"Perkenalkan ini Putra sulung ku. Ia akan menjadi penerus PT. Sinar Abadi dan menggantikan posisi ku menjadi CEO." ujar Rafael Widjaja saat memperkenalkan putranya.
"Halo semua, selamat siang. Aku Bastian Widjaja. Mohon bantuan untuk kedepannya." ujar Bastian.
Suara riuh ruangan terdengar, semua saling berbisik tentang kehadiran Bastian Widjaja yang tiba tiba.
"Mohon tenang, umur putra ku masih 22 tahun. Ia lulusan dari Harvard. Sebelum menjadi CEO, aku akan memberikan waktu satu tahun kedepan untuk membuktikan kinerjanya, jika ia mampu dan membuat semuanya puas. Aku akan mengembalikan keputusan kepada kalian semua." sambung Rafael.
Setelah melakukan perundingan yang cukup lama, semua akhirnya mengangguk setuju. Sejak saat itulah Bastian mulai bekerja di perusahaan ayahnya. Selama satu tahun tidak ada yang bisa meragukan kemampuannya. Bahkan ia melebihi kinerja Rafael Widjaja. Sebelum menjadi CEO pun, media sudah memberitakan penerus pengusaha baru yang tampan dan jenius. Bahkan tak ada yang mampu menghindari pesonanya.
Tapi ada satu sikapnya yang membuat siapapun tak mau mendekatinya. Bastian adalah pria yang sangat arogan dan kejam, melebihi ayahnya dulu. Sedikit saja kesalahan yang dibuat karyawannya. Ia tak segan segan membentak maupun melempar barang barang di depan karyawan tersebut. Selama setahun ia menjalani masa percobaan, ia sudah menunjukkan sikap kejamnya itu.
*****
Setahun kemudian, rapat Direksi kembali dilakukan. Ini adalah keputusan untuk masa depan PT. Sinar Abadi dan CEO baru.
"Masa percobaan sudah satu tahun, kini saatnya kalian membuat keputusan. Siapa yang setuju aku menyerahkan jabatan CEO pada putra ku, Bastian Widjaja." Ujar Rafael.
Semua para Direksi mengangkat tangannya. Rafael sangat bangga akan keberhasilan putranya. "Baiklah keputusan sudah dibuat, aku minta pensiun dini dari pekerjaan ku. Dan aku akan menyerahkan semua tanggung jawab ini pada putra ku. Bastian Widjaja, selamat atas jabatan barumu." sambung Rafael.
Suara tepuk tangan terdengar gemuruh di ruangan rapat.
"Terima kasih atas kepercayaan kalian terhadap ku, kedepannya aku sangat membutuhkan bantuan kalian semua." ujar Bastian.
Kembali suara tepuk tangan mengiringi pengangkatan Bastian Widjaja sebagai CEO yang baru. Asisten Rafael yaitu Jodhi masih bertahan untuk membantu Bastian. Sedangkan Melia sudah lama resign dari jabatan sekertarisnya. Di umur 23 tahun, Bastian harus mencari sekertaris yang mampu bekerja dengannya kapanpun.
Pak Jodhi membantu Bastian mencari sekertaris untuknya. Seminggu kemudian ia mendapatkan sekertaris yang bernama Silvia. Ia adalah sekertaris Bastian yang pertama.
*****
Silvia memberikan dokumen pada Bastian, dokumen penting setahun lalu yang diinginkannya. Ia ingin merevisi hasil kerja seluruh karyawannya.
Bastian melihat dokumen itu dan melemparkannya dihadapan Silvia. "Kau itu lulusan apa hah, mengapa sangat bodoh. Aku memintamu dokumen setahun yang lalu, lihat apa yang kau berikan padaku." teriak Bastian.
Silvia segera mengambil dokumen yang dilempar bosnya. "Maafkan aku pak, aku mengambil dokumen yang salah." jawab Silvia.
"Sialan, kau membuang waktuku yang berharga. Keluar sekarang." bentak Bastian mengusir sekertarisnya.
Silvia pamit dari ruangan Bastian. Ia tak kuat menahan amarah bosnya dan menangis di mejanya.
Saat yang bersamaan Jodhi datang. "Ada apa Silvia? Mengapa kau menangis lagi. Ini ketiga kalinya aku melihat kau menangis setelah bekerja 2 bulan disini." tanya Jodhi.
Silvia menggeleng. "Tidak ada apa apa pak." jawab Silvia.
Jodhi menautkan alisnya. "Baiklah jika kau tak ingin mengatakannya." ujar Jodhi sambil melangkah masuk ke ruangan Bastian.
Jodhi melihat Bastian sedang memejamkan matanya di kursi kerjanya. "Siang pak, sudah waktunya makan siang." ujarnya.
"Aku tidak lapar pak Jodhi." jawab Bastian masih memejamkan matanya.
"Mengapa sekertaris anda menangis?" tanya Jodhi.
Bastian membuka matanya. "Dasar sekertaris bodoh, mengapa kau dapat sekertaris seperti itu. 2 bulan sudah ia bekerja disini tapi pekerjaannya tak ada satupun yang benar." ujarnya kesal.
Jodhi menghela nafasnya. "Kesalahan pasti selalu ada pak Tian. Manusia tidak ada yang sempurna." jawab Jodhi.
"Kau benar pak Jodhi, manusia tidak ada yang sempurna. Tapi aku membutuhkan sekertaris yang sempurna disini." ujar Bastian.
"Lebih baik anda makan dulu pak, aku yang bertanggungjawab atas anda. Jika pak Rafael tahu anda tak mau makan. Aku bisa diusir diusia ku yang tua ini." ujar Jodhi.
Bastian menghela nafasnya. Ia tak ingin mempersulit pak Jodhi. "Baiklah." jawab Bastian sambil berdiri. Jodhi mengikuti Bastian keluar. Silvia mengangguk saat keduanya melewati mejanya.
"Cari dokumen yang aku minta tadi setelah makan siang." perintah Bastian.
Silvia mengangguk. "Baik pak."
*****
3 bulan sudah Silvia bekerja di PT. Sinar Abadi, kali ini ia kembali melakukan kesalahan. Ia mengirimkan dokumen kontrak perusahaan lain ke klien yang berbeda. Bastian sangat murka saat menerima telpon dari kliennya. Ia berteriak memanggil Silvia.
"Silvia..." teriak Bastian.
Silvia segera masuk ke ruangan bosnya. "Iya pak." jawabnya ketakutan.
"Iya pak? Apa kau yakin sudah bekerja dengan benar?" tanya Bastian dingin.
Tubuh Silvia tiba tiba bergetar karena semakin takut. "Apa kesalahan aku lagi pak?" tanya Silvia karena ia belum tahu.
Bastian kehilangan kesabaran. Ia melemparkan gelas minumnya ke arah pintu, hingga suara pecahan gelas terdengar keras. "Kau membuat kesalahan besar, kau bilang kesalahan kau apa? Ya Tuhan, mengapa kau begitu bodoh. Kau menukar kontrak dengan 2 klien. 2 klien yang berbeda akhirnya tahu nilai kontrak itu. Sialan, keluar kau sekarang." bentak Bastian.
Silvia keluar, ia sudah tidak sanggup lagi. Ia menulis surat pengunduran diri dan ia letakkan di meja kerjanya. Ia bergegas keluar dan menabrak Jodhi.
"Kau mau kemana?" tanya Jodhi.
"Maafkan aku pak." jawab Silvia dan masuk kedalam lift.
Jodhi segera masuk ke ruangan Bastian dan menginjak pecahan gelas dengan sepatunya.
"Ya Tuhan, apa apaan ini?" tanya Jodhi.
"Carilah sekertaris baru pak Jodhi, aku tidak ingin melihat wanita bodoh itu lagi." ujar Bastian.
"Sepertinya ia memang sudah mengundurkan diri." jawab Jodhi.
"Baguslah, aku tak perlu memecatnya. Kita kehilangan 2 klien karena kebodohannya, transfer gaji dan pesangonnya. Urus semuanya." ujar Bastian lagi.
Jodhi membelalakkan matanya. "Kenapa bisa?" tanya Jodhi.
"Sekertaris bodoh itu mengirimkan kontrak yang salah, maksudku menukarnya dengan kontrak yang lain. Kontrak dengan nilai yang berbeda. Menurutmu apa yang akan klien lakukan?" tanya Bastian.
Jodhi menghela nafasnya. "Mencari sekertaris baru ide yang baik pak, aku akan mencarinya besok." jawab Jodhi.
"Sekarang pak Jodhi. Carilah yang tidak bodoh." perintah Bastian.
"Baiklah aku akan laksanakan." jawab Jodhi.
Bastian sangat lelah hari ini, ia kehilangan 2 klien, dan kerugiannya mencapai miliaran rupiah. Bastian menghempaskan tubuhnya ke sofa dan mengambil ponselnya. Hanya mami yang bisa menenangkannya saat ini.
*****
Hai para Reader kesayanganku. Terima kasih atas dukungan kalian, sehingga aku kembali bisa membuat novel "Suamiku Tajir & Arogan Season 3"
Mohon dukungan, like n komen ya...
Terima kasih...😘😘😘
"Mami...Tian kangen." ujar Bastian saat telponnya diangkat.
"Memang kau kira mami tidak kangen padamu." jawab Delia. "Pulanglah sayang, kau sangat sibuk setahun terakhir. Dan kau malah memilih tinggal sendiri." lanjut Delia.
"Di rumah sudah ada gadis kembar, jika Tian berada di rumah, maka pacar Mila dan Mili akan kabur." jawab Bastian sambil terkekeh.
"Kau sangat pintar mencari alasan sayang." ujar Delia.
Memiliki putri kembar memang sangat menyenangkan bagi Rafael dan Delia. Cristina sekarang berada di Oxford untuk kuliah desain disana. Sedangkan Bastian lebih memilih tinggal sendiri di rumah lama mereka. Rafael dan Delia sangat merasa kehilangan seandainya saja tidak ada kehadiran si kembar yang baru kelas 2 SMP sekarang.
"Lalu kapan kau akan pulang sayang?" tanya Delia.
"Sore ini Tian ingin pulang, Tian kehilangan 2 klien karena kebodohan sekertaris Tian." ujarnya kesal.
Delia terkekeh. "Kau sangat kejam. Kesalahan itu pasti ada sayang." jawab Delia.
"Tidak ada kata maaf jika menyangkut kerugian perusahaan, itu sangat fatal mi. Tian mengemban beban ratusan karyawan." jawab Bastian.
"Mami tahu sayang, tapi kesalahan itu pasti bisa diperbaiki. Lalu apa kau memecat sekertaris pertamamu?" Delia bertanya.
"Tadinya aku berniat seperti itu mi, tapi ternyata ia yang lebih dulu kabur dari perusahaan." ujar Bastian.
"Maksudmu sekertaris pertamamu mengundurkan diri?" tanya Delia.
Bastian terkekeh. "Pertanyaan mami sangat lucu. Tentu saja kabur artinya mengundurkan diri. Lalu apalagi, tak mungkin kabur karena dikejar binatang buas." jawabnya.
"Ya Tuhan, kau galak dengan adikmu. Tapi kau kejam juga diluaran, dan kau memang buas Tian." ujar Delia.
"Mami tega sekali menyamakan Tian dengan binatang buas. Tian harus mencari klien baru untuk menutupi kerugian ini." ujarnya. "Mami masak seafood ya, Tian akan kesana. Tian juga merindukan kakek dan nenek." pinta Bastian.
"Siap pak CEO. hati hatilah dijalan, mami tunggu kedatanganmu." ujar Delia.
"Oke mi, dah." Bastian menutup ponselnya. dan kembali memejamkan matanya sambil bersender di sofa.
*****
Beberapa menit kemudian, Jodhi kembali ke ruangannya dan menunjukkan cv sekertaris barunya.
"Ini pelamar bulan lalu yang paling unggul dari yang lainnya, wanita ini yang aku rekomendasikan saat ini pak, karena terlalu mendadak. Tapi melihat dari hasil wawancaranya, nilainya lebih rendah dari Silvia." Jodhi memberitahu.
"Baiklah kita coba dulu, aku membutuhkannya segera. Karena banyak sekali pekerjaan yang harus diselesaikan." ujar Bastian.
"Baik pak." Jodhi pamit undur diri untuk menghubungi sekertaris kedua Bastian. Wanita itu bernama Telly. Bastian menginginkan Telly bisa datang hari ini juga ke perusahaan.
*****
Telly duduk dengan gugup di depan Bastian. Bastian terus menilai penampilan Telly, wanita ini bertubuh sedikit gemuk dan berkacamata. Sangat berbeda dengan foto yang ada di cv nya.
"Jadi ini pertama kalinya kau bekerja di perusahaan." tanya Bastian.
Telly mengangguk. "Ini pertama kalinya saya melamar pekerjaan setelah lulus kuliah pak." jawab Telly.
"Lalu apa yang kau kerjakan sebelumnya?" tanya Bastian lagi.
"Aku penata bunga di toko bunga tante ku." jawab Telly.
"Semoga kau bisa bekerjasama denganku. Pekerjaan disini sangat banyak. Kau bisa sampai bekerja lembur." ujar Bastian.
Telly mengangguk. "Aku akan berusaha yang terbaik pak." jawabnya.
"Coba kau kerjakan dokumen ini. Dan ini jadwal ku selama seminggu kedepan. Kau harus mengingatkan dan mencatat kegiatanku. Kau mengerti." perintah Bastian.
Telly mengangguk dan mengambil dokumen dari tangan Bastian, ia langsung mengerjakan yang ia bisa.
Sudah 2 jam Bastian menunggu di ruangannya. Telly tak kunjung mengantarkan dokumennya. Ia menekan telpon meja yang terhubung langsung ke meja sekertaris. Telly menjawabnya. "Iya pak?"
"Apa dokumen itu terlalu sulit kau kerjakan, aku sudah menunggu selama 2 jam." bentak Bastian.
"Sebentar lagi pak, ini sedang di print." jawab Telly.
Bastian membanting telpon mejanya. "Benar benar lebih bodoh dari Silvia." gumamnya.
*****
Telly menyerahkan dokumennya setelah setengah jam. Bastian memeriksanya. Walaupun kerjanya lambat tapi semuanya benar. "Lain kali lebih cepat, dokumen seperti ini setengah jam harus selesai. Kau mengerti, sekarang kau boleh keluar." ujar Bastian.
Telly mengangguk. "Baik pak." jawab Telly.
Telly menghela nafasnya. Ia sangat takut tadi berhadapan dengan bosnya. Bagaimana ia bisa bertahan menghadapi bos seperti ini. Ia sudah lama tak memegang komputer, tadi sedikit bingung.
"Kau baik baik saja?" tanya Jodhi tiba tiba membuat Telly terkesiap. "Apa aku mengagetkanmu?" tanya Jodhi lagi.
"Maaf pak, tadi aku sedikit melamun. Iya aku baik baik saja." jawab Telly.
Jodhi mengangguk dan masuk ke ruangan Bastian. "Sudah waktunya pulang pak." ujar Jodhi.
"Aku tak bisa pulang tepat waktu gara gara ini." Bastian menyodorkan dokumen itu pada Jodhi. "Menurutmu berapa lama seorang sekertaris mengerjakan ini?" tanya Bastian.
"Satu jam paling lama." jawab Jodhi.
Bastian terkekeh. "Telly mengerjakannya selama 2 jam setengah." ujarnya.
"Apa?" Jodhi terkejut. "Ia mengetik atau tidur?" ujar Jodhi ikut terkekeh.
"Sialan, sampai kapan aku bisa menemukan sekertaris cerdas yang aku inginkan. Jika setiap hari pekerjaannya selambat ini, bagaimana aku mau makan, bertemu klien bahkan pulang tepat waktu." ujar Bastian kesal.
"Aku akan memasang iklan, bersabarlah sampai bulan depan. Aku akan berusaha mencari sekertaris yang baru. Biar Telly akan aku kirim ke bagian lain." ujar Jodhi.
Bastian mengangguk. "Baiklah, sudah waktunya pulang. Aku merindukan mami dan papi. Apa pak Jodhi ingin ikut bertemu mereka?" tanya Bastian.
"Jika diperbolehkan. Aku juga sangat ingin bertemu dengan pak Rafael." jawab Jodhi.
"Tentu saja boleh paman Jodhi, papi pasti sangat senang." kata Bastian mulai memanggilnya dengan paman karena jam kerja usai.
Jodhi tersenyum dan mengikuti Bastian keluar.
"Kau boleh pulang sekarang." perintah Bastian pada Telly. Telly mengangguk dan membungkuk pada Bastian dan Jodhi.
"Kau mengingatkanku pada ayahmu nak Tian." ujar Jodhi.
"Seperti apa papi?" tanya Bastian.
"Sangat mirip denganmu, hanya saja ayahmu tak pernah mengganti sekertarisnya." kata Jodhi.
"Itu karena tante Melia sangat pintar. Aku belum menemukan yang cocok." jawab Bastian.
"Kau benar, Melia sangat cerdas dalam segala hal, sayang sekali ia resign padahal umurnya masih tergolong masih muda saat itu." ujar Jodhi. Keduanya naik mobil dan menuju ke rumah besar Widjaja.
"Tante Melia adalah seorang istri dan ibu yang bertanggung jawab, sejak ia menikah ia kerepotan mengurus pekerjaan dan rumah tangganya. Itulah mengapa ia resign lebih awal." ujar Bastian.
"Kau sangat tahu Tian." ujar Jodhi.
"Papi dan mami sering berbicara soal perusahaan di depanku dan Cristin. Oh ya Tuhan, aku merindukan adik nakal ku itu." jawab Bastian.
"Nak Cristin adalah gadis yang sangat aktif, cerdas dan mandiri. Paman ingat saat ia dibawa ke perusahaan, Cristin berlari dan menabrak beberapa karyawan yang membawa minuman." ujar Jodhi seraya tertawa.
Bastian menggelengkan kepalanya seraya ikut tertawa.
*****
Happy Reading Para Reader setiaku...😘😘😘
"Mami..." teriak Bastian seperti masih berumur 5 tahun dan memeluk Delia.
Delia menyambut pelukan putranya. "Kau sangat jahat nak, kau sekarang sangat jarang menemuiku." ujar Delia cemberut. "Pak Jodhi silahkan masuk, Rafael ada di ruang santai." ujar Delia pada Jodhi.
Jodhi mengangguk dan masuk menghampiri Rafael.
"Tian benar benar sibuk mi, apalagi Tian belum menemukan sekertaris yang cerdas. Tian benar benar kesal akhir akhir ini." ujar Bastian sambil mengikuti Delia masuk. "Mana kakek, nenek, Mila dan Mili?" tanyanya.
"Kakek ada di ruang baca, kalau nenek seperti biasa dapur tempat favoritnya apalagi ia tahu cucu kesayangannya ingin pulang, hampir semua seafood dimasaknya. Kalau Mila dan Mili, mereka sedang ada kegiatan get together di sekolahnya, jadi mereka harus kemah disana." jawab Delia.
"Padahal aku sangat merindukan kedua gadis nakal itu." ujar Bastian.
"Sering seringlah pulang, mereka sering menanyakanmu. Jika Cristin kan memang di Inggris, kau berada di Jakarta Tian." ujar Delia.
Bastian mengangguk. "Tian mau mengagetkan nenek." ujar Bastian.
"Temui dulu papimu sayang." pinta Delia.
"Siap Ratu Widjaja." goda Bastian membuat Delia hanya menggeleng.
"Papi..." ujarnya saat bertemu Rafael. Ia juga selalu memeluk papinya.
"Anak nakal, jangan lupakan kami walaupun kau sibuk." ujar Rafael.
"Itu gara gara sekertaris pilihan paman Jodhi." ujar Bastian.
"Kau menyalahkan orang lain, carilah sekertaris yang benar. Kau sudah semakin dewasa." kata Rafael.
"Siap tuan Widjaja, kalian mengobrollah, aku mau ketemu nenek." ujar Bastian dan meninggalkan mereka.
Bastian pelan pelan melangkah di belakang Emili. Lalu ia mendekapnya dari belakang. "Nenek..." ujarnya.
Emili terkesiap. "Ya Tuhan, nenek bisa jantungan Tian. Kapan kau sampai?" tanyanya.
"Baru saja, apa nenek tidak merindukan Tian?" tanya Bastian.
"Jangan ditanya sayang, nenek sangat merindukanmu. Kau benar benar sibuk, tak bisa menemui kami." jawab Emili.
"Ia sangat sibuk dengan sekertaris yang belum memenuhi standarnya bu." ujar Delia di belakang mereka.
"Itulah kenyataannya mi." jawab Bastian sambil mencicipi satu per satu masakan Emili. "Tian benar benar lapar, semuanya sangat lezat." ujarnya.
Emili terkekeh. "Kau sangat antusias seperti mamimu jika sudah menyangkut seafood."
"Itulah mengapa Tian sangat nyaman jika sudah berbicara dengan mami nek, mami itu obat kegalauan Tian selama ini." ujarnya.
"Kau sangat pandai menggoda Tian. Mirip sekali dengan papimu." ujar Delia.
"Dan mami sangat menyukai setiap godaan dari papi." kata Bastian sambil terkekeh.
Wajah Delia memerah seperti masih muda jika sudah digoda. "Kau semakin melantur. Ayo kita siap siap makan malam, kau jemput kakek di ruang baca." perintah Delia.
Bastian mengangguk dan menuju ruang baca. "Kakek sedang apa?" tanya Bastian saat melihat Derry duduk sambil membaca.
"Cucuku. Kapan kau sampai." tanya Derry.
"Mungkin sekitar 15 menit yang lalu kek, bagaimana keadaan kakek?" tanya Bastian. Derry memang sering sakit sakitan.
"Kakek sudah tua nak, badan kakek tak segagah dulu. Berdiri lama saja kakek akan kelelahan." ujar Derry.
Bastian membantu kakeknya berdiri. "Ayo kita makan malam." ajaknya sambil membawa keluar Derry yang sudah sulit berjalan sendiri. Derry memang lebih tua dari neneknya. Jadi ia terlihat lebih lemah dari Emili. Bastian langsung menuju meja makan, disana semuanya sudah berkumpul termasuk paman Jodhi.
"Jadi malam ini aku harus makan seafood?" ujar Rafael, ia tak terlalu suka dengan seafood.
Delia terkekeh. "Tidak sayang, ada yang lain juga." jawabnya.
"Benar benar makan besar kalau sang pangeran pulang." ujar Rafael membuat semuanya terkekeh.
Mereka semua menikmati makan malam dengan tenang, Bastian hampir menghabiskan seluruh seafood yang ada di mejanya.
"Pelan pelan Tian, nanti kau sakit perut." ujar Delia.
Bastian hanya mengangguk dan terus menikmati makannya. Delia sangat menyukai seafood tapi tak separah putranya. Emili hanya terkekeh melihat cucunya.
"Apa kau tidak makan selama satu tahun?" tanya Rafael.
"Aku makan pi, tapi memakan masakan nenek dan mami baru sekarang. Dan ini sangat lezat." jawab Bastian sambil mengunyah makanannya.
Rafael hanya menggeleng, Jodhi sering sekali tersenyum melihat tingkah Bastian. Putra Rafael yang satu ini sangat berbeda di dalam keluarganya. Ia akan berubah menjadi kucing lucu disini, berbeda saat sedang bekerja. Ia akan menjadi singa kelaparan yang siap menerkam siapa saja yang mendekatinya.
Mereka semua menikmati makan malam hingga selesai. Bastian benar benar tak menyisakan apapun di mejanya. Ia menghabiskan hidangan yang dibuat Emili dan Delia.
"Kau bisa gendut Tian jika makanmu seperti ini." ujar Delia.
"Aku pria yang selalu berolahraga mi, tak masalah makan sebanyak ini." jawab Bastian.
"Bawa kakek masuk ke kamarnya. Kakek tidak boleh tidur malam malam." perintah Delia.
Bastian mengikuti perintah ibunya dan membawa Derry ke dalam kamarnya. Rafael dan Jodhi kembali berbincang di ruang santai sedangkan Delia dan Emili membersihkan bekas makan malam mereka.
*****
"Apa kau sudah siap pensiun Jod?" tanya Rafael.
Jodhi mengangguk. "Tapi Tian tak menginginkan mencari pengganti ku, ia bilang tidak memerlukan assisten lagi jika sudah menemukan sekertaris yang ia inginkan. Jadi selama itu, aku masih harus berada disisi Tian pak." jawabnya.
Rafael menghela nafasnya. "Putraku itu tak memiliki sahabat sepertiku, seharusnya ia bisa mencari assisten juga selain sekertarisnya. Ada kala bisnis akan menemui jalan sulit. Ia hanya bisa mengandalkan Delia. Ia bilang cukup maminya saja sebagai obat semuanya. Tapi aku masih sangat mengkhawatirkannya Jod. Tyar pindah ke Australia bersama keluarganya, sedangkan Huda setelah menikahi sahabat Delia. Mereka memutuskan tinggal di Korea untuk menjalankan bisnis cafe disana. Aku hanya memilikimu Jod. Tapi putramu seorang polisi, aku tak bisa membuatnya menjadi assisten Tian." ujar Bastian.
Jodhi mengangguk. "Aku akan membujuk Tian agar mau mencari pengganti ku, aku akan mencari assisten yang terbaik buatnya." ujarnya.
"Tidak perlu paman, papi berlebihan. Tian tak butuh assisten." ujar Bastian sambil menghampiri keduanya.
"Kau sangat keras kepala, papi hanya khawatir padamu." ujar Rafael.
"Tian janji akan mengatakan apapun masalah Tian jika tidak bisa diatasi." jawabnya.
"Omong kosong, kau selalu menyimpan masalah apapun Tian. Papi mengenalmu sudah 23 tahun." kata Rafael kesal.
"Sejak kapan putramu bisa dipaksa Raf?" tanya Delia.
"Kau selalu membelanya Del, lihatlah anakmu terlalu mandiri." ujar Rafael lagi.
"Aku percaya padanya." jawab Delia.
"Inilah mengapa Tian sangat menyayangi mami. Mami selalu mendukung keputusan Tian." ujar Tian sambil memeluk Delia.
"Baiklah aku kalah lagi." ujar Rafael.
Delia meyakinkannya sambil tersenyum dan memegang tangan Rafael. Rafael mengangguk.
"Dimana nenek?" tanya Bastian.
"Ia sangat lelah jadi langsung masuk kamar." jawab Delia.
"Malam semakin larut, sudah waktunya Tian pulang." ujar Bastian.
"Menginaplah satu malam saja disini nak, mami masih merindukanmu. Biar pak Jodhi menjemputmu besok pagi." pinta Delia.
"Tapi mi." Bastian melihat raut wajah ibunya. "Baiklah malam ini Tian menginap." sambungnya.
Senyum terpancar kembali dari wajah Delia. Jodhi pun pamit pulang. Rafael mengantarnya sampai depan rumah.
*****
Happy Reading All...😘😘😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!