NovelToon NovelToon

Mantan Tapi Sayang

Arum

Happy reading

"Ayang, nanti jemput aku kan?" tanya seorang gadis berseragam abu abu putih itu pada sang kekasih yang entah kenapa hari ini memakai mobil biasanya motor.

"Iya sayang, tunggu aja di tempat biasa. Tapi sedikit telat ya," ucap laki laki itu mengelus rambut sang kekasih dengan lembut.

Arum, itulah nama gadis itu. Gadis berusia 17 tahun yang masih kelas 11 SMA. Gadis yang membuat hari hari seorang Gibran Axez lebih berwarna dari sebelumnya.

"Iya, tapi jangan lama. Aku gak mau nunggu lama, kalau nanti gak bisa jemput kamu bilang aja," ujar Arum dengan senyum meraih tangan Gibran kemudian menciumnya.

"Iya sayang, pasti aku jemput kok," jawab Gibran mengacak acak rambut Arum. Rambut yang diacak acak yang berantakan hatinya.

Entah kenapa hanya karena perlakuan sederhana dari Gibran membuat jantung dan hati Arum tak karuan.

"Aku masuk dulu ya, Ay. Kakak juga jangan bolos bolos lagi. Biar gak dimarahi Mama," ucap Arum pada kekasihnya yang memang sangat nakal karena sering sekali bolos kuliah hanya karena bosan.

"Bosen yank, kalau ada kamu sih nanti gak akan bosen lagi," jawab Gibran tersenyum.

Arum menggeleng karena ia masih kelas 2, sedangkan Gibran sudah kuliah semester 2. Masih butuh 1 tahun lagi untuk dia lulus dan kuliah.

"Jangan bosen bosen, nanti kalau kamu sukses kan yang bangga juga orang tua dan juga aku," ucap Arum mengelus rambut halus sang kekasih yang baru saja di warna pirang.

"Ini lagi rambut kayak singa," celetuk Arum memainkan rambut itu sebelum ia keluar dari mobil.

"Singa singa gini kamu juga suka kan?" goda Gibran pada Arum.

"Suka, tapi lebih suka kalau rambut kamu hitam lagi."

Gibran menatap sang kekasih yang hanya memberinya saran saja. Tapi entah kenapa ia suka dengan cara Arum memperhatikan dirinya. Terkesan sederhana tapi hangat di hati Gibran.

"Iya nanti kalau aku sudah bosen warna rambut ini," jawab Gibran dengan senyumnya.

Arum menggeleng, menasehati Gibran tak bisa dengan cara yang kasar. Karena Gibran adalah laki laki yang keras, maka dia harus menasehati pacarnya dengan lembut dan halus.

Setelah itu, Arum pamit lagi pada Gibran dan masuk ke dalam sekolah itu. Sekolah yang sudah mempertemukan Arum dan Gibran hingga mereka pacaran.

Gibran menatap Arum yang sudah keluar dari mobil itu, laki laki berusia 20 tahun itu tersenyum.

"Kan kalau gini jadi pengen cepet halalin dia," ujar Gibran menatap punggung Arum yang sudah mulai menghilang karena masuk ke dalam gerbang yang masih terbuka itu.

Drrttt

Getaran telepon genggam miliknya itu tampak membuat tak nyaman. Laki laki itu langsung mengambil ponselnya dan mengangkat panggilan telepon itu.

"Halo."

"...."

"Masih ada dijalan, kenapa?" tanya Gibran pada seseorang yang ada diseberang.

"...."

"Oh ya gue kesana," jawab Gibran langsung menutup panggilan telepon itu.

Gibran langsung melajukan mobil itu meninggalkan area sekolah sang kekasih menuju kampusnya.

****

"Arum anaknya Buk Tiya, tungguin napa," pekik seorang wanita berkuncir kuda dengan gaya tomboy itu berlari dengan kencang. Untungnya gadis itu pakai celana.

"Astaga Yanto jangan lari lari, Auroramu kelihatan," jawab Arum dengan senyum. Sahabatnya itu selalu saja tak menjaga wibawa sebagai anak perempuan.

"Yanto Yanto, nama gue Yanti bukan Yanto," sungut Yanti dengan nafas tersengal sengal.

Bayangkan saja Yanti harus lari dari arah parkiran yang jaraknya tentu tak dekat dengan Arum.

"Hehehe, enak manggilnya. YANTO," jawabnya dengan senyum mengejek.

"Sak karepmu we lah," ucap Yanti mengajak sang sahabat untuk ke kelas.

Yanti adalah satu satunya sahabat Arum yang sangat dekat. Bahkan tak ada rahasia rahasiaan di antara mereka. Bahkan sekecil apapun masalah mereka keduanya pasti tahu.

"Dianter ayangmu lagi, Rum?" tanya Yanti pada Arum.

"Iya, tapi tumben tumbenan dia pakai mobil. Biasanya juga pakai motor biar katanya romantis," ucap Arum yang sebenarnya bingung kenapa Gibran tadi membawa mobil.

Yanti yang mendengar itu langsung terdiam, entah apa yang ada di pikiran gadis itu tapi ia tak ingin sahabatnya ini berpikir yang tidak tidak.

Dan sepertinya perubahan raut wajah Yanti terbaca oleh Arum.

"Kenapa?" tanya Arum pada Yanti yang terdiam.

"Nanti aja gue cerita, lu paling tahu gue gak bisa jaga rahasia kan," ucap Yanti pada sahabatnya.

Yanti merangkul Arum kemudian berjalan menuju ruang kelas mereka. Terlihat sudah banyak siswa yang datang hingga membuat ruang kelas itu terlihat ramai.

Yanti dan Arum berjalan menuju bangku mereka yang ada di baris nomor 2.

"Cantik, nanti malam mau jalan gak? Nanti Abang bayarin makan sepuasnya," ucap Aldo yang memang mengagumi Arum sejak lama walau Aldo tahu Arum sudah memiliki pacar.

"Maaf gak bisa. Lu kan tahu gue udah punya pacar, mau digibeng pacar gue lu?" tanya Arum membuka bukunya dan menyalin tugas milik Yanti.

"Yahh gagal lagi gue ajak lu jalan. Gue gak masalah sih mau lu pacar orang atau bukan. Yabg penting gue suka dan cinta sama lu," jawabnya dengan lantang.

Bukan menjadi rahasia lagi jika Aldo mengagumi Arum sejak lama. Tapi ya gitu sayang aja dia kalah cepat sama Gibran yang sudah menjadi pacar Arum sejak kelas 1 SMA dulu.

Tak lama guru mata pelajaran pertama datang, seperti biasa mereka berdoa terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan membaca Asmaul Husna agar diberi kelancaran dalam belajar mereka nanti.

"Oke anak anak tugas kalian silahkan dikumpulan," ucap Bu Lely yang memang guru paling keras dalam mengulang.

Arum yang belum selesai menyalin tugas-tugasnya itu akhirnya pasrah jika harus dihukum hari ini.

"Nanti lu dihukum Bu Lely kalau gak selesaikan saat ini, cepet mumpung kurang dikit," ucap Yanti yang tak mau sahabatnya di hukum.

"Dikit apanya, 2 lembar lu bilang dikit. Sarap lu, tangan gue bukan tangannya robot," ucap Arum yang sudah menutup bukunya.

Karena tidak menyelesaikan tugas-tugasnya akhirnya Arum dihukum menyapu lapangan sekolah pas jam pulang sekolah nanti.

Jangan berat hati akhirnya Arum menerima hukuman itu, karena memang ia yang salah. Ia tak mengerjakan tugas karena sibuk menonton drakor sampai tengah malam hingga lupa jika ada tugas.

"Yang sabar, nanti gue temenin lu deh," ucap Yanti dan dianggukkan oleh Arum.

Bersambung

Menunggu

Happy reading

Jam pulang sekolah sudah berbunyi bertanda pelajaran sudah selesai. Tak lupa tadinya mengirim pesan pada Gibran jika Ia pulang sedikit telat karena harus mengerjakan hukuman.

Tapi tidak ada jawaban apapun dari Gibran, membuat Arum membiarkannya saja.

"Cantik mau Abang bantuin gak?" tanya Aldo yang memang sengaja menunggu Arum dan Yanti.

"Gak usah, Do. Makasih," ucapnya dengan santai memasukkan buku buku dan alat tulis ke dalam tas.

Yanti yang menunggu Arum di depan kelas itu hanya bisa menggelengkan kepalanya. Yanti aku Aldo adalah lelaki yang baik tapi masalahnya di sini Arum sudah memiliki pacar.

Tidak baik jika Aldo menjadi duri dalam hubungan mereka. Tapi ia bisa apa selain menasehati para temannya itu.

Yanti adalah sosok paling dewasa antara Arum dan Aldo jika mereka bertengkar ataupun saat Aldo sedang memberi perhatian lebih pada Arum.

"Duluan ya, Do," ucap Arum berjalan ke arah Yanti yang menunggunya.

"Yuk, sekalian ngerjain hukuman gue mau bilang soal tadi pagi," ucap Yanti.

Mereka berjalan beriringan menuju lapangan, Arum yang mendapat hukuman membersihkan lapangan itu mulai mengambil peralatan kebersihan di gudang dan mulai membersihkan lapangan.

Yanti yang memang berniat ingin membantu Arum itu mengambil sapu dan menyapu lapangan yang luasnya gak kira kira itu.

"Lu mau bilang apa?" tanya Arum dengan santainya malah meminum es teh di plastik itu.

"Buset deh, orang yang dapat hukuman lu tapi lu pula yang enak enakan minum es teh. Gue juga mau," ucap Yanti merebut teh dalam plastik itu.

Memang tak ada malu malunya dua orang ini, Arum dan Yanti seperti sudah biasa minum dalam satu sedotan. Dan Alhamdulillah mereka baik baik saja, saking eratnya persahabatan mereka.

"Nanti deh gue bilang, kita selesaikan hukuman lu dulu. Keburu sore, nanti malah hujan lagi," ucap Yanti kembali membersihkan lapangan.

Mereka berdua membagi tugas hingga hunian itu cepat selesai. Setalah 1 jam lebih mereka membersihkan lapangan akhirnya keduanya bisa bernafas lega melihat dua kantong plastik besar berwarna hitam yang penuh dengan sampah itu.

"Sebenarnya pekerjaan pak tukang bersih bersih apa sih? Kok banyak banget sampahnya. Capek gue kalau gini," gumam Arum duduk di kursi tunggu anak anak basket.

Tak lama Yanti kembali dari kantin membawa dua minuman dingin untuk mereka. Tentu saja hal itu langsung di ambil oleh Arum, karena kerongkongannya sudah minta di basahi sejak tadi.

"Gibran belum jemput juga?" tanya Yanti pada Arum.

"Belum ada tanda tanda dia datang. Chat dari gue juga belum dia balas. Halah boro boro balas wong dia online aja enggak," jawabnya dengan raut wajah santai. Tanpa Yanti tahu Arum kini sedang menahan kesalnya pada Gibran.

Awas aja kalau cowok itu ingkar janji untuk menjemputnya. Maka bisa dia pastikan Gibran akan menyesal dalam waktu yang lama.

Yanti mendekat ke arah Arum kemudian memeluk ringan bahu Arum.

"Gue harap setelah gue ngasih tahu lu soal ini, lu gak bakal marah dan jangan ambil keputusan dengan emosi," ucap Yanti dan dianggukkan oleh Arum.

"Kan kemarin Gue sama Mama kan mau beli tas buat kado ulang tahun nenek gue yang baru pulang dari luar negeri. Tapi gak sengaja gue lihat Gibran sama cewek di mall."

Degh

Belum selesai Yanti berbicara Arum sudah merasakan sakit yang teramat di dadanya.

"Jam berapa, Yan?" tanya Arum pada Yanti.

"Emm sekitar jam 3 sore kalau gak salah. Wong gue lihat Gibran masih pakai baju yang sama seperti dia jemput lu kok," jawabnya dengan jujur.

"Jam 3. Setalah dua antar gue pulang, Gibran bilang ada urusan keluarga. Mungkin wanita itu keluarganya Gibran," jawab Arum yang masih bisa berpikir positif.

Yanti yang mendengar itu hanya bisa mengangguk. Tapi yang menjadi pikirannya adalah apa keluarga bisa semanja itu sampai harus membayarkan semua belanjaan wanita itu. Yang pasti habisnya lebih dari 20 juta.

"Mungkin iya wanita itu keluarganya Gibran, tapi lebih baik kalau lu tanya langsung sama pacar lu. Daripada lu bertanya tanya terus, dan jadi penyakit," ucap Yanti dengan bijak.

Arum mengangguk, ia tak boleh berprasangka buruk terhadap pacarnya. Walau Gibran nakal dan ugal ugalan tapi Gibran tak mungkin menyelingkuhi dirinya. Apalagi keluarga mereka juga sudah saling kenal dengan baik.

Bahkan Mama Gibran menganggap Arum sudah seperti anaknya sendiri. Apa mungkin Gibran tega membuat Mama dan Papanya sedih?

"Udah jangan terlalu dipikirkan, nanti lu sakit lagi. Gue gak ada duit buat beli makanan kesukaan lu yang aneh aneh itu," ucap Yanti memberikan candaan agar Arum tidak terus terusan kepikiran.

Setalah mereka beristirahat Arum dan Yanti memutuskan untuk berjalan menuju gerbang. Siapa tahu Gibran atau sopir Yanti sudah datang dan menunggu mereka di sana.

"Dia belum datang ya, padahal ini udah telat banget dari yang dia katakan," gumam Arum tak melihat ada mobil atau kedatangan pacarnya disana.

Mereka pulang jam 12 tadi, karena guru guru banyak yang rapat dan memulangkan anak muridnya lebih cepat. Dan Biasanya mereka pulang jam 1 siang. Ia pikir Gibran sudah datang karena ini sudah pukul setengah 2.

Lagi lagi Arum mencoba untuk berpikir positif, mungkin Gibran terjebak macet karena ia membawa mobil.

Hufftt

"Kayaknya Gibran belum datang ya? Mau bareng gue aja. Tuh sulit gue udah nunggu, sekalian pulang bareng aja," ajak Yanti yang tak tega jika melihat Arum harus menunggu Gibran yang entah kapan datangnya.

"Gak usah Yan, gue nunggu Gibran aja. Paling dia kejebak macet," ucap Arum dengan senyum yang dipaksakan.

"Mau gue temenin aja sampai Gibran datang? Gue gak mau sampai lu kenapa napa karena disini sendiri," ucap Yanti dengan khawatir.

Yanti tahu Arum yang tak bisa bela diri, bagaimana jika nanti ada penculik atau perampok. Apalagi Yanti sudah kenal dari orok ni anak.

"Enggak usah, aku tunggu disini aja. Kasihan supir kamu yang nunggu disana," ucap Arum berusaha baik baik saja.

Akhirnya mau tak mau Yanti pulang dulu meninggalkan Arum yang masih menunggu Gibran di post satpam. Sebenarnya Yanti tak tega tapi bagaimana lagi, Arum yang menginginkannya untuk pulang.

Arum menunggu di post satpam seraya bermain ponsel. Bermain saja tidak lebih, gadis itu melihat apakah Gibran akan menjemputnya apa tidak. Kan biasanya seperti itu setiap hari, kalau Gibran tak menjemputnya biasanya ngomong dulu atau mengirimkan pesan padanya.

Pesan yang tadi ia kirim sudah centang dua abu abu tapi belum ada balasan bahkan tak ada centang dua biru.

Anda

Ayang jadi jemput apa enggak?

Setalah mengirim itu centang dua abu abu tapi setelah itu tulisan online itu hilang menjadi terakhir dilihat.

"Kok gak di balas ya," gumam Arum menatap ponselnya.

Tiba tiba langit yang tadinya cerah kini berubah mendung. Suasana yang tadinya hangat kini menjadi dingin karena angin yang terus berhembus.

"Neng gak pulang aja? Kayaknya mau hujan deh neng," ucap Pak satpam yang menemani Arum tadi.

"Masih nunggu jemputan pak. Gak apa apa kasihan kalau nanti dia sampai disini saya udah gak ada," jawab Arum yang sebenarnya sudah hampir menangis.

1 jam.

2 jam.

3 jam berlalu, tadi belum ada tanda tanda Gibran akan menjemputnya. Bahkan ponsel yang tadi menemaninya mati begitu saja karena daya ponselnya habis.

Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore lebih, hujan yang tadinya hanya gerimis kini menajdi lebat.

"Kenapa kamu berubah sih?" tanya Arum pada Gibran yang entah dimana.

Bersambung

Putus

Happy reading

Karena tak mau terlalu lama menunggu Gibran yang entah kapan datang akhirnya Arum meminjam payung milik pak satpam. Gadis itu sudah tak peduli jika nanti ia sakit atau gimana.

Apalagi ini sudah jam setengah 5 kalau gak salah, ia juga belum makan sejak siang tadi. Kenapa ia bodoh banget tadi waktu di ajak Yanti pulang gak mau.

Dalam perjalanannya menuju rumah arung tak henti-hentinya mengusap air matanya yang sudah turun. Rasa kecewa pada Gibran yang tak menempati janjinya hari ini membuat ia marah pada laki laki itu.

"Apa benar ya kamu selingkuh, gak mungkin kan kamu sampai belanjain cewek walaupun itu sepupu kamu," gumam Arum.

Pikiran positifnya tadi tentang Gibran kini berubah menjadi pikiran negatif yang membuat ia menerka-nerka. Apa benar Gibran selingkuh darinya?

Arum berjalan menelusuri jalan Raya hanya dengan berbekalkan payung dari Pak satpam tadi. Mau pesan taksi ponselnya sudah kehabisan daya dan juga jika dilihat dari kondisinya tidak ada angkot ataupun ojek yang lewat ataupun mangkal di jam segini.

Hujan deras yang membuat para pengendara lebih baik berteduh di warung atau emperan toko. Tapi harus tak mengindahkan hujan yang terus mengguyur jalan raya itu. Arum terus berjalan ke arah jalan pulang menuju rumahnya.

Tapi setalah 20 menit lebih Arum berjalan mendadak kakinya tak bisa digerakkan. Pandangannya menatap sebuah kafe yang masih buka walau hujan.

Deg

Deg

Deg

Jantung Arum berdetak dengan kencang, melihat siapa yang berada di dalam cafe itu bersama seorang wanita. Keduanya sedang makan bersama dengan canda dan tawa.

Yang dilihat oleh Arum adalah Gibran, pacar yang tadi ya tunggu di pos satpam sekolah selama 4 jam. Apa ini alasan Gibran tidak menjemputnya, tapi kenapa Gibran tak mengatakan jika laki-laki itu sudah tak betah dengannya.

Kenapa harus diam-diam seperti ini, kenapa tidak langsung jujur saja dengan semua ini. Kenapa, kenapa, kenapa??

Air mata yang sudah berhenti kini kembali keluar dengan derasnya. Payungnya tadi ia pegang semakin mengeratkan genggamannya.

Rasa dingin di tubuhnya tak sebanding dengan apa yang ia lihat saat ini.

"Bren*sek, dasar Gibran bren*sek," umpat Arum yang masih menatap ke arah Gibran dan wanita yang ia tak ketahui siapa.

Arum tak yakin jika itu adalah sepupu Gibran, masa iya seorang sepupu seperti itu. Apalagi yang membuat hati Arum panas adalah tangan wanita itu berada di atas tangan Gibran.

Di dalam kafe Gibran yang sedang makan bersama Lidia itu tanpa sengaja menatap ke arah luar. Hujan yang deras membuat ia malas keluar dari kafe, bahkan Gibran juga lupa jika hari ini Gibran berjanji akan menjemput Arum.

Soal tangan Lidia yang berada di atas tangannya itu karena katanya ada mantan Lidia yang sedang mengawasi Lidia. Obsesi mantan pacar Lidia yang membuat Gibran mau tak mau harus membantu teman satu fakultasnya ini.

Deg

Jantungnya seolah berhenti berdetak melihat siapa gadis yang masih memakai seragam dan berdiri di luar membawa payung berwarna biru itu.

"Arum," gumamnya menatap wanita itu.

Lidia yang melihat Gibran mengalihkan pandangannya itu mengikuti arah pandangnya.

Dengan cepat Gibran mengeluarkan uang yang ada di tasnya kemudian meletakkannya di atas meja.

"Nanti lu bayar ya, ini uangnya," ucap Gibran pada Lidia. Gibran mengambil tasnya yang ada di bawah meja itu.

"Tapi ini, makanan kamu belum habis Gib," ucap Lidia menahan tangan Gibran.

Gibran langsung menepisnya, ia tak mau Arum salah paham dengan dirinya dan Lidia. Walau semua sudah terlambat, Arum sudah tak percaya dengan cinta Gibran saat ini.

"Gue udah kenyang," jawabnya dengan kesal karena Lidia selalu menahannya sedari tadi hingga ia melupakan janjinya.

Gibran berlari keluar dari kafe itu dan menghampiri Arum yang masih terdiam disana. Bahkan yang ada Arum sudah tak kuat lagi jika harus melanjutkan jalannya. Ini semakin menyakitkan.

Gibran berlari menghampiri Arum yang menatapnya dengan tatapan sedih. Gibran tak perduli dengan tatapan orang, Gibran juga membiarkan bajunya basah karena air hujan

"Sayang aku bisa jelasin apa yang kamu lihat tadi. Ini gak seperti yang kamu kira kok," ucap Gibran mencoba untuk menghapus air mata Arum.

"Lu bren*sek Gibran!!"

Tiga kata yang hampir membuat jantung Gibran seperti ingin resign dari tepatnya. Bagaimana bisa gadis yang sangat menjaga tutur katanya kini berani mengumpat di hadapannya. Hal ini membuktikan sangat parahnya rasa kecewa Arum pada Gibran.

"Sayang."

"Stop panggil gue sayang, bang*at!" teriak Arum pada Gibran.

"Arum aku bisa jelasin, kita ke mobil ya. Kamu udah basah kayak gini, aku gak mau kamu sakit," ajak Gibran dengan lembut. Ia tak mau membuat emosi Arum semakin meledak ledak.

"Gue mau pulang sendiri. Gue gak sudi satu mobil sama tukang selingkuh kayak lu," sentak Arum yang membuat Gibran marah.

Sejak kapan ia selingkuh, bahkan berpikiran untuk mendua dari Arum saja tidak.

"Aku gak selingkuh sayang, aku bisa jelasin semua yang kamu lihat ini gak benar," ucap Gibran yang kini sudah memegang tangan Arum.

Arum menepis tangan Gibran jangan kasar kemudian ia mengusap air matanya yang dari tadi turun.

Dengan berani Gadis itu menatap laki-laki yang sudah membuat hatinya sakit itu. Laki-laki yang dengan teganya membuat air mata berharganya keluar begitu saja.

"Mau jelasin apa lagi? Semuanya udah jelas!! Gue udah lihat semua dengan mata dan kepala gue sendiri. Lu selingkuh di belakang gue Gibran!!"

"Gue nunggu lu hampir 4 jam di depan sekolah, tapi lu malah disini dengan dia, lu gak mikirin gue yang kedinginan di depan post satpam. Kalau lu tak bisa jemput itu bilang, gue bisa pulang sendiri!!"

Arum menunjuk wanita yang memang sedari di menatap mereka. Arum sudah tak peduli dengan payung yang kini ia pegang. Wanita itu langsung membuangnya begitu saja.

Dengan nafas terengah-engah Arum mendorong dada Gibran dengan kasarnya.

"Laki laki kayak lu gak pantas gue tangisin, air mata gue terlalu berguna buat nangisin baji**an kayak lu," ucap Arum yang bahkan tak membiarkan Gibran sedikit pun berbicara.

"Sekarang lu puas melihat gue seperti ini hiks? Lu janji gak akan buat air mata gue keluar sejak hari itu. Tapi kenapa lu ingkar?"

Gibran tak bisa berkata kata karena memang ini salahnya tidak menjemput Arum. Ia bersalah karena melupakan janjinya.

"Aku bisa jelasin, Lidia bukan selingkuhan aku Arum. Dia cuma orang asing," ucap Gibran dengan sedikit emosi.

"Hahaha gak selingkuh lu bilang. Bahkan Yanti saja melihat kemarin lu sama wanita, bahkan lu bayarin belanjaan wanita itu. Siapa lagi kalau bukan dia? Dia selingkuhan lu kan?"

"Gue gak nyangka hubungan kita yang hampir 2 tahun ini berantakan. Hahaha mungkin kita emang gak cocok buat bersama ya. Oke mulai hari ini, detik ini juga kita putus!!"

Kalimat sakral yang selalu dihindari oleh Gibran dan Arum jika bertengkar. Tapi gini Gibran di mata Arum sudah sangat keterlaluan.

Deg

"Gak, aku gak mau. Aku gak selingkuh Arum, aku bisa jelasin," ucap Gibran yang mulai frustasi.

Arum tak menghiraukan ucapan Gibran, ia berlalu begitu saja. Karena ia ingin pulang, badannya sudah gemetar sedari tadi. Belum juga 5 langkah Arum berjalan matanya mulai berkunang kunang hingga akhirnya ia terjatuh.

Bruk

"Arum."

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!