Reno Mubarok, atau biasa di sebut Koplak. Pemuda tersebut sedang berjalan gontai dengan air mata berlinangan seperti anak kecil.
"Koplak gila...."
"Koplak gila...."
Ejekan anak-anak kampung Seronok tempat tinggal Reno, dengan di iringi tepukan tangan membuat Reno semakin menangis menjadi-jadi.
Reno berlari layaknya anak kecil yang sedang dirundung oleh temannya, pemuda itu bergegas berlari ke kuburan, dimana makam Neneknya berada.
Tangis Reno semakin kencang ketika sampai di makam neneknya itu yang belum genap empat puluh hari.
"Nek, kenapa ini terjadi kepada ku? Kenapa Nenek mati dulu, lihatlah Nek, Reno selalu di ejek teman-teman, katanya Reno orang gila," adu pemuda keterbelakangan mental itu pada Neneknya sambil menangis.
"Nek, jawab dong! Reno kesepian setelah Nenek pergi," ucap pemuda itu lagi yang mengeluarkan kata-kata ambigu.
Pemuda tersebut terus menangis di makam Neneknya, tidak ada seorangpun yang menghiburnya, ia benar-benar sendirian tidak memiliki siapapun di kehidupannya yang sekarang.
...***...
Reno Mubarok, usianya sudah menginjak 21 tahun, tapi sifatnya masih seperti anak-anak. Karena ia cacat, lebih tepatnya memiliki keterbelakangan mental.
Ibu Reno mengandungnya tanpa seorang Ayah. Ia hamil sebelum menikah, entah siapa Ayah dari pemuda malang tersebut. Karena itu juga Ibu Reno mencoba untuk menggugurkannya beberapa kali, tapi tuhan berkehendak lain, Reno tetap lahir menjadi seorang anak yang cukup tampan.
Sayangnya kebencian Ibu Reno membuat wanita itu sering sekali melukai anaknya, jika tidak ada Neneknya mungkin Reno sudah dibunuh Ibunya sendiri.
Puncaknya penyiksaan Reno ketika ia berumur empat tahun meminta jajan kepada sang Ibu, bukannya memberikan uang wanita tersebut malah dengan tega mendorong anaknya hingga jatuh, kepalanya terbentur di sebuah batu yang ada dijalan.
Reno sebenarnya dilahirkan dengan sempurna tidak memiliki cacat apapun, tapi semenjak kejadian tersebut, pertumbuhan otaknya berhenti hingga ia mengalami keterbelakangan mental karena tidak dapat mencerna apapun yang dilihat dan didengarnya efek ada saraf yang menurut dokter rusak.
lebih kejamnya lagi, Ibu Reno meninggalkan nya ketika ia sedang terbaring lemah di rumah sakit. Neneknya sudah mencoba untuk menahan Ibunya, tapi sayang wanita itu kekeh pergi meninggalkan Reno begitu saja tanpa adanya rasa bersalah sama sekali.
Hingga akhirnya Reno hidup berdua dengan Nenek nya, pemuda itu membantu wanita renta tersebut di ladang peninggalan almarhum kakeknya setiap hari untuk melanjutkan hidup mereka.
Rindu dengan seorang Ibu? Tentu saja Reno sangat rindu, apa lagi ketika ia melihat teman sebayanya jalan bersama orang tuanya. Namun, apa daya pemuda itu memang dilahirkan untuk menjalani kisah hidup yang teramat pahit.
Hingga akhirnya ketika usianya genap 21 tahun, sang Nenek menghembuskan napas terakhir. Pemuda tersebut sangat sedih, sekarang ia tidak memiliki siapa-siapa lagi di dunia ini.
...***...
Reno masih menangis di kuburan Neneknya seorang diri, ia yang setiap harinya di ejek anak-anak kecil tidak bisa apa-apa, karena ia tidak pernah berpikir untuk membalas mereka sama sekali.
"Gila, sudah bangkotan nangis kayak anak ingusan!" celetuk sebuah suara yang menginterupsi tangis Reno.
Reno reflek menoleh, ia mengusap air mata dan ingusnya menggunakan lengan bajunya. "Kamu siapa?" tanya pemuda itu pongah.
"Eh... kamu bisa melihatku?" tanya seorang wanita yang tidak lain Mba Kunti dengan kaget.
"Memangnya di sini ada orang lagi?" tanya Reno lagi dengan sesenggukan.
"Astaga, astaga, ini seriusan? Kamu bisa melihatku?" Mba Kunti yang tadinya sedang duduk di atas ranting pohon dekat kuburan Nenek Reno mendekat.
Mba Kunti bergegas menghampiri Reno, ia memutari pemuda tersebut sambil memerhatikan nya dengan seksama. Ia penasaran kenapa Reno bisa melihatnya, padahal dirinya tidak bermaksud untuk muncul dihadapan Reno.
"Jangan berputar-putar terus, aku pusing," keluh Reno.
Mba Kunti tersenyum, ia duduk di samping Reno. "Kamu tidak takut denganku?" tanyanya memastikan.
Reno menggelengkan kepalanya. "Tidak," jawabnya singkat.
"Serius? Kamu tidak takut denganku?" tanya Mba Kunti memastikan.
Reno menggembungkan pipinya. "Apa kamu juga sedang mengejekku? Mentang-mentang aku bodoh?" rajuk nya manja.
Mba Kunti mengerutkan keningnya, ia heran dengan sikap Reno, padahal sudah dewasa, tapi tingkahnya seperti anak kecil.
Mba Kunti mengulurkan tangannya untuk memegang bahu Reno. Ketika tangannya berhasil memegang bahu pemuda tersebut, ia terkejut bukan main.
"Apa pegang-pegang!" bentak Reno sambil memegang tangan Mba Kunti dan menyingkirkan dari bahunya.
Mba Kunti semakin terkejut, bukan hanya bisa melihatnya, tapi Reno juga bisa menyentuhnya, di tambah dirinya juga bisa berinteraksi dengan pemuda tersebut.
siapa sebenarnya pemuda ini? Kenapa dia bisa melihat dan menyentuhku? Apakah ini takdir untuk mengetahui kenapa aku bisa berada di sini?
Mba Kunti membatin, ia pikir kalau pertemuannya dengan Reno bukan sebuah kebetulan. Sosok Hantu wanita tersebut sangat yakin kalau itu semua sebuah takdir untuk dirinya yang ingin tahu kenapa ia bisa mati dan rohnya penasaran seperti itu.
Mba Kunti menghela napas panjang. "Siapa nama kamu?" tanyanya lembut.
Reno langsung menoleh. "Reno Mubarok, apa kamu mau menjadi temanku?" tanyanya penuh dengan semangat, ekspresi Reno langsung berubah seketika.
"Teman?" Mba Kunti tampak bingung.
Reno mengerucutkan bibirnya. "Sudah aku duga, pasti kamu juga sama seperti yang lainnya, tidak mau menjadi temanku!" gerutunya sambil mendengus kesal.
Mba Kunti yang melihat ekspresi Reno, ia hanya bisa tersenyum kecut, pasalnya sikap Reno tidak menunjukkan seorang pria sama sekali.
"Iya, iya, aku mau menjadi teman kamu," jawabnya enteng.
Reno langsung menoleh dengan wajah sumringah. "Benarkah? Siapa nama kamu?" tanyanya pongah.
"Panggil saja Kunti," jawabnya lembut.
"Oke, Mba Kunti sekarang kamu menjadi teman pertamaku!" Reno langsung berbalik ke makam Neneknya. "Nek, lihatlah, Reno sekarang punya teman, mulai hari ini Reno tidak akan kesepian lagi," ucapnya bersemangat.
Mba Kunti tersenyum kecut, ternyata daritadi dugaannya benar, kalau Reno keterbelakangan mental, karena itulah sifatnya seperti anak kecil.
Reno bercerita panjang lebar kepada Mba Kunti hingga hari pun menjelang petang, membuat Hantu itu cemas.
"Reno, sebaiknya kamu pulang sekarang yah," perintah Mba Kunti lembut.
"Yah, tapi aku masih mau cerita banyak dengan kamu," jawab pemuda itu lugu.
"Besok, kamu kesini lagi, sekarang kamu pulang dulu, ini sudah mau malam," ucapnya lembut.
Reno menghela napas. "Iya deh, tapi besok ketemu di sini lagi yah."
Mba Kunti mengangguk, Reno langsung beranjak dari duduknya. "Dadah Mba Kunti," ucapnya sambil melambaikan tangan dan berlari layaknya anak kecil yang sangat senang.
Mba Kunti menghela napas panjang. "Ternyata dia memang memiliki kelainan, pantas tidak takut denganku," gumamnya lirih.
Mba Kunti kemudian kembali ketempat biasanya dia nongkrong, di ranting pohon dekat makam Nenek Reno.
Hantu penasaran tersebut melihat sosok hantu-hantu lain yang mulai bermunculan ketika hari semakin gelap. Ia yang sudah terbiasa melihat hal tersebut, jadi ia tidak heran sama sekali.
Ketika Mba Kunti sedang duduk diatas pohon, arwah Nenek Reno yang belum genap empat puluh hari muncul didekatnya dan duduk di sampingnya.
"Terimakasih sudah mau menghibur cucuku," ucapnya lembut.
Mba Kunti menggendikkan bahu. "Aku cuma kebetulan melihatnya saja, kenapa anda tidak menghiburnya sendiri, bukankah anda masih memiliki waktu beberapa hari lagi sebelum ke alam Barzah?" tanyanya memastikan.
Sang Nenek terdengar menghela napas berat. "Dia tidak seperti orang pada umumnya, jika aku muncul lagi yang ada dia malah tidak akan bisa melupakan ku. Sebentar lagi aku sepenuhnya pergi dari kehidupannya, entah bagaimana nasib dia nanti tanpa diriku," ucapnya sedih.
"Memangnya Reno tidak memiliki siapapun lagi di rumah?" tanya Mba Kunti penasaran.
Sang Nenek menggelengkan kepalanya. "Tidak ada siapa-siapa lagi yang menjaganya, sementara dia masih seperti anak kecil."
Mba Kunti entah kenapa ikut sedih mendengar cerita dari Nenek Reno, padahal tidak pernah bertemu dengan mereka sebelumnya.
Nenek Reno menceritakan semua tentang anak itu, bagaimana kebiasaan ketika sedang bermanja dengannya, bertingkah sok kuat, hingga saat Reno yang sesekali terlihat dewasa.
Mba Kunti yang sudah lama tidak bertukar cerita dengan orang lain, ia cukup senang bisa mengobrol dengan Nenek Reno.
"Bisa kah kamu bantu Nenek untuk menjaga Reno? Aku lihat kamu tidak seperti kami yang setelah empat puluh hari dipanggil ke alam Barzah," mohonnya lembut sambil memegang tangannya.
"Tapi Nek... saya cuma hantu, apa yang bisa saya lakukan untuk membantunya?" tanyanya bingung.
Sang Nenek tersenyum. "Cukup menghiburnya saja saat dia sedang sedih, itu sudah cukup buatnya," jawabnya lembut.
Mba Kunti menghela napas. "Iya nanti aku coba, daripada tinggal di sini juga, lebih baik tingga di rumah Nenek."
"Terimakasihnya banyak, tolong jaga cucuku baik-baik," ucap sang Nenek seraya meninggalkan Mba Kunti seorang diri.
Mba Kunti hanya bisa memandang roh wanita tua itu pergi dari sampingnya dan masuk kembali ke makamnya.
Roh Mba Kunti dan Nenek Reno itu berbeda. Mba Kunti tidak tahu dimana jasadnya berada karena itulah ia tidak bisa pulang dan pergi ke alam Barzah, bisa disebut juga dengan hantu penasaran.
Sedangkan Nenek Reno merupakan roh yang sudah di takdirkan untuk menghadap yang maha kuasa, karena itulah beliau bisa pergi ke alam Barzah.
...***...
Sementara itu di rumah Reno, pemuda tersebut sedang menatap langit-langit kamarnya sambil tersenyum-senyum sendiri.
Reno sangat senang karena ini pertama kalinya ia memiliki teman, sehingga tidak bisa tidur seperti biasanya. Pemuda tersebut sangat bersemangat dan berharap agar cepat siang untuk menemui Mba Kunti lagi.
Ketika Reno sedang menatap langit-langit, tiba-tiba terlihat Mba Kunti yang sedang duduk di atas lemari.
"Mba Kunti? Kenapa kamu ada di sini?" tanyanya pongah sambil bergegas duduk.
Mba Kunti tersenyum. "Aku mau tinggal di rumah kamu saja, apa boleh?" tanyanya lembut.
"Eh... ti-tidak boleh! Kata Nenek, lelaki dan perempuan itu tidak boleh tinggal bersama sebelum menikah!" jawabnya percaya diri.
Mba Kunti tersenyum kecut. "Ya sudah, kalau begitu aku pergi saja dan kita tidak usah berteman."
"Eh, jangan dong! Oke, Mba Kunti boleh tinggal di sini, tapi Mba Kunti pakai kamar Nenek, bagaimana?" usulnya mantap.
Mba Kunti tersenyum simpul, ia menganggukkan kepalanya.
Reno sangat bersemangat. Pemuda tersebut menyuruh Mba Kunti turun dari lemari dan membawanya ke kamar Neneknya, walaupun memiliki keterbelakangan mental, tapi untuk masalah merawat rumah Reno ahlinya, karena itulah rumahnya yang sederhana itu tampak sangat bersih.
"Mba Kunti tidur di sini, kalau siang jangan keluar rumah, nanti di kiranya Reno macam-macam dengan Mba Kunti," ucap pemuda tersebut mengingatkan.
"Iya, aku tahu itu, tapi kita macam-macam juga boleh," goda Mba Kunti sambil menaik turunkan alisnya.
"Tidak!" Reno seketika berlari dari kamar tersebut dan kembali ke kamarnya.
Mba Kunti terkikik geli melihat Reno yang lari ketakutan. Hantu wanita itu menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum penuh arti.
"Setidaknya sekarang aku tidak nangkring diatas pohon terus, Ah... sudah lama banget aku tidak merasakan rebahan di kasur," ucapnya sambil membaringkan tubuhnya di kasur bekas Nenek Reno.
Sementara itu dikamar Reno, pemuda itu juga sedang tersenyum-senyum sendiri sambil memeluk guling, sebelum akhirnya ia terlelap di kamarnya.
...***...
Ke esokan harinya....
Reno yang sudah biasa bangun pagi ia sudah mandi dan mencuci pakaiannya, karena kebiasaan itu yang selalu di ajari Neneknya. Setelah itu ia langsung memasak ketela yang yang sudah menjadi makanannya sehari-hari.
"Kamu cuma makan ini?" tanya Mba Kunti yang tiba-tiba muncul di dapur.
"Hehehe... Iya, aku gak punya duit, jadi kata Nenek makan ketela juga bagus," jawabnya enteng.
Mba Kunti seketika langsung sedih, ia merasa kalau hidup pemuda yang ia jaga tersebut terlalu menyedihkan, sudah hidup sebatang kara hari-hari hanya makan ketela yang ada di kampungnya.
Tok... Tok....
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu yang membuat Reno dan Mba Kunti menoleh seketika.
"Koplak, buka pintunya!" teriak orang yang mengetuk pintu.
Seketika wajah Reno memucat, ia langsung duduk sambil memegangi kakinya dengan tubuh gemetaran.
Mba Kunti yang melihat itu mengerutkan keningnya, karena tiba-tiba saja Reno yang tadi tampak bahagia sangat ketakutan.
"Kamu kenapa Reno?" tanya Mba Kunti penasaran.
"Orang itu jahat, dia mau mengambil ladang Nenek," ucapnya masih dengan ketakutan.
Mba Kunti terkejut dengan perkataan Reno, ternyata ada juga orang yang berani memanfaatkan kondisinya yang seperti sekarang.
"Koplak, jangan pura-pura tuli kamu! Cepat buka pintunya!" teriak orang tersebut lagi lantang.
Mba Kunti menyeringai. "Kamu tetap di sini, biar aku yang menghadapi mereka," ucapnya percaya diri.
Mba Kunti langsung terbang ke pintu depan, sementaranya Reno bergegas bersembunyi sambil mengintip dari celah-celah dinding yang terbuat dari anyaman bambu tersebut. Walaupun takut ia juga ingin melihat apa yang akan dilakukan Mba Kunti.
"Koplak buka pin...."
Krieettt
Orang tersebut belum selesai bicara, pintu sudah terbuka. Ia menyeringai karena menurutnya Reno sudah menyerah kepadanya, sehingga berani membuka pintu.
"Akhirnya kamu mau mengerti juga Koplak, cepat berikan berkas ladang Nenek kamu, nanti aku berikan kamu uang," ucapnya percaya diri sambil memasuk ke dalam rumah.
Tidak ada suara sama sekali yang menyahut dari dalam rumah, sehingga membuat pria tersebut mengernyitkan dahi.
Angin dingin tiba-tiba berhembus, membuat bulu kuduk orang tersebut merinding.
Braakk
Pintu tertutup sendiri dengan keras. Pria tersebut tersentak kaget, ia menatap ke arah Pintu sambil menelan ludah. Rasa percaya dirinya yang tadi menggebu-gebu kini berubah menjadi rasa takut yang mulai menyelimuti tubuhnya.
Pria yang datang ke rumah Reno, merupakan salah satu pejabat Kampung Seronok. Ia yang tahu kalau Reno memiliki warisan berupa ladang yang cukup luas dari Neneknya, bermaksud untuk menjual ladang tersebut. Namun, Reno tidak mau memberikan berkas-berkas ladang tersebut sampai hari ini, sehingga pria tersebut terus mengejarnya untuk menyerahkan berkas-berkas itu.
Reno mungkin bodoh, tapi ia tahu mana yang benar atau tidak, apa lagi Neneknya pernah berpesan, kalau dia harus menjaga dua warisan peninggalan Neneknya, berupa ladang dan Rumah yang ditempati pemuda tersebut.
Pria tersebut datang di pagi-pagi, karena ia tahu kalau jam segitu tetangga Reno sudah berangkat ke sawah.
...***...
Mba Kunti menutup pintu dengan keras membuat pria tersebut sangat terkejut.
Udara di dalam rumah semakin dingin, membuatnya semakin merinding ketakutan. Namun, Pria tersebut mencoba untuk tetap tenang.
"Koplak! Kau jangan bermain-main denganku!" serunya untuk mengalihkan ketakutan.
Tapi Reno yang di suruh diam oleh Mba Kunti, ia masih terdiam bersembunyi di dapur sambil berdoa agar orang tersebut cepat pergi.
Mba Kunti meniup belakang telinga pria tersebut, sehingga pria itu semakin merinding, ia menoleh kebelakang dan tidak ada apa-apa di sana.
"Hihihi...." tiba-tiba suara khas Mba Kunti terdengar, membuat pria tersebut langsung terkejut. Ia celingukan ke kiri dan kanan mencari arah suara tersebut.
"Masa ada Jurig pagi-pagi seperti ini?" gumamnya lirih sambil memegang belakang lehernya yang semakin terasa merinding.
Pria itu masih mencoba menampik kalau yang didengar itu merupakan hanyalah sebuah halusinasinya karena rasa takut.
Pria tersebut melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah Reno lebih dalam, Mba Kunti yang melihat itu sontak saja panik, bisa-bisa Reno ketahuan olehnya.
Mba Kunti bergegas berdiri di belakang pria tersebut dengan rambutnya yang ia tutupkan ke wajahnya.
"Hihihi... abang mencari ku?" ucap Mba Kunti sambil terkikik.
Seketika tubuh pria itu bergetar, menelan ludah beberapa kali. Ia sangat yakin kalau suara wanita yang menegurnya itu benar-benar didengarnya dari belakang.
Dengan tubuh yang bergetar, ia mencoba untuk menoleh ke belakang dengan pelan-pelan sambil memejamkan matanya.
Ketika sudah menoleh sepenuhnya, ia membuka matanya perlahan, matanya langsung membelalak lebar ketika melihat sosok mahluk astral yang benar-benar muncul di hadapannya.
"Ku-Kutil... eh... kuntilanak!" teriaknya langsung dengan cairan pesing yang mengalir deras dari ****** ********.
"Hihihi.... "Mba Kunti terkikik lagi, membuat pria tersebut semakin ketakutan.
"Tulung!" teriak pria itu yang langsung berlari ke arah pintu.
Brak
Brak
Brak
Karena saking takutnya, pintu yang harusnya ia tarik agar terbuka malah di dorong, jelas saja pintu tidak akan terbuka juga.
"Pintu sialan, cepat buka!" gerutunya dengan tangan tangan bergetar gugup.
Brak
Brak
Pria tersebut masih dengan gugup membuka pintu tersebut, sambil menatap kebelakang, Mba Kunti terus mendekat, membuat dia semakin panik.
"Ayo terbukalah," ucapnya sambil terus mendorong pintu.
Mba Kunti terus mendekat sambil terkikik terus menerus, membuat pria itu semakin ketakutan saja.
Keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya, wajahnya memucat, ditambah cairan pesing yang membasahi celananya, membuat pria tersebut semakin gelisah.
Akhirnya daripada lewat pintu, pria tersebut lebih memilih melompat ke jendela depan rumah bilik bambu tersebut.
Kedebug
Aduh
Terdengar pria tersebut mengaduh kesakitan ketika jatuh dari jendela. Namun, ia tidak peduli dengan rasa sakitnya dan lari tunggang langgang dari rumah Reno.
Mba Kunti tertawa terbahak-bahak. "Hahahaha... sudah tua bodoh, mau sampai seratus tahun juga pintu ini tidak akan terbuka kalau di dorong! Memangnya minimarket pintunya bisa di dorong dan tarik!"
Mba Kunti masih tertawa terbahak-bahak, ia merasa sangat senang karena berhasil memberikan pelajaran kepada pria tersebut.
Hahahaha....
Bersamaan dengan ia tertawa. Mba Kunti juga mendengar Reno yang tertawa terbahak-bahak didalam dapur.
Hantu itu menghampiri Reno, benar saja pemuda tersebut sedang tertawa senang di dapur. Melihatnya tertawa lepas seperti itu, entah kenapa perasaan Mba Kunti terasa hangat.
"Kamu senang Ren?" tanya Mba Kunti menginterupsi pemuda tersebut.
"Hehehe... aku seneng banget, baru kali ini melihat orang jahat itu ketakutan, masa Mba Kunti di panggil jurig," jawabnya masih sambil tertawa.
Mba Kunti mengerutkan dahinya. "Lah, aku memang jurig Ren," ucapnya yakin.
Reno menggelengkan kepalanya. "Mana ada Jurig cantik seperti Mba Kunti," jawabnya pongah.
"Eh...." wajah Mba Kunti merona, ini pertama kalinya ia disebut cantik.
Mba Kunti menatap wajah polos Reno, semakin ia memandangnya pemuda itu tampak sangat gagah dimatanya.
Apa lagi dengan kepolosannya, membuat Reno semakin terlihat begitu sempurna dimatanya, jika saja Reno tidak keterbelakangan mental, mungkin pemuda tersebut akan menjadi pria yang diperebutkan banyak gadis, mengingat wajahnya juga cukup tampan.
"Mba, ketela nya sudah matang, Mba Kunti mau?" tawar Reno menginterupsi hantu yang sedang mengagumi dirinya itu.
"Eh... tidak perlu, buat kamu saja," jawabnya enteng.
Reno mengangguk mengerti, ia menaruh ketela tersebut di piring, kemudian mengulek garam kristal agar lembut, untuk di jadikan cocol biar rasanya sedikit asin.
"Mba Kunti seperti Nenek, dia juga kalau makan pagi gak mau, katanya suruh Reno yang makan banyak, biar Reno kuat," ucap pemuda itu sambil memakan ketela yang ia kukus barusan.
Hati Mba Kunti begitu tersayat, walaupun ia tidak tahu masa lalunya seperti apa. Namun, ada sedikit ingatan yang memerlihatkan kalau dirinya dulu hidup tidak kekurangan seperti Reno.
Hantu penasaran tersebut menatap Reno dengan nanar, jika saja ia masih hidup, mungkin dirinya bisa membantu Reno lebih dari ini.
"Mba, nanti aku mau ke ladang, Mba Kunti mau ikut?" tanyanya masih dengan melahap ketela di depannya.
"Boleh, nanti aku ikut denganmu," jawabnya yakin.
Reno tersenyum simpul, ia bergegas menghabiskan ketela kukus yang ada di piringnya, kemudian bergegas pergi ke ladang bersama Mba Kunti.
Mereka berdua pergi ke ladang milik Reno, yang jaraknya lumayan dekat dengan rumah, sehingga Reno tidak perlu berpapasan dengan warga lainnya.
Ketika Reno sampai di ladang, pemuda itu dikejutkan dengan ladangnya yang porak poranda, semua ketela nya sudah ada yang memanen hanya tersisa beberapa batang saja.
"Ketela ku!" teriak Reno yang melihat ketela nya semua sudah tidak ada, hanya tersisa batangnya saja, padahal Reno berniat menjual ketela tersebut untuk membeli beras.
Reno menangis terisak melihat tanamannya sudah tidak bisa di harapkan lagi, ia benar-benar sedih karena hanya dari situ saja dirinya bisa melanjutkan hidup. Jika ketela tersebut tidak ada ia harus makan apa nantinya?
Mba Kunti juga ikut sedih, ia merasa ada yang aneh dengan ladang Reno, pasalnya itu semua seolah dilakukan dengan sengaja oleh seseorang.
"Aku harus mencaritahu, siapa orang yang berani melakukan ini ada Reno!" gumam Mba Kunti lirih dengan geram.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!