NovelToon NovelToon

Dendam Sang Pelakor

Chapter 01

Bandara International, Kota A.

Terlihat dua orang gadis cantik baru saja keluar dari bandara tersebut dengan membawa tas berukuran cukup besar di masing-masing tangan mereka.

Nara Alensya dan Kania Adennia. Ya, dua orang sahabat yang tidak pernah bisa terpisahkan itu, kini kembali ke sebuah kota yang dimana tempat itu menyimpan banyak kenangan pahit bagi keduanya. Atau lebih tepatnya tempat yang menyimpan banyak kenangan masa lalu yang sangat buruk bagi Nara.

"Nara, apa kau yakin untuk kembali kesini lagi?" Tanya Kania.

Nara menatap Kania lalu mengangguk dengan penuh keyakinannya. "Aku yakin, Kania. Aku tidak akan pergi sebelum aku berhasil membalaskan semua rasa sakit yang pernah berikan untukku dulu." Ujarnya.

Kania menghela nafas perlahan lalu tersenyum. "Baiklah, kalau begitu ayo kita pergi sekarang."

Kania menggenggam tangan Nara lalu membawanya pergi meninggalkan bandara tersebut. Keduanya pun kemudian masuk kedalam sebuah mobil taxi berwarna hitam gelap yang sudah di pesan oleh Kania sebelumnya.

Mobil itu pun melaju pergi mengantarkan dua gadis tersebut ke sebuah Apartement mewah. Dan sesampainya di Apartemet tersebut lantas keduanya pun turun.

Nara sejenak terdiam melihat bangunan Apartement yang nampaknya sangat mahal untuk di sewa itu. Ia mulai berpikir bagaimana bisa sahabatnya itu membawanya ke tempat semewah itu, sedangkan ia tau betul baik dirinya mau pun Kania sudah pasti tidak akan mampu menyewa Apartement tersebut meski hanya 5 menit saja.

"Ayo, Nara." Kania memegang tangan Nara lalu menariknya perlahan membawanya masuk ke dalam Apartement tersebut.

"Kania, tunggu." Nara menarik kembali tangan Kania menghentikan langkahnya.

"Hum, ada apa?" Tanya Kania.

"Apa kita akan tinggal di Apartement ini?" Tanya Nara lalu Kania mengangguk.

Lagi-lagi Nara pun terdiam dengan menatap gelisah wajah Kania. Ia masih tidak percaya jika Kania akan benar-benar membawanya menginap ke Apartement tersebut dengan keterbatasan uang yang mereka miliki.

"Apa yang kau pikirkan, Nara? Apa kau mengkhawatirkan tentang bagaimana kita akan membayar sewanya nanti?" Nara mengangguk dengan cepat dan Kania pun langsung tersenyum lebar melihat kekhawatiran dari sahabatnya itu.

Tidak ingin ambil pusing dan berlama-lama berada di luar Apartement karena memang Kania merasa sangat lelah setelah melakukan perjalannya untuk kembali ke kota A bersama Nara, lantas dengan cepat Kania pun menarik tangan sahabatnya itu membawanya masuk kedalam Apartement yang sudah di sewanya sebelumnya.

Sesampainya di kamar Apartement, Kania membuka kunci pintu kamar tersebut dan masuk kedalam. Sedangkan Nara, ia masih terdiam di ambang pintu melihat bagaimana luas dan megahnya kamar tersebut.

"Kenapa masih saja diam disana? ayo masuklah, Nara." Kania menarik tangan Nara membawanya masuk kedalam lalu menutup pintu kamar dan menguncinya kembali.

Nara yang masih terheran hanya diam dengan menatap Kania dengan rasa yang masih tidak percaya. Melihat tatapan dari sahabat baiknya itu, lantas Kania memintanya untuk duduk di sampingnya.

Kania mejelaskan tentang bagaimana ia bisa menyewa Apartement mewah tersebut dan mengatakan jika ia bisa menyewanya karena ia masih memiliki banyak tabungan setelah tidak lagi bekerja di rumah Reiner.

"Sudah lah, jangan pikirkan apapun lagi. Yang terpenting kita bisa tinggal di sini dengan baik dan ingat apa tujuanmu untuk kembali ke kota ini." Kata Kania.

Mendengar ucapan Kania, seketika kedua tangan Nara langsung saling menggenggam dengan kuat. Ia menahan rasa yang begitu sakit saat mendengar Nama Reiner.

"Kania, aku harus bisa menghancurkan hubungan tuan Reiner dan keluarganya sekarang! Karena mereka aku kehilangan bayiku dan karena mereka juga hidupku hancur, Kania!" Tiba-tiba Nara berteriak dan kembali histeris seperti sebelumnya saat mengingat semua hal tentang Reiner.

Kania mengangguk dan memeluk Nara dengan erat. Ia berusaha menenangkan sahabatnya yang kembali kalut itu. "Iya, Nara. Kau akan melakukannya dan kau pasti bisa membalaskan semua dendammu."

"Kenapa, Kania? Kenapa dia harus melakukan ini padaku? Kenapa, Kania? Kenapa?" Nara menangis sejadi-jadinya di pelukan Kania.

Tak kuasa melihat tangis dari sahabatnya itu, Kania pun juga ikut menangis. Ia tau betul bagaimana Nara selama ini melewati masa sulit dalam hidupnya.

Tapi karena ambisinya yang ingin membalaskan dendamnya, ingatan menyakitkan itu pun muncul kembali dan membuatnya histeris tidak karuan.

Lelah menangis sampai tidak sadar Nara pun tertidur di pelukan Kania. Dengan perlahan Kania membaringkan tubuh kurus Nara itu di tempat tidur dan menutupi tubuhnya dengan selimut.

"Jangan khawatir, Nara. Kau akan mencapai tujuanmu. Ya, kau pasti bisa membalaskan rasa sakit hatimu. Hancurkan hidupnya dan buat dia menderita. Biarkan dia merasakan apa yang pernah kau rasakan dulu sampai sekarang." Ucap Kania sembari mengusap lembut kening Nara.

Keesokkan paginya.

Nara terbangun dengan mata sembabnya. Ia duduk dan melihat di sampingnya namun tidak ia dapati Kania di sebelahnya. "Kemana, Kania?" Nara beranjak turun dari tempat tidurnya dan melihat ponselnya.

Di lihatnya ada satu pesan singkat yang di tulis oleh Kania. "Hari ini aku masuk kerja di salah satu resto, sarapan sudah ku siapkan kau bisa langsung makan."

"Baru saja sampai di sini tapi Kania sudah mendapat pekerjaan." Ucap Nara yang merasa tidak enak lantaran Kania bekerja lebih dulu sebelum dirinya.

Sejak Nara mengandung dan keguguran, Kania lah yang selalu menjaga dan merawatnya. Ia merasa sangat menyusahkan sahabatnya itu. Bahkan sampai sekarang ia masih juga menyusahkan karena lagi-lagi Kania yang membiayai hidupnya.

Tidak ingin terus menggantungkan hidunya dengan sahabatnya, Nara pun berinisiatif untuk mencari pekerjaan. Dengan cepat ia pun pergi mandi dan bergegas bersiap untuk mencari pekerjaan.

"Aku tidak akan membiarkan Kania bekerja sendiri. Aku adalah gadis yang hebat, maka dengan itu aku akan mencari pekerjaan dan uang untuk bertahan hidup di kota besar ini." Ucapnya sembari menunggu mobil taxi yang sudah di pesannya.

Tak lama menunggu mobil taxi itu pun sampai dan Nara langsung masuk kedalam taxi tersebut. "Pak, ayo jalan."

"Kita akan kemana, Nona?" Tanya sopir taxi tersebut pada Nara.

Nara yang belum tau akan pergi kemana hanya menggeleng bingung. "Em... aku juga tidak tau, tapi sebaiknya jalankan saja dulu mobilnya, pak." Kata Nara.

Sopir taxi itu pun menggeleng sembari tersenyum saat melihat wajah cantik dari Nara yang sedikit kebingungan. Menuruti apa yang di minta oleh Nara, maka mobil pun 30 menit terus berjalan tanpa tentu arah.

"Non, sebenarnya kau ini ingin di antarkan kemana?" Tanya sopir itu lagi pada Nara. Lantaran sejak tadi mobil hanya melaju tanpa tentu arah akhirnya sopir taxi itu pun menghentikan laju mobilnya di pinggir jalan.

"Pak, kemana berhenti?" Tanya Nara.

"Haiihhh... sebenarnya kau ini mau kemana, Nona? Apa kau tidak sadar jika kita sudah mengitari jalan ini selama 30 menit lamanya? Dan selama itu kau tidak juga memberi tau harus kemana aku mengantarmu.

Chapter 02

Nara yang bingung pun hanya diam menunduk dengan tangan yang meremasi ujung dress pendek miliknya. Sedangkan sopir yang melihat wajah polos penuh kebingungan Nara itu hanya bisa menggeleng heran.

"Apa kau tidak punya tempat tinggal atau kau tersesat?" Tanya sopir itu pada Nara. Dan pertanyaan sopir tersebut hanya di jawab dengan gelengan kepala.

"Lalu kau ini mau di antarkan kemana sebenarnya? Apa sebaiknya aku antarkan kau pulang sa--"

"Sebenernya aku ini sedang mencari pekerjaan, pak." Ujar Nara memotong ucapan sopir tersebut.

Sopir itu pun seketika terdiam dengan mulut yang menganga heran. Sudah mengitari jalan selama 30 menit, kenapa tidak mengatakan sejak awal jika sedang ingin mencari pekerjaan. Begitulah pikir sopir tersebut.

"Astaga, Nona. Kenapa kau ini tidak mengatakannya sejak tadi?" Sopir itu benar-benar merasa bodoh lantaran mengikuti kepolosan dari Nara.

Dengan rasa tidak enak hati akhirnya Nara pun meminta maaf pada sopir taxi itu karena mungkin sudah dianggap mempermainkannya.

Tidak masalah, sopir yang baik hati itu pun lantas memaafkan Nara dengan lapang dada. Setelah kesalah pahaman itu terjawab sopir itu mengeluarkan sebuah kartu kecil dari sakunya dan di berikannya pada Nara.

"Kalau kau memang ingin bekerja, disini di butuhkan lowongan." Nara menerima kartu kecil itu lalu melihatnya.

"Bar?" Tanya Nara sembari menatap sedikit terkejut kearah sopir tersebut.

Sopir itu pun mengangguk. "Iya, Nona. Kau jangan salah paham dulu, aku tidak bermaksud untuk merendahkanmu dengan pekerjaan yang ku tawarkan ini. Tapi--"

"Tidak apa-apa, pak. aku mengerti, aku percaya kau orang baik." Kata Nara memotong ucapan sopir tersebut.

"Kalau kau mau aku bisa mengantarmu sekarang, kebetulan pemilik bar itu adalah teman baikku." Ucap sopir itu.

Nara yang memang sangat membutuhkan pekerjaan itu pun tanpa pikir panjang langsung menerima tawaran dari sopir tersebut.

Dan dengan senang hati tentunya, sopir taxi itu juga langsung bergegas mengantarkan Nara ke tempat yang sudah di beritahukan olehnya sebelumnya.

15 Menit kemudian, mobil taxi yang di tumpangi Nara berhenti di sebuah bar. "Ini tempatnya dan kau bisa langsung masuk kedalam." Nara mengangguk senyum lalu bergegas keluar dari mobil taxi itu.

Setelah Nara keluar dari mobil dan masuk kedalam bar tersebut, sopir itu kemudian menelfon seseorang dan berbincang cukup lama.

Sementara itu di sisi lain di dalam bar, Nara nampak celingukan seperti orang yang kebingungan. "Dimana aku bisa menemui pemilik bar ini?" Nara terus berjalan dan bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

"Selamat siang?" Sapa seseorang yang membuat Nara langsung memutar tubuhnya menatap ke arah suara tersebut.

Seorang pria dengan pakaian rapi itu langsung menjabat tangan Nara dan memperkenalkan dirinya sebagai pemilik bar tersebut. Nara membalas jabatan tangan itu seraya melontarkan senyum tipis di bibirnya.

"Aku sudah tau kalau kau datang kesini untuk melamar pekerjaan. Karena temanku sebelumnya sudah memberitauku tentangmu, maka malam ini kau sudah bisa mulai bekerja."

Tentu sangat di luar dugaan bagi Nara, yang dimana dirinya belum sempat memperkenalkan namanya tapi dengan begitu cepat ia sudah di terima bekerja di bar itu.

"Be-benarkah aku sudah bisa bekerja malam ini, tuan?" Tanya Nara dengan gugupnya lalu pemilik bar yang di ketahui bernama Steven itu pun mengangguk senyum.

"Terima kasih, tuan--" Nara yang belum tau siapa nama dari pemilik bar itu kemudian terdiam.

"Steven. Ya, namaku adalah Steven." Ujarnya.

Nara mengangguk dengan cepat. "Iya, tuan Steven. Terima kasih banyak." Tidak henti-hentinya gadis itu terus mengucapkan kata terima kasih pada Steven. Dan Steven sendiri menggeleng senyum melihat bagaimana manisnya sikap Nara yang berulang kali mengucapkan kata terima kasih itu.

Karena Nara bekerja di jam malam, maka sebelum gadis itu memulai pekerjaannya, Steven memberikannya pakaian yang harus Nara pakai saat mulai bekerja untuk nanti malam.

"Ambil ini dan pakai lah saat kau mulai bekerja." Dengan senang hati gadis itu lantas menerimanya. Setelah memberikan pakaian tersebut kemudian Steven pergi dari hadapan Nara.

"Tuan Steven, tunggu." Teriak Nara memanggil Steven kembali. "Maaf, tapi apa pekerjaanku di sini nanti malam, Tuan?" Tanya Nara.

Lagi-lagi Steven pun menunduk senyum seraya menggelengkan kepalanya. Bagaimana bisa Nara baru mempertanyakan hal itu, karena Steven pikir gadis itu sudah tau apa pekerjaan yang akan ia lakoni nantinya di bar tersebut.

"Datang lah nanti malam kesini maka kau akan tau apa pekerjaanmu nanti." Steven menepuk pundak Nara lalu meninggalkan gadis itu dari hadapannya.

Nara yang tidak ingin ambil pusing itu pun, kemudian juga pergi meninggalkan bar tersebut dan pulang ke Apartementnya.

Hingga menjelang malam, Nara datang kembali ke bar itu untuk memulai pekerjaan pertamanya. Dengan pakaian dress pendek yang cukup sexsi tentunya, Nara berdiri dengan sedikit kebingungannya lantaran tidak tau apa yang harus ia kerjakan malam itu.

Sampai suatu ketika Steven datang dan berdiri tepat di belakang Nara dengan menepuk ringan punggungnya. "Nara?"

"Ah, iya?!" Nara yang terkejut pun langsung memutar tubuhnya menatap pada Steven.

Menatap bagaimana cantiknya Nara seketika membuat Steven nampak kagum hingga membuatnya terdiam dengan tatapan berbinar.

Sedangkan Nara, justru di buat bingung saat melihat atasannya itu hanya diam menatapnya dengan tatapan yang cukup aneh baginya.

Nara melambaikan tangannya seraya memanggil nama Steven berulang kali sampai akhirnya berhasil membuat pria itu tersadar dari diamnya. "Tuan, Stev. Apa kau baik-baik saja?"

Steven memalingkan sedikit wajahnya dari Nara untuk menyembunyikan wajah tersipunya. "I_iya, aku baik-baik saja." Ucapnya dengan sedikit gugup.

"Tuan, aku tidak tau apa yang harus aku kerjakan malam ini. Jadi aku--"

"Oh, iya aku hampir lupa tunggu sebentar." Steven pergi sebentar dan tak lama kemudian ia kembali dengan membawa nampan berisi beberapa botol wine lalu diberikannya pada Nara.

"Nara, antar minuman ini ke ruang VIP. Ada beberapa orang beberapa orang penting yang sedang melakukan meeting di dalam." Nara pun mengangguk lalu mengambil alih nampan berisi minuman itu dari tangan Steven.

"Aku akan mengantarnya sekarang. Tapi kalau aku boleh tau, dimana ruangan VIP itu, Tuan?" Tanya Nara.

"Oh, aku hampir lupa kalau kau belum tau. Baiklah, kau jalan lurus kearah sana lalu naik kelantai dua menggunakan lift, setelah ruangan VIP ada di pintu no 004." Ujar Steven menjelaskan.

Nara yang mengerti pun lantas mengangguk paham dan bergegas pergi keruangan VIP yang sudah di arahkan oleh atasannya barusan.

Gadis itu terus berjalan kemudian menaiki sebuah lift. Tak lama kemudian ia pun sampai di sebuah ruangan VIP dengan pintu bernomorkan 004 tersebut.

Dengan gugup sembari menahan rasa takunya, kemudian perlahan gadis itu pun membuka pintu ruangan VIP tersebut dan masuk.

Cukup banyak pria tampan dengan pakaian stelan jas rapi tengah duduk di kursi yang membuat jantung Nara berdegup tidak beraturan.

"Permisi, Tuan." Ucapnya sembari meletakkan beberapa botol wine itu di meja para pria tampan tersebut.

Setelah selesai melakukan pekerjaannya lantas Nara pun bergegas untuk meninggalkan ruangan VIP tersebut. Namun saat baru saja ia hendak mekangkah keluar, tiba-tiba langkah itu terhenti seketika.

Ceklek.

"Maaf semuanya aku sedikit terlambat." Ucap seorang pria yang baru saja memasuki ruangan VIP itu.

Prang!!!

Nampan yang Nara pegang sebelumnya itu pun terjatuh dari tangannya begitu saja. Tatapan gadis itu terfokus pada sosok pria yang ada tidak jauh dari hadapannya.

Chapter 03

"Hey, Nona. Kau menjatuhkan nampanmu." Ucap salah satu seorang pria yang duduk di kursi ruangan VIP tersebut. Menyadari akan hal itu, Nara pun mengambil nampan yang terjatuh di lantai kemudian bergegas pergi meninggalkan ruangan tersebut.

"Maaf, permisi." Nara berjalan pergi melewati sosok pria yang sudah berhasil membuatnya tidak fokus dalam bekerja itu.

Dengan sangat cepat gadis itu melangkahkan kakinya pergi menuju lift dan segera masuk kedalam. Namun saat pintu lift mulai akan tertutup, tiba-tiba sebuah tangan menghalangi pintu lift itu sampai membuat pintu itu terbuka kembali.

Nara terbelalak saat melihat sosok pria yang tiba-tiba saja ikut masuk kedalam bersamanya. "Tuan Reiner." Ucapnya dalam hati.

Gadis itu mengalihkan pandangannya berusaha untuk berpura-pura untuk tidak mengenalinya. Ya, berpura-pura untuk tidak mengenali sosok pria yang pernah menjadi bagian dalam masa lalunya itu. Masa lalu yang menyakitkan dan masa lalu yang sudah membuat hidupnya hancur berantakan.

Berbeda dengan Nara yang diam dan berpura-pura enggan untuk mengenalinya, Reiner Alexander tentu tidak akan lupa bagaimana wajah gadis yang sangat di cintainya dulu itu.

Ia mendorong tubuh Nara dan menekan kedua pundak Nara pada sisi pojok lift dan menatapnya dengan sangat dekat dan tajam.

"Akh... apa yang kau lakukan! Lepaskan!" Pekik Nara sembari berusaha melepas kedua tangan Reiner.

Reiner menekan kedua pundak Nara lalu spontan membungkam bibir gadis itu dengan ciuman panas dibibirnya.

Sontak gadis itu pun terdiam dengan kedua mata yang terbelalak. Jantungnya berdegup tidak karuan dan kedua matanya seketika itu juga langsung berkaca-kaca hampir menangis.

Ciuman yang masih tetap sama dan tidak berubah. Bagaimana pria yang sangat mendominasi itu melakukan itu saat tengah merindukan Nara dulu.

Brugh!

Dengan kuat Nara mendorong dada Reiner dan berhasil membuat pria itu melepaskan akan ciumannya. Nara mengusap bibirnya dengan kasar, membersihkan sisa lembab yang menempel dan menjijikan itu bagi Nara kali ini.

"Apa yang kau lakukan ini, Tuan! Aku bisa melaporkan perbuatanmu ini pada atasanku atas tindakan tidak sopanmu ini!" Kata Nara dengan nada tinggi dan tangan menunjuk ke arah Reiner.

Nara menekan beberapa kali tombol lift berharap pintu lift bisa segera terbuka dan ia bisa dengan cepat keluar dari sana. "Kenapa sejak tadi lift ini tidak bekerja dengan baik, mungkinkah liftnya rusak atau--"

"Kenapa kau pergi, Nara?" Tanya Reiner yang seketika membuat Nara terdiam. Ia memutar tubuhnya menatap kearah sosok pria yang terlihat sangat tampan itu.

Ya, entah berapa lama Nara meninggalkannya dan tidak menjumpainya. Namun kali ini, sosok pria yang pernah dengan jahat menyakitinya itu terlihat begitu sangat tampan dan lebih berkharisma.

Tidak ingin terperdaya hanya karena ketampanan dari CEO tersebut, Nara yang tadinya tidak ingin di sentuh bahkan didekati oleh Reiner seketika mengingat akan tujuannya untuk kembali.

Dendamnya. Ya, gadis itu seketika mengingat akan hal itu. Dimana kembalinya dirinya hanya untuk membalaskan semua rasa sakit yang pernah di rasakannya dulu.

"Nara, maafkan aku. Ya, aku tau. Mungkin kau sangat marah saat itu. tapi satu hal yang harus kau tau, aku benar-benar tidak bisa melakukan apapun karena--"

Ucapan Reiner terhenti saat Nara yang tiba-tiba menutup bibirnya dengan satu jari telunjuknya. "Tidak apa-apa, tuan. Aku sudah melupakan akan itu, kau tidak perlu meminta maaf padaku."

Dengan bersikap bak wanita penggoda, Nara pun mulai memberikan dirinya untuk memeluk Reiner dengan manja didalam lift itu. Seolah kontras dengan sikap sebelumnya yang mencoba menghindari Reiner, kini Nara justru dengan lihai memperlakukan Reiner dengan sangat baik.

"Nara, aku sangat merindukanmu. Maafkan aku, Nara." Tidak henti-hentinya pria itu meminta maaf dipelukan Nara yang tentu hal itu hanya direspon dengan anggukan dan senyuman licik yang terukir di bibir wanitanya itu.

Ting!

Pintu lift terbuka dan dengan cepat Nara langsung melepas pelukannya pada Reiner sebelum di lihat oleh orang sekitar bar itu. Keduanya keluar bersamaan dengan jarak langkah yang sedikit jauh.

"Nara, tunggu." Reiner menarik tangan Nara. Tatapan pria itu kini terlihat menatap bagaimana minimnya pakaian Nara malam itu.

Dress pendek berwarna hitam dan lipstik merah yang menggoda di bibirnya yang tentu akan menggoda setiap pasang mata lelaki di sekitaran bar tersebut. Begitulah pikir Reiner.

"Ayo ikut aku." Reiner menarik tangan Nara dan membawanya keluar dari bar itu.

"Egh, Tuan. Apa yang kau lakukan? Aku sedang bekerja disini." Tidak perduli dengan ucapan Nara, dengan sedikit kesal Reiner terus menarik tangan gadis itu keluar dari bar.

Dan sesampainya di luar bar, Reiner melepas tangan Nara. "Pakaian macam apa yang kau pakai itu?! Dan untuk apa kau bekerja disini?!"

"Ternyata dia tidak berubah, setelah mendapat perlakuan baik dariku, sekarang begitu terlihat bagaimana sikapnya yang seolah ingin mengekangku." Gumam Nara dalam hati.

Dengan lembut Nara langsung memeluk tubuh tegap dari pria tampan yang ada di hadapannya itu. Ia mengusap dada kekarnya dan juga merabanya. "Kenapa marah? Pakaian ini di sesuaikan dengan pekerjaanku disini. Lagi pula kalau tidak bekerja aku harus makan apa nantinya?" Kata Nara dengan nada lembut penuh menggoda.

Reiner melepas pelukan Nara dan menatapnya dengan sangat dekat. "Berapa yang kau butuhkan? Katakan dan aku akan memberikannya." Ujarnya.

Nara melingkarkan kedua tangannya di leher Reiner seraya tersenyum manis dihadapannya. "Apa kau berniat membeliku lagi, Tuan Reiner Alexander?"

Kata-kata yang terdengar menggelikan didengar. Tapi ucapan Reiner juga dianggap Nara sebagai seorang pria yang ingin membeli wanitanya.

Saat keduanya tengah berbicara dengan romantis, tiba-tiba terdengar suara wanita yang memanggil nama Reiner dari kejauhan.

Reiner menoleh dan memutar tubuhnya melihat sosok wanita yang memanggilnya dengan sebutan yang cukup mesra. Ya, siapa lagi wanita itu jika bukan Melly.

Mengetahui hal itu, Nara memilih pergi menghindari kedatangan dari wanita jahat yang sudah membuatnya kehilangan bayi yang dikandungnya dulu.

"Melly, apa kau lakukan disini!" Tanya Reiner dengan nada dinginnya. Reiner sangat tidak menyukai kehadiran Melly yang kerap kali mendatanginya setiap kali ia sibuk dengan kegiatannya. Dan ternyata hal ini kerap kali terjadi setelah mereka menikah.

"Sayang, aku tadi menelfon sekertarismu dan dia bilang kau meetting disini. Jadi aku sengaja datang kesini membawakanmu ini." Melly menunjukkan apa yang ia bawa untuk Reiner.

Sedikit pun Reiner tidak fokus dengan apa yang Melly katakan dan tunjukan. Ia justrumelihat kesana kemari mencari Nara yang sudah menghilang darinya.

"Rein, kau ini melihat apa? Apa kau tidak perduli dengan keberadaanku disini?" Melly yang kesal tidak diperdulikan oleh Reiner, menarik wajah pria yang sudah menjadi suaminya itu untuk menatapnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!