Sepasang mata tajam milik Dewandra menatap manik berwarna coklat yang kini berada di bawa Kungkungannya.
Seumur hidup, Dewandra tak pernah tertarik secara fisik pada wanita manapun. Bahkan pada wanita-wanita kelas atas yang selama ini mengejarnya, memujanya dan mengharapkan semalam saja untuk satu ranjang dengannya tak pernah Dewandra perduli kan. Karena di hati pria blesteran Indonesia-Amerika-Korea itu, hanya ada satu wanita yang mampu menggetarkan hatinya, yang membangkitkan hasratnya sebagai seorang lelaki, dia adalah Treisya Ong.
Namun kini, ada gadis lebih muda usianya dari pada Treisya. Stevany Abelia. Gadis blesteran Amerika-indonesia-Thailand. Gadis yang entah dari mana hadir dengan segala keberaniannya dan berakhir menjadi asisten rumah tangganya. Gadis yang penampilannya biasa saja namun entah kenapa membuat Dewandra harus peduli padanya.
"A....apa yang akan anda lakukan, tuan?" tanya Stevany dengan suara yang terbata-bata. Mata gadis itu sudah berkaca-kaca. Tubuhnya seakan membeku karena tatapan intimidasi dari sang tuan yang terkenal tak ramah pada semua perempuan kecuali Treisya Ong. Apalagi ada bau alkohol yang membuat Stevany sadar betapa berbahayanya pria bertato ini sekarang.
"Sesuatu yang aku tahu sudah lama kau dambakan." Dewandra membungkukkan tubuhnya. Mengurung gadis itu diantara kedua tangannya. Stevany meremas seprei dengan kedua tangannya. Berusaha membuang wajahnya ke samping agar tak bertatapan dengan pria tampan yang berada di atas tubuhnya itu.
"Maksudnya apa tuan?"
"Jangan kau pikir bahwa aku tak tahu kalau kamu sering mencuri pandang ke arahku. Sering mencium pakaianku yang kau temukan saat membersihkan kamar ku. Apa kau tak tahu kalau semua CCTV di rumah ini ada dalam pantauan ku?"
Stevany menelan salivanya. "Aku ....."
"Malam ini, aku akan bercinta dengan mu. Walaupun aku tak menyukaimu, namun entah kenapa malam ini kamu sangat menarik di mataku. Kau bahkan sudah membangkitkan dia."
"Dia?"
Dewandra tersenyum nakal. Ia menarik satu tangan Stevany dan meletakan di atas juniornya yang sudah mengeras. Stevany dengan cepat menarik tangannya. Kali ini ia merasa dalam bahaya. Se-cinta apapun Stevany pada pria yang kini ada di atasnya, ia tak mungkin menyerahkan kesucian dirinya begitu saja.
"Tuan, nanti nyonya marah."
"Dia nggak akan tahu kalau kamu tak mengatakannya."
"Tapi.....!"
"Aku menginginkan kamu sekarang, Stevany. Dan kamu tahu apa Akibatnya menolak aku." kata Dewandra sambil menunjukan pistol yang ada di atas nakas.
"Tapi tuan, aku....aku belum pernah melakukannya dengan orang lain. Aku...., aku masih perawan dan aku ingin melakukannya dengan suamiku. Aku takut berbuat zinah."
Dewandra tertawa. Bahkan kedengarannya sedikit mengejek. "Memangnya kamu percaya kalau Tuhan itu ada? Come on, Stev. Jangan buat kesabaran ku habis. Kamu layani aku malam ini, atau aku door kepalamu itu dengan pistol ku ini."
Air mata Stevany mengalir membasahi pipi mulusnya saat Dewandra mulai mencium bibirnya.
Semua sudah terjadi. Stevany rela meninggalkan keluarga Dawson demi mengejar cintanya. Ia tak mungkin lagi mundur karena memang tak ada jalan baginya untuk berbalik. Walaupun berat, Stevany harus siap kesuciannya direbut oleh lelaki yang tak mencintainya.
************
Los Angeles, 2 tahun sebelumnya.....
Hari ini Stevany sedang ke memasuki salah satu mall untuk mencari hadiah ulang tahun bagi so kembar, anak dari Gabrian kakaknya.
Ia begitu bersemangat ingin mencari baju yang sama bagi 2 nona cilik yang telah membuat seluruh keluarga Dawson bergembira.
Ia pun memasuki sebuah toko baju anak. Matanya langsung dimanjakan dengan berbagai model baju anak perempuan yang sangat cantik dan lucu-lucu.
Ia membeli beberapa model dengan 2 buah setiap modelnya. Setelah membayar belanjaannya di kasir, Stevany pun bergegas ingin pulang karena ia memang ingin ikut menyiapkan pesta kejutan bagi ponakan kembarnya.
Saat Stevany keluar dari toko itu, matanya langsung menatap sosok tampan menggunakan kemeja putih yang digulung sebatas siku. Dua kancing di atas terbuka, menampakkan dada bidangnya yang bertato. Cowok itu menggunakan celana jeans yang robek di bagian lututnya. Rambutnya seperti penyanyi boy band asal Korea.
Oh my God, dia tampan sekali.
Stevany tersenyum melihat pria tampan itu. Mata Stevany melotot melihat tato yang ada di lengan pergelangan tangan. Stevany tahu itu adalah tato salah satu gank mafia yang terkenal di dunia ini. Jadi, dia seorang mafia? Duh, sayang sekali.
Kekaguman Stevany pada pria itu sama sekali tak berkurang. Ia terus memandanginya sampai ada seorang wanita yang berusia sekitar 40 tahun, keluar dari toko perhiasan tempat pria itu duduk.
Pria itu tersenyum melihat sang wanita. Wanita pun langsung menggandeng tangan sang pria dan keduanya pergi.
Apakah itu ibunya? Nggak mungkinlah kalau itu kekasihnya. Wanita itu terlalu tua untuknya.
Stevany pun memandang kepergian mereka dengan hati yang penuh tanda tanya. Ia kemudian melangkah pergi meninggalkan mall itu juga.
Di tengah perjalanan, Joselin, kakaknya menelpon meminta Stevany untuk mampir ke sebuah toko kue guna mengambil kue pesanannya untuk ultah si kembar.
Stevany pun memutar kembali mobilnya ke arah toko kue yang dimaksud. Saat sampai di toko kue itu, Stevany melihat kalau banyak pengunjung yang ada di toko itu. Ia segera menuju ke bagian pengambilan pesanan. Setelah menunjukan bukti pembayaran di ponselnya yang dikirim oleh Joselin, Stevany segera menerima kue itu. Dan saat ia membalikan badannya untuk meninggalkan toko kue itu, matanya kembali menatap sosok tampan yang sudah mencuri hatinya.
Cowok yang tadi dia lihat di mall, ada di toko kue ini. Ia nampaknya sedang membeli kue. Terlihat dari tangannya yang menunjuk beberapa jenis kue pada pelayan yang ada.
Senyum di wajah Stevany mengembang. Apakah kami jodoh sampai bertemu untuk yang kedua kalinya di hari yang sama?
Untuk sesaat Stevany terpaku pada sosok tampan yang terlihat dingin itu. Sampai akhirnya cowok itu meninggalkan toko kue. Stevany mencoba mengikutinya, dan ia melihat cowok itu masuk ke sebuah mobil sport berwarna hitam dan langsung pergi.
**********
"Ma, jika kita bertemu orang yang sama sebanyak tiga kali di hari yang sama apakah itu tandanya kita berjodoh?" tanya Stevany pada mamanya yang sementara menyiapkan makanan di dapur.
Giani menatap putri bungsunya. "Anak mama sedang jatuh cinta kah?"
"Menurut mama, benarkah ada cinta pada pandangan pertama?"
"Ya. Sekalipun mama sendiri tak pernah mengalaminya bersama daddy. Cinta kami tumbuh seiring berjalannya waktu."
Stevany diam. Bayangan wajah cowok itu seakan tak mau lepas dari pelupuk matanya. Ia bahkan merasa kalau dirinya sudah gila karena selalu tersenyum saat mengingat wajah tampan itu.
Selesai acara ulang tahun si kembar, Stevany keluar sebentar. Ia mendapatkan tamu bulannya dan persediaan pembalutnya sudah habis. Makanya ia pamit sebentar dan pergi ke salah satu minimarket yang tak jauh dari rumah mereka.
Setelah memilih pembalut siang dan pembalut malam yang hendak dipakainya, ia pun bergegas ke kasir. Tapi, ketika Stevany akan masuk ke dalam mobilnya, ia terkejut saat melihat ada seseorang yang nampak bersembunyi di sebelah mobilnya.
"Who are you?" tanya Stevany sambil mendekati pria yang nampak tertunduk itu.
Pria itu mendongak. Tangan kanannya nampak memegang perutnya. Stevany terkejut saat melihat wajah pria itu. "You?" si tampan yang dilihatnya tadi di mall dan di toko kue, kini ada di hadapannya. Wajahnya berkeringat dan nampak kesakitan.
"Please, help me!" pinta cowok itu sambil memegang tangan Stevany.
"Apa yang bisa aku perbuat untukmu?"
"Tolong bawa aku pergi dari sini."
"Kamu terluka? Kita ke rumah sakit?"
"Jangan. Please...! Bawa saja aku pergi dari sini."
Stevany sadar, apa yang diduganya benar. Cowok ini pasti seorang mafia dan dia baru saja di serang. Stevany langsung membantu cowok itu masuk ke jok belakang. Setelah melihat ke kanan dan ke kiri, Stevany melihat kalau keadaan sepi. Ia pun segera masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan halaman mini market itu.
"Tolong berhenti di apotik. Belikan jarum suntik, kapas....." Cowok itu menyebutkan beberapa jenis obat. Stevany berusaha mengingatnya. Ia menemukan sebuah apotik dan membeli semua yang cowok itu ucapkan.
"Kita akan kemana?" tanya Stevany ketika ia sudah selesai membeli semua yang dibutuhkan.
"Bawa saja aku ke penginapan di luar kota. Jangan ke hotel. Kw sebuah motel saja yang kamarnya berada di luar." ujar cowok itu dengan wajah yang semakin berkeringat.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Stevany khawatir.
"Ya."
Akhirnya, mereka tiba di motel yang ada di luar kota. Setelah memesan kamar di lobby, Stevany memarkir mobilnya di depan kamar sudah disewanya. Ia membantu cowok itu turun dan membaringkannya di atas ranjang. Stevany terbelalak melihat perut cowok itu yang berdarah.
"Apakah tidak sebaiknya kita ke rumah sakit?" tanya Stevany ketakutan.
Cowok itu menggeleng. "Tolong bantu aku membuka bajuku."
Walaupun dengan tangan yang bergetar, Stevany memberanikan diri membuka kemeja cowok itu. "Pinggangmu tertembak?"
Cowok itu mengangguk. Ia mengeluarkan sebuah pisau dari saku celananya. "Tolong bantu aku mengeluarkan pelurunya."
"Tapi....."
"Please......, pelurunya tidak begitu dalam. Aku dapat merasakannya. Tolong......!" ujar cowok itu dengan tatapan yang sendu membuat Stevany tak bisa menolaknya.
Akhirnya, dengan instruksi yang diberikan cowok itu, Stevany berhasil mengeluarkan peluru yang ada di pinggangnya. Peluru itu memang tak sampai menembus bagian vital dari tubuhnya. Tangan Stevany sendiri sampai berkeringat dingin ketika ia menjahit luka itu dan kemudian membalutnya dengan kain kasa. Bebetapa kali cowok itu terlihat memejamkan matanya, menahan sakit saat Stevany mengerjakan semuanya itu. Tapi tak ada jeritan dari mulutnya. Stevany kagum dengan kekuatan cowok itu.
"Terima kasih....!" katanya sangat lemah sebelum akhirnya ia memejamkan matanya. "Tolong, jangan tinggalkan aku." ujarnya lagi membuat Stevany terpaku menatap cowok itu. Kita sudah tiga kali bertemu hari ini. Apakah kita memang berjodoh?
************
Hallo semua.....
selamat datang di novel emak yang terbaru. Semoga suka ya guys
Mom, aku ada di asramaku
salah satu temanku ada yang sakit. Nanti aku pulang besok ya?
Stevany mengirim pesan pada mamanya. Ia tak mau mamanya khawatir. Walaupun sebenarnya ia merasa tak enak hati karena harus berbohong.
Stevany menatap pria bertato itu yang kini terbaring. Sesekali Stevany menyeka keringat yang ada di wajah cowok itu. Sepertinya ia demam. Pasti karena lukanya. Perlahan Stevany memperbaiki selimut yang menutupi tubuh bagian bawah cowok itu. Ia tadi membuka celananya saat Stevany mengeluarkan peluru yang ada di tubuhnya.
Cowok itu memiliki tato di dadanya berbentuk seperti malaikat yang memegang pedang , tato di leher sebelah kanan yang berbentuk busur panah. Ada tato juga di lengan kirinya seperti gambar harimau, yang kemudian memanjang ke bawa ada tulisan sebuah nama dalam bahasa Korea. Stevany menyesal karena ia tak tahu bahasa Korea.
"Dia sangat tampan dan terlihat lembut saat tidur seperti ini. Siapa namanya ya?" Stevany membelai wajah cowok itu dengan lembut. Ia tahu, hatinya sungguh telah jatuh cinta pada pandangan pertama.
Keesokan paginya.....
Stevany keluar dari kamar mandi dan melihat kalau pria itu sudah bangun. Ia nampak sudah bersandar di kepala ranjang. Matanya menatap Stevany.
"Terima kasih." ucapnya tulus.
Stevany hanya tersenyum. "Apakah lukanya masih sakit?"
"Sedikit. Namun aku sudah biasa mengalami ini."
"Kamu nggak demam lagi kan?"
Cowok itu menggeleng. "Tolong pesankan taxi. Aku harus pergi."
"Tapi....."
"Ini demi kebaikanmu, nona. Kau tak ingin menjadi sasaran peluru panas seperti aku kan?" Cowok itu perlahan turun dari ranjang dan mengenakan kemejanya kembali. Ia sudah lebih dulu memakai celananya saat Stevany berada dalam kamar mandi.
"Baik." Stevany pun segera memesan taxi yang ada.
Tak sampai 10 menit, taxi pun datang.
"Siapa nama mu?" tanya Stevany sebelum cowok itu masuk ke dalam taxi.
Cowok itu tersenyum. "Sebaiknya kamu tak perlu tahu siapa diriku. Itu untuk kebaikanmu." lalu ia pun menutup pintu taxi dan segera pergi.
Stevany menatap kepergian taxi itu. Hatinya memberontak. Ia harus tahu siapa lelaki itu. Tak peduli dengan bahaya yang nanti akan ia hadapi. Makanya, ia pun nekat membuntuti taxi itu dari jarak yang sangat aman.
Taxi itu berhenti di sebuah rumah yang ada di pinggiran kota. Cowok itu turun dan dua orang lelaki berpakaian serba hitam datang membantunya. Stevany memperhatikan mereka sampai akhirnya cowok itu menghilang dibalik pagar tinggi yang memagari rumah itu.
*************
Kembali ke waktu sekarang ....
Napas Dewandra terdengar berat saat ia mencium bibir Stevany. Ciuman pertama bagi gadis itu. Ciuman yang memabukkan sebenarnya jika memang Dewandra memiliki perasaan yang sama dengannya.
"Kau begitu manis, sayang." bisik Dewandra sebelum ciumannya berpindah ke leher Stevany. Ada rasa perih dan geli sekaligus yang gadis itu rasakan saat bibir basah Dewandra meninggalkan jejak merah di sana.
"Tuan, aku mohon.....!" tangis Stevany diantara ketakutan yang dirasakannya. Stevany bisa saja menendang Dewandra yang setengah mabuk itu. Namun ia takut dengan ancaman Dewandra untuk membunuhnya. Ia tahu, Dewandra adalah seorang penembak jitu yang tak pernah merasa kasihan pada siapa saja.
"Kau pasti akan menyukai ini, cantik." Dewandra sedikit terkekeh. Ia mulai melepaskan kancing kemeja putih yang adalah seragam Stevany sebagai seorang pelayan.
"Tuan ....!" Stevany menahan tangan Dewandra.
"Diam......!" kata Dewandra sedikit membentak. Stevany memejamkan matanya saat ia mulai merasakan kalau kemeja putihnya itu sudah terbuka semua kancingnya.
"Waw....aku suka!" guman Dewandra dengan mata berbinar saat melihat gundukan indah di dada Stevany yang masih tertutup dengan baju dalamnya.
Ya Tuhan, tolong aku....! Jerit Stevany dalam hatinya. Tubuhnya mulai bereaksi saat Dewandra mulai mencium dadanya. Stevany adalah gadis muda yang hormon-hormon nya sedang berkembang. Sentuhan Dewandra bisa meruntuhkan pertahannya.
Saat tangan Dewandra mulai turun ke bawa, Stevany semakin tegang.
"Tuan......!" panggil seseorang dari luar sambil mengetuk pintu.
"****!" Dewandra memaki karena merasa terganggu. Ia mengangkat tubuhnya dari atas Neva. Perlahan ia turun dari atas ranjang king Size nya lalu membuka pintu. Tatapannya tajam ke arah Seneo, asisten kepercayaannya yang akan selalu berjaga kemana saja ia pergi. Lelaki asal Jepang itu sangat tahu bagaimana pribadi sang tuan.
"Aku kan sudah bilang jangan ganggu."
"Nyonya datang, tuan."
"Bukankah ia sudah berangkat?" Dewandra terkejut.
"Kata nyonya bandaranya ditutup karena badai salju. Makanya nyonya nggak jadi berangkat. Nyonya sudah ada di gerbang."
"Sial!" Dewandra masuk kembali ke dalam kamarnya. Ia melihat Stevany yang sudah mengenakan kemejanya kembali. Ia bahkan sementara merapikan tempat tidur Dewandra.
"Saya akan kembali ke kamar saya, tuan." ujar Stevany lalu segera pergi. Dewandra hanya menatap kepergian Stevany lalu ia masuk ke kamar mandi untuk sekedar mencuci mukanya, menghilangkan sedikit rasa mabuk dan bau alkohol. Treisya tidak suka jika Dewandra bau alkohol apalagi mabuk.
Sementara itu, Stevany memilih turun melalui tangga belakang yang langsung menuju ke ruang makan.
Sasi, kepala pelayan di rumah ini menatap Stevany dengan intens. Wanita berusia 50 tahun itu seakan sedang menelanjangi Stevany dengan tatapannya itu.
"Apa yang tuan Dewandra inginkan darimu? Aku dengar kalau dia memanggilmu."
Stevany berusaha tenang. "Tuan hanya meminta aku membersihkan kamarnya."
"Bukankah kamar tuan hanya boleh di bersihkan oleh aku?" Sasi menatap Stevany tajam.
"A...aku juga nggak tahu nona Sasi."
Sasi akan bicara namun langsung terhenti dengan suara Treisya yang memanggilnya.
"Sasi....!"
Sasi dan Stevany sama-sama menoleh. Perempuan yang tadinya akan pergi ke Jepang nampak sudah kembali. Treisya Ong, sudah berusia 43 tahun namun penampilannya seperti gadis berusia 20 tahun. Bentuk tubuh yang proposional, karena ia rajin olahraga dan menjaga pola makannya.
"Ya, nyonya."
"Tolong buatkan aku teh lemon. Kepalaku agak sakit. Bawa ke kamar ya?" ujar Treisya lalu segera meninggalkan ruang makan dan menuju ke lantai dua melalui tangga yang tadi dilewati oleh Stevany.
"Bereskan ruang makan. Lalu segera kembali ke kamarmu." kata Sasi kepala Stevany. Gadis itu hanya mengangguk dan langsung melakukan apa yang Sasi katakan.
Setelah pekerjaannya selesai, Stevany pun segera ke kamarnya. Ia mencuci wajahnya, menggosok gigi, membuka seragam pelayannya yang berwarna putih hitam, lalu menggantinya dengan piyama berlengan panjang karena sekarang sedang musim salju. Setelah itu, ia naik ke atas ranjang, menarik selimut untuk menutupi sebagian tubuhnya dan mengeluarkan ponsel yang ia sembunyikan dari balik kasurnya. Ia segera menghidupkan dan masuklah beberapa pesan dari kedua kakaknya, dan yang paling banyak dari mama Giani.
Sayang, mami nggak sabar menunggu kamu pulang. Ini sudah bulan ke-6. Apakah kamu sudah berhasil menaklukan hati pujaan hatimu? Ingat, perjanjian kita hanya satu tahun. Jika kamu tak berhasil mendapatkan cintanya, pulanglah ke Jakarta, nak. Mami rindu. Kadang mami sangat takut membayangkan dirimu ada di sarang mafia.
Air mata Stevany jatuh saat membaca pesan dari mommy nya. Terbayang kembali saat Stevany memutuskan untuk mengejar cinta Dewandra.
************
Dewandra
Stevany
Treisya
"Dewandra Petra Jung?" tanya Stevany saat kakaknya menyodorkan data dan foto lelaki yang telah membuatnya susah tidur selama seminggu ini.
"Ya." Jawab Joselin mantap. Pacar Joselin adalah anggota badan intelejen. Mencari tahu tentang seseorang bukanlah hal yang sulit baginya. "Dia adalah pemain basket di salah satu club' yang ada di LA ini, dan juga seorang mafia. Beberapa kali berurusan dengan polisi namun sangat lihai meloloskan diri. Treisya Ong adalah orang kuat di belakangnya."
"Siapa Treisya Ong?"
"Bibinya dan sekaligus juga adalah kekasihnya."
"Kekasih?" entah mengapa hati Stevany jadi sakit mendengarkan itu.
"Ya. Begitulah kabar burung yang beredar. Dewandra yang memiliki darah Indonesia itu, tak pernah memiliki kekasih. Wanita yang selalu bersamanya adalah Treisya Ong. Treisya Ong itu adalah istri dari pamannya Dewandra. Pamannya sendiri sudah meninggal 5 tahun yang lalu." Joselin menatap adiknya. "Jadi bagaimana? Kamu masih berminat pada pria bertato itu?"
"Aku sudah jatuh cinta padanya, kak."
Joselin menepuk dahinya sendiri. "Ayolah, Ny. Open your eyes. Di luar sana masih banyak lelaki tampan yang baik. Mereka pasti Kan jatuh cinta padamu."
Stevany menyandarkan punggungnya di sofa. "Hati adalah hati, kak. Ia memiliki keinginannya sendiri. Entah mengapa, saat aku melihatnya malam itu terluka, aku merasa dia seperti membutuhkan pertolongan. Tapi bukan untuk lukanya. Melainkan sesuatu yang lebih lagi. Entahlah."
"Mommy dan daddy nggak akan ijinkan."
"Aku akan bicara malam ini dengan mereka."
**********
Jeronimo, lelaki tampan yang berusia hampir 60 tahun itu, terlihat serius mendengarkan penuturan putri bungsunya Stevany.
"No....!" itulah kata yang keluar dari bibir lelaki yang masih terlihat kekar dan penuh kharisma itu setelah Stevany selesai berbicara.
"Come on, dad. I love him." Mohon Stevany.
"Kamu nggak tahu siapa dia. Kamu nggak tahu betapa kejamnya dunia mafia. Bagaimana bisa kamu bilang mencintai dia? Membunuh aja mereka nggak takut, Ny." ujar Jero berusaha menyakinkan anaknya itu.
"Sebaiknya memang kita segera kembali ke Jakarta." kata Gabrian diikuti anggukan kepala Gabriel.
"Oh please ...kak Iel...kak Ian...." Stevany hampir menangis.
"Bagaimana bisa kami menyerahkan adik kami ke tangan seorang penjahat?" ujar Gabriel dengan kepala yang masih menggeleng.
"Pulang Jakarta saja ya, nak? Bukankah semua urusan kita di sini sudah selesai? Daddy ingin hidup damai di Indonesia. Daddy dan mommy bahkan rencana ingin keliling Indonesia tahun depan. Masih banyak pria tampan di Indonesia." Jero berusaha membujuk anaknya. Stevany adalah kesayangan di keluarga mereka. Si bungsu yang selalu membuat mereka bahagia. Jero tak akan pernah rela putri bungsunya itu jatuh ke tangan lelaki mafia seperti Dewandra.
"Seberapa besar kamu yakin dengan perasaanmu itu, nak?" tanya Giani yang sejak tadi diam.
"Aku nggak tahu, Mom. Sejak pertama melihatnya, ada gejolak di hatiku yang tak bisa aku jelaskan. Aku pernah dekat dengan beberapa cowok, namun tak pernah ada yang mengetarkan hatiku seperti ini. Saat menatap matanya yang memohon agar aku menolongnya malam itu, didetik itu juga aku yakin kalau Tuhan mengirim cowok itu untuk aku."
"Mommy mendukungmu." kata Giani membuat yang lain menatap Giani dengan tatapan yang tak setuju.
"Sayang .....?" Jero menatap istrinya.
"Kami beri waktu padamu selama 1 tahun. Jika ternyata selama satu tahun kamu tak bisa menaklukan hati Dewandra, maka kamu harus kembali ke keluarga Dawson. Kamu juga harus ingat semua batasan yang kami ajarkan padamu. Menjaga kesucian diri sangat penting." kata Giani membuat Stevany langsung memeluk mamanya.
"Gabrian....Gabriel...., bantu Stevany untuk bisa masuk ke rumah mafia itu." perkataan Giani adalah sebuah perintah yang harus diikuti oleh semua anak-anaknya.
"Sayang, mengapa kamu mengijinkan Stevany masuk ke rumah mafia itu? Aku takut Stevany sampai terbunuh." kata Jero saat keduanya berada di dalam kamar. Mereka duduk bersisian di tepi ranjang.
"Bee, dulu saat aku berencana untuk menikah denganmu, aku sangat yakin dengan perasaanku itu. Walaupun memang awalnya aku tak mencintai kamu. Aku nekat melakukan apa saja asalkan tujuanku tercapai. Aku akhirnya tahu, tujuanku bukankah sekedar ingin memisahkan kamu dengan Finly tapi juga menolong kamu untuk percaya lagi pada Tuhan. Menolong kamu menemukan lagi jati dirimu yang sebenarnya." Giani meraih tangan Jero. "Anak kita sedang jatuh cinta. Biarkan dia mengejar cintanya. Kalaupun dia terluka karena cintanya bertepuk sebelah tangan, dia tahu kemana harus pulang untuk menyembuhkan lukanya." (yang belum tahu kisah Jero dan Giani, baca di novel aku yang judulnya : MENIKAHI SELINGKUHAN KAKAK IPARKU")
Jero menyandarkan kepalanya di bahu sang istri. "Bagaimana aku bisa melepaskan dia, sayang?"
"Dia sudah 21 tahun, Bee. Pintar beladiri, pintar menembak. Kamu tahu dari semua anak kita, Stevany yang paling pintar. Makanya aku nggak khawatir."
"Bagaimana kamu sajalah."
Giani mencium pipi suaminya. "I love you."
"I love you too." kata Jero lalu mendorong istrinya ke atas ranjang.
"Mau apa, bee?" tanya Giani.
"Mau kamu!" kata Jero lalu segera mencium bibir istrinya yang selalu terlihat menggoda di matanya.
*********
Untuk bisa masuk ke kediaman Mafia itu, Stevany harus rela menghapus semua akun media sosialnya. Untunglah gadis itu memang tak terlalu suka memamerkan sesuatu di medsosnya. Pacar Joselin mengubah semua identitas Stevany. Ia merupakan gadis kelahiran Thailand dan sedang bekerja di Amerika.
Menurut kabar yang Gabriel dapatkan, Treisya Ong sedang mencari asisten rumah tangga yang juga tahu tentang keuangan. Stevany pun datang melamar.
Hari ini, ia menggunakan celana jeans dan kaos berwarna hitam. Ia membawa berkas lamarannya.
"Apa pekerjaan kamu sebelumnya?" tanya Treisya.
"Saya bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah salah satu pengusaha asal Thailand, nyonya. Mereka seminggu yang lalu baru saja meninggalkan Amerika. Itulah sebabnya saya melamar di sini."
Treisya membuka tabletnya dan mencari tahu informasi tentang Stevany. Ia tentu tak mau sembarangan memasukan orang ke rumahnya. Setelah tahu kalau Stevany memang hanyalah gadis biasa, Treisya pun menerimanya.
"Nyonya, saya dengar kalau nyonya juga mencari orang yang bisa mengurus keuangan rumah tangga. Di rumah majikan saya yang dulu, saya juga biasa mengurus keuangan."
"Saya akan mencobanya."
Stevany pun akhirnya masuk ke rumah itu dengan mulus tanpa ada hambatan. Ia menggunakan sebuah kalung sederhana namun liontinnya merupakan alat khusus yang dipasang untuk mendeteksi keberadaan Stevany. Jika liontin itu tak bisa dideteksi oleh keluarga Dawson itu berarti Stevany dalam keadaan yang membahayakan.
Hari pertama kerja Stevany sangat bersemangat.
"Kalian tak diijinkan naik ke lantai dua, kecuali Nyonya Treisya yang memerintahkannya. Di larang bergosip, dan bertanya sesuatu yang berhubungan dengan tuan dan nyonya, kalau tidak, kalian akan mati." ujar Sasi sang kepala pelayan di rumah ini.
2 Minggu pertama Stevany ada di sana, ia tak pernah melihat Dewandra. Entah kemana cowok itu berada. Nyonya Treisya pun jarang ada di rumah.
Dari percakapan yang tak sengaja Stevany dengar dari 2 orang bodyguard, Dewandra ternyata sedang ikut pertandingan ke luar negeri.
"Stevany, ayo ikut aku ke atas untuk mengatur pakaian di kamar tuan Dewandra." kata Sasi. Stevany pun bersemangat saat tahu Kan ke kamar Dewandra. Ia segera membawa pakaian pria itu yang sudah disetrika oleh pelayan yang ada di bagian laundry.
Sebuah kamar yang sangat besar dengan dominan warna hitam coklat. Khas cowok banget.
Ada foto Dewandra yang tergantung di sana menggunakan pakaian basket. Di atas nakas ada foto Dewandra dengan Treisya yang nampak mesra. Dewandra memeluk punggung Treisya sementara wanita itu menatap Dewandra dengan senyum penuh kebahagiaan. Tentu saja Stevany memperhatikan itu dengan sangat hati-hati karena tak ingin Sasi mencurigainya.
Selesai membereskan pakaian Dewandra di dalam lemarinya, Sasi segera mengajak Stevany keluar. Ketika mereka akan menuruni tangga, jantung Stevany langsung berdebat sangat kencang saat melihat Dewandra yang baru datang. Ia terlihat sangat tampan dengan celana jeans selutut, sepatu kets dan kaos putih yang nampak pas membungkus tubuh atletisnya. Ada kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya.
"Tuan, selamat datang." kata Sasi.
Dewandra hanya menatap Sasi tanpa bicara. "Tolong buatkan air jeruk hangat untukku." kata Dewandra lalu melangkah melewati Sasi dan Stevany. Langkah cowok itu terhenti. Ia membuka kacamata hitamnya dan menatap Stevany.
"Ini pelayan baru, tuan." Sasi menjelaskan tanpa Dewandra minta. Cowok itu pun kembali melanjutkan langkahnya. Menaiki tangga untuk menuju ke kamarnya.
Stevany menarik napas lega. Ia senang karena Dewandra tak mengenalinya. Penampilan Stevany saat ini jauh berbeda. Rambut panjangnya harus disanggul, ia tanpa make up, dan tanpa kacamatanya. Sangat jauh dari Stevany yang dilihat Dewandra sebulan yang lalu.
Namun kelegaan Stevany tak berjalan lama. Saat tengah malam dan ia sedang di dapur untuk mengambil minum, Dewandra dengan cepat segera mendorong Stevany sampai gadis itu bersandar pada dinding. Tangan Dewandra langsung mencekik leher Stevany sampai Stevany merasa bahwa ia akan mati saat itu juga.
*************
Apa yang Dewandra akan lakukan pada Stevany ?
Dukung terus novel baru emak ini ya guys
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!