...THE CIVILIAN 2 : OPERATION PEGASUS...
Di istana kepresidenan. Tahun 2042.
Tanggal 01 Januari.
Beberapa jam setelah perayaan tahun baru di istana.
“Bapak Presiden, bagaimana tanggapan bapak soal pertanyaan-pertanyaan dari masyarakat yang mulai menuntut janji bapak beberapa tahun yang lalu?” Tanya salah satu wartawan.
Wikar bersama dengan beberapa wartawan tengah berbincang soal perencanaannya dalam pembangunan tahun ini. Wikar kini telah menjadi seorang presiden.
Dia menjadi presiden seumur hidup, dengan memegang kendali penuh atas semua yang ada dipemerintahannya. Dan berdiri sebagai presiden tanpa seorang wakil dan tanpa seorang ibu negara, karena sampai saat ini Wikar belum menikah.
“Janji adalah janji. Janji itu harus ditepati. Saya dengan beberapa menteri telah berusaha untuk mempercepat perencanaan pembangunan di negara ini. Karena harus dipahami, kalau butuh persiapan berbulan-bulan untuk pembangunan yang pastinya akan berlangsung berbulan-bulan juga.” Jawab Wikar.
Para wartawan juga menyampaikan pertanyaan soal presiden seumur hidup dan juga presiden yang berdiri tanpa seorang wakil. Karena pada umumnya, seorang pemimpin negara harus memiliki seorang pendamping dalam menjalankan pemerintahannya.
“Lalu bagaimana dengan presiden seumur hidup dan juga presiden tanpa wakil yang bapak putuskan sendiri?”
“Tidak bisa kita tutupi, kalau selama ini saya belum menemukan seorang wakil yang pas untuk menemani saya menjalankan pemerintahan yang baru bangkit ini. Saya berjuang bersama dengan saudara-saudara saya untuk membebaskan negara ini dari penindasan dan pengekangan kekuasaan presiden sebelumnya."
“Namun, saudara-saudara saya sudah berada pada posisi mereka masing-masing. Mereka sudah memiliki jabatan yang sesuai dengan keahlian yang mereka miliki. Dan tidak mudah untuk menjalankan sebuah pemerintahan yang baru saja dilahirkan kembali. Masih banyak hal yang harus bersama-sama kita perbaiki.”
“Salah satunya yang paling penting dari pada memilih wakil, dan juga pembangunan adalah, kembalinya masyarakat kepada jati diri mereka sebagai anak bangsa. Karena selama masa pemberontakan yang saya lakukan bersama dengan saudara-saudara saya, jelas banyak anak-anak yang terpaksa harus putus sekolah. Yang bekerja juga harus kehilangan pekerjaannya. Ditambah dengan mencekamnya peperangan.”
“Jelas hal itu akan mempengaruhi psikologi masyarakat. Mereka harus disembuhkan terlebih dahulu. Salah satunya dengan merayakan tahun baru seperti ini. Mungkin ini hal sepele yang tidak ada artinya apa-apa. Namun setidaknya masyarakat bisa sedikit mengalihkan perhatian mereka kepada trauma yang telah mereka alami selama masa peperangan.”
“Saya berharap, semoga masyarakat tetap bersatu padu dan tetap menjalankan aktivitas mereka seperti sebelumnya, agar mereka bisa mengendalikan dan menyembuhkan trauma mereka secara perlahan. Karena sebuah negara yang kuat, berasal dari anak bangsa yang kuat dan sehat.” Jawab Wikar.
Selepas wawancara singkat itu, Wikar kembali ke ruangan kerjanya. Disana dia menatap satu demi satu potret dirinya bersama dengan semua sahabatnya yang selama ini telah mendukungnya untuk menjadi presiden seumur hidup di negara ini.
Walau pun begitu, rasa khawatir Wikar masih belum bisa ia atasi, karena sudah sangat lama dia tidak bisa menemukan keberadaan dari mantan Presiden Jacob dan juga para pendukung setianya.
Mereka seakan menghilang tenggelam dalam lautan. Jejak-jejak mereka sama sekali tidak bisa ditemukan. Ditambah lagi waktu itu keadaan masih kacau balau. Sudah pasti para pendukung setia mantan Presiden Jacob memanfaatkan hal tersebut untuk menyembunyikan tuan mereka dari kejaran Wikar dan pasukannya kala itu.
Bahkan orang sehebat Jendral Lahar pun kesulitan untuk melacak dimana keberadaan mereka. Lahar dan pasukanya sudah menyusuri hampir seluruh wilayah di negara ini. Dia masuk ke kota-kota kecil, dan merambah ke desa-desa terpencil yang dicurigai sebagai tempat yang cocok untuk persembunyian. Tetapi hasilnya nihil.
Mereka benar-benar sulit untuk dilacak Lahar juga mencari dimana tempat tinggal keluarga mantan Presiden Jacob yang masih tersisa dan juga keluarga para pengikut setianya, tapi kebanyakan dari mereka sudah tewas.
Ada waktu itu yang masih hidup, yaitu istri salah satu tenaga medis yang membantu mantan Presiden Jacob, tapi sayangnya dia lebih memilih untuk menembak tenggorokannya dengan pistol, dari pada memberikan informasi keberadaan mantan Presiden Jacob dan para pengikutnya yang masih tersisa.
Nampaknya orang sekejam Jacob masih memiliki pengikut setia yang rela mati untuknya. Dirasa sangat tidak mungkin kalau hanya untuk uang, karena nyawa yang mereka pertaruhkan tidak sebanding dengan apa yang mereka dapatkan.
......................
Bayang-bayang seorang Jacob masih selalu menghantui Wikar setiap saat. Dia tidak bisa tidur dengan nyenyak setiap malam. Sehingga sesekali dia mengkonsumsi obat agar dia bisa tertidur dengan lelap. Wikar seperti dikejar-kejar oleh Jacob yang sekarang entah ada dimana.
Wikar belum bisa tenang kalau belum benar-benar menghabisi orang itu. Wikar terus menerus memberikan perintah kepada semua orang, baik dari militer, atau pun pihak keamanan dimana pun mereka berada.
Walau pun Wikar sendiri juga tahu kalau semua usahanya itu hanya akan membuang waktu saja. Jendral Lahar sesekali menemui Wikar untuk melaporkan perkembangan pencarian mantan Presiden Jacob dan orang-orangnya.
Jendral Lahar belum bisa memberikan informasi secara pasti. Dia hanya bisa memberikan beberapa kemungkinan yang bisa saja terjadi kepada mantan Presiden Jacob dan orang-orangnya.
......................
Waktu menunjukkan jam setengah empat sore, aktivitas di istana negara berjalan normal seperti biasanya. Beberapa orang sibuk berlalu lalang melakukan tugas mereka masing-masing.
Lalu tiba-tiba salah seorang ajudan wanita masuk ke ruangan Wikar untuk memberitahu kalau Jendral Lahar ingin bertemu dengannya.
“Persilahkan dia untuk masuk.” Ucap Wikar kepada ajudannya.
“Baik pak.”
Beberapa saat kemudian Jendral Lahar masuk ke ruangan Wikar dengan membawa beberapa dokumen penting untuk diserahkan kepada Wikar.
“Sore pak presiden.” Sapa Jendral Lahar sembari memberikan hormat.
“Sore. Silahkan duduk.”
Jendral Lahar dipersilahkan duduk di depan Wikar. Dia membawa beberapa dokumen penting yang ia kumpulkan dari para pasukannya yang tersebar di seluruh wilayah yang ada di negara ini.
“Begini pak presiden, sudah beberapa tahun ini kami melakukan banyak sekali penelitian tentang jejak mantan presiden Jacob. Kami pihak militer mencurigai kalau sekarang mereka sedang berada di negara lain. Yang jelas sepemahaman dengan mereka.” Kata Jendral Lahar.
“Kenapa kamu bisa berkesimpulan kalau mereka pindah ke negara lain?”
“Kami mendapatkan kalau ada perdagangan senjata ilegal besar-besaran yang sedang dilakukan oleh beberapa kelompok penjahat perang dari negara bagian timur. Mereka menjual senjata-senjata itu ke beberapa kelompok lain, seperti loyalis, dan kebanyakan juga kelompok pemberontak yang ada di negara tetangga kita.”
“Lalu apa hubungannya dengan mantan presiden Jacob?” Tanya Wikar.
“Presiden Jacob diketahui memiliki beberapa aset yang sampai sekarang masih berjalan. Dan aset-aset itu berkembang hampir di seluruh negara-negara timur. Ada senjata beserta alat-alat perang lainnya. Bisnis itu belum diketahui secara pasti dijalankan oleh siapa. Namun, kami sudah mengantongi satu nama yang kemungkinan besarnya akan menjadi perjalanan awal kita menemukan mantan presiden Jacob.”
“Siapa?”
Jendral Lahar mengeluarkan jepretan seorang wanita dari dalam amplop coklat. Wikar yang melihat itu tidak menyangka kalau mantan presiden Jacob ternyata sudah memiliki anak didik yang sekarang menjalankan semua bisnis gelapnya.
“Pantas saja, selama ini Jacob memiliki banyak sekali anjing-anjing peliharaan yang mendukungnya. Ternyata dia memiliki dana yang cukup besar untuk mendanai semua pasukannya yang ada di negara lain. Itu artinya, perang ini belum selesai. Kita semua harus bersiap untuk serangan gelombang kedua.”
“Benar, pak presiden.”
“Kalau begitu, kamu harus mempersiapkan pasukanmu dari sekarang. Mereka harus dilatih lebih keras. Karena sudah pasti Jacob dan pasukannya akan menuntut balas kekalahan mereka, sekaligus merampas kembali negara ini.”
“Baik pak presiden. Akan saya jalankan semua yang bapak perintahkan.” Kata Jendral Lahar dengan berlalu dari ruangan itu.
“Oh ya! Satu lagi!”
Jendral Lahar kembali berbalik menghadap presiden. Sudah pasti ada perintah tambahan yang akan dia dapatkan.
“Beri misi yang pasti kepada Ando dan pasukannya. Dia harus terjun langsung ke timur untuk mengawasi pergerakan mereka. Jangan sampai kita kecolongan. Kita harus seribu langkah lebih maju dari musuh-musuh kita.”
“Siap pak presiden!”
......................
“Jadi, malapetaka itu akan terulang kembali?” Tanya Ando pada Tony.
Sekarang Ando menjadi pimpinan Detasemen Serigala Hitam. Dan Tony menjadi komandan pasukan Mayan Grup, yang berada dibawah komando Detasemen Serigala Hitam. Mereka berdua kerap melakukan aksi-aksi yang bisa dibilang sangat-sangat gila.
Untuk mencari mantan presiden Jacob, Detasemen Serigala Hitam sudah melakukan berbagai pembantaian. Karena bagaimana pun, faktanya banyak pendukung mantan presiden Jacob yang masih hidup.
Mereka adalah orang-orang yang dulunya pernah menjadi anak buah Jacob untuk menyingkirkan semua lawan-lawan politiknya. Jelas, mereka melakukannya dengan cara yang sangat dilarang. Untuk itulah Ando sama sekali tidak memberikan toleransi kepada mereka.
Ditambah dengan dendamnya atas kematian pasukannya semasa dia masih berperang dengan Wikar. Pasukan yang mati sama sekali tidak mengetahui secara pasti untuk apa tujuan perang tersebut. Dan mereka kesulitan membedakan mana kawan mana lawan. Mana yang benar dan mana yang salah.
Kala itu mereka hanya mengikuti perintah dari atasan mereka, karena itu sudah menjadi sumpah mereka sebagai tentara.
“Kita diperintahkan untuk memperkuat para pasukan kita, komandan. Sekaligus komandan juga mendapatkan misi khusus dari Presiden Wikar untuk masuk ke wilayah timur. Jadi sepertinya, perang ini sudah tidak bisa dihindari lagi.” Jawab Tony.
Ando termenung sejenak, dia mengingat masa-masa dimana teman-teman seperjuangannya saat pertama kali masuk ke militer. Waktu itu dia sangat bahagia dan bangga, karena dia bukan hanya menikmati gaji pokok saja, tetapi impiannya untuk berjuang dan berkorban demi bangsa dan negara akan tercapai.
Namun terkadang, setiap orang harus bisa menerima sebuah kenyataan. Kenyataan kalau dunia militer tidaklah sebaik yang Ando kira. Dia bukan membela bangsa dan negara, tapi lebih tepatnya membela sampah negara. Yaitu mantan presiden Jacob.
Andai saja dia tahu kalau Jacob adalah pemimpin yang tidak berotak, sudah pasti dia juga lebih memilih bergabung dengan Wikar tanpa harus melihat teman-teman seperjuangannya mati terlebih dahulu.
“Kita mungkin tidak akan pernah bisa menghapus sejarah kalau dulu kita pernah membela orang yang salah. Semua yang aku lakukan sekarang adalah untuk menebus semua kesalahanku di masa lalu. Sekarang aku benar-benar merasakan arti sebuah perjuangan yang sesungguhnya. Andaikan waktu itu Wikar dan pasukannya tidak menangkapku, mungkin sekarang aku masih bersama bajingan itu.” Ucap Ando.
“Masa lalu adalah masa lalu, komandan. Kita tidak akan mampu merubah apa yang sudah terjadi. Tetapi kita masih bisa mencegah apa yang belum terjadi.” Sahut Tony.
“Ya. Kamu benar.”
“Masalah kita sekarang adalah, kita akan berurusan dengan negara timur. Dan negara itu sudah terkenal dengan penjahat perangnya. Kita harus berhati-hati, pastikan kita membawa semua logistik yang kita butuhkan. Kalau bisa, bawa perlengkapan lebih.” Perintah Ando kepada Tony.
“Siap!”
Pada malam harinya, mereka semua bersiap untuk berangkat dengan menggunakan pesawat pengangkut. Mereka akan diturunkan di sebuah wilayah di pedesaan negara itu, karena disanalah tempat yang cocok untuk dijadikan markas rahasia mereka.
Suasana di negara itu begitu mencekam dan sangat tidak terkondisi. Terutama di wilayah perkotaan. Banyak sekali terjadi baku tembak dan juga pembersihan ras yang dilakukan oleh kelompok penjahat perang yang dikenal dengan nama Abu Sayaad.
Nama kelompok itu diambil dari nama pemimpin pertama mereka, yaitu Hamar Al-Sayaad. Yang sekarang kepemimpinannya digantikan oleh anak didiknya yang bernama Hassan Al-Sayaad.
Hassan dulunya adalah seorang penceramah yang cukup terkenal di negaranya. Dia juga pernah beberapa kali diundang ke istana presiden untuk melakukan pertemuan penting. Namun sayangnya, Hassan ini memiliki keyakinan yang sangat radikal.
Dia menginginkan semua orang di negara tunduk di bawah satu kepercayaan, tanpa memandang kepercayaan yang lain. Sedangkan negara itu memiliki banyak sekali aliran kepercayaan.
Hassan kemudian melakukan pemberontakan yang didukung penuh oleh murid-muridnya dan juga orang-orang yang sependapat dengannya. Siapa pun yang tidak setuju dengannya akan dibersihkan. Karena bagi orang seperti Hassan, menolak artinya mati.
Hal itulah yang membuat negara tersebut terus berperang tanpa henti. Ditambah lagi dengan para oknum yang mengambi keuntungan dari adanya peperangan ini, membuat pemerintah cukup kewalahan menghadapi Hassan dan kelompoknya.
Presiden Wikar telah menghubungi pemimpin negara tersebut untuk melakukan negosiasi, agar mereka sama-sama mendapatkan keuntungan. Pemerintah akan membantu menemukan dimana persembunyian mantan presiden Jacob, sedangkan presiden Wikar akan menawarkan bantuan tenaga dan juga logistik guna menekan pergerakan Hassan dan kelompoknya.
Dengan begitu mereka sama-sama diuntungkan. Karena presiden Wikar mencurigai kalau mantan presiden Jacob juga turut berperan dalam perang yang sudah berlangsung selama dua belas tahun itu. Akhirnya kedua belah pihak sama-sama menyetujui dan sepakat untuk bekerja sama melakukan perlawan terhadap Hassan dan kelompoknya, yaitu Abu Sayaad.
......................
Ando dan pasukannya yang berjumlah total dua puluh orang itu pun sudah sampai disana. Mereka dipertemukan dengan seorang syekh yang menjadi pemimpin di desa yang akan menjadi markas mereka.
“Assalamualikum.” Salam Ando memberikan hormat.
Walau pun Ando bukan seorang muslim, tapi dia tetap memberikan hormat kepada orang masyhur itu.
“Walaikumsalam Ya Akhi. Selamat datang di desa kami.” Jawab orang tua itu kepada Ando.
“Syekh Jafar?” tanya Ando.
“Ya Saudaraku. Aku adalah Syekh Jafar. Kamu pasti prajurit yang dikirim oleh Abu Laharkan?”
“Abu Lahar?” tanya Ando heran.
“Maaf, kami memanggil Jendral garang itu dengan tambahan 'ABU' di depannya.” Ucap Syekh Jafar sembari tertawa kecil.
“Oh.. saya baru tahu syekh.”
“Tidak apa-apa. Ayo ikut aku, aku sudah mempersiapkan tempat untukmu dan pasukanmu.”
“Terimakasih Syekh.”
Ando pun lekas dibawa menuju ke sebuah bangunan yang Ando kira itu hanyalah sebuah rumah kecil yang berukuran lima kali lima. Namun ternyata, dilantai ruangan itu ada sebuah tangga yang menuju ke sebuah markas rahasia yang sangat luas dengan struktur bangunannya yang sangat kokoh.
Disana ada juga tempat khusus untuk para penduduk desa dan juga para pejuang rakyat. Tempat itu dilengkapi dengan berbagai macam senjata dan beberapa mesin tempur.
Ando melihat ada salah satu foto didinding yang difoto itu ada Wikar, Lahar, dan juga Syekh Jafar. Ando memandang keheranan foto-foto itu. Dia sama sekali tidak mengira kalau Syekh Jafar ternyata memiliki hubungan dekat dengan presiden Wikar dan juga Jendral Lahar.
“Itu sudah sangat lama.” Ucap Syekh Jafar.
“Apa hubungan Syekh Jafar dengan presiden Wikar dan Jendral Lahar?” Tanya Ando yang penasaran.
Terlihat difoto itu Wikar dan Lahar memegang senjata laras panjang AK-47. Mereka juga mengenakan seragam hitam lengkap dengan rompi anti peluru.
“Wikar bukanlah anak biasa. Dia hampir menjadi anak dari semua orang yang ada di tempat ini. Memang, dia anaknya sedikit pemarah. Tetapi dia anak yang sangat baik.” Jawab Syekh Jafar.
Syekh Jafar mengambil segelas air putih dan semangkuk kurma untuk Ando. Mereka berbincang tentang masa lalu Wikar dan Lahar, yang ternyata juga mendapatkan gemblengan dari Syekh Jafar yang sekarang sudah tua itu.
“Dulu saya masih muda. Gagah, dan memiliki kaki yang bisa berlari sangat kencang. Tidak seperti sekarang, yang harus memakai tongkat jika bepergian.” Kata Syekh Jafar tertawa mengingat masa-masa mudanya dulu.
“Wikar adalah yang sangat nakal, susah diatur, apalagi soal ibadah, dia adalah pemalas yang hebat. Sedangkan Lahar, dia anak pendiam yang selalu menurut kepada perintah siapa saja, tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah.”
“Orang tua mereka masing-masing sudah sangat kerepotan mendidik anak mereka. Mereka sudah menyerah, karena tidak tahu harus diberi pembelajaran seperti apalagi agar anak-anak mereka bisa mengerti ucapan orang tua mereka.”
Syekh Jafar menghela nafas. Bayang-bayang Presiden Wikar masih tergambar diingatannya. Dua murid kesayannya yang sekarang sudah memiliki tanggung jawab mereka masing-masing. Hanya sesekali saja Wikar dan Lahar menjenguk Syekh Jafar.
Itu pun harus dilakukan secara sembunyi-sembunyi, apalagi setelah Wikar resmi dilantik menjadi seorang pemimpin di negaranya.
“Orang tua Wikar dan Lahar memiliki profesi yang sangat berbeda. Ayah Wikar adalah seorang pembisnis dibidang pertanian dan dia adalah seorang pemimpin kepala suku yang sangat dihormati. Sedangkan ayah Lahar, dia adalah seorang pemilik perusahaan di kota mereka tinggal, setelah dia memutuskan untuk berhenti dari dunia militer.”
Mereka banyak berbincang tentang kehidupan Wikar dan Lahar di masa lalu. Dan faktanya, Lahar dan Wikar adalah dua saudara tidak sekandung yang tidak akan pernah bisa dipisahkan. Kejayaan yang dimiliki oleh Wikar dan Lahar sekarang memang sudah diramalkan oleh Syekh Jafar sedari dulu, jauh sebelum Wikar dan Lahar berkecimpung di dunia militer.
Syekh Jafar masih ingat apa yang ia katakan kepada kedua anaknya didik kesayangannya itu.
“Waktu itu, selesai aku melakukan ibadah, aku lanjutkan dengan membaca doa untuk kedua anak didik kesayanganku. Wikar dan Lahar. Lalu aku mendapatkan sebuah penglihatan yang sangat menakjubkan.
“Apa yang syekh lihat?”
“Ada seekor harimau dan seekor singa. Harimau yang menjadi raja, dan seekor singa yang menjadi panglimanya. Panglima bagi seluruh pasukan sang raja. Harimau itu bermahkota emas. Dan sang panglima yang menggengam sebuah pedang yang sama-sama terbuat dari emas.”
“Bagaimana mungkin harimau bisa menggunakan mahkota? Dan singa bisa menggengam sebuah pedang syekh? Bagi saya itu terdengar aneh.” Ucap Ando menggelengkan kepala tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Syekh Jafar.
“Itu hanya sebuah gambaran komandan Ando. Dalam dunia orang-orang seperti kami, hal itu sudah terbiasa terjadi. Bagaimana denganmu?” Syekh Jafar balik bertanya kepada Ando.
“Maksud Syekh?”
“Bagaimana dengan kepercayaan yang kamu pilih? Apakah hal itu juga terdengar biasa?”
Ando hanya diam. Dia menundukkan kepalanya. Selama ini Ando tidak benar-benar yakin dengan agama yang ia pilih. Karena Tuhan tidak terlihat. Itulah yang membuat Ando ragu. Tetapi seakan mengetahui apa yang ada dipikiran Ando, Syekh Jafar pun menasehati Ando dengan ilmu agama yang dimilikinya.
“Begini komandan, aku tidak mempertanyakan apalagi menghakimi kepercayaanmu. Namun, jika kamu mempertanyakan dimana keberadaan Tuhan, maka sungguh kamu adalah orang yang paling bodoh di dunia ini.” Ucap Syekh Jafar tersenyum kepada Ando.
Syekh Jafar lalu duduk disebelah Ando. Tepatnya diranjang kecil yang empuk di ruangan itu.
“Begini Ando, sekarang pukul saja wajahmu sendiri. Kamu mungkin bisa melihat bekas lukanya, tapi tidak dengan rasa sakitnya. Begitu pula dengan Tuhan. Dia ada, dan akan selalu ada. Kamu tidak akan pernah mampu melihatnya, tapi kamu bisa merasakan keberadaan-Nya, dan kuasa-Nya, di dalam hatimu dan di dalam kehidupanmu.”
Ando terkejut mendengar ucapan Syekh Jafar. Dia seperti memberikan jawaban tepat atas pertanyaan-pertanyaannya selama ini. Ando merasa kagum dengan ucapan Syekh Jafar. Dia seperti menemukan sesuatu yang baru dalam hidupnya.
Karena biasanya, Ando harus membuat pertanyaan terlebih dahulu. Itu pun tidak menjamin kalau jawabannya akan ditemukan.
Namun kali ini, orang tua renta itu memberikan sebuah jawaban yang pertanyaan berada jauh di dalam lubuk hatinya yang paling dalam.
Ando terdiam beberapa saat, memikirkan kembali jawaban itu. Jawaban yang diberikan Syekh Jafar benar-benar telah membuat otaknya berfikir kesana kemari. Logikanya benar-benar berjalan sebagaimana mestinya.
Entah dia sadar atau pun tidak, Ando telah setuju kalau jawaban itu adalah jawaban yang paling benar. Jawaban itu adalah jawaban yang selama ia nanti-nantikan.
Sebuah jawaban yang membuatnya sadar, untuk apa memikirkan bagaimana caranya melihat Tuhan? Kalau sampai hari ini Tuhan masih menunjukkan kasih sayang-Nya kepada hamba-Nya yang bodoh ini.
Ando tersenyum lebar kepada Syekh Jafar. Dia menggenggam tangan Syekh Jafar, tanda kalau dia sudah memahami apa yang selama ini terus menerus menghantui otaknya. Syekh Jafar pun pergi dari ruangan itu tanpa sepatah kata pun.
Ando menarik nafas lega.
“Mungkin tempat ini medan perang. Tetapi inilah tempat yang tepat untukku. Sekarang aku juga tahu kenapa Wikar bisa menjadi seorang pemimpin, dan Lahar bisa menjadi seorang panglima yang tidak terkalahkan.” Ucapnya dalam hati.
Ando merebahkan dirinya dikasur itu sembari terus meyakinkan dirinya, bahwa sekarang dia sudah berada di tempat yang seharusnya.
“Ya! Aku harus disini. Inilah tempatku. Disinilah aku harus belajar. Ya! Ya! Aku harus!” Ucapnya dalam hati.
Dia mencoba menutup kedua matanya. Menenangkan dirinya sedikit demi sedikit, karena setiap akan tidur, inilah yang harus Ando lakukan. Dia mengalami kesulitan tidur selama bertahun-tahun karena mantan Presiden Jacob juga masih menghantui dirinya.
Dia terus bertanya-tanya dimana keberadaan Jacob saat ini. Ingin rasanya Ando menghajarnya habis-habisan agar dia tahu bagaimana sakitnya kehilangan orang-orang yang ia cintai. Teman-teman Ando dulu banyak yang mati karena menjadi korban ambisi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!