Teriknya mentari di siang hari, tak membuat Turangga mengeluh. Dia bersama putri satu-satunya, Ayu Dewi, berjalan kaki menyusuri trotoar jalan raya, menuju kearah Rumpin dengan menggendong ransel dan membawa koper.
Hatinya benar-benar terluka, dengan perlakuan ibu mertua dan saudara dari istrinya, yang telah tega mengusir Turangga dan putrinya. Karena dia dianggap sebagai manusia pecundang, yang sudah tidak berguna, dan putrinya dianggap sebagai anak pembawa sial.
Turangga bersama Ayu Dewi, yang masih berusia lima tahun, melangkahkan kakinya meninggalkan istri dan ibu mertuanya, yang begitu kejam mengusir cucunya sendiri. Walaupun dirasa sangat berat sekali untuk meninggalkan istrinya, namun apa daya, dia bersama putrinya harus pergi dari rumah itu, karena dia sudah tidak dianggap menantu lagi oleh ibu mertuanya, malah dia dianggap sebagai lelaki pecundang yang tidak berguna, dan sebagai parasit yang menumpang hidup di rumah mertuanya.
Ibu mertua dan saudara dari istrinya, selalu menghina dan merendahkan Turangga, apalagi setelah dia di PHK dari pekerjaannya, sebagai buruh di pabrik.
Caci maki dan hinaan, kerap kali sering dia terima, bahkan sudah menjadi makanan di telinganya, tak jarang dia bersama putrinya sering dijadikan sebagai pembantu, disuruh mencuci pakaian ibu mertua dan saudaranya, disuruh mencuci piring, membersihkan rumah dan halaman, dan yang lebih parahnya, dia bersama putrinya disuruh tidur di gudang, sebab putrinya dibilang sebagai anak pembawa sial, karena ibunya hamil diluar nikah. Alasan seperti itulah yang selalu dipakai mereka, untuk mengusir menantu dan cucunya.
Ayu Ratna Dewi, tidak sepantasnya ikut diusir oleh neneknya. Walau bagaimanapun juga, Ayu Dewi masih kecil, belum tau persoalan orang dewasa.
Namun apa boleh buat, nenek dan saudaranya yang kejam, begitu tega mengusirnya. Tanpa adanya belas kasihan.
Turangga dan Ayu Dewi terus berjalan perlahan, menyusuri sepanjang jalan raya antara Tangerang menuju kearah Rumpin Bogor, untuk menemui sahabatnya dengan berjalan kaki, karena Turangga tidak mempunyai uang, dikantong celananya hanya ada uang tiga ribu rupiah, itupun buat jajan Ayu Dewi, jika dia sudah merasa lapar.
Ketika keduanya tengah berjalan kaki, tiba-tiba ada sebuah mobil bak terbuka berhenti didekatnya. Supir mobil bak turun dan menghampiri Turangga. Karena dia merasa heran, melihat Turangga membawa koper danransel berjalan kaki bersama putrinya.
"Angga, ada apa denganmu? Kok sepertinya kalian hendak pergi jauh?" Tanya supir bak terbuka, bernama Judin, temannya ketika masih sama-sama bekerja di pabrik.
"Aku mau ke rumah sahabatku di Rumpin," jawab Turangga.
"Oh, kebetulan sekali. Aku juga mau kearah Rumpin. Apa kamu kabur dari rumah?" Tanya temannya lagi, yang sudah tau tentang kehidupan rumahtangga Turangga, yang selalu ribut dengan ibu mertuanya.
"Ceritanya panjang Din," jawabnya.
"Kalau begitu, biar aku antar ke rumah sahabatmu!" Judin berniat menolong Turangga, karena memang satu arah perjalanan.
"Terimakasih Din "
"Ayo naik."
Turangga dan putrinya ikut menumpang mobil bak terbuka, menuju kearah Rumpin.
Hari semakin siang, mobil bak terbuka sudah masuk ke wilayah Rumpin.
"Sebelah mana rumah sahabatmu, Ngga?" Tanya Judin.
"Sebentar lagi Din, belok kiri, sekitar seratus meter dari perapatan rumahnya."
Tak lama kemudian, mobil bak terbuka sampai didepan rumah sahabatnya. Turangga dan Ayu Dewi segera turun dari mobil bak.
"Terimakasih Din, lain waktu aku main ke rumahmu," ucap Turangga kepada temannya.
Mobil bak terbuka pun kembali melaju, meninggalkan Turangga dan Ayu Dewi, yang menatap kepergian temannya yang telah menolongnya.
Turangga yang terusir dari rumah mertuanya, berniat menemui sahabatnya, Rendi Saputra, yang selalu berbagi dan saling membantu, baik dalam keadaan suka maupun dalam keadaan duka.
Keduanya tiba di rumah sahabatnya. Kebetulan sahabatnya tinggal sendirian, setelah ditinggal oleh istrinya untuk selama-lamanya.
Rendi Saputra terkejut begitu melihat keadaan temannya, yang membawa koper dan ransel, serta membawa putrinya.
"Kami diusir mertua," ucap Turangga sedih.
Lalu Turangga bercerita tentang kehidupannya, setelah di PHK dari pekerjaannya sebagai buruh di pabrik, hidupnya tak menentu. Walau sudah berupaya untuk mencari pekerjaan lainnya, namun selalu gagal dan gagal. Hingga dia bekerja serabutan, kadang menjadi kuli panggul di pasar, terkadang menjadi supir tembak, menjadi kuli bangunan di proyek, dan terakhir menjadi tukang ojek, sebelum motornya dijual oleh saudara dari istrinya, Nugraha, dengan alasan nanti akan diganti dengan yang baru.
Turangga menghadapi cobaan itu dengan penuh kesabaran, meskipun didalam hatinya sangat kecewa, karena motor satu-satunya dijual tanpa sepengetahuannya.
Awalnya, Nugraha menyewa motornya, untuk mengantar jemput istrinya kerja. Namun istrinya Nugraha, berangkat dan pulang kerjanya bareng dengan teman-temannya. Kecurigaan Turangga mulai timbul, setelah dia mencari informasi, ternyata motornya dijual.
Kemudian dia menanyakan keberadaan motornya kepada Nugraha, dia mengakui motornya dijual atas permintaan Mira Yuningsih, ibu mertuanya Turangga.
Ternyata semua itu ulah ibu mertuanya, yang sengaja untuk membuat Turangga terpuruk, agar dia ada alasan untuk mengusir menantunya.
Semua yang dilakukan Mira Yuningsih, ibu mertuanya Turangga, karena ibu mertua dan saudaranya, terjerat hutang ratusan juta kepada seorang lelaki yang mengaku sebagai duda kaya raya, sehingga mereka tega mengusir Turangga dan putrinya.
Siwi Susilowati, istrinya Turangga, awalnya hidupnya biasa-biasa saja, tidak banyak menuntut, bahkan dia sangat menghormati suaminya, dan sangat menyayangi putri semata wayangnya.
Namun setelah saudara dari ibu mertuanya masuk kedalam kehidupan rumah tangganya, keadaan di rumah mertuanya, berbalik seratus delapan puluh derajat.
Percekcokan antara ibu mertua dengan dirinya sering terjadi, dikarenakan dia tidak mampu untuk membayar hutang-hutang ibu mertuanya, yang dilimpahkan kepada istrinya, yang uangnya entah dipakai untuk apa? Karena dia sendiri tidak tau, bahwa istrinya menanggung semua hutang_hutang ibunya yang sangat besar.
karena banyak alasan yang dicari-cari oleh ibu mertuanya, akhirnya pertengkaran pun sering terjadi. Dan ujung-ujungnya, Turangga bersama putrinya diusir dari rumah mertuanya.
Dengan berat hati, Turangga berpisah dengan istrinya, dan yang membuat Turangga sangat kecewa, ibu mertuanya juga mengusir Ayu Dewi yang masih kecil.
Turangga akhirnya meminta bantuan kepada sahabatnya, untuk mencari kebenaran alasan yang dibuat-buat oleh mertuanya, tentang seorang duda kaya raya itu.
Dengan rasa penasaran, dia mencoba untuk mencari tau apa motif yang sebenarnya dibalik hutang itu?
Dia bersama sahabatnya, Rendi Saputra, yang selalu membantu Turangga, mencari tau tentang alasan punya hutang kepada seorang duda kaya.
Rendi Saputra mendapatkan sebuah informasi yang sangat berharga, dari seorang temannya yang bekerja ditempat yang mengaku duda itu.
Temannya bercerita, seorang lelaki yang mengaku duda kaya raya itu, namanya Dudi Hermawan, dia bukan seorang duda, tapi dia memiliki istri dan empat orang anak. Dan yang memiliki kekayaan adalah istrinya, bukan Dudi Hermawan.
Malah temannya juga bercerita, Dudi Hermawan memberikan uang kepada Mira Yuningsih untuk mahar Siwi Susilowati, sesuai dengan permintaan ibunya sebesar seratus juta, setelah Siwi bercerai dengan Turangga, dan menikah dengan dirinya, baru Dudi Hermawan akan menambah lagi uangnya.
"Itulah yang aku dapatkan dari seorang teman," ucap Rendi diakhir penuturannya.
"Apakah kita laporkan saja kepada istrinya, tentang dia mau merebut istriku!" Balas Turangga kecewa.
"Tenang saja kawan, kita harus punya bukti yang lebih lengkap. Baru kita nanti akan menjebaknya," kata Rendi, seakan dia punya rencana untuk membantu sahabatnya.
"Lalu, bagaimana kalau dia terus menuntut untuk meminta cerai?" Tanya Turangga.
"Sekarang, lebih baik kamu tenangkan dulu hati dan pikiranmu, demi anakmu yang masih kecil. Buktikan bahwa kamu mampu untuk bangkit dari keterpurukan," jawab Rendi, memberi semangat kepada sahabatnya. "Untuk sementara, boleh kalian berdua tinggal dulu disini, sampai kamu sudah memiliki pekerjaan yang baik," tambah Rendi.
Turangga terdiam, dia memikirkan apa yang akan dilakukannya. Karena dalam pemikirannya, belum ada gambaran untuk membuka usaha sendiri, selain dia tidak memiliki modal, dan juga tidak memiliki keahlian untuk membuka usaha.
Lama hidupnya menganggur, hanya membantu mengurus rumah sahabatnya, yang kebetulan hidupnya sendirian. Bukan dia tidak mau bekerja, namun setelah berjuang melamar kerja kesana-kemari, belum ada perusahaan dan pabrik yang membutuhkan tenaganya.
Sedangkan putrinya semakin tahun semakin besar, dan sangat memerlukan biaya yang tidak sedikit, untuk membesarkan putrinya. Dan sebentar lagi, putrinya sudah memasuki usia tujuh tahun, sudah waktunya untuk memasuki sekolah dasar.
Dengan pemikiran yang serba kalut, dan dia sendiri tidak ingin disebut sebagai pecundang, yang diucapkan oleh mertuanya sebagai manusia sampah, pecundang dan tidak berguna.
Dia mengingat kata-kata terakhir dari mertuanya, "Jangan kembali jika belum menjadi kaya."
Ucapan dari mertuanya itu, selalu terngiang didalam telinganya. Rasa sedih, kecewa dan marah, membaur menjadi satu didalam hatinya.
Dia benar-benar merasa tidak berdaya, sebagai seorang ayah dan suami, sama sekali tidak berguna, sehingga mertuanya selalu menghina dan memakinya.
Turangga benar-benar seorang menantu yang terusir, dengan cacian dan sumpah serapah dari ibu mertuanya.
Akhirnya, di pagi hari yang cerah, dia bertekad membawa putrinya kesebuah hutan, yang tidak jauh dari rumah sahabatnya, sekitar dua puluh kilometer dari rumah sahabatnya.
Turangga ingin mencari buah-buahan hutan, dan mencari burung berkicau yang bisa dijual, sambil membawa putrinya untuk berjalan-jalan disebuah hutan.
Dia terus berjalan memasuki sebuah hutan, sambil membawa anaknya bermain, hingga tak terasa, mereka semakin masuk kedalam hutan.
Groargh.... Groargh.... Auumm....
Terdengar ada suara geraman binatang buas, yang tidak jauh darinya.
Krosak.... Krosak....
Hewan hutan yang buas, semakin dekat dengan dirinya. Begitu Turangga melihat ada beruang dan harimau dari dua arah, dia dengan spontan membawa putrinya berlari sekencang-kencangnya, untuk menghindari kejaran dua hewan buas.
Namun malang bagi dirinya, dia bersama putrinya terperosok masuk kedalam jurang yang sangat curam.
Aaahhh....
Teriakan Turangga membahana diseputaran jurang, hingga dia tidak sadarkan diri dalam posisi melayang jatuh ke dasar jurang, sambil memeluk erat putrinya.
Nasibnya benar-benar memilukan, sudah terusir dari rumah ibu mertuanya, dan sekarang bersama putrinya jatuh kedalam jurang.
Bersambung.....
Udara malam yang begitu dingin, menyelimuti sekeliling Hutan, dan rasa dingin itu menusuk-nusuk kulit, hingga merembes merasuk ke tulang sumsum.
Dari dasar jurang, sudah terasa aura mistis yang sangat kuat, seiring dengan terdengarnya berbagai suara binatang malam, dan suara-suara dari mahluk hutan yang mengerikan.
Turangga yang kini telah diselamatkan oleh seorang pria sepuh, ketika dia melayang jatuh ke dasar jurang bersama putrinya, masih tidak sadarkan diri. Sedangkan putrinya tampak duduk disebelahnya, dengan matanya lembab habis menangis.
Berbagai suara makhluk-makhluk hutan, terdengar saling sahut-sahutan, seakan menyambut kehadiran Turangga dan putrinya.
Dasar jurang itu sangat gelap sekali, saking gelapnya, maka jurang itu diberi nama Lembah Hitam.
Namun didalam sebuah Goa, tempat seorang pria sepuh, sangat terang sekali.
Goa itu diterangi oleh cahaya dari ribuan batu kristal Dewa, yang dimiliki oleh seorang pria sepuh, yang ternyata seorang Dewa, dari Alam Dewa Cahaya, yang terlempar ke Alam Bumi.
Perlahan tangan dan kaki Turangga mulai bergerak, putrinya Turangga nampak senang, melihat ayahnya mulai siuman.
Turangga mulai duduk disebuah bale yang terbuat dari kayu, didampingi oleh putrinya. Dia masih bingung, karena pemikirannya masih belum pulih benar.
"Kamu sudah siuman, anak muda," sambut pria sepuh, menyadarkan Turangga.
"Si.... Siapakah anda?" Tanya Turangga gugup.
"Aku penghuni tempat ini," balas pria sepuh, menutupi jati dirinya.
"Tempat apakah ini, Tuan?" tanya Turangga.
"Ini didalam Goa."
"Didalam Goa!" Turangga bingung. "Itu batu apa? Kok bisa mengeluarkan cahaya terang?" Tambah Turangga bertanya.
"Itu batu kristal Dewa," jawab pria sepuh.
"Kristal Dewa!" Ucap lirih Turangga, dia semakin bingung, karena selama dia hidup di Alam Bumi ini, baru pertama kali dia melihatnya.
Pria sepuh itu tersenyum, melihat Turangga sedang bingung. Seperti ada sesuatu yang sedang dipikirkan.
"Apa yang sedang kamu pikirkan, anak muda?" Tanya pria sepuh itu.
Turangga hanya menggelengkan kepalanya, yang sebenarnya didalam batinnya, dia masih penasaran mengenai pria sepuh itu.
"Suatu saat nanti, kamu juga akan tau. Tentang aku dan batu kristal Dewa itu," ucap pria sepuh, menunjuk kearah batu yang mengeluarkan cahaya. "Sekarang pulihkan dulu dirimu, dan makanlah secara perlahan buah Dewa ini, dan seraplah energinya," tambah pria sepuh.
Sementara Rendi, merasa kehilangan Turangga dan putrinya. "Sudah malam begini dia belum pulang. Pergi kemana mereka itu?" ucap batinnya.
Rendi berusaha mencarinya, seluruh teman-temannya dihubungi, dan seluruh tempat yang biasa dikunjungi oleh Turangga, juga didatangi oleh Rendi, hanya untuk mencari Turangga dan Putrinya. Padahal mereka tidak membawa pakaian dan bekal, karena bilangnya hanya jalan-jalan mengajak bermain putrinya sebentar.
Hingga esok harinya, Turangga dan putrinya belum pulang ke rumah Rendi. Dan Rendi pun berusaha mencari keberadaan Turangga dan putrinya.
_______________
Di rumah mertuanya Turangga, kini tengah mempersiapkan acara pernikahan Siwi Susilowati dengan Dudi Hermawan, yang mengaku seorang duda kaya, namun kenyataannya kere, karena yang kaya itu adalah istrinya, dan yang memiliki perusahaan juga adalah istrinya, sedangkan suaminya, hanya numpang hidup kepada istrinya.
Pelaksanaan nikah siri antara Siwi Susilowati dengan Dudi Hermawan, akan diselenggarakan secara diam-diam, dan akan dihadiri oleh orang-orang yang dibayar oleh Dudi Hermawan, untuk mengaku sebagai keluarga dan saudara-saudaranya, agar acara pernikahan sirinya lancar.
Kembali ke tempat Turangga dan putrinya tinggal, keduanya sudah tiga hari tinggal bersama pria sepuh didalam Goa. Tampak Turangga sedang berlatih ilmu beladiri jurus Tapak Dewa, yang di ajarkan oleh pria sepuh.
Turangga terlebih dahulu dilatih fisiknya agar menjadi kuat, dengan jurus-jurus Tapak Dewa, Cakar Dewa Harimau, Pukulan Dewa Bayangan, dan jurus Pukulan Dewa Petir, dari mulai tingkat rendah, menengah hingga tingkat tinggi.
Setiap hari terus berlatih fisik dan jurus, untuk berlatih fisik, dia berlari mengitari dasar jurang dengan mengangkat beban berat, yang diikatkan dikedua belah kakinya, di punggungnya menggendong sebuah batu besar, yang diikatkan ke tubuhnya, serta dikedua tangannya membawa dua batu besar, yang diikat oleh tali terbuat dari rotan.
Turangga terus bersemangat berlatih, tidak ada waktu yang terbuang, setiap harinya dilatih oleh pria sepuh dengan berlatih fisik dan latihan jurus Dewa tingkat tinggi.
Enam bulan berlatih fisik dan jurus-jurus Dewa tingkat tinggi, hingga tubuhnya sudah terbentuk menjadi lebih kuat, baru Turangga dibuka dantiannya oleh pria sepuh, karena sejak kecil dantiannya tersegel.
Pria sepuh menghampiri Turangga, kemudian dia meminta Turangga duduk lotus, di atas batu giok hijau, yang berada ditempat itu. Sedangkan pria sepuh berdiri dibelakang Turangga, sambil menyalurkan sebuah kekuatan yang dahsyat ke tubuh Turangga.
"Bertahanlah, anak muda, jangan sampai tak sadarkan diri!" Seru Dewa Cahaya, berkonsentrasi penuh.
"Argh.... Argh.... Akhhh...." Teriak Turangga, menahan rasa sakit.
"Tahan sebentar lagi, anak muda."
Sebuah kekuatan yang sangat besar, menyeruak masuk ke seluruh tubuh Turangga. Dantiannya yang tersegel sejak masih kecil, sudah mulai terbuka, bahka semua titik kekuatan kultivasinya didalam tubuh Turangga, sudah terbuka semua.
Terdengar suara teredam dari dalam tubuhnya sebanyak enam kali, Turangga berhasil menerobos dari ranah dasar, Pendekar Prajurit tahap awal hingga Pendekar Perwira tahap puncak.
"Tahan sebentar lagi, anak muda," ucap pria sepuh itu.
Turangga sekuat mungkin berusaha untuk untuk tetap bertahan, hingga terdengar lagi suara teredam dari dalam tubuhnya sebanyak enam kali.
Bom.... Bom.... Bom.... Bom.... Bom.... Bom....
Kini ranah kultivasi Turangga, naik lagi ketingkat Pendekar Raja tahap puncak.
"Sekarang dilanjutkan dengan berendam di kolam Air Energi Dewa Cahaya, untuk menyempurnakan seluruh kekuatan yang telah berada didalam tubuhmu," ucap pria sepuh, sambil menunjuk kesebuah kolam yang berada disudut ruangan sebelah.
"Baik Tuan," sahut Turangga, mengarah ke kolam Air Energi Dewa Cahaya, disebelah ruangan Goa.
Setelah membuka pakaiannya, hanya mengenakan pakaian dalamnya, Turangga perlahan turun ke kolam, terus menyelam.
Turangga penasaran dengan kedalaman kolam tersebut, makanya dia terus menyelam hingga sampai ke dasarnya.
Tiba di dasar kolam, ada sebuah Goa, kemudian dia memasuki Goa itu. Didalam Goa, banyak tumpukan koin emas dan berbagai Sumberdaya Tingkat Dewa.
Usai melihat keadaan didasar kolam, Turangga naik lagi kepermukaan kolam, lalu menepi kepinggir mencari yang dangkal.
Setelah menemukan tempat yang sangat tepat untuk berendam, lalu duduk lotus berendam sambil berkultivasi.
Turangga menyerap sumber kekuatan dari Air Energi Dewa Cahaya, energi air itu meresap masuk kedalam tubuhnya. Lama kelamaan, terasa ada satu kekuatan yang hangat, mengalir diseluruh tubuhnya.
Satu bulan berlalu, Turangga berendam di kolam Air Energi Dewa Cahaya, untuk menyempurnakan seluruh kekuatannya, terdengar suara teredam sekali lagi dari dalam tubuhnya sebanyak enam kali.
Bom.... Bom.... Bom.... Bom.... Bom.... Bom....
Ranah Turangga sekarang meningkat pesat menembus Pendekar Spiritual tahap puncak. Namun pondasi kultivasinya masih tetap kuat, tidak goyah sama sekali.
Turangga terus menyempurnakan kekuatannya, hingga dua bulan berendam dengan menyerap kekuatan Air Energi Dewa.
Bom.... Bom.... Bom.... Bom.... Bom.... Bom.... Bom....
Terdengar lagi suara teredam dari dalam tubuhnya sebanyak tujuh kali. Turangga berhasil menembus ranah Pendekar Dewa Langit tahap awal.
Setelah gila-gilaan naik tingkat, Turangga beranjak dari kolam, dan kembali mengenakan pakaiannya.
"Pakaian ini sudah kotor, aku harus menggantinya dengan yang baru," ucap batin Arya, namun dia tidak memiliki pakaian lagi, karena pakaiannya ditinggal di rumah sahabatnya.
Dengan terpaksa dia mencuci pakaian dan celananya, dengan air kolam energi Dewa. Lalu memerasnya dengan sekuat tenaganya, hingga airnya keluar dari pakaiannya, dan memakainya kembali.
"Hampir sempurna," ucap pria sepuh, begitu melihat Turangga keluar dari ruangan sebelah. "Kamu pasti bisa mencapai ranah yang lebih sempurna lagi. Teruslah berlatih dan berkultivasi, tingkatkan lagi ranah kekuatan kultivasimu," tambah pria sepuh.
Ranah Kultivasi di Alam Dewa paling bawah, sebagai berikut ;
Pendekar Prajurit tahap awal, menengah dan puncak.
Pendekar Perwira tahap awal, menengah dan puncak.
Perdekar Jenderal tahap awal, menengah dan puncak.
Pendekar Raja tahap awal, menengah dan puncak.
Pendekar Pertapa tahap awal, menengah dan puncak.
Pendekar Spiritual tahap awal, menengah dan puncak.
Pendekar Dewa tahap awal, menengah dan puncak.
Pendekar Dewa Bumi tahap awal, menengah dan puncak.
Pendekar Dewa Langit, tahap awal, menengah dan puncak.
Pendekar Dewa Surga tahap awal, menengah dan puncak.
Bersambung......
Sekarang Siwi Susilowati telah menikah dengan Dudi Hermawan secara siri, nikah dibawah tangan. Karena Turangga sendiri belum menceraikan Siwi secara syah, menurut aturan agama dan pemerintah.
Lagi pula, Siwi menikah dengan Dudi Hermawan, baru satu bulan Turangga diusir dari rumahnya, belum genap seratus hari, apalagi itu secara paksaan oleh ibu mertuanya Turangga, karena demi sebuah kekayaan, hingga tega menjual anaknya sendiri kepada seorang lelaki yang sudah memiliki istri dan empat anak.
Siwi dan Dudih, tengah bersenang-senang di rumah mertuanya Turangga, yang kini ditempati oleh menantu barunya.
Namun tanpa disadari oleh mereka, istri sahnya Dudi Hermawan sudah mengetahui kelakuan suaminya di luar rumah, selain mendapat laporan dengan bukti yang kuat, dia juga menggelapkan uang istrinya sebanyak satu miliar rupiah.
Karena itulah, istrinya Dudi Hermawan bersama pamannya, seorang perwira tinggi polisi yang membawa pasukannya, melabrak rumah mertuanya Turangga, hingga semua orang yang berada didalam rumah itu dibawa ke kantor polisi, dan diproses secara hukum, karena Siwi masih memiliki suami, dan Dudi Hermawan ketahuan menggelapkan uang dari perusahaan milik istrinya.
Dudi Hermawan didakwa sebagai pelaku penggelapan uang milik istrinya, sebanyak satu miliar rupiah, Mira Yuningsih didakwa memperdagangkan anaknya, Nugraha sebagai perantara perdagangan wanita, dan Siwi melanggar undang-undang pernikahan, karena belum resmi cerai sudah menikah lagi dengan orang lain.
Begitu juga dengan rumah Mira Yuningsih di sita sebagai barang bukti, karena menurut Dudi, uang hasil dari korupsi di perusahaan milik istrinya, lima ratus juta diberikan kepada Mira Yuningsih, untuk membeli Siwi Susilowati.
Akhirnya mereka semua ditahan, dan berkasnya sudah dilimpahkan ke kejaksaan negeri.
Sementara Turangga, yang masih berlatih didalam Goa, dia semakin rajin dan giat. Hanya ingin membuktikan kepada dunia, bahwa dirinya sekarang bukan sampah dan pecundang lagi. Dia sudah terlahir kembali menjadi seorang pria muda yang tangguh dan kuat, dibawah pelatihan seorang dewa dari Alam Dewa Cahaya.
Genap satu tahun Turangga berada didalam Goa, selama kurun waktu satu tahun, dia terus menerus berlatih, hingga sekarang kekuatannya sudah tidak ada tandingannya lagi, karena kekuatan di Alam Bumi, hampir seluruhnya hanya menggunakan kekuatan fisik, tidak ada yang menggunakan kekuatan inti. Jika pun ada, itu hanya bisa dihitung dengan jari, tapi kekuatannya jauh dibawah kekuatan Turangga, yang telah menjadi seorang kultivator, dengan kekuatan yang diberikan oleh seorang Dewa.
Sekarang, ranah kekuatan kultivasinya, sudah berada ditingkat Pendekar Dewa Surga tahap puncak, sebuah kekuatan yang sangat dahsyat di Alam Bumi ini. Namun jika ingin dia naik ke alam di atasnya, dia harus meningkatkan ranah kekuatannya ketingkat yang lebih tinggi lagi, karena di atas ranah Pendekar Dewa Surga, masih ada lagi beberapa tahap.
"Nak Angga, kemarilah. Sekarang sudah waktunya aku memberikan kekuatan kepadamu, sebuah kekuatan yang sangat dahsyat, bahkan bisa menghancurkan semua bukit. Dan di alam ini, sudah tidak ada tandingannya," ucap pria sepuh.
"Baik, Guru," jawab Turangga, sembari mendekati gurunya.
Pria sepuh duduk berhadapan dengan Turangga, yang duduk lotus dengan khusyuk, untuk menyerap sebuah kekuatan yang akan diberikan oleh gurunya, yang telah bersiap mengalirkan energi kedalam diri Turangga, lewat ujung jari telunjuk gurunya, yang ditempelkan kepada kening Turangga,
Tak lama kemudian, sebuah aura kekuatan menyeruak masuk kedalam tubuh Turangga, menjalar ke seluruh tubuhnya. Seperti ada aliran setrum yang menyengat-nyengat seluruh tubuhnya.
Argh.... Aahhh....
Teriak Turangga, suara teriakannya menggema diseputar ruangan Goa.
"Tahan, Nak Angga. Sebentar lagi selesai," ucap gurunya.
Hampir saja Turangga tak sadarkan diri, kalau gurunya tidak segera membantunya.
"Sekarang seraplah!" Seru gurunya, memerintahkan Turangga, untuk segera menyerap kekuatan inti yang telah mengalir ditubuhnya.
Tidak seberapa lama, terdengar suara teredam dari dalam tubuhnya sebanyak sembilan kali, dia berhasil menerobos, naik ketingkat yang lebih tinggi lagi.
Kini, ranah kultivasi Turangga sudah mencapai tingkat Maha Dewa Penguasa tahap puncak, melewati ranah Penguasa dan Dewa Penguasa.
"Sekarang kamu latihan terbang diluar Goa, karena dengan kekuatan mu, kamu sudah bisa terbang," ucap gurunya.
Turangga bergegas keluar dari Goa, dia sangat penasaran apa yang dikatakan oleh gurunya. "Apa benar aku bisa terbang?" ucap batin Turangga, ingin cepat membuktikannya.
Ternyata benar apa yang dikatakan oleh gurunya, dia bisa terbang. Pertama dia hampir menabrak pohon dan dinding jurang, dia terus berusaha untuk mengendalikan kekuatannya. Akhirnya berhasil juga dia terbang, dan terus bermain di atas awan.
Setelah puas, baru dia turun, dan kembali kedalam Goa, menghampiri gurunya.
"Terimakasih guru, atas semuanya yang telah guru berikan kepadaku. Tanpa bimbingan dari guru, aku tidak mungkin seperti sekarang ini," ucap Turangga senang, dan berlutut dihadapan gurunya.
"Berdirilah....! Sudah saatnya kamu mengetahui yang sebenarnya," ucap gurunya.
Lalu dia menceritakan tentang keberadaan dirinya di Alam Bumi, dan memberi tau siapa dia sebenarnya.
Dia adalah seorang Dewa dari Alam Dewa Cahaya. "Aku dilemparkan kesebuah lorong waktu yang membawanya ke alam ini, untuk menerima sebuah hukuman dari Penguasa Dewa Agung," jelas Dewa Cahaya.
kemudian dia menceritakan, seluruh kejadian yang menimpa dirinya.
Dewa Cahaya yang bernama Batara Cahaya Purnama Alam, karena sebuah kelalaiannya, dia diberikan hukuman oleh Penguasa Dewa Agung, dengan diasingkannya ke Alam Bumi, hingga hukumannya berakhir, ketika dia menolong seorang manusia titisan Dewa, yang diberi kekuatan oleh dirinya.
Dan sekarang, dia sudah selesai menjalani hukumannya, karena sudah menolong dan memberi kekuatan yang terakhir. Kekuatan yang begitu dahsyat, kekuatan super jika di Alam Bumi.
Turangga tidak terkejut lagi mendengar penjelasan tentang gurunya, karena sebenarnya dia sendiri sudah mengetahuinya. Ketika itu, tanpa disengaja, dia mendengar percakapan gurunya dengan kedua saudaranya, yang menjenguk gurunya. Kedua saudaranya datang dari Alam Dewa, memberi kabar bahwa hukumannya akan berakhir, setelah gurunya memberikan kekuatan Maha Dewa Penguasa kepada Turangga.
Karena itulah, begitu gurunya menjelaskan, dia pura-pura mengerti, dengan mengangguk-anggukan kepalanya.
"Begitulah ceritanya," ucap gurunya. "Dan sekarang, ambillah ini, dan pakai di jari tengah. Ini sebuah cincin penyimpanan tingkat Dewa, jadi apapun juga bisa masuk kedalam cincin penyimpanan ini," jelas Dewa Cahaya.
Dewa Cahaya lalu menjelaskan cara memakai dan membuka cincin penyimpanan, dengan diteteskan darah dari jarinya, dia bisa menggunakan cincin penyimpanan, dan menjelaskan semua isi didalam cincin penyimpanannya, yang terdiri dari buah-buahan dewa dan sumberdaya tingkat Dewa, tumpukan koin emas, platinum dan berlian untuk dilebur menjadi perhiasan yang harganya sangat mahal, dan trilyunan uang rupiah serta dolar US, yang di ambil oleh gurunya dari beberapa koruptor di Alam Bumi, dengan cara mengambilnya dari jarak jauh.
Maksud gurunya mengambil uang dari para koruptor itu, untuk membantu orang-orang yang tidak mampu.
"Nak Angga, manfaatkanlah dengan baik, dan bantu orang-orang yang susah dan tertindas," harap gurunya.
"Baik, guru. Terimakasih atas semuanya yang telah guru berikan," balas Turangga.
"Dan jagalah cucuku yang cantik ini," ucap gurunya lagi, sambil membelai Ratu Ayu Dewi Nawangsari, putrinya Turangga, yang namanya telah di ganti oleh Dewa Cahaya, dari Ayu Ratna Dewi menjadi Putri Ayu Dewi Nawangsari.
Belum Turangga mengucapkan salam perpisahan, gurunya telah menghilang dari hadapannya.
"Selamat tinggal cucuku, suatu saat nanti, kakek akan menemui mu," ucap suara tanpa wujud, yang ditujukan kepada Ratu Ayu Dewi Nawangsari.
Setelah kepergian gurunya, gegas Turangga menggendong putrinya, dan segera dibawa terbang ke atas langit, melayang dibalik awan, menuju kesebuah kota besar di tanah Jawa.
Bersambung.....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!