Film yang baru saja di tonton oleh Rindi, begitu banyak menguras tangis. Sampai - sampai Rindi juga saat ini masih sesenggukan.
"Hiks... Hiks... Hiks... sedih banget sih filmnya. Ah... kalau tau kaya gini aku nggak bakal deh nonton filmnya. Mana harus bolos sekolah lagi demi nonton film nya. Eh... malah di buat nangis. Ckckck... Ckckck... kamu juga sih Yeni." Kata ku yang saat ini begitu sangat dramatis.
"Ko jadi aku yang di salahin sih, tadi kan yang pilih film ini siapa? Jangan ngedadak lupa deh. Ntar bisa - bisa kamu juga malah ngedadak dapet hal yang tak terduga. Kan bahaya ntar." Kata Yeni yang membalas ucapan ku.
"Memang nya siapa yang pilih film ini. Jangan bilang kalau orang nya itu aku. Awas ya kalau kamu malah bilang kaya gitu. Ntar aku buat kamu..." Kata ku yang masih belum mau mengakui kesalahan yang sudah jelas - jelas aku yang salah. Tapi aku malah tak mau mengakui kesalahan.
"Yey... kebiasaan deh kamu nih. Hem... ya udah kalau kamu mau nya kaya gitu. Aku pergi duluan ya. Dah... cewe nyebelin." Kata Yeni membalas ucapan ku dan pergi meninggalkan aku yang masih menangis.
"Ih... kesel deh aku sama kamu, malah di tinggal lagi aku nya. Awas ya kamu Yeni aku bilangin mamah sama papah kamu kalau kamu bolos sekolah." Kata ku dengan penuh emosi atas sikap Yeni tersebut.
Yeni tak begitu peduli dengan ucapan yang aku ucapkan pada dirinya barusan. Karena semua itu bisa di lihat. Ketika Yeni terus berjalan tanpa berniat untuk melihat ke belakang tubuhnya.
"Bener - bener nih anak, udah buat aku emosi. Yeni nyebelin, nggak punya perasaan, tega dan buat aku marah seketika." Kata ku yang malah seperti orang aneh saat berbicara sendiri dengan suara yang cukup keras.
Membuat orang - orang yang berada di sekitar ku menjadi takut, melihat aku yang teriak - teriak tak jelas.
"Ih... tuh orang stress kali ya, apa gimana sih? Ko malah terik - teriak kaya gitu. Bukannya barusan film yang kita tonton itu sedih ya. Bukan buat emosi. Tapi ko respon tuh orang malah kaya gitu." Kata seseorang yang berada di sekitar ku pada temannya.
"Ntah lah, aku nggak tau tapi aneh memang. Ya udah lupain aja, lagi pula mungkin lagi ada problem kali." Kata temannya seseorang yang membicarakan ku membalas ucapannya.
"Hem... bisa jadi kaya gitu sih. Ucapan kamu ada bener nya juga. Buat apa di pikirin ya, lawong itu hak nya dia ko." Kata seseorang yang membicarakan ku.
Sementara aku yang samar - samar mendengar ucapan dua orang tersebut. Menjadi semakin emosi di buat nya.
Bahkan aku pun sempat marah pada mereka berdua karena telah berani membicarakan aku di belakang ku. Walau sebenernya sih dua orang itu ada di depan ku.
"Hey... kalian, lagi ngomongin aku ya. Ko bisa, nggak punya kerjaan ngomongin orang." Kata ku pada mereka berdua dengan suara yang cukup keras.
Sehingga membuat mereka berdua menganggap bahwa ucapan ku seperti benar - benar orang stress.
"Eh... mbak, siapa yang bicarain mbak coba. Jangan kepedean deh," kata Mira seseorang yang tadi membicarakan ku.
"Iya, mbak nih. Memangnya mbak ngerasa kalau kita bicarain mbak apa?" Kata Wina ikut menjawab ucapan yang aku keluar kan barusan.
Bahkan tak hanya itu, mata Wina sempat ia putar kan ketika ia berbicara untuk menjawab ucapan ku barusan.
"Eh... kalian ya, bisa liat nggak sih. Aku nih bukan mbak - mbak dan lagi pula kalau aku liat - liat sih. Kalian itu yang tepat nya di panggil mbak bukan aku." Kata ku yang tak terima di panggil mbak oleh mereka berdua sehingga aku protes pada mereka.
"Oopppss... sorry aku kira mbak - mbak. Eh... ternyata di bawah aku ya usianya. Tapi ko malah keliatan kamu ya, yang kaya mbak - mbak." Kata Mira yang langsung menutup bibirnya dengan salah satu tangannya itu. Bahkan ekspresi terkejut pun sempat di tunjukkan juga oleh Mira saat membalas ucapan ku.
"Hem... kamu bener Mir, aku kira juga dia nih mbak - mbak. Eh... ternyata di luar dugaan." Kata Wina yang membenarkan ucapan Mira.
"Ih... kalian nih nyebelin sih, awas ya kalau ntar kita ketemu lagi. Jangan bilang mbak aku nggak suka. Bye..." Kata ku yang langsung pergi ketika aku telah menyelesaikan ucapan ku untuk membalas ucapan mereka.
"Dasar tuh cewe aneh, malah pergi gitu aja lagi. Dia kali yang nyebelin, ko malah kita yang di bilang nyebelin. Bener nggak sih ucapan aku barusan itu." Kata Wina yang jadi emosi saat melihat aku yang pergi begitu saja.
Tanpa menunggu jawaban yang di keluarkan oleh Wina dan Mira atas ucapannya.
"Sabar Win, kita orang yang normal nggak boleh emosi sama sikap tuh cewe. Percuma buang - buang tenaga tau nggak." Kata Mira membalas ucapan Wina.
"Iya sih, tapi tetep aja bikin emosi tau nggak." Kata Wina membalas ucapan Mira.
"Hem... kalau kaya gitu susah sih. Tapi di coba aja lupain Win, anggap aja ketemu orang stress." Kata Mira memberikan saran pada Wina.
"Hem... akan aku coba." Kata Wina menerima saran Mira bahkan ia pun akan mencoba melakukan saran tersebut.
"Bagus kalau gitu. Yuk kita pergi aja. Ntar kalau lama - lama di sini. Ketemu orang aneh yang ke dua lagi. Kan bahaya, ntar bisa - bisa kamu malah makin emosi." Kata Mira membalas ucapan Wina dan mengajak Wina untuk pergi meninggalkan tempat ia berada saat ini.
"Yuk aku setuju deh sama ucapan kamu. Sekarang bawa aku kemana pun kamu pergi aku pasti ikut." Kata Wina membuat Mira tertawa terbahak - bahak.
"Hahaha... Hahaha... ucapan kamu itu, buat aku ngakak tau. Kaya sama pacar aja sih bicaranya, penuh dramatis gitu." Kata Mira membalas ucapan Wina.
"Memangnya beneran dramatis gitu. Perasan biasa aja deh, nggak dramatis gitu." Kata Wina membalas ucapan Wina.
"Dramatis tau," kata Mira langsung membalas ucapan Wina.
"Nggak ih..." Kata Wina yang masih tak terima dengan ucapan Mira terhadap dirinya.
Sementara aku yang kini telah berada di parkiran. Tanpa sengaja malah bertemu dengan seorang laki - laki.
Ntah ini kebelutan atau memang takdir. Tapi yang jelas ini seperti pertemuan tak terduga. Karena bertemu dengan tiba - tiba dan tak ada rencana bisa bertemu di sini dengan laki - laki itu.
Bahkan aku juga sempat tak menyangka kenapa bisa aku bertemu dengan laki - laki yang secara tiba - tiba bertemu dengan ku saat ini, melalui kejadian yang tak terduga untuk ku.
Next episode....
Tap... Tap...
Suara langkah kaki terdengar begitu nyaring di telinga ku. Dan suara langkah itu berasal dari diri ku sendiri.
Yang begitu terburu - buru karena ingin mengejar teman ku Yeni.
"Huh... Huh..., kemana sih tuh anak? main tinggal - tinggal aja. Aku kan nggak tau jalan, kalau misalnya aku kesasar gimana? terus nanti aku pulangnya gimana dong." Kata ku yang berbicara ketika aku berjalan dengan cepat.
Terdengar begitu sangat dramatis, kenapa aku bilang kaya gitu? Ya, karena semua itu hanya ucapan omong kosong ku saja.
Karena pada kenyataannya, aku tau semua tempat yang ada di sekitaran ku saat ini.
Seperti hal nya, tempat ini sudah menjadi tempat terfavorit aku untuk bolos sekolah menghabiskan waktu di tempat ini.
Hem... ini lah aku, seorang gadis yang hidup hanya untuk bersenang - senang.
Mengabiskan uang ke dua orang tua ku. Namun, sayang nya uang tersebut tak bisa habis sampai saat ini.
Aku juga pernah membayangkan seandainya aku hidup tak punya uang, lalu aku begitu kelaparan.
Bahkan untuk membeli satu permen pun aku nggak mampu. Sampai pada akhirnya tiba - tiba aku...
Sorry ya, aku sampai cerita sana sini. Kita lanjut ke cerita ku yang tadi aja ya.
"Ckckck... ckckck... Rindi... kamu nih si paling dramatis deh. Mana ada ke sasar orang setiap bolos kamu pergi nya ke sini. Masa iya sampai ke sasar. Ya kalau ada tempat baru sih bisa aja ke sasar. Tapi kan nggak ada, dari mana nya bisa di bilang ke sasar. Rindi... Rindi..." Kata Rindi mengata - ngatain dirinya.
Tiba - tiba sesuatu hal yang tak terduga pun terjadi pada Rindi.
Bruk...
Tubuh Rindi bertabrakan dengan tubuh seseorang, sampai hampir membuat ia terjatuh karena tak bisa menyeimbangkan tubuhnya.
Tetapi hal tersebut tak terjadi karena orang yang ia tubruk, sangat begitu cepat membantunya.
"Argh..." Kata Rindi yang sempat berteriak ketika ia hampir terjatuh.
Di saat itu ada tangan seseorang yang menarik tubuh nya dan menahan tubuhnya agar tak terjatuh.
Awalnya Rindi masih tak berani untuk membuka mata. Karena ia takut ada beberapa hal yang membuat ia tak ingin terburu - buru untuk membuka matanya.
Yang pertama, ia takut jika seandainya ia memang benar - benar sudah terjatuh. Yang kedua, ia takut kalau ia saat ini sudah di tolong oleh seseorang. Tetapi orang nya itu di luar dugaan nya ia.
Dan yang terakhir adalah hal yang ingin di hindari oleh Rindi. Ya itu rasa malu karena besar kemungkinan jika ia sudah terjatuh. Sakitnya memang tak begitu sakit.
Tapi malu nya yang bisa membuat ia selalu ingat kejadian ini. Itulah hal yang paling Rindi takutkan.
"Buka, jangan ya mata aku nya, kalau aku buka. Nggak akan kenapa - kenapa kan nanti sama aku nya." Kata Rindi berbicara di dalam benak nya.
"Ini cewe pingsan atau pura - pura pingsan sih. Mana berat lagi, kenapa nggak buru - buru buka sih matanya." Kata seseorang yang membantu sekaligus orang yang Rindu tubruk.
"Hem... aku buka sekarang aja deh. Masa bodo nanti kaya gimana?" Kata Rindi memutuskan untuk membuka matanya.
Di saat ia mulai membuka mata perlahan demi perlahan. Tiba - tiba ia malah menutup lagi matanya.
"Lah ini cewe kenapa nggak jadi buka matanya? Hey... lanjutin buka matanya. Jangan buat orang emosi. Mana udah di tunggu lagi sama klain." Kata seseorang yang membatu Rindi. Mulai merasa emosi dengan yang rindu lakukan saat ini.
"Apa aku lepasin aja ya tangan aku. Tapi... kalau aku lepas ntar cewe ini nya jatuh." Kata seseorang itu melanjutkan lagi ucapannya.
"Nggak peduli deh mau jatuh kek, nggak kek setidaknya aku kan udah bantu dia. Kalau dia marah juga tinggal aku marahin balik. Beres, kenapa harus di buat pusing sih Aldiano. Langsung lepas aja." Kata Aldiano nama seseorang yang di tubruk oleh Rindi. Sekaligus orang yang menolong Rindi sehingga Rindi tidak terjatuh.
Aldiano Afandi Wijaya adalah nama lengkap dari Aldiano. Dia adalah laki - laki yang membuat Rindi menjadi kesal dan tak ingin bisa bertemu lagi dengan orang seperti Aldiano ini.
Namun, ternyata takdir berkata lain. Karena pada akhirnya Rindi akan terus bertemu dengan Aldiano.
Di lepaslah oleh Aldiano tangan yang sempat menahan tubuh Rindi agar tak terjatuh. Sehingga tubuh Rindi pun melayang terjatuh ke bawah.
Bruk...
Suara tubuh Rindi yang terjatuh, membuat orang - orang yang melihat dan berada di sekitar Rindi dan Aldiano. Sempat terkejut melihat hal tersebut. Tetapi selanjutnya semua orang pun melanjutkan kembali aktivitas nya itu.
Karena orang - orang tak ada yang berani mengomentari atau memarahi tindakan yang di lakukan oleh Aldiano kepada Rindi.
Seperti layaknya Aldiano ini seseorang yang tak bisa di singgung sama sekali.
"Aw... sakit..., Ih... kenapa di lepasin sih tangannya. Aku kan jadi jatuh. Dasar ya kam..." Kata Rindi yang menepuk - nepuk telapak tangannya yang berada di lantai.
Lalu setelah itu, Rindi mulai melihat ke arah seseorang yang membuat ia kesal.
Begitu pandangan Rindi tertuju ke arah Aldiano. Rindi pun sempat terdiam untuk beberapa saat karena terpesona dengan wajah seorang laki - laki yang ada di hadapannya ini.
"Aku nggak salah liat kan, ini bukan di negeri dongeng kan. Ko bisa ada pangeran di sini. Ganteng banget sih, wajahnya putih, mulus, hidung nya mancung, pipi nya, apa lagi bibirnya merah pink gitu. Ah... bener - bener sempurna deh. Jadi pengen di bawa pulang." Kata Rindi yang sempat terbuai dengan ketampanan yang di miliki Aldiano.
Sementara Aldiano yang melihat Rindi telah membuka matanya. Dan tatapan Rindi yang begitu membuat ia terpesona.
Karena ternyata Rindi begitu cantik saat ia membuka mata, dan sorotan mata nya itu. Entah kenapa membuat Aldiano seperti enggan untuk mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Cewe nyebelin ini cantik juga kalau udah buka matanya. Apa lagi sorotan matanya itu, ko aku jadi ingat sama seseorang ya, tapi siapa?" Kata Aldiano berbicara di dalam hatinya.
Bahkan Aldiano pun sempat mengingat sorotan mata Rindi seperti sorotan mata yang pernah ia liat sebelumnya.
"Tuan, maaf saya terlambat. Tuan nggak kenapa - kenapa kan?" Kata Gani asisten pribadi sekaligus teman dekat nya Aldiano.
"Gak papa, sekarang kita langsung ke sana aja." Kata Aldiano membalas ucapan Gani dan langsung pergi meninggalkan Rindi.
Gani yang melihat Rindi terjatuh, sempat ingin membantunya terlebih dahulu sebelum pergi menyusul Aldiano.
Tetapi sebelum Gani melakukan hal untuk membantu Rindi, tiba - tiba suara Aldiano terdengar oleh Gani.
"Jangan coba - coba kamu bantu dia, sekarang kita langsung ke sana aja. Klain kita lebih penting dari pada dia." Kata Aldiano membuat ucapannya ini begitu membekas di hati Rindi.
Next Episode...
"Jahat bener sih nih cowo, ganteng sih ganteng tapi kalau sikap nya kaya gini sih. Luntur tuh ganteng. Argh... apes banget sih aku hari ini." Kata ku di dalam hati mengata - ngatain Aldiano.
"Ta..." Kata Gani membalas ucapan Aldiano, tetapi tak sempat ia lanjutkan ucapannya.
"Ayo kita udah di tunggu." Kata Aldiano yang tak ingin di bantah ucapannya.
"I...ya tuan." Kata Gani yang terpaksa menyetujui ucapan Aldiano dan pergi meninggalkan Rindi.
"Lah, lah cowo ini juga ko malah pergi sih. Kenapa nggak bantu aku dulu. Mana aku di tinggal sendiri kaya gini lagi. Malu banget, aku, ko kaya cewe yang kasian gini ya. Hem... ini juga Yeni kemana sih ko nggak keliatan." Kata ku yang kini hanya sendiri.
Dengan terpaksa dan seperti nya sangat terpaksa aku mulai berdiri untuk bangkit dari jatuh ku ini.
Rasanya begitu campur aduk, karena banyak banget rasa yang ku rasakan. Namun yang lebih dominan adalah rasa malu karena jatuh, rasa malu karena nggak di tolong dan yang paling marah di tinggal begitu saja oleh dua cowo sekaligus.
Sungguh hari ini adalah hari yang membuat ku sangat emosi, terapes dan ternyebelin yang pernah aku rasakan.
"Argh... awas ya kalian berdua, aku bales ntar perbuatan kalian. Nggak punya perasaan banget main tinggal - tinggal aja." Kata Rindi begitu emosi pada Aldiano dan Gani yang pergi meninggalkan ia.
"Cowo g...a dasar." Kata Rindi makin menjadi mengata - ngatain Aldiano dan Gani.
Sampai Rindi tak menyadari bahwa saat ini Yeni berada di belakang tubuh nya.
"Ya ampun nih anak ya, kalau nggak buat ulah kaya nya nggak bisa deh. Ckckck... Ckckck..." Kata Yeni sebelum mengeluarkan suaranya pada Rindi.
"Hey... neng, kenapa marah - marah?" Kata Yeni berpura - pura menjadi orang yang simpati dengan tingkah Rindi saat ini.
"Em... itu saya lagi emosi. Jadi suka kaya gini kalau lagi emosi." Kata Rindi membalas ucapan Yeni tanpa melihat ke arah Yeni.
"Oh neng nya lagi emosi, tapi ko bisa emosi. Emosinya karena apa neng?" Kata Yeni.
"Itu Bu, aku emosi karena di tinggal. Hem... pokok nya bikin emosi Bu." Kata Rindi membalas ucapan Yeni.
"Di tinggal, di tinggal siapa?" Kata Yeni.
"Di tinggal sama dua cowo nyebelin." Kata Rindi.
"Ko bisa."
"Nggak tau Bu pokoknya tuh dua orang cowo nyebelin banget apalagi yang lebih ganteng nya. Bikin emosi tau nggak Bu." Kata Rindi begitu menekankan ucapannya.
"Hem... kasian banget kamu neng, sabar ya."
"Iya Bu makasih, sebenernya aku masih nggak bisa sabar sih Bu. Mereka tuh udah keterlaluan banget."
"Tapi ya udah deh, aku coba lupain sikap mereka."
"Sepertinya memang harus di lupain neng, biar nggak jadi beban."
"Hem... iya Bu, tapi kalau aku boleh tau ibu namanya siapa? Kita udah bicara banyak gini tapi nggak saling tau nama. Bukannya kurang baik ya Bu kalau kaya gitu." Kata Rindi membalas ucapan Yeni.
"Neng nggak perlu tau nama saya neng."
"Lah ko gitu sih Bu," kata rindu yang langsung membalikkan tubuhnya untuk melihat ke arah seseorang yang berbicara dengan nya barusan.
Dan saat ia telah melihat ke arah belakang tubuh nya. Begitu terkejutnya ia, karena ternyata ia melihat wajah Yeni. Orang yang dapat ia cari.
"Ih... Yeni... aku kira beneran ibu - ibu. Tega banget sih kamu."
"Udah ninggalin, sekarang ngerjain. Nanti kamu mau apa lagi?"
"Ulah kamu nih jahat tau."
"Nggak lah, aku nggak jahat. Buktinya kamu barusan mau kenalan sama ibu - ibu nya. Dan ternyata ibu - ibu itu adalah aku orangnya. Jadi, sini coba tangan kamu, biar aku kenalin nama aku." Kata Yeni membalas ucapan Rindi sambil meminta tangan Rindi untuk berjabat tangan dengan tangannya.
"Ah... apaan coba, kamu ada - ada aja Yeni. Makin sebek deh aku deket dan kenal sama kamu."
"Hem... yakin nih kamu sebel sama aku,"
"Iya lah yakin, memangnya keliatan nggak yakin gitu."
"Banget liatannya."
"Terserah aku nggak peduli. Awas aku mau langsung pulang." Kata Rindi langsung pergi meninggalkan Yeni.
"Lah ini anak malah main ninggalin aja."
"Rindi... tunggu."
Tanpa menoleh ke belakang atau menjawab ucapan Yeni. Rindi terus berjalan pergi meninggalkan Yeni yang memanggil dirinya menuju ke parkiran.
Sehingga tak terasa, saat ini Rindi telah sampai di depan motor yang Yeni bawa.
"Lama banget sih Yeni, mana gerah lagi." Kata Rindi yang mengomel - ngomel di dekat motor Yeni.
"Jalan aja kaya keong lama banget. Aku kan udah pengen pulang." Kata Rindi yang masih mengomel.
Tiga menit kemudian, Yeni mulai terlihat oleh Rindi yang sedang duduk di motor.
"Tuh anak baru keliatan, dari mana sih jalan aja ko sampai lama kaya gini."
"Ko nggak pulang duluan. Kenapa nunggu?" Kata Yeni pada Rindi.
"Ya kan kita pergi nya barengan, masa iya aku pulang sendiri. Kan nggak baik namanya." Kata rindu membalas ucapan Yeni.
"Oh jadi gitu, aku kira karena nggak bawa duit, makannya nunggu."
"Wah... ucapan kamu nih Yeni. Bisa - bisa nya bilang kaya gitu. Kamu ke sini kan siapa coba yang bayarin. Ini malah bilang nggak bawa duit." Kata Rindi yang begitu tak percaya dengan ucapan yang Yeni ucapkan pada dirinya.
"Ya aku lah, siapa lagi?"
"Masa sih, bukannya aku ya."
"Bukan kamu malahan yang aku bayarin juga."
"Ko bisa,"
"Bisa karena kamu lupa bawa dompet. Makannya aku yang harus bayar." Kata Yeni membalas ucapan Rindi.
"Lupa bawa dompet, nggak ko aku nggak lupa. Bentar ya aku ambil dulu dompet aku nya." Kata Rindi yang mulai mencari dompet nya di dalam tas yang ia bawa saat ini.
"Dompet, dompet, aku kalau nggak salah aku taruh di sini, ko nggak ada. Apa di sini ya, ko nggak ada juga. Hem... sepertinya ada di sini deh." Kata Rindi yang mencari dompetnya di tas yang ia bawa.
"Udah lah nggak perlu di cari. Lawong dompet kamu nya juga ada di rumah kamu. Turun dulu coba aku mau naik ke motornya dan balikin dulu motornya. Biar gampang keluar dari sini." Kata Yeni meminta rindi untuk turun dari motor miliknya.
"Hem... iya deh." Kata Rindi membalas ucapan Yeni.
Kemudian Rindi mulai turun dari motor Yeni dan Yeni mulai naik ke motornya.
Tak lama setelah itu motor Yeni pun siap untuk pergi meninggalkan parkiran.
Lalu Rindi mulai naik lagi ke motor Yeni, setelah itu motor pun di jalankan oleh Yeni.
Di dalam perjalanan tak ada yang bicara baik Yeni maupun Rindu mereka berdua malah sibuk sendiri.
Yeni sibuk dengan menjalankan motornya sementara Rindi sibuk dengan handphone yang ia pegang saat ini.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!