Pagi itu, terjadi kegaduhan di lapangan basket. Bukan karena sedang adanya pertandingan Bola Basket, melainkan ada sebuah perkelahian.
Dua anak laki-laki berseragam putih abu-abu di salah satu SMA favorit di Jakarta saling adu kekuatan di tengah lapangan.
Dikelilingi supporter yang tak lain anak-anak seangkatan kelas 12. Ada pula anak junior yang ikut bersorak-sorai. Suara mereka, bak paduan suara kala itu.
Pandu terus menghajar pria berkacamata yang tak lain ketua OSIS di SMA nya. Rahmat sudah terbaring tak berdaya, namun Pandu terus menghajarnya hingga berdarah.
Padahal hari itu mereka akan menghadapi Ujian Nasional. Bukannya belajar malah menghajar. Aksi mereka pun mengundang perhatian guru-guru.
Salah seorang guru killer, menghampiri mereka dengan langkah santainya. Pandangannya tajam menusuk memperhatikan anak didiknya yang ikut menyoraki kedua laki-laki yang sedang berkelahi di tengah lapangan.
Seketika suasana yang riuh gaduh menjadi hening saat beberapa mata murid yang ikut menyoraki melihat kedatangan guru killer tersebut.
Tak Tak Tak
Langkah kakinya tegas, memperdengarkan suara dari sepatu fantofel yang hitam mengkilat. Murid-murid yang berkerubung pun memberikan jalan bagi guru killer tersebut.
Guru itu melihat dengan mata kepalanya sendiri, perkelahian di juarai oleh Pandu, sementara Rahmat sudah pingsan berdarah.
Guru BK yang mendapat julukan guru Killer bernama Joshua . Anak-anak memanggilnya Pak Josh atau Pak Killer.
Zrrttrrtt
Pak Josh menempelkan alat setrum ke arah Pandu, anak laki-laki yang sok jago itu pingsan.
Beberapa menit setelah perkelahian terjadi. Pandu dan Rahmat berada di ruangan Bimbingan Konseling. Mereka duduk di depan meja Pak Josh. Semuanya diam, termasuk Pak Josh yang ikut diam tanpa sepatah pertanyaan ataupun perkataan.
Terdengar detakan jam dinding detik demi detik. Sementara Pandu dan Rahmat tak sabar ingin masuk ke dalam kelas. Karena mereka harus ikut ujian Nasional itu. Lima menit lagi bel masuk akan berbunyi.
"Pak, maaf sebentar lagi ujian akan dimulai," ucap Rahmat memulai perbincangan yang sedari tadi mereka hanya diam.
Brak
Pak Josh memukul meja kayu di depannya dengan sangat keras, hingga meja tersebut mengalami ke retakan di bagian tengahnya. Barang-barang yang berada diatasnya juga ikut bergetar.
Tak hanya itu, bahkan kedua anak laki-laki yang duduk dihadapannya terkejut hingga jantung mereka berdebar sangat cepat.
Wajah keduanya lebam dan terluka, terlebih lagi Rahmat yang lebih banyak lukanya. Kacamatanya pun retak. Apa yang menyebabkan mereka berkelahi?
Hanya karena Rahmat tak sengaja menyenggol tubuhnya yang sedang tertidur di kantin.
"Kalian masih butuh ujian? Bukannya kalian hanya butuh predikat jago? Lebih baik kalian masuk ke dalam sekolah tinju bukan sekolah di sini," ujar Pak Josh
Kriiiing
Bunyi bel sekolah berdering nyaring sekali hingga memekakkan telinga. Karena posisi bel tersebut tepat berada di luar jendela ruangan pak Josh.
Setelah tiga kali bel tanda masuk berdering, Pak Josh mengusapkan telinganya yang pengang.
"Urusan kita belum selesai. Kalau bukan karena ujian Nasional, kalian sudah saya hukum," ujar Pak Josh.
Pandu dan Rahmat pun segera melangkah keluar dan menuju kelas mereka masing-masing. Keduanya masih menyimpan dendam. Untung saja Pandu tidak sekelas dengan ketos tersebut.
Sialan, muka gue bonyok. Lihat aja nanti, batin Pandu
Ketika ia melangkah masuk kedalam kelasnya seseorang menabraknya tak sengaja karena terburu-buru ingin masuk.
"Woy nabrak-nabrak, jalan pake mata!" sewot Pandu dan langsung menoleh ke belakang.
"Sorry, gue takut telat," ucap seorang wanita yang berparas manis tapi bagi Pandu wajahnya biasa-biasa saja.
"Eh ada Mbak Kunti rupanya," ucap Pandu malah menghadang gadis itu masuk.
Guru pengawas saat itu belum datang. Kesempatan Pandu untuk mengerjainya lagi. Gadis tersebut sering menjadi bahan bullyan Pandu, orang yang terkenal nakal di sekolahnya.
Namanya Dewi Kunti, Pandu sering mengejeknya Kuntilanak. Padahal nama tersebut di ambil orang tua Dewi dari salah satu nama pewayangan.
Dewi berambut pendek sebahu dan berponi, berkulit kuning langsat. Dan jika tersenyum sangat manis karena dia mempunyai lesung pipit di sebelah kiri. Juga giginya bergingsul di sebelah kiri atas.
"Awas dong gue mau masuk," ucap Dewi seraya mendorong pelan tubuh Pandu yang bersandar di sisi pintu.
"Mbak Kunti kan bisa terbang, bisa ngilang juga kan," ucap Pandu terkekeh geli namun Dewi hanya diam.
"Kenapa? Mbak Kuntilanak gak bisa terbang ya? Gak punya sayap kalik ya?" imbuhnya
"Gak lucu!" tukas Dewi jutek, sembari berpangku tangan di depan.
"Yaudah deh, masuk sana," Pandu pun menggeser posisi tubuhnya agar Dewi bisa masuk.
Dewi melepaskan pangkuan tangannya dan masuk kedalam, tetapi bukan Pandu namanya jika tidak menjahilinya.
Debaaak
Dewi jatuh tersungkur, karena kaki Pandu menjulur ke depan menjegal kakinya yang sedang melangkah masuk. Teman-temannya ikut tertawa melihat Dewi.
"Eh Kunti sarapan dulu gih biar gak lemes haha," ucap teman wanitanya yang tidak suka dengan Dewi
"Makannya jalannya gandengan dong sama misuanya. Tuh si Pandu," ledek Ipul teman laki-lakinya.
Pandu melangkah melewati Dewi tanpa membantunya berdiri, kemudian Pandu melayangkan ranselnya ke punggung Ipul karena ikut meledek dirinya.
Semua gara-gara guru sejarah, Bu Susi yang sering mencomblangkan mereka jika sedang bercanda. Karena dalam cerita pewayangan Pandu dan Dewi Kunti adalah sepasang suami-isteri.
Dewi beranjak berdiri, dia langsung duduk di tempatnya. Ia sudah terbiasa di ledek karena namanya. Untung saja Dewi bukan tipe pendendam, baginya namanya cukup bagus.
Tak berapa lama dua guru pengawas datang. Mereka guru dari sekolahan lain. Setelah menyapa murid-muridnya dan berdoa sebelum memulai pelajaran kedua guru tersebut membagikan lembar soal ujian.
Hari ini adalah hari terakhir Ujian Nasional, ada tiga mata pelajaran lagi yang harus mereka ikuti. Dewi sudah siap mengikuti ujian kali ini.
Sedangkan Pandu sebaliknya, dia mengantuk tidak tidur semalam karena setiap malam ia harus bekerja menjaga rental komputer dan game yang buka 24 jam. Jadi apapun hasil Ujiannya Pandu sudah pasrah.
"Soal apaan nih, gak ada semua di buku. Ngacok ini yang bikin soal," gerutu Pandu saat membuka lembar soal dan membacanya satu persatu.
"Fiks, gue gak ngerti," pikirnya dalam hati.
Detik-detik ujian pagi itu hampir usai, padahal banyak soal yang masih belum dijawab oleh Pandu. Diapun menengok kiri, kanan, dan belakang mengharapkan dan meminta pertolongan jawaban dari temannya.
"Siapa itu yang tengok-tengok ya? Ayo kerjakan sendiri jangan nyontek!" pekik salah satu Guru pengawas
Pandangannya tidak pernah lekang dari murid-murid yang sedang mengikuti ujian.
"Sialan apes bener gue," gerutu Pandu
Ia pun mengambil setip lalu memotongnya hingga berbentuk kubus. Setelah itu ia menuliskan A, B, C, D, dan E di setiap sisinya. Sisa satu sisi yang kosong.
Rencananya jika ada soal yang benar-benar ia tidak tahu, maka Pandu akan menjawabnya sesuai dadu yang di lemparkan. Namun jika sisi kosong tersebut yang muncul, maka Pandu harus mengulanginya lagi.
Pandu membaca soal lagi, dia tidak tahu jawabannya. Setiap pun di gulingkan, huruf B yang muncul. Tapi tak berapa lama ada sebuah kertas yang berbentuk bola melayang di mejanya. Pandu melihat pengirim bola kertas tersebut. Rupanya Nesty
"Apa nih?" bisik Pandu pada Nesty yang duduk disampingnya.
"Jawabannya," bisik Nesty tetapi pandangannya lurus ke soal.
"Thanks," ucap Pandu
Seketika senyuman merekah dari bibir Pandu, seorang remaja berusia 18 tahun yang beranjak dewasa. Terkenal satu sekolahan akan sikapnya yang bandel, badung dan jahil.
Bel berbunyi
Tanda Ujian di jam pertama selesai. Guru pengawas mengambil lembar jawaban semua murid-murid, selesai atau tidak selesai lembar jawaban tersebut harus di kumpulkan.
Pandu cepat-cepat mengutip isi jawaban dari kertas contekan yang ia dapat dari Nesty. Saat pengawas berjalan menuju bangku Pandu, pria itu langsung meremas kertas contekan tersebut dan memakannya.
Tempat sembunyi yang terbaik menurut Pandu, Nesty yang melihatnya pun sampai mengerutkan dahi. Tapi mau seperti apapun Pandu, Nesty selalu mendambakannya. Kertas tersebut tidak benar-benar dimakan, hanya mengemutnya beberapa menit kemudian, ia keluarkan setelah keluar dari kelas.
Ujian selanjutnya akan diadakan satu jam kemudian, sehingga murid-murid harus keluar ruangan kelas dan masuk kembali jika saatnya tiba.
"Makasih ya contekannya," ucap Pandu pada Nesty mereka duduk di lantai depan kelas.
"Iya, sama-sama. Apa sih yang enggak buat kamu" ucap Nesty sembari menyilangkan jempol dan telunjuk, membentuk tanda hati yang artinya ungkapan cinta alias saranghae kalau dalam bahasa Korea.
Pandu beranjak ingin pergi meninggalkan Nesty, tetapi gadis itu memanggilnya.
"Eh Pandu, mau kemana? Masa cuma makasih doang sih?" Nesty mengambil lengan Pandu dan menggandengnya.
Pandu langsung bergidik, pria itu sangat menghindari yang namanya cinta. Dari dulu Nesty suka dengan Pandu, selalu memberikan hadiah dan sekaligus memberikan contekan jika pria itu tidak tahu jawabannya. Gadis itu lumayan pintar namun tidak lebih pintar dibanding Dewi.
"Bisa ga lepas dari lengan gue," ucap Pandu yang kesal dengan Nesty karena langsung menggelendot manja.
Nesty takut dia pun melepaskan tangan Pandu.
"Nanti gue traktir makan pulang sekolah, tapi kasih contekan lagi ya hehe," ucap Pandu
"Huh traktir doang, males ah,"
"Gak mau ya udah,"
Dewi Kunti melewati Pandu yang berdiri berduaan dengan Nesty, gadis itu berjalan menuju kantin.
"Heh Kuntilanak," panggil Pandu tetapi Dewi terus berjalan tak menghiraukan panggilannya
"Yee dipanggil ga denger, budek beneran baru nyahok lu," ucap Pandu kasar
Dewi berbalik kesal
"Apa! Pandu logistik. Gue denger tapi males ngeladenin elo," sahut Dewi
"Ngiklan teros, dibayar berape Lu? Nanti ujian Mat, lempar contekan kek. Kan Lu cerdas,"
"Oke nanti gue lempar, nih gue lempar pake kaki," Dewi pun menginjak kaki Pandu dengan kesal hingga pria itu berteriak kesakitan. Karena Dewi terlalu keras menghentakkan kakinya dan menekannya sekuat tenaga.
"Ahh anjirr," Pekik Pandu tetapi Dewi sudah lari duluan.
Nesty berdecak kesal, ada Nesty yang selalu bisa dia andalkan tetapi kenapa Pandu malah minta ke Dewi.
"Dasar cowok plin-plan," Nesty mendorong Pandu
"Apaan sih,"
"Pikir aja sendiri," Nesty berlalu pergi
"Emangnya gue paranormal,"
Pandu menghampiri teman-temannya yang duduk di bawah pohon sambil menyeruput Es.
Sreet
Dengan enaknya dia merampas plastik yang berisi Es teh milik Maulana, lalu menyedotnya dua - tiga kali. Kemudian ia kembalikan lagi minuman itu kepada Maulana
"Thanks,"
"Wah auto kena Virus nih gue," ujar Maulana merasa jijik
"Gak mau Lu? Sini gue abisin aja," pinta Pandu.
Maulana menyerahkannya dengan terpaksa. Mereka buka buku tetapi tidak membacanya dengan betul.
"Lu apain si Ketos. Dengar-dengar nih, si Ketos ma pasukannya mau ngelabrak Lu," ujar Ilham
"Kenapa gak sekarang aja? Atau tadi pas di lapangan basket,"
"Tadi pasukannya belom datang bro, gue gak mau ikut campur ya, soalnya gue takut ga di lulusin," sahut Andy Gibratal.
"Ah ga takut gue. Mau Kuntilanak, Gerandong, Genderuwo sekalipun gue bakal hadapin,"
"Paling kalo mereka nampakin diri ujung-ujungnya pipis di celana haha," sahut Maulana dan semua temannya tertawa.
Ujian kedua di hari itu dimulai lagi. Begitu melihat soalnya, Pandu tak asing dengan rumus-rumus tersebut. Pria itu teringat saat semalam, dia menemukan lembar soal ujian tahun lalu di meja tempat rental yang dia jaga. Mungkin milik penyewa sebelumnya yang tertinggal.
Lembar soal tersebut telah ada jawabannya. Pandu pun melihatnya satu per satu dari soal pertama hingga akhir. Dan sekarang lembar soal tersebut mirip sekali dengan lembar soal yang ada dihadapannya ini.
Pandu tidak meminta contekan dari Nesty atau teman lainnya. Dia pun berusaha sendiri untuk mengerjakannya. Dan akhirnya dia bisa dengan mudah menjawabnya.
Ujian kedua dihari itu, selesai saatnya Ujian ke tiga. Sebelumnya mereka harus menunggu satu jam lagi. Gunanya agar murid-murid diberi kesempatan untuk belajar.
Satu jam kemudian waktunya masuk ke kelas lagi. Ujian terakhir di hari itu adalah bahasa Inggris. Murid-murid sudah duduk menempati bangkunya masing-masing tentu saja sebelum guru pengawas datang mereka berbincang satu sama lain.
Guru pengawas datang dan seketika suasana hening. Bahasa Inggris, Pandu sangat menguasai bahasa itu. Dia terobsesi ingin kuliah di Inggris sehingga dia sangat fasih dengan bahasa asing tersebut.
Pandu mengerjakannya dalam waktu dua puluh menit. Setelah itu ia tidur.
Pletak.
Guru pengawas melempar Pandu dengan penghapus, tetapi mengenai meja sehingga Ia bangun dengan terkejut.
"Sudah selesai, kumpulkan," ujar pengawas
"I-iya sudah Bu," jawab Pandu.
Pandu beranjak berdiri dan mengumpulkan lembar soal dan jawaban ke depan sembari mengusap air yang menetes membasahi pipinya dengan lengan bajunya, tentu saja air itu berasal dari mulutnya.
Dewi Kunti juga menuju ke depan mengumpulkan jawabannya.
Terpikirkan kejahilan Pandu saat itu. Ia sengaja menunggu Dewi berbalik ke bangkunya dan duduk. Tetapi begitu Dewi ingin mendaratkan bokongnya ke bangkunya. Pandu menariknya ke belakang.
Iseng sekali tingkahnya
Dewi Kunti jatuh terduduk sangat keras. Pandu dan teman-temannya tertawa terbahak-bahak. Karena ujian jarak meja satu dengan yang lainnya di beri jarak lebih besar dari sebelumnya sehingga ada space untuk menariknya kebelakang. Sehingga memunculkan ide iseng di otak Pandu.
Seketika Dewi kesakitan di bagian belakang duduknya. Pandangan Dewi pun buram dan kemudian menjadi gelap dan semakin gelap.
Dia sempat melihat teman-temannya tertawa terutama wajah Pandu yang tertawa senang melihatnya terjatuh, tapi semuanya berubah dalam sekejap.
"Aku gak bisa lihat," Dewi mulai panik
"Pandanganku gelap," seketika air matanya membendung dan takut
Gadis itu masih terduduk di lantai.
"Ahh boong Lu, tadi lu liatin kita-kita kan," sahut Pandu
"Beneran serius!! Gue gak bisa lihat!....," Dewi berteriak hingga semuanya yang tertawa berhenti.
Guru pengawas yang sedari tadi menyuruh mereka diam pun tak di gubris anak-anak tersebut. Akhirnya guru pengawas datang menghampiri asal kegaduhan
"Ada apa ini?"
"Bu, saya gak bisa lihat! Pandangan Saya gelap?" ucap Dewi sambil meneteskan air mata dan napasnya tersengal-sengal karena panik
"Apa maksudnya?" Tanya Ibu pengawas tersebut.
"Tadi pandu narik kursinya waktu Dewi mau duduk Bu," jelas Tika
"Astaga! Jangan-jangan Dewi jadi buta karena itu!" ucap Bu Guru pengawas
Pandu terkejut
"Ah gak mungkin," ucap Pandu
"Eh Kunti, Lu jangan ngada-ngada deh, Lu bisa liat kan?" Tanya Pandu lagi yang duduk berjongkok ke arah Dewi
"Gue ga bisa liat, Pandangan gue gelap. Gue gak boong," ucap Dewi sambil menangis, pandangan matanya melihat kearah lain, bukan ke arah wajah Pandu
Dan Konflik pun bermula disini.
Kedua orang tua Dewi dan Pandu di panggil ke sekolah. Pandu duduk disebelah Kunti dengan perasaan bersalah. Sambil menunggu kedua orang tuanya datang, mereka ditemani salah wali kelas dan kepala sekolah.
"Kunti, gue minta maaf ya," bisik Pandu
Tetapi Dewi hanya diam dan menangis. Die terus mengeluh kesakitan pada bagian tulang ekornya, juga punggungnya
Kedua Orang tua Dewi datang, mereka mengendarai mobil, sementara Ibunya pandu datang memakai sepeda onthel. Ayah Pandu sendiri tidak ikut saat itu karena sedang bekerja di luar kota menjadi kuli bangunan.
Perdebatan demi perdebatan terjadi di dalam ruang kepala sekolah. Permasalahan belum selesai dan masih berujung perdebatan.
Dewi akhirnya dilarikan ke rumah sakit karena kondisinya yang tidak bisa berdiri sendiri. Kakinya seketika tidak dapat digerakkan Tubuhnya pun juga sulit digerakkan, terutama punggung.
Setelah diceritakan runtutan kejadiannya oleh kepala sekolah dan wali kelas, Ayahnya Dewi marah. Begitu pula sang ibu yang tidak bisa menerima kondisi anaknya yang sekarang.
"Saya akan tuntut anak kamu! Sok jago, suka berantem mau jadi apa kamu hah?! Pokoknya saya akan bawa anak kamu ke penjara!" pekik Bu Endah, Ibunya Dewi Kunti yang marah kepada Pandu dan orang tuanya.
Mereka sudah berada di depan ruang tunggu Dokter orthopedi.
"Tolong jangan bawa masalah ini ke jalur hukum, mereka hanya bercanda. Dan tidak sengaja melakukannya Bu. Saya....saya akan bertanggung jawab," ucap Mila, Ibunya Pandu
"Tanggung jawab? Mau tanggung jawab pakek apa?" ucap Bu Endah
Masalahnya ini soal kesehatan seseorang, pakai bayaran apapun tidak akan mengembalikan kondisinya seperti semula, kecuali keajaiban.
"Dewi Kunti, silahkan masuk," seorang suster memanggil giliran pasien bernama Dewi Kunti.
Dewi masuk dengan menggunakan kursi roda, sang ayah mendorongnya dan ikuti oleh ibunya, kepala sekolah, Pandu dan Ibunya Pandu.
"Sebenarnya jatuh dalam posisi terduduk sangat berbahaya tidak hanya bisa menyebabkan cidera tulang ekor saja melainkan juga tulang punggungnya. Maka dari itu kita akan memastikannya dengan hasil rongten. Namun untuk penglihatannya itu saya rasa ada syaraf yang tertarik saat dia berusaha berdiri. Tetapi sekali lagi kita akan memeriksanya dahulu," ucap Dokter sebelum memeriksa kondisi Pasien
"Lakukan saja, mau rongten mau lab apapun dok. Berikan pemeriksaan yang terbaik juga solusinya," ucap Ayahnya Dewi.
Semuanya keluar ruangan, Dewi di bawa ke tempat lain untuk di rongten. Pemeriksaan terus dilakukan sementara Ibu Mila terus mengomeli anaknya.
"Lihat! Apa yang kamu tuai sekarang! Kamu bisa masuk penjara Ndu!" Omel Ibunya Pandu
"Ya namanya juga becanda Bu, mana kepikiran,"
"Canda juga ada batasnya,"
"Emangnya Ibu punya uang kok pake mau tanggung jawab segala," tanya Pandu
"Pokoknya kamu harus terima apa yang ibu katakan nanti," ucap Ibunya dengan mata melotot.
Tiga puluh menit menunggu hasilnya adalah Dewi mengalami cidera pada tulang ekornya. Ada keretakan dan bisa disiasati dengan operasi. Menyatukan keretakan dengan metode laser. Namun untuk kebutaan yang dialami Dewi adalah kebutaan permanen.
"Astaga! Dewi malang sekali nasibmu nak," ucap Ibu Endah seraya menangis.
"Kami tidak bisa mentolerir lagi. Saya akan tuntut Pandu!" Pekik Sam, Ayahnya Dewi
"Jangan Pak! Saya mohon!" pinta Bu Mila
"Hah, enak saja sudah berulah sekarang tidak mau di penjara!" sahut Bu Endah
"Pandu akan bertanggung jawab dengan menikahi putri kalian. Dia yang akan menjadi mata Dewi hingga akhir hayatnya, itulah tanggung jawab Pandu terhadap Dewi. Saya Mohon jangan penjarakan dia," ucap Bu Mila
Ketika mendengar itu, Pandu dan Dewi sama-sama terkejut
"Apa? Menikah? Bu aku gak mau!" pekik Pandu yang langsung mendapatkan sorotan mata yang sangat tajam dari ibunya
"Kamu harus mau! Kamu harus menikahi Dewi, karena kamulah dia jadi buta," ucap Bu Mila
Aku gak setuju menikahkan Dewi dengan orang miskin seperti mereka, tapi apa boleh buat. Dengan kondisi Dewi yang seperti ini, siapa yang akan mau dengannya, batin Sam Ayahnya Dewi
"Oh bagus itu, dengan begitu Pandu akan belajar dari kesalahannya. Mau gak mau, suka atau tidak suka kamu harus menikahi Dewi," ucap Sam
"Tapi Pah...Dewi masih mau sekolah," ucap Dewi
"Mama rasa itu jalan yang terbaik Dewi, Pandu bisa mengajari kamu di rumah jika kalian sudah menikah. Ya kan Pandu," ucap Bu Endah setelah lama mempertimbangkan
Menikah jalan satu-satunya, agar Pandu bertanggung jawab akan hidup Dewi. Menjadi Matanya, menjadi penuntun jalannya dan menjadi pasangan hidupnya.
"Enggak! Pandu gak mau dipaksa menikah seperti ini, Pandu bisa kok milih siapa yang cocok jadi pasangan Pandu. Tapi gak dipaksa seperti ini," ucap Pandu
"Kalau begitu, kamu saya penjarakan saja ya," Ancam Ayahnya Dewi
Pandu pun memikirkan nasib dirinya sendiri. Jika dia tidak menikah dengan Dewi maka dirinya akan berada di penjara. Umurnya sudah lebih dari 17 tahun dan penjara akan memotong cita-citanya.
Sementara jika dia menikahi Dewi, dia masih bisa melanjutkan kuliah dan mengejar cita-citanya.
Akhirnya dengan berat hati dan juga karena Pandu ingin meminta maaf pada Dewi mungkin dengan cara inilah hatinya bisa sedikit tenang meski tertekan dalam paksaan
"Baiklah, kalau begitu saya dengan terpaksa akan menikahi Dewi," ucap Pandu setelah pertimbangan yang matang.
"Ok, Masalah ini saya rasa sudah selesai, dan beruntungnya Dewi sudah selesai mengikuti ujian akhir Nasional. Kalau tidak bagaimana dia mengerjakannya nanti. Kita akan menikahkan mereka secepatnya setelah pengumuman kelulusan," ucap Bu Endah pada Bu Mila
Apa menikah sama Pandu, gak aku gak mau. Dia pasti akan terus-menerus menyiksa aku batin Dewi
Arghh sial banget, masak harus nikah sama Kunti sih, liat aja ya, gue bakal bikin Lu menderita, batin Pandu
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!