"Kamu kapan nikah, Rin? Nanti jadi perawan tua lho," tanya sang kakek tiba-tiba masuk ke dalam ruangan kerja sang cucu.
"Hmm! Apa kakek tidak bosan menanyakan hal itu setiap saat, setiap kita bertemu? Aku aja jengah dengernya," jawab Airin dengan begitu santainya.
"Astaga, anak ini! Sebelum orang tua kamu meninggal mereka memberi pesan kepada kakek agar jangan lupa untuk menikahkan kamu. Kalau kakek keburu mati gimana? Bakalan gak tenang kakek di alam baka nanti."
"Ish, kakek mulai deh. Aku gak mau mendengar kakek ngomong kayak gitu lagi. Kakek selalu saja mengancam dengan nyawa kakek, emangnya malaikat maut bisa di ajak kompromi apa?"
"Makannya menikahlah, Airin. Apa perlu kakek jodohkan kamu dengan salah satu putra dari teman kakek?"
"Gak usah, aku bisa cari jodoh sendiri."
"Yakin? Pacar aja kamu gak punya."
Airin hanya tersenyum cengengesan seraya menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak terasa gatal sama sekali.
"Benar 'kan? Kamu itu gak punya pacar, mana bisa menikah kalau tidak di jodohkan sama kakek. Pokoknya, minggu depan kakek akan mengenalkan kamu dengan seorang laki-laki, dia cucu dari sahabat kakek, gimana?"
"Hah? Di jodohkan? Nggak, aku gak mau! Memangnya sekarang jaman Siti Nurbaya apa, pake di jodohkan segala."
"Terus kamu maunya gimana? Ingat usia kamu udah 33 tahun lho, apa kamu gak bosan di sebut perawan tua?"
"Aku bisa cari jodoh aku sendiri, kakek."
"Hmmm! Baiklah, kakek beri kamu waktu selama 3 bulan. Jika dalam 3 bulan kamu tidak menikah juga, maka kamu harus mau menikah dengan laki-laki pilihan kakek. Eu ... Satu lagi, kalau kamu masih menolak untuk di jodohkan dengan laki-laki pilihan kakek, maka kakek bakalan coret kamu dari daftar ahli waris seluruh harta yang kakek miliki ini, deal?!" tegas kakek penuh penekanan.
"Kakek?!"
"Cukup, kakek jengah mendengar alasan kamu, Airin. Hari ini kakek ada jadwal nge-game. Kakek pulang dulu," sela sang kakek, keluar dari dalam ruangan Direktur Perusahaan bernama Airin Saraswati.
"Ish, dasar kakek. Udah tua juga masih aja main game. Kayak anak-anak aja sih," gerutu Airin, menyandarkan punggungnya di sandaran kursi kebesarannya, lalu berputar hingga tubuhnya menghadap jendela kaca yang membentang hampir di sepanjang ruangannya.
Wanita berusia 33 tahun itu menatap ke arah jendela. Pemandangan indah nampak tersaji di luar sana. Dia berada di lantai paling atas gedung pencakar langit sebuah perusahaan yang bergerak di bidang iklan yang selama ini di kelola olehnya.
Airin memang seorang wanita karir yang gila kerja. Selama ini dia selalu menghabiskan waktunya dengan bekerja dan bekerja tanpa mengenal lelah dan selalu konsisten. Sampai-sampai dia melupakan kodratnya sebagai manusia yang seharusnya memiliki seorang pendamping hidup dan keluarga.
Airin Saraswati memegang satu prinsip yaitu, jika laki-laki memiliki banyak uang maka yang di cari laki-laki tersebut adalah wanita, tapi jika wanita sudah memiliki banyak harta, maka ia tidak lagi membutuhkan laki-laki. Prinsip itu dia tanamkan kuat di dalam hatinya. Airin Saraswati tidak membutuhkan laki-laki, uang sudah membuatnya bahagia selama ini.
Tok! Tok! Tok!
Pintu ruangannya tiba-tiba saja di ketuk membuat Airin seketika membuyarkan lamunan panjangnya. Dia pun kembali memutar kursi lalu menatap ke arah pintu.
"Masuk!" teriaknya kemudian.
Ceklek!
Pintu ruangan pun di buka. Rosa sekretarisnya masuk ke dalam ruangan tersebut. Dia menghampiri Airin dengan membawa setumpuk berkas yang siap untuk di tanda tanangi oleh sang bos.
"Hari ini kita ada jadwal meeting di sebuah Restoran, Bu bos. Ini berkas yang dibutuhkan," ucap Rosa meletakkan lembaran kertas tersebut di atas meja.
"Baiklah, kita ke sana sekarang," jawab Airin, dia pun memeriksa berkas tersebut lalu berdiri dan berjalan keluar dari dalam ruangan diikuti oleh Rosa sang sekretaris.
"Kita ke sana bawa mobil masing-masing, saya harus ke suatu tempat dulu nantinya."
"Baik, bu."
* * *
Di perjalanan.
Airin mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dia bahkan menyalip setiap mobil yang berada di depannya dengan begitu lihainya. Jalanan yang tidak terlalu padat membuatnya bisa berkendara dengan leluasa tanpa merasa khawatir akan terjebak macet nantinya.
Sampai akhirnya, ban mobil milik wanita itu tiba-tiba saja meletus di tengah jalan. Dia terpaksa menepikan mobilnya lalu berhenti tepat di bahu jalan.
"Sial! Ada apa dengan mobilku?" gumam Airin seketika merasa kesal.
Dia pun keluar dari dalam mobil lalu memeriksa ban mobil miliknya. Benar saja, ban depan mobil mewahnya itu benar-benar kempes. Mau tidak mau, dia pun harus mencari taksi agar dia bisa sampai di tempat meeting tepat waktu.
"Aduh, gak ada taksi lagi di sini," gumam Airin menatap sekeliling.
Hampir selama 30 menit dia berdiri di tepi jalan. Namun, tidak ada satu pun taksi yang melintas di sana benar-benar membuat wanita berambut panjang bergelombang itu merasa kesal.
Akhirnya, tatapan matanya tertuju kepada sebuah motor yang melintas dihadapannya. Tanpa berpikir panjang dia pun menghentikan pengendara motor tersebut dan mengira bahwa dia adalah ojek yang sering dia lihat di sinetron-sinetron bersama sang kakek.
"Antarkan saya ke Restoran *****, saya mau dalam waktu 10 menit kita sudah sampai di sana," pinta Airin menaiki motor tersebut tanpa basa-basi lagi.
"Maaf, Mbak. Saya bukan tukang ojek," jawab sang pengendara.
"Udah jadi ojek dadakan juga gak apa-apa, saya akan bayar kamu dengan harga yang tinggi, cepetan jalan!"
"Tapi, Mbak--"
"Saya akan bayar kamu 500rbu, tapi dalam waktu 10 menit kita harus sudah sampai di Restoran, deal?"
Pengendara itu pun terpaksa mengikuti keinginan wanita yang saat ini sudah menaiki motornya. Selain itu, uang 500.000,00 adalah jumlah yang lumayan besar baginya. Dia akan mengantarkan wanita ini ke tempat tujuan dalam waktu 10 menit.
"Mbak pakai dulu helm ini," pintanya seraya memberikan satu helm kepada Airin.
Motor pun seketika melesat kencang. Mau tidak mau, Airin pun melingkarkan kedua tangannya di perut sang pengendara, karena motor tersebut melaju dengan kecepatan tinggi, layaknya seorang pembalap profesional. Dalam waktu 10 menit mereka benar-benar tiba di tempat tujuan.
Ckiiit!
Motor berhenti tepat di depan Restoran. Airin sempat diam mematung dengan posisi memeluk tubuh laki-laki itu erat. Tubuhnya benar-benar merasa lemas. Di bawa kebut-kebutan dengan menaiki sepeda motor adalah hal yang belum pernah dia lakukan sebelumnya.
"Kita sudah sampai, Mbak," ucap sang pengendara motor.
"Hah? Maaf, kepala saya pusing sekali," jawab Airin turun dari atas motor dengan kedua kaki yang gemetar.
"Sekarang mana janjinya? 500 ribu ya."
"Iya-iya, saya bayar ko," jawab Airin, sedetik kemudian wanita itu pun membulatkan bola matanya saat dirinya menyadari sesuatu.
"Ada apa?"
"Tas saya ketinggalan di mobil, hehehehe!" ujar Airin tersenyum cengengesan.
BERSAMBUNG
...****************...
"Apa?" Pengendara motor tersebut seketika merasa terkejut.
Dia pun membuka helm yang semula menutup kepala juga wajahnya. Airin yang semula tersenyum cengengesan pun kini membuka mulutnya lebar-lebar. Ternyata, dia adalah pemuda yang sangat tampan. Wajahnya nampak putih mulus layaknya oppa korea. Rambutnya yang tidak terlalu gondrong sedikit berantakan lengkap dengan alisnya yang tebal.
Dia pun seketika turun dari atas motor. Tingginya yang semampai semakin membuat penampilan laki-laki ini kian sempurna di mata Airin Saraswati. Untuk beberapa saat, wanita itu hanya menatap wajah tampan sang pemuda benar-benar merasa terkesima.
"Mbak? Malah bengong lagi. Jangan liatin saya kayak gitu, sekarang mana bayaran saya?" tanya pemuda tersebut.
"Kamu tampan sekali," decak Airin entah sadar atau tidak dia mengatakan hal itu.
"Hah?"
"Eu ... Kamu bilang apa tadi?" Airin balik bertanya saat kesadarannya sudah sepenuhnya pulih. Dia pun memalingkan wajahnya merasa malu.
"Bayaran saya mana? Katanya Mbak mau membayar saya 500ribu."
"Oh iya, aku lupa. Tas aku ketinggalan di mobil."
"Alasan, Mbak sengaja 'kan mau membohongi saya? Menghentikan motor saya terus meminta saya untuk mengantarkan Mbak ke sini, karena sebenarnya Mbak gak punya uang 'kan!"
Airin seketika merasa terkejut. Tidak punya uang? Perkataan itu membuat seorang Airin merasa terhina. Sebagai Direktur dari perusahaan besar, tentu saja dirinya memiliki uang yang tidak terhitung jumlahnya bahkan tidak akan habis 7 turunan.
"Sembarangan kamu kalau ngomong. Enak aja bilang aku gak punya uang. Kamu tahu siapa aku, hah?" ketus Airin merasa murka.
"Tidak, saya tidak tahu siapa anda Mbak. Yang saya tahu, anda telah membohongi saya."
"Membohongi apa?"
"Mbak bilang akan membayar saya 500rbu, tapi apa? Uang aja anda gak punya!"
"Gak punya uang? Hahahaha! Semakin ngawur saja ucapan kamu anak muda. Aku punya banyak uang kalau kamu ingin tau, aku bahkan bisa membeli motor butut kamu berserta pemiliknya juga kalau aku mau."
"Sudah jangan sombong. Motor saya ini mahal, mana mungkin orang seperti anda bisa membeli motor saya. Uang aja anda gak punya."
"Astaga, anak muda ini! Aku gak suka ya di panggil Mbak! Emangnya aku pembantunya kamu apa dipanggil Mbak segala! Aku akan bayar uang 500ribu itu. Kamu gak usah khawatir, cakep-cakep ko gak sabaran!" ketus Airin menatap sinis wajah pemuda tersebut.
"Ibu Airin? Astaga, kenapa anda baru datang? Mobil anda mana?" tiba-tiba terdengar suara Rosa. Sekretarisnya itu keluar dari dalam Restoran dan segera menghampiri bosnya.
"Untung kamu datang lebih dulu. Cepat berikan uang 500 ribu kepada pemuda ini!" pinta Airin.
"500 ribu? Untuk apa, bu?"
"Buat bayar ojek. Mobil saya mogok."
"Mahal banget bayar ojek sampe 500ribu?"
"Udah jangan banyak omong, cepat berikan saja."
"Ba-baik, bu."
Rosa segera memberikan sejumlah uang tersebut kepada laki-laki tampan yang masih belum diketahui namanya itu. Untuk beberapa saat, Rosa nampak terkesima dengan ketampanan pemuda itu, tapi dia berusaha untuk mengendalikan diri dan segera memalingkan wajahnya.
"Nah gitu dong. 'Kan jadi enak kalau kayak gini. Uangnya saya terima, Mbak."
"Mbak lagi, jangan panggil aku dengan sebutan Mbak!" protes Airin.
"Ya udah, ibu. Terima kasih, bu, saya pamit," ujarnya lalu kembali menaiki motor miliknya dan hendak pergi.
"Tunggu!" Cegah Airin menahan kepergian pemuda tersebut.
"Apa lagi, Mbak? Maksud saya, bu."
"Siapa nama kamu?"
"Nama saya Arjuna, semoga kita bisa bertemu lagi, bu cantik," jawab Arjuna, seketika itu juga, motornya pun melesat kencang meninggalkan area Restoran.
"Arjuna? Nama yang cocok, kamu benar-benar tampan, Arjuna," gumam Airin menatap motor tersebut sampai benar-benar hilang di telan padatnya pengendara di jalanan.
"Bu Airin? Anda baik-baik saja?" tanya Rosa menatap wajah bosnya dengan tatapan heran.
"Tentu saja saya baik-baik saja, Rosa. Kita masuk sekarang," jawab Airin hendak masuk ke dalam Restoran.
"Tunggu, bu."
"Apa lagi? Sudah telat ini."
"Anu, bu. Itu ... Helmnya di buka dulu, hehehehe!"
Airin seketika memegang kepalanya sendiri dimana helm berwarna putih masih bertengger di atas sana. Dia pun tertawa ringan seraya membuka helm milik pemuda bernama Arjuna.
"Hahahaha! Sepertinya kita akan bertemu lagi, Juna," gumamnya kemudian.
BERSAMBUNG
...****************...
1 bulan kemudian.
Semenjak kejadian siang itu, kehidupan seorang Airin benar-benar tidak merasa tenang. Dia selalu di bayang-bayangi wajah tampan pemuda bernama Arjuna. Laki-laki itu telah mengambil alih hampir seluruh otak kecil seorang Airin. Prinsip yang selama ini dia pegang kuat seolah runtuh seketika.
Wanita berusia 33 tahun itu membutuhkan laki-laki juga ternyata, entah karena dia sudah terhipnotis dengan ketampanan Arjuna, atau karena dia telah jatuh cinta pada pandangan pertama? Tidak ada yang tahu pasti kecuali Tuhan Yang Maha Esa.
Dia yang saat ini sedang berkutat dengan pekerjaannya seketika mengusap wajahnya kasar karena tidak bisa berkonsentrasi sedikit pun. Arjuna, Arjuna, Arjuna, nama itu seolah terngiang-ngiang di telinga wanita berusia 33 tahun itu. Airin menoleh ke arah samping di mana helm berwarna putih terletak di atas meja, helm milik laki-laki bernama Arjuna, laki-laki yang pasti akan dia temui lagi entah kapan dia pun tidak tahu pasti.
Tok! Tok! Tok!
Ceklek!
Pintu ruangan pun ketuk dan di buka. Rosa masuk ke ruangan bosnya, Airin Saraswati. Dia berjalan lalu berdiri tepat di depan meja, siap untuk memberikan jadwal kerja hari ini.
"Maaf, bu. Saya hanya mau mengingatkan bahwa ibu akan menghadiri pertemuan dengan Mahasiswa, ibu akan menjadi motivator kepada para Mahasiswa sebagai salah satu pengusaha wanita sukses di kota ini," ujar Rosa.
"O iya aku lupa. Jam berapa jadwalnya?"
"Sekarang, bu?"
"Sekarang?"
Rosa menganggukkan kepalanya.
"Padahal aku lagi gak mood hari ini. Hmm ... Ya sudah, kita berangkat sekarang kalau begitu."
"Baik, bu."
* * *
Di kampus.
Suara tepuk tangan seketika menggema di seisi ruangan saat Airin masuk ke dalam ruangan tersebut. Dia berdiri di antara lebih dari 100 orang mahasiswa di sebuah universitas negeri. Seluruh mata nampak tertuju kepadanya, tapi wanita berparas cantik itu tidak merasa gugup sama sekali.
Dia pun mulai memperkenalkan diri, dan berbicara dengan penuh percaya diri. Airin Saraswati adalah salah satu pengusaha perempuan sukses di negara itu. Dia berhasil menjalankan perusahaan besar milik sang kakek hingga perusahaan itu berkembang dan terkenal bukan hanya di dalam tapi juga di luar negri. Selain itu, wanita itu juga terkenal dengan kecantikannya yang luar biasa. Meskipun begitu, wanita berambut panjang itu masih melajang sampai sekarang.
Sesi tanya jawab pun di buka. Airin memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya. Salah satu mahasiswa pun mengangkat tangan. Airin mempersilahkannya untuk bertanya.
"Selamat siang, bu Airin. Saya mau bertanya, Anda cantik, sukses, saya yakin banyak laki-laki yang mau sama Anda. Kenapa sampai sekarang Anda masih melajang? Padahal usia Anda sudah cukup untuk menikah."
Airin seketika tersenyum kecil. Kenapa pertanyaan seperti itu selalu dia terima dimanapun? Ada rasa kesal yang kini terselip di dalam lubuk hati seorang Airin, tapi dia pun mencoba untuk bersikap tenang.
"Hmm! Pertanyaan yang melenceng dari pembahasan kita hari ini sebenarnya, tapi karena kamu sudah memberanikan diri untuk bertanya, maka saya akan tetap menjawabnya. Siapa sih yang tidak mau menikah? Semua orang pasti ingin sekali yang namanya menikah, tapi sampai saat ini saya masih belum menemukan laki-laki yang cocok untuk saya," jawab Airin tersenyum dipaksakan.
"Seperti apa type laki-laki ideal Anda, bu?" mahasiswa lain bertanya.
"Seperti apa ya?"
Airin seketika memejamkan kedua matanya. Membayangkan sosok Arjuna, pemuda yang telah berhasil mengusik ketenangan hidupnya akhir-akhir ini. Wajah tampannya, senyum manisnya juga tinggi tubuhnya yang ideal.
"Laki-laki idaman saya tidak perlu kaya, karena saya sudah punya banyak uang. Jika saya bertemu dengan laki-laki ini, dia hanya perlu mencintai saya dan menjadi suami yang baik untuk saya," jawab Airin seketika membuka kedua matanya.
Bola mata Airin seketika membulat sempurna. Laki-laki yang baru saja dia bayangkan kini berada di antara barisan mahasiswa di depan sana. Arjuna duduk di kursi paling belakang. Pemuda itu menatap ke arahnya bahkan melemparkan senyuman manis membuat jantung wanita itu seketika berdetak kencang.
"Arjuna?" gumamnya lirih.
Dia pun kembali memejamkan kedua matanya untuk beberapa saat, dan berharap bahwa semua itu hanya sebuah imajinasinya saja, tapi ketika dia kembali membuka kedua matanya, pemuda itu masih berada di sana bahkan mengangkat tangannya ke udara hendak melayangkan pertanyaan kepadanya?
"Boleh saya bertanya ibu Airin yang terhormat?" tanya Arjuna.
Ternyata apa yang dia lihat bukanlah khayalan semata tapi nyata. Pemuda itu benar-benar berada di depan sana. Airin menatap dengan seksama wajah tampan seorang Arjuna.
'Itu benar-benar kamu, Arjuna,' batin Airin merasa tidak percaya.
BERSAMBUNG
...****************...
PROMOSI NOVEL
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!