NovelToon NovelToon

Suddenly Married

Bab. 1

Seorang perempuan berumur sekitar 21 tahun duduk di salah satu sofa di sebuah restoran di lantai 5. Tangannya memegang cangkir berisi cokelat hangat yang ia pesan tadi. Kepalanya menoleh ke arah dinding kaca di sebelah kanannya. Menatap ke arah jalanan yang ada di bawah sana.

Rambut panjangnya tampak di ikat dengan rapi ke atas menjadi satu ikatan. Dia, Bella. Saat ini dia bukan sedang berkencan. Kedatangannya ke restoran ini karena keinginan Ayahnya.

Pria paruh baya itu ingin dia bertemu dengan putra keluarga Prayoga untuk pertama kalinya. Waktu dan tempat sudah di tentukan dari pihak sana. Jadi Bella tinggal muncul saja sesuai waktu yang di tetapkan.

Bella sengaja datang lebih awal. Sebenarnya dia ingin datang terlambat dari jam yang di janjikan. Namun kemudian dia berpikir, lebih baik muncul lebih dulu hingga mengurangi canggung ketika bertemu dengan pria yang belum pernah di kenalnya itu.

Sudah hampir satu jam Bella menunggu. Namun pria itu belum muncul di resto yang sudah di tentukan sebagai tempat pertemuan mereka.

"Hhh ... Sungguh menyebalkan harus menunggu. Jika bukan karena ayah, aku memilih tidur daripada harus ke sini," geram Bella.

Saat itu ada seorang pria yang muncul di pintu resto. Dia tampak tidak asing. Bella menyipitkan mata mencoba mengingat dimana ia pernah bertemu pria itu. Langkah pria itu berhenti tepat di depannya.

“Putri Om Johan?” tanya pria itu menyebut nama ayahnya. Bola mata wanita ini mengerjap. Sedikit terkejut bahwa pria itu ternyata tahu nama ayahnya.

Bella mengangguk. Ia masih menatap laki-laki yang mulai duduk di hadapannya itu dengan seksama.

“Aku Nugi. Kamu pasti tahu tentang aku dari keluarga mu,” kata pria itu dengan rasa malas yang kentara. Bella masih belum mengeluarkan kata-kata apapun. Dia mengalihkan pandangan sekejap guna menyamarkan rasa terkejut yang dirasakannya tadi.

Ternyata dia pria yang di jodohkan dengan ku. Pria di cafe waktu itu. Dugaan ku benar. Dia pria yang bernama Nugi. laki-laki yang duduk bersama wanita di meja sebelahku di cafe waktu itu, batin Bella.

**

Sebenarnya rasa terkejut ini bukan hanya di alami Bella, pria ini juga merasakannya. Ketika itu Nugi berjalan masuk ke restoran. Dia berdiri mencari sosok yang duduk sendiri dan terlihat sedang menunggu seseorang. Karena terlihat kebingungan, seorang pelayan mendekati Nugi.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya pelayan.

"Aku sudah reservasi atas nama Nugi."

"Oh, ya. Tamu Anda sudah datang sejak tadi. Silakan," ujar pelayan itu ingin mengantarkan.

"Tunjukkan saja dimana tamu ku. Kamu tidak perlu mengantarkan aku." Nugi tersenyum ramah.

"Baik. Tamu Anda ..." Pelayan itu menunjukkan meja tempat Bella berada. Pria ini melangkah mendekat. Sesaat dia merasa tidak asing. Namun dia mencoba mengabaikan. Perlahan langkahnya makin dekat dengan kursi itu.

“Putri Om Johan?” tanya Nugi. Perempuan itu mengerjap. Mungkin terkejut saat nama ayahnya di sebut. Dari dekat seperti ini, Nugi sedikit terkejut karena dia ingat dengan wajah yang sedang menatapnya ini. Masih segar dalam ingatan tentang pertemuan mereka kala itu.

Bibir perempuan itu masih bungkam dan memperhatikannya sampai Nugi duduk.

"Kenapa melihatku seperti itu? Kamu terkejut kalau ternyata calon suami mu ini sesuai dengan kriteria mu?” Sudut bibir Nugi naik. Dia sengaja mencemooh.

Kurang ajar, umpat Bella kesal. Dia merasa di perlakukan seperti belum pernah bertemu dengan pria tampan. Bibir Bella tersenyum tipis seraya melihat lurus-lurus ke arah pria ini.

“Kita bertemu bukan untuk basa-basi. Silakan bicara hal penting saja,” ucap Bella langsung pada intinya. Dia yakin pria ini punya rencana. Tampaknya sikap Bella membuat pria itu juga geram padanya.

Nugi melipat tangan sambil menatap perempuan ini kesal. Pria ini tidak menduga bahwa Bella bisa bersikap dingin seperti ini. Ternyata dia bukan gadis penakut seperti yang terlihat di wajahnya.

“Ini.” Tiba-tiba pria ini mengeluarkan sesuatu dari tasnya. “Kamu baca dengan teliti dan setelah itu kamu tanda tangani surat perjanjian ini," ucap laki-laki itu sambil meletakkan setumpuk kertas yang ia pegang di atas meja.

Bella mengerutkan alisnya sambil menatap kertas yang ada di hadapannya itu, lalu ia mengambil kertas itu dan mulai membacanya sekilas.

“Jadi kamu menawarkan ini padaku?” tanya Bella. "Pernikahan kontrak?" Kening Bella mengerut samar. Dia melirik kertas yang ternyata adalah surat pernikahan kontrak antara dirinya dengan pria itu.

“Ya. Apa kamu berpikir kalau aku setuju untuk menikah dengan mu?” tanya Nugi seakan mencela Bella. Perempuan ini menatap lurus-lurus pria yang baru saja di kenalnya ini dengan kesal.

“Tidak.” Bella membuang muka sambil mendengus. “Aku juga sebenarnya tidak setuju menikah denganmu, meski kamu adalah anak dari pemilik Prayoga Grup.” Ada nada mencela juga di sana. Bella membalasnya.

Dia membalas cibiran ku, desis Nugi di dalam hati.

“Kenapa tidak langsung saja menolak perjodohan ini pada keluarga mu? Bukannya kamu punya kekasih? Wanita di cafe itu.” Bella mengingatkan kalau mereka pernah bertemu.

“Ow, kamu masih ingat pertemuan pertama kita rupanya. Aku pikir aku tidak harus menunjukkan bahwa aku ingat dengan mu di cafe itu. Ternyata kamu sendiri mengungkapnya," kata Nugi. Tentu ia masih ingat dengannya.

Bella mendengus. Dia bukan ingin menunjukkan bahwa dia ingat pada pria ini Dia hanya ingin mengingatkan lagi, bahwa pria ini bisa menolaknya dengan mudah lewat jalan mengatakan bahwa dia punya kekasih.

"Jika semudah itu, aku tidak akan muncul di sini dan bertemu denganmu,” kata Nugi dengan setengah mendesis kesal. "Oke. Tanda tangani surat perjanjian itu.” Nugi menunjuk surat perjanjian yang sudah ia buat.

“Jangan terburu-buru. Aku harus membacanya dengan teliti.” Bella tidak mau gegabah. Dia mencoba membaca satu persatu.

“Apa yang perlu di pikirkan lagi ...” desah Nugi kesal. Merasa sikap hati-hati Bella tidak penting.

“Banyak. Bisa saja ini merugikan ku.” Bella tidak mau kalah. Ia membaca ketikan itu dengan seksama. Rupanya pria ini sudah menuangkan segala hal ke dalam perjanjian.

Tangannya mengambil pulpen di atas meja dan mencoret-coretnya di beberapa bagian.

Nugi terkejut.

“Hei, apa yang kau lakukan pada perjanjian itu?” tegur Nugi dengan wajah marah. Dia langsung merampas surat itu dari tangan Bella.

“Aku hanya membuang yang tidak penting,” sahut Bella malas.

Lalu Nugi melihat lagi surat perjanjian yang sudah ia buat. “Poin tidak boleh mencampuri urusan masing-masing adalah yang terpenting.” Nugi mendongak seraya memberi tekanan pada kalimatnya.

Bella diam tidak merespon.

“Kenapa kamu mencoretnya?" tegur Nugi geram. Dia mencoba menahan diri untuk tidak marah besar. "Apa ... Kamu ingin tahu apapun yang aku lakukan?” tanya Nugi seakan Bella punya keinginan berbanding terbalik dengannya. Seakan Bella ingin tahu lebih dalam tentang pria bernama Nugi ini. Pandangan mata pria itu menggoda, sekaligus mencela dan meremehkan.

...____...

Bab. 2

“Justru karena penting dan tidak mungkin di langgar, kita tidak perlu harus meletakkan poin itu dalam perjanjian. Entah kalau kamu sendiri yang ingin melanggarnya," ujar Bella membalas.

“Tidak mungkin,” tegas Nugi.

“Bagus. Jadi pembicaraan kita bisa jadi lebih singkat. Itu lebih baik. Tulis surat perjanjian yang baru. Setelah itu aku akan tanda tangan,” ujar Bella seraya berdiri. “Aku harus pergi sekarang. Aku akan membayar sendiri tagihan minuman ku. Lain kali aku yang akan membayar tagihan mu. Aku tidak mau memanfaatkan uangmu." Cukup ayahku saja yang seperti itu, lanjut Bella di dalam hati. Kemudian wanita ini berjalan menenteng tas-nya dan menjauh dari meja.

Nugi tertegun sejenak sambil melihat punggung perempuan itu dari belakang.

“Apa-apaan wanita itu? Tidak mau memanfaatkan uangku? Sombong sekali. Bukannya keluarganya memang memanfaatkan aku dan uang keluargaku untuk melunasi hutang-hutang ayahnya?” dengus Nugi kesal. Dia seperti sedang memohon pada wanita itu tadi. Bola matanya melirik pada surat perjanjian di atas meja. Tangannya mengambil kertas itu dengan geram.

Tiba-tiba ponselnya berdering. Nugi mengangkat ponselnya dengan cepat.

"Halo sayang,” sapa seorang perempuan di seberang. Nugi tersenyum. "Bagaimana sayang, apa sudah selesai urusan kamu?"

“Ya. Aku akan ke tempat kamu sebentar lagi.” Perempuan-perempuan ini memang selalu bisa menyenangkan Nugi.

****

Ini pertemuan ketiga jika yang di cafe itu termasuk dalam hitungan. Mereka terpaksa bertemu lagi hari ini. Karena surat perjanjian yang di buat Nugi sudah di coret-coret oleh Bella. Jadi dia harus membuat lagi surat perjanjian yang baru.

“Apakah sudah sesuai?” tanya Nugi yang tidak sabar melihat sikap Bella yang terlihat tenang ketika membaca surat perjanjian yang baru.

“Cerai setelah satu tahun.” Bella membaca lagi isi perjanjian itu.

“Kenapa? Kamu ingin menjadi istriku lebih dari satu tahun?” cibir Nugi. Bella mendongak cepat.

“Kamu sudah tahu kan, nantinya alasan apa yang akan aku buat ketika kita akan bercerai?” Bella mengingatkan dengan raut wajah seakan mengancam.

“Kamu akan mengatakan pada keluarga ku kalau aku berselingkuh?” Rupanya Nugi sudah membaca dengan benar coretan yang ia buat waktu itu.

“Ya. Karena aku tidak mau terlihat buruk di depan keluargamu.” Bella melipat tangannya.

“Huh. Sungguh licik caramu ini.” Nugi tersenyum geram. Bella menaikkan alisnya seraya mengangkat bahu. Dia tidak mau tahu.

“Bukankah sebentar lagi kamu akan memiliki perusahaan ayahmu? Kurasa harga itu sangat pantas,” ujar Bella. Dia mendengar itu dari ayahnya.

“Tapi itu juga beresiko karena bisa saja ayahku mencabut hak ku di perusahaan setelah kita bercerai. Karena aku tahu kamu kesayangan orang tuaku.” Nugi menunjuk pada perempuan di depannya.

Bella menipiskan bibir. Sesaat tadi, Bella melirik Nugi yang membaca surat perjanjian. Apa dia tidak tahu kalau perjodohan ini untuk melunasi hutang-hutang ayahku? batin Bella merasa pria ini tidak pernah membahas soal itu sama sekali. Bella tidak tahu bahwa Nugi sudah mengerti soal hutang ayahnya.

“Sepertinya kamu tidak membaca semua isi perjanjian ini,” ucap Nugi tersenyum merasa menang.

Bella langsung mendongak. “Apa?” Dia merasa was-was.

“Coba bacalah.” Nugi puas melihat perempuan ini sedikit panik.

Bella langsung membaca tulisan itu lagi. Matanya melebar. Lalu menatap Nugi. “Kamu juga akan memberi alasan pada keluarga mu bahwa aku tidak bisa mempunyai anak, saat kita bercerai nanti?” tanya Bella. Ada tambahan rupanya. Dia teledor karena merasa sudah membaca semuanya.

“Benar. Kita akan sama-sama punya kesalahan. Kita impas.” Nugi tersenyum puas.

Sial.

“Terserah.” Bella tidak peduli dan pasrah.

 

***

Hari ini adalah hari pernikahan Bella dan Nugi. Setelah surat perjanjian jadi, kedua keluarga mengadakan makan malam terakhir sebelum Bella dan Nugi menjadi suami istri di atas kertas.

Berkat hasutan Nugi, pernikahan ini di gelar cukup tertutup. Meski kesan mewah tetap ada, acara ini di gelar dengan konsep private. Bella tentu saja setuju. Dia juga tidak mau banyak orang tahu bahwa dia sudah menikah dengan pria ini. Apalagi ini hanya pernikahan kontrak yang akan lenyap nantinya.

Dengan mengenakan gaun pengantin berwarna putih Bella berdiri di samping ayahnya yang mendampingi dirinya berjalan di red karpet menuju ke panggung pengantin di mana Nugi sang pengantin pria sudah menunggunya disana.

Nugi yang mengenakan setelan jas berwarna hitam. Itu menambah kesan maskulin pada penampilan pria ini. Tubuh yang berperawakan tinggi besar dengan dada bidang itu memang memukau. Apalagi di tambah dengan hidung yang mancung dan alisnya yang tebal. Pria ini benar-benar sebuah mahakarya sang pencipta.

Sejenak Nugi tertegun juga melihat kecantikan Bella yang sedang berjalan menuju ke arahnya. Dalam hati ia memuji kecantikan dan keanggunan yang ada pada diri Bella yang jauh dari perkiraannya.

Namun buru-buru Nugi menepis perasaannya itu karena ini hanyalah sebuah pernikahan kontrak yang harus ia lakukan demi mendapatkan bagian dari Prayoga group.

Karena masa depan yang harus di jalaninya adalah dengan bersenang-senang dengan banyak perempuan-perempuan.

Bella sudah tiba di depan Nugi, sesaat mereka saling berpandangan. Lalu membuang muka ke arah lain dengan samar.

Ini hanya pernikahan kontrak dan demi melunasi hutang-hutang ayah, kalau tidak untuk itu tidak sudi rasanya aku menikah dengan laki-laki playboy semacam dia, batin Bella dalam hati. Dia memberi semangat pada dirinya sendiri.

Bella mulai berjalan mendekati Nugi dan berdiri di samping pria itu.

"Ayo gandeng tanganku," bisik Nugi. Bella menoleh. "Supaya kita benar-benar kelihatan seperti suami istri yang sedang berbahagia dengan pernikahan ini," ujar Nugi masih berbisik, sambil memberikan lengannya pada wanita ini. Dia memang harus melakukannya. Dengan tetap menatap ke depan ke arah para tamu undangan, dia menggandeng lengan Nugi.

"Lebarkan senyum mu ketika tamu bersalaman memberi selamat,” ujar Nugi lagi pada Bella dengan menjaga pandangannya tetap lurus ke depan.

"Aku paham. Jangan mendikte ku,” kata Bella kesal. Nugi mendengus mendengar itu.

Kemudian satu persatu dari para undangan itu pun naik ke atas pelaminan di mana Bella dan Nugi sedang berdiri di sana. Para tamu undangan itu menyalami Bella dan Nugi secara bergantian.

“Selamat ya Nugi semoga langgeng terus," ucap pak Franky teman papanya sambil memeluk bahu Nugi.

"Hehehe iya om," ucap Nugi dengan senyum yang di paksakan.

"Aduh ... cantik banget istrimu Nugi, pinter kamu ya kalau nyari istri," ucap aunty nya Nugi yang jauh-jauh datang dari luar kota untuk menghadiri pernikahan keponakannya. Kebanyakan yang datang adalah keluarga dan teman dekat.

***

Pas sesi foto-foto pengantin, fotografer menginginkan foto mesra antara kedua pengantin.

"Oke, kalian sekarang berdiri saling berhadapan dan saling mendekatkan wajah kalian, pengantin pria cium pipi pengantin wanita ya." Begitu arahan dari fotografer itu pada Bella dan Nugi.

Apa? Mencium pipi? tanya Bella di dalam hati. Sontak ia melebarkan mata terkejut. Wanita ini menoleh cepat pada fotografer di depannya. Nugi melirik. Dia tahu wanita ini pasti tidak setuju.

"Ikuti saja perintahnya karena kita masih di lihat oleh keluargaku dan para tamu undangan yang lebih banyak keluarga," bisik Nugi mengingatkan.

..._____...

Bab. 3

Ketika mengedarkan pandangan ke arah seluruh tempat ini, Bella menghela napas berulang kali. Ada sesak yang menyerang rongga dadanya. Ia seakan sulit bernapas.

Pernikahan. Tidak ada dalam bayangannya menikah dengan cara seperti ini. Matanya sedikit berkaca-kaca. Gigi Bella menggigit bibir dalamnya pelan. Ada rasa sakit di hatinya ketika melihat semua hal di depannya.

Masih jelas dalam ingatannya, ketika ayahnya tiba-tiba mengatakan ingin dia menikah. Ketika dia terpaksa menyetujui menjadi pelunas hutang milik perusahaan ayahnya yang hampir bangkrut. Dia masih ingat itu karena baru terjadi beberapa waktu yang lalu.

.

.

.

Ketika itu langit menggelap karena sudah petang. Bella baru saja pulang kerja dan makan malam dengan ayahnya pada meja makan yang sama. Tidak ada pikiran buruk sebelumnya. Dia melakukan rutinitas seperti biasa. Namun ternyata dia akan mendapatkan kabar buruk dari ayahnya.

.

.

.

“Kamu harus menikah,” kata ayah tanpa menoleh. Saat ini beliau sedang makan malam dengan putrinya.

“Menikah?” tanya Bella terkejut. Dia yang hendak menyuapkan nasi ke dalam mulutnya, urung. Tangannya mengambang karena mendengar kalimat ayahnya yang memaksa dirinya menoleh dengan cepat.

“Ya,” jawab ayah sambil menghela napas berat. Bella menurunkan tangannya yang mengambang dan tidak jadi meneruskan makan.

“Tidak. Ayah pasti bercanda,” kata Bella mencoba menenangkan dirinya dengan menyangkal apa yang di terima oleh indra pendengarannya.

Beliau meletakkan sendok di tangannya dan menoleh pada Bella yang duduk di depannya. “Ayah tidak bercanda.” Wajah beliau terlihat serius saat mengatakannya. Bella tidak bisa menyangkal lagi ketika menemukan bahwa beliau benar-benar serius sekarang.

“Oke. Jika memang Ayah ingin aku menikah, kenapa tiba-tiba saja Ayah mengatakannya sekarang? Tepat di saat kita sedang makan malam.” Bola mata Bella bergerak menunjuk pada piring makannya dengan marah yang di tahan.

“Karena ini mendesak.”

“Mendesak? Ayah ingin menikah lagi? Jadi ayah ingin aku segera menikah hingga tidak membebani Ayah?” Bella langsung membombardir ayahnya dengan pertanyaan beruntun.

“Tidak dan bukan.”

“Lalu apa? Ayah sakit parah dan akan meninggalkan aku?” tanya Bella mengorek informasi dengan tidak sabar.

“Bukan.” Ayah menggelengkan kepalanya.

“Apa karena ayah sudah tua? Karena itu ayah ingin aku segera menikah?” desak Bella. Ayah diam. “Menikah juga bukan soal mudah, Ayah. Aku harus punya calon suami dan siap untuk menikahi. Harus punya biaya banyak untuk pesta. Juga masih banyak hal lain yang perlu dipikirkan ...”

“Kamu tidak perlu memikirkan soal calonnya,” potong Johan.

“Apa maksud Ayah?” tanya Bella mulai menegakkan punggungnya lagi. Alisnya menyatu dengan kening mengerut. “Bukankah yang terpenting dari menikah itu adalah harus ada calon pengantinnya.” Bella heran dengan kalimat ayahnya.

Di kursinya, ayah tampak gelisah. Ingin bicara, tapi urung. Seperti ada hal berat yang di simpannya. Bella makin heran.

“Kamu tidak perlu memikirkan calon. Karena ayah sudah memilihkan calon untukmu,” kata ayah dengan senyum yang di paksakan. “Dia putra Pragoya grup. Anak dari teman Ayah, Nugi namanya."

“Calon? Jadi ayah ingin menjodohkan aku?” Suara Bella mulai naik.

"Bella ... tolong Ayah, nak. Perusahaan ayah hampir bangkrut. Ayah harus melunasi semua hutang-hutang ayah yang belum terbayar. Kalau tidak ... ayah bisa masuk penjara, Bella," pinta Johan pada Bella dengan wajah memelas.

Bola mata Bella melebar. Dia bingung, berdebar, dan gelisah dalam satu waktu yang bersamaan.

“Hubungannya dengan aku harus menikah, apa?” tanya Bella mulai tidak tenang. Ada firasat buruk yang mulai ia rasakan.

“Ayah ingin kamu membantu ayah.”

"Kenapa harus dengan menikah? Itu tidak masuk akal, Ayah ...,” ujar Bella mencoba menahan tangis yang akan merebak membanjiri pipinya.

"Bella, kamu anak ayah satu-satunya. Jadi cuma kamu yang bisa ayah andalkan,” ujar pria paruh baya ini dengan mata penuh harap

"Dengan menjadikan aku jaminan atas hutang-hutang ayah pada keluarga Prayoga?!" tegas Bella seraya berteriak pada ayahnya. Dia berdiri dengan mata tajam ke arah pria yang menjadi orang tua tunggal itu.

Ayah Bella tertunduk lemas, ia tak mampu berkata apa-apa mendengar pertanyaan dari Bella putri semata wayangnya itu.

"Andai ibumu tahu, dia juga pasti akan bertanya seperti itu Bella, tapi ayah terpaksa melakukan ini semua demi perusahaan dan masa depan mu Bella," lirih ayah Bella dengan tertunduk. Seperti bicara pada dirinya sendiri.

“Masa depan? Masa depan apa yang ayah katakan?” Bersamaan dengan pertanyaan itu, Bella menjauh dari meja makan. “Aku tidak mau di jadikan jaminan pelunasan hutang Ayah. Aku tidak mau melakukan pernikahan dengan Adam anak dari pemilik Prayoga group itu!!" teriak Bella dengan wajah merah karena marah.

“Tunggu, Bella.” Johan bangkit dari duduknya dan berjalan mendekatinya. Lalu dengan perlahan mencegah langkah putrinya. "Bella ... kamu adalah anak ayah satu-satunya dan hanya kamu yang bisa ayah andalkan. Jadi ayah mohon dengan sangat kamu mau menikah dengan dia.”

Bella diam seribu bahasa. Ia tak bisa menjawab pertanyaan dari ayahnya, pikirannya kacau.

“Dalam perusahaan, ada banyak orang yang mengandalkan ayah. Mereka juga punya keluarga yang menantikan masa depan. Bagaimana akhirnya kalau perusahaan ayah akan hilang ...”

Bella menghela napas berat. Ia juga tidak tega melihat ayahnya menderita dan di penjara karena hutang-hutangnya yang tak terbayar. Pun tentang banyak keluarga yang akan kehilangan pekerjaan. Namun bagaimana dengan dirinya nanti?

Dengan menghela napas dalam-dalam Bella berkata pada ayahnya.

"Bella akan pikirkan lagi ayah," kata perempuan ini tanpa menoleh pada ayahnya.

"Terima kasih, Nak.”

“Jangan berterima kasih Ayah. Aku belum setuju.” Bella merasa mendapat beban berat saat ayah mengatakan terima kasih.

“Ayah yakin kamu bisa membantu ayah," ucap Johan_ayah Bella sambil tersenyum berharap. Bella menipiskan bibir dan berdecih dalam hati.

Tiba-tiba ponsel pak Johan berbunyi. Dengan tergesa, beliau mengangkatnya. Sekilas Bella menemukan wajah tegang ayahnya. Kakinya yang ingin melangkah pergi, urung. Dia ingin tahu apa yang di bicarakan ayahnya.

“Ya, Yoga,” sahut Johan.

“Bagaimana dengan penawaran ku?” tanya Yoga di seberang.

“Ya, itu ...” Johan kebingungan. Ia melirik ke arah lain. Seakan sulit untuk bicara.

“Kamu belum bisa meyakinkan putrimu?” tanya Yoga yang langsung bisa mengerti.

Johan mendesah lelah. “Ya.”

“Apa kamu merasa berat menikahkan mereka?”

“Tidak, tidak. Ini sungguh suatu keberuntungan untukku. Aku harus berterima kasih padamu. Karena kebaikan kamu, aku bisa tertolong.” Johan tampak bersyukur. Beliau tersenyum dan dengan badan sedikit membungkuk. Seakan menunjukkan sikap hormat pada orang di depannya.

Bella menipiskan bibir. Begitu hormat ayahnya pada keluarga temannya itu. Mungkin dari sana, ayah memaksakan keinginannya untuk menyerahkan dirinya pada keluarga temannya.

Kaki Bella melangkah pergi meninggalkan dari ruang makan. Dia tidak ingin meneruskan makan malamnya. Rasa lapar yang tadi menyerang karena lelah sepulang kerja, kini telah musnah. Dia hanya ingin kembali ke kamarnya. Menumpahkan kesal dan marah karena pembicaraan dengan ayahnya.

...______...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!