!" sahut Rachel
Ia buru-buru mengambil sebuah amplop coklat yang berisi uang dan memberikannya kepada kepala sekolah.
"Ibu kalau mau bayar administrasi bukan sama saya, tapi di bawah ya sama pihak administrasi biar sekalian dapat seragam baru juga,"
"Oh bukan pak ini lain lagi," jawab Rachel
"Lain apanya??"
"Ini khusus buat Bapak, titip anak saya ya pak jangan sampai lecet, dan semoga Diva bisa selalu naik kelas di sini," bisik Rachel
"Wah kalau itu gampang lah Bu, yang penting Diva nya betah dulu di sini. Karena kalau sudah nyaman dan senang anak pasti bisa konsentrasi belajar sehingga berpengaruh terhadap nilainya, seperti kata pujangga Cinta merubah segalanya. Jadi yang pertama cintai dulu sekolah ini insya Allah Diva bisa naik kelas," terang kepala sekolah
"Aamiin,"
"Baik Pak, kalau begitu saya pamit ya mau ke bagian administrasi sekalian lihat-lihat lingkungan sekolah, kali aja ada yang bikin jatuh cinta," ucap Rachel
"Oh iya Bu, silakan,"
Rachel segera keluar dari ruangan itu dan mencari ruang administrasi.
Selesai melakukan pembayaran biaya administrasi sekolah, Rachel mengajak Diva berkeliling sebentar untuk melihat lingkungan sekolah barunya.
"Meskipun sekolah ini terlihat lebih bebas dari sekolah mu dulu, tetap saja kau harus menjaga sikapmu. Jangan terlalu berlebihan dan tetaplah menjadi Diva yang imut dan menyebalkan,"
"Ok," jawab Diva singkat
#Sebulan kemudian.....
Liburan panjang sudah usai kini saatnya para siswa kembali masuk ke sekolah dan berkutat lagi dengan berbagai tugas dari guru-guru yang katanya akan merubah masa depannya menjadi cerah secerah matahari pagi meskipun kenyataannya banyak siswa yang tidak mendapatkan masah depan cerah setelah lulus sekolah.
Ada yang bilang tergantung amal perbuatan, tapi kalau aku sih percaya semuanya karena Hoki dan Kesempatan.
Diva tampak santai saat tiba di sekolah barunya.
Rachel tak lupa mengantarnya menemui wali kelasnya yang baru. Seperti emak-emak pada umumnya ia tak lupa membawa bingkisan untuk wali kelas barunya dengan harapan anaknya akan mendapatkan perlakuan yang baik darinya.
"Titip anak saya ya Bu, mudah-mudahan Diva berubah dibawah bimbingan Bu Guru,_"
Rachel kemudian meninggalkan Diva setelah memastikan ia masuk ke kelas barunya.
Semua siswa yang tampak berisik seketika terdiam saat melihat kedatangan sang wali kelas bersama Diva yang begitu cantik hari itu.
"Wah cantiknya anak baru!" seru salah seorang siswa segera membangunkan teman sebangkunya
"Hmm,"
"Lihat ada yang bening!" ucapnya sambil menunjuk kearah Diva.
"Perkenalkan saya Diva, pindahan dari SMA Karya Bangsa, mohon bimbingannya teman-teman,"
"Tenang saja Div, nanti aku bimbing kamu sampai ke KUA!" seru salah seorang siswa membuat semua siswa langsung tertawa
Diva hanya tersenyum sinis menanggapi celotehan teman barunya itu.
Ia kemudian segera duduk di bangku kosong yang sudah di sediakan.
Tidak lama wali kelas pergi dan di gantikan oleh guru mapel.
Jam istirahat pun berbunyi semua siswa segera keluar menuju ke Kantin. Diva mengeluarkan kotak bekalnya dan memakan semua makanan yang disiapkan oleh ibunya.
Dua orang siswa terlihat berkeliling mendatangi para siswa yang ada dikelas dan meminta sesuatu darinya.
Diva hanya diam dan cuek ia tetap menghabiskan bekalnya tanpa terganggu dengan beberapa siswa yang tampak membully teman-temannya.
*Byuur!!
Seketika Diva berhenti mengunyah saat merasakan rambutnya basah tersiram air.
Ia kemudian menoleh ke belakang untuk melihat siapa pelakunya.
"Sorry anak baru, gue salah sasaran!"
Diva kembali melanjutkan sarapannya, dan kali ini ia merasakan sebuah tepung mendarat di kepalanya.
Ia mengambil tisu dan mengusap wajahnya.
Kedua pria itu kemudian beranjak dari duduknya dan menghampiri Diva.
"Sorry, anggap aja itu sebagi perkenalan dari kita," jawab pria itu tersenyum kearahnya
"Harusnya sebagai siswa baru kamu harus membayar sejumlah uang kepada kami tapi karena kamu seorang perempuan sepertinya cukup dengan meninggalkan nomor ponsel kamu. Btw sorry karena gue terpaksa melakukan ini karena lo terlalu cuek dan gak peka!"
Pria itu kemudian mengeluarkan ponselnya dan memberikannya kepada Diva.
"Silakan masukan nomor ponsel kamu,"
Diva segera mengambil handphone pria itu dan membantingnya.
*Braakkk!!
Hampir semua mata kini tertuju pada Diva yang begitu berani membating ponsel milik Hara, seorang siswa yang paling di takuti oleh anak-anak jurusan IPS.
Hara seketika melotot kearahnya, namun Diva terlihat santai dan kembali melanjutkan sarapannya tanpa rasa bersalah sedikitpun.
"Dasar cewek sarap, lo pikir hp gue dadu apa main lempar-lempar aja. Aku gak mau tahu pokoknya kamu harus ganti hp gue!" hardik Hara
Seorang siswa yang tertidur di deretan bangku belakang seketika terbangun saat mendengar keributan Hara dan Diva.
Ia segera bangun dan menghampiri keduanya.
Melihat Dru terbangun Hara segera mengadu kenapa ia begitu kesal kepada Diva.
Dru mengambil ponsel Hara yang tergeletak di lantai.
"Kenapa lo banting ponsel Hara!"
"Karena hpnya jelek," jawab Diva membuat semua siswa langsung tercengang mendengar jawaban gadis itu.
Dru seketika mengambil kotak nasi Diva dan menuangnya ke lantai.
"Karena kau adalah murid baru jadi aku memaklumi jika kau tidak mengenal siapa kami. Tapi aku juga tidak suka melihat seorang perempuan kasar seperti mu yang memanfaatkan sisi lemah mu untuk mengusik kami," ucap Dru terlihat sinis
"Ah siapa bilang aku cewek lemah, jangan sotoy!" sahut Diva dengan suara lantang
Ia kemudian mendorong Dru dan memunguti nasi yang berserakan di lantai.
"Meskipun kami adalah berandalan di sekolah ini, tapi aku tidak pernah melukai seorang perempuan, jadi sebaiknya kau segera minta maaf pada Hara dan bila perlu ganti ponselnya!"
Diva semakin meradang mendengar ucapan Dru. Ia segera bangkit dan berdiri. Ia menatap nyalang kedua pria itu, "Cih, tak melukai seorang perempuan tapi melemparkan air ke kepalaku. Bukankah itu juga melukai!" seru Diva kemudian memperlihatkan keningnya yang benjol karena terkena botol minuman yang di lempar Hara
"Dia sudah membuat ku terluka, jadi wajar saja jika aku membalasnya. So kenapa harus minta maaf, emangnya aku salah apa?" jawab Diva membuat Dru semakin kesal dengannya.
"Kau sudah merusak ponselnya, apa kau masih tak merasa bersalah?" hardiknya
"Anggap saja kita impas, dia sudah melempari ku dengan botol minuman dan aku membanting ponselnya, ok dela!" seru Diva
"Tidak bisa kau harus tetap meminta maaf padanya!" seru Dru semakin kesal
"Kalau begitu dia harus meminta maaf lebih dulu padaku, baru aku minta maaf padanya," jawab Diva
"Hah dasar cewek bosoh, pantas saja kau tidak naik sampai tiga kali ternyata kau benar-benar tolol!" sahut Dru
"Memangnya kenapa kalau aku bodoh. Lagipula peduli amat aku bodoh, karena semua orang menyukai aku bukan karena otakku tapi dari wajahku dan uangku!"
"Ah dasar cewek sialan, aku sudah tak tahan lagi,"
Dru segera mengangkat tangannya dan berusaha menampar wajah gadis itu, namun di luar dugaan Diva segera menangkap tangannya dan memelintirnya hingga ia mengerang kesakitan.
Hara yang berusaha membantunya bahkan terhempas membentur meja setelah terkena tendangan keras gadis itu.
Tak puas mematahkan lengan Dru, Diva menghajar pria itu hingga sempoyongan.
"Jangan pernah meremehkan seorang wanita, karena tak semuanya wanita lemah!" ucap gadis itu
Semua siswa tampak terkejut melihat kemampuan bertarung Diva yang berhasil membuat kedua jagoan mereka bertekuk lutut di lantai.
Dengan santai gadis itu segera mengambil kotak bekalnya dan membawanya ke toilet untuk dibersihkan.
Bel masuk berdering, semua siswa segera bergegas memasuki ruang kelasnya.
Diva yang kekenyangan terlihat merebahkan kepalanya di meja dan tertidur pulas selama pelajaran hingga jam pulang.
Tak seorangpun siswa yang berani membangunkannya sehingga ia ditinggal di dalam kelas saat semua siswa pulang.
Diva tak berhenti menggerutu saat mengetahui dirinya bangun pukul lima sore.
"Ah sial, kenapa tak satupun yang membangunkan aku, kalau begini aku bisa kena marah ibu karena pulang terlambat!"
Diva segera merapikan bukunya dan berlari keluar kelas.
Sekolah tampak sepi karena semua siswa sudah pulang. Ia berlari terburu-buru menuju ke halte bus. Saat melewati lapangan ia melihat Hara dan Dru bersama teman-temannya sedang berhadapan dengan siswa dari sekolah lain.
Mereka sepertinya hendajbheejhh
Meskipun tahu teman-temannya akan terlibat tawuran namun Diva tak peduli, baginya ibunya lebih menyeramkan daripada harus membantu teman-temannya.
Itulah yang membuatnya hanya duduk manis melihat para preman sekolah itu saling adau jotos.
"Kalian pikir akan merasa senang jika berhasil mengalahkan mereka. Dasar cowok menyebalkan!"
Diva mulai terkejut saat melihat Dru dan Hara semakin brutal menghajar setiap musuh-musuhnya.
"Meskipun kalian menyebalkan, tapi aku sangat menyukai persahabatan kalian," ucap Diva tampak tersenyum melihat kekompakan Dru dan Hara.
Ia segera bersiap-siap saat sebuah Bus melintas di depannya. Namun ia mengurungkan niatnya saat melihat bus begitu penuh.
Ia kembali duduk di halte dan mengamati pertarungan Hara dan Dru melawan musuh-musuhnya.
Diva terkesiap saat melihat Hara mulai ambruk di tengah pertarungan. Ia sebenarnya ingin membantunya namun karena takut dengan Ibunya iapun tak berani mengambil resiko.
Diva hanya duduk manis di halte bus sambil menikmati pemandangan teman-temannya yang sedang berkelahi dengan para siswa dari sekolah lain.
Ia melihat kedua berandal di kelasnya Hara dan Dru terlihat begitu tangguh saat menghadapi musuh-musuhnya.
"Sepertinya mereka begitu tangguh jadi aku tak perlu membantunya," gumam Diva
Sebuah bus berhenti tepat di depannya. Diva segera bergegas daru duduknya.
Namun sayangnya Diva harus gigit jari karena bus terlalu penuh sehingga ia tak bisa masuk kedalam.
Ponselnya terus berbunyi membuatnya merasa kesal.
"Berisik sekali, Halo mah,"
"Sayang, hari ini mamah ada pekerjaan mendadak dan mungkin akan pulang larut malam. Makanan kamu sudah mama siapkan di meja makan jangan lupa di panaskan supaya tidak basi,"
"Ok mah," jawab Diva kemudian mematikan ponselnya
"Yes!!" seru gadis itu begitu senang
Saat bus melaju, Diva tercengang melihat Dru dan Hara yang kewalahan melawan ratusan musuhnya.
"Wah sepertinya jumlah mereka bertambah tiga kali lipat,"
*Braakk!!
Hara tampak tak berdaya saat beberapa siswa memukulinya dengan tongkat baseball.
Diva membelakakan matanya saat seorang siswa mengeluarkan sebuah samurai dan menghunuskan kepada Hara.
*Praang!!!
Sebuah batu melesat mengenai seorang siswa hingga samurai terlepas dari tangannya.
Dru segera menarik Hara dan memberikan komando kepada teman-temannya untuk mundur.
"Ah dasar payah!" pekik Diva yang kecewa melihat kekalahan Dru dan Hara
Semua siswa musuh langsung memeriksa semua siswa yang ada di halte bus.
Mereka memeriksa bed sekolah setiap siswa yang ada di sana untuk menemukan Dru dan Hara.
Seorang siswa segera menyeret Diva saat mengetahui ia berasal dari sekolah yang sama dengan Dru.
"Aku menemukan anak Karba!" serunya sambil menarik Diva
Seketika Hara dan Dru yang bersembunyi begitu terkejut.
Ia semakin terkejut saat melihat mereka menangkap seorang siswa perempuan.
"Bagaimana ini mereka menangkap anak perempuan?" ucap Dru dengan wajah bersalah
"Kita harus menyelamatkannya, aku tak bisa membiarkan dia celaka karena kita,"
Hara segera menariknya saat Dru berusaha keluar dari persembunyiannya.
"Kita memang harus menolongnya, tapi jangan konyol!" jawab Hara
Hara memberikan pengertian kepada Dru untuk tidak gegabah dalam menyelamatkan teman mereka.
Sementara itu, Diva tampak tak nyaman saat pria itu terus menyeretnya.
"Lepasin tangan gue!" serunya dengan mata melotot
Seorang siswa tampak marah saat mengetahui temannya membawa seorang siswa perempuan.
"Kenapa kau membawanya, dia seorang perempuan!"
"Aku tidak peduli, siapapun dia jika dia anak Karba maka kita harus memberinya pelajaran agar Dru dan Hara tahu kalau mereka tak nisa semena-mena terhadap kita,"
"Dasar brengsek, beraninya sama anak perempuan!" seru Diva
Seketika pria itu menghardiknya hingga mengarahkan tinju kepadanya.
"Berhenti, jangan pernah menyakiti seorang wanita atau aku akan membuat kalian tak bisa berjalan lagi!" seru Dru dari kejauhan
Diva segera memalingkan wajahnya agar kedua berandal itu tak mengenalinya.
Para siswa lawan tampak senang melihat kemunculan dua pria yang mereka cari. Ia segera mendorong Diva saat melihat kemunculan mereka.
"Aww, dasar brengsek, beraninya dia menyentuhku!" pekik Diva mengepalkan tangannya beberapa orang siswa langsung berdiri di belakang gadis itu sambil membawa balok kayu.
"Maju, atau aku. akan meremukkan tulang belulang gadis ini!"
Hara segera melompat menyerang mereka sedangkan Dru memeluk Diva, saat beberapa musuh mereka menghantamkan balok kayu kearahnya.
*Buugghh!!
Diva masih memalingkan wajahnya agar Dru tak mengenalinya. Namun sebuah tendangan keras membuat keduanya terhempas ke jalanan.
Dru segera bangun dan menghampiri Diva yay terlepas dari pelukannya.
"Apa kau baik-baik saja?" tanyanya dengan wajah khawatir
Diva mengangguk pelan. Seketika Dru langsung mundur beberapa langkah saat mengetahui siswa yang diselamatkannya adalah Diva.
"Kau???"
"Minggir!" ia segera mendorong Dru saat sebuah balok kayu melesat kearahnya.
Diva segera membuka tasnya dan mengambil pena kesayangannya untuk menghadapi para musuh-musuhnya.
Gadis itu terlihat begitu gesit saat menghadapi musuh-musuhnya. Gerakannya yang cepat membuat lawan-lawannya kewalahan.
Melihat jumlah lawan semakin banyak Hara mengisyaratkan mereka untuk segera kabur.
Dru kemudian menggandeng Diva dan mengajaknya lari meninggalkan tempat itu.
Tidak lama beberapa mobil polisi tiba dan mengamankan semua siswa yang terlibat tawuran.
"Cepat naik!" seru Dru menyuruh Diva naik keatas motornya,
"Naik motor??" Seketika bayangan mass lalu Diva kembali melintas.
Gadis itu terlihat pucat dan ketakutan saat harus naik sepeda motor. Tentu saja itu karena kecelakaan yang pernah menimpanya beberapa tahun silam yang membuatnya trauma.
"Ayo cepat naik!" kembali Dru berteriak saat melihat polisi semakin mendekatinya
Melihat Diva yang terus tetap tak bergeming membuat Hara segera menarik gadis itu hingga Diva tak punya pilihan lain selain naik keatas motornya.
Hara membawa motornya dengan kecepatan tinggi membuat gadis itu memeluknya erat.
Diva yang ketakutan tampak menyandarkan kepalanya di bahu pemuda itu.
*Ciitt!!!
Hara menghentikan motornya di depan sebuah rumah sederhana.
"Ayo turun!" seru pria itu dengan suara lantang
Diva tak bergeming ia tetap memeluknya erat membuat Hara melepaskan lengannya yang masih melingkar di perutnya.
Ia juga mendorong kepala Diva yang masih menempelkan di bahunya.
Ia segera turun dari motornya, namun Diva masih mematung di atas motornya.
Melihat wajah Diva yang pucat, Hara segera tahu jika gadis itu tidak baik-baik saja.
Ia segera membantunya turun dan memapahnya masuk kedalam rumahnya.
Hara begitu terkejut saat mengetahui tangan gadis itu begitu dingin.
Ia buru-buru membuatkan segelas teh hangat untuknya.
"Minumlah!"
Melihat tangan Diva yang gemetaran saat mengangkat gelas itu, membuat Hara segera membantunya.
"Sebaiknya kau istirahat saja di sini sampai kondisi mu membaik,"
Diva mengangguk dan segera merebahkan tubuhnya di sofa.
Tidak lama Dru memasuki ruangan itu.
"Kenapa dia?" tanya Dru mengerutkan keningnya
"Sepertinya dia tak biasa naik motor makanya agak sedikit shock," jawab Hara
"Wah dia pasti anak orang kaya sehingga tak pernah naik motor!" sahut Dru
Hara menatap wajah cantik Diva yang terlelap di depannya.
"Bagaimana dengan yang lain?" tanya Hara
"Semuanya aman, aku sudah memastikan mereka pulang dengan selamat," jawab Dru
"Syukurlah,"
*Dreet, dreet, dreet!!
Kedua pemuda itu tercengang saat mendengar suara ponsel Diva terus berdering.
Dru perlahan mengeluarkannya dari dalam tas Diva.
"Mama!" pekiknya kemudian memberikan ponsel itu kepada Hara
"Sepertinya ini dari mamahnya, kita harus mengangkatnya," ucap Hara
"Yaudah angkat!" sahut Dru
"Sebaiknya kau saja, kau tahu kan kalau aku suka gagap saat bicara dengan orang asing,"
Dru segera mengambil ponsel itu dan berbincang dengan orang tua Diva.
"Sekarang Diva ada di rumah saya Tante, kebetulan kami ada kerja kelompok jadi mungkin Diva pulang agak sore Tan,"
"Ok, kalau begitu kabari Tante kalau kalian sudah selesai,"
"Baik Tante," jawab Dru segera mengakhiri panggilannya
Tidak lama Diva membuka matanya.
Melihat Dru memegang ponselnya iapun langsung merebutnya.
"Tadi mamah kamu telpon, tapi tenang aja aku sudah memberitahunya kalau kamu sedang ada kerja kelompok," tukas Dru
"Oh," Diva segera duduk dan merapikan penampilannya
"Kalau gitu anterin aku pulang!" seru gadis itu membuat kedua Pemuda itu saling berpandangan
"Maaf aku gak bisa antar dia pulang karena banyak kerjaan. Sebaiknya kamu aja Dru yang antar dia,"
"Aku juga gak bisa Har, aku harus les privat," jawab Dru
"Dasar berandal, sejak kapan berandalan jadi anak baik pakai les segala. Pokoknya aku gak mau tahu, kalian berdua harus antar aku pulang, karena kalau tidak aku akan melaporkan kejadian hari ini kepada kepala sekolah," ancam Diva
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!