NovelToon NovelToon

Jalan panjang Vania

01. Malapetaka

Sorak sorai para siswa dan siswi kelas XII SMA Negeri I merayakan kelulusan mereka, tak terkecuali Vania Hasna gadis manis bertubuh mungil itu pun lulus dengan peringkat nilai tertinggi. Ya, Vania merupakan salah satu siswi terbaik disekolahnya.

"Vania, bagaimana kalau nanti kita kuliah ditempat yang sama. Pasti akan sangat menyenangkan. Ah, akhirnya kita akan segera tahu bagaimana rasanya menjadi seorang mahasiswa." Ucap salah satu temannya yang bernama Erina.

Vania tertunduk lesu, ia sadar diri bahwa dirinya tidak akan pernah bisa melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi. Hal itu sungguh mustahil baginya.

"Em, sepertinya aku tidak akan melanjutkan kuliah deh, Rin. Kamu kan tahu sendiri keadaanku bagaimana.Jadi, aku akan mendo'akanmu saja semoga dapat diterima di Universitas yang kamu inginkan."

Gadis yang bernama Erina itu pun tak bisa berbuat apa-apa. Ia juga mengerti akan kesulitan hidup yang tengah dialami oleh sang sahabat. "Begitu ya, lalu apa yang akan kamu lakukan setelah ini Van?"

"Aku berencana akan pergi ke ibukota,Rin. Bi Arum sudah mencarikan pekerjaan disana untukku dan Alhamdulillah ternyata ditempatnya bekerja sedang membutuhkan karyawan jadi, ya aku tak akan melepaskan kesempatan itu."

Erina menatap sang sahabat sendu, karena mereka akan berpisah jauh.

Dua minggu kemudian Vania mendapatkan panggilan telepon dari bi Arum melalui tetangga dekat rumahnya dan menanyakan kapan gadis itu siap untuk berangkat ke kota.

Vania telah menyelesaikan seluruh administrasi disekolahnya, Terutama Izajah terakhirnya. Dokumen tersebut akan dibawanya serta mungkin saja akan dibutuhkan ditempatnya bekerja nanti.

Akhirnya Vania pun melangkahkan kakinya pergi meninggalkan kampung halaman tercinta. Ia menuju ke sebuah terminal dengan diantar oleh seorang tukang ojek. Tiket sudah di belinya, kemudian Vaniia segera menaiki bus nya.

"Bismillahirahmanirrahim. semoga perjalananku di berikan kelancaran dan selamat sampai tujuan."

Waktu telah menunjukkan pukul 18.00 WIB. Vania baru saja tiba di Jakarta dan turun dari bus. Ia melangkah menelusuri jalan yang masih tampak ramai oleh lalu lalang kendaraan.

Langkah kakinya berhenti di depan sebuah masjid, Vania pun masuk untuk menjalankan sholat magrib dan beristirahat sejenak.

Dan kini Vania tengah duduk disebuah halte bus, ia menunggu angkot yang akan menuju ke tempat bibi nya tinggal. Sesuai petunjuk dari bi Arum, Vania harus menaiki angkot dengan no.23.Namun, sayangnya sudah hampir satu jam lebih tak satu pun angkot bernomor tersebut yang melewatinya. Vania mulai merasa resah dan juga tubuhnya sangat lelah dan mengantuk.

Gadis itu masih tetap setia menunggu, ya karena Vania sama sekali tidak tahu alternatif lain untuk menuju ke tempat tujuannya. Maklum, ia hanyalah seorang gadis desa yang masih awam tentang situasi di ibukota.

Perutnya sudah mulai keroncongan, betapa tidak sejak siang tadi ia belum makan sama sekali. Langit sudah tampak gelap dan juga kendaraan mulai lenggang. Vania beranjak pergi dari halte bus tersebut dan hendak mencari makanan. Mungkin ia akan menemukan sebuah warung makan sederhana untuk sekedar mengisi perutnya yang sudah sangat kelaparan.

Baru saja ia kan menyeberang jalan, tiba-tiba sebuah mobil berhenti mendadak di depannya.Hampir saja Vania tertabrak jika saja sang pengemudi terlambat menginjak pedal rem.

"Akhhh–!" Vania jatuh dengan posisi terduduk, tubuhnya menegang karena begitu terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Hanya tinggal beberapa centi saja tubuhnya akan terlempar bersentuhan dengan mobil itu.

Tampak seseorang keluar dari sisi pengemudi. Sosok pria bertubuh kekar menjulang tinggi berdiri dihadapan Vania sambil berkacak pinggang. Refleks Vania mendongak keatas menatap laki-laki tersebut yang tengah menatapnya tajam.

"Hei‐apakah kau mau bunuh diri, hah?"

"Si–apa yang mau bunuh diri anda yang mengebut dan tidak melihat rambu-rambu tanda orang menyeberang. Kenapa jadi anda yang marah-marah, harusnya saya yang marah karena memang anda yang salah." Vania tak terima disalahkan, pria itulah yang salah.

Laki-laki itu semakin kesal karena gadis dihadapannya tersebut sangat berani menentangnya. Baru kali ini ada yang berani menyalahkannya.

Tak terima, dengan kasar menarik tangan Vania agar berdiri kemudian menyeret tubuh mungil sang gadis lalu medorongnya hingga jatuh terjerembab di kursi penumpang dan melajukan kendaraannya dengan kecepatan penuh membawa kabur Vania, entah gadis itu akan dibawa kemana.

Mobil mewah berwarna merah itu berhenti di lantai basement sebuah apartemen. Dengan kasar pria itu menyeret Vania dengan paksa memasuki lift. Pintu lift terbuka tepat di lantai 10. Lagi, Vania dipaksa untuk mengikuti laki-laki misterius tersebut sampai terseok-seok tak bisa mengimbangi langkah kaki panjangnya.

"Masuk!"

"Ti–tidak mau. Maaf Tuan, saya tidak mengenal anda dan tolong biarkan saya pergi." Mohon Vania sambil menangkupkan telapak tangannya didepan dada.

"Pergi?hahaha...tidak akan semudah itu, sayang. Kau harus mendapatkan hukuman karena telah berani menantangku gadis manis."

Vania semakin ketakutan, apalagi ketika ia baru menyadari ada yang tidak beres dengan laki-laki tersebut. Wajahnya memang sangat tampan namun, mimik wajahnya begitu mengerikan seakan ingin segera melahapnya. Vania bergerak perlahan mencoba kabur, menunggu hingga laki-laki itu lengah.

Ketika dirasa ada kesempatan disaat pria itu tengah berjalan membelakanginya. Dengan gerak cepat Vania berlari kearah pintu namun, sungguh sial pintu tersebut telah tertutup otomatis dan hanya bisa dibuka dengan menggunakan kode.

"Mau kemana, hem? Kau pikir akan semudah itu bisa kabur dari sini. Sayang sekali, sekarang saatnya kau harus mendapatkan hukuman dariku ******. Berani-beraninya kau telah menipuku, hah...rasakan ini!"

"Ja–jangan Tuan, saya tidak memiliki masalah dengan anda. Bahkan saya tidak mengenal anda, Tuan."

"Apa kau bilang, tidak mengenalku? Ck...dasar j***** tetaplah ******, ayo malam ini kau harus memuaskanku!"

"Aaaaakh–jangan, tolong lepaskan saya, Tuan!"

Brett

Kemeja yang dikenakan Vania ditarik paksa hingga kancing-kancingnya terlepas dan berjatuhan di atas lantai. Vania refleks menutupi dadanya yang terekspos dengan kedua telapak tangannya.Meskipun masih ada kain yang menutupinya tetap saja ia sangat malu.

"Sok suci sekali pakai ditutupi segala, mau jual mahal ternyata kamu ya–."

Srett

Grepp

"Akhhh–"

Dengan sekali tarikan, kain penutup bagian dadanya terhempas begitu mudahnya. Vania tersentak kaget dan dengan cepat menutupi dadanya. Namun, sayangnya gerakannya kalah cepat dari laki-laki misterius tersebut dan tanpa ba bi bu tubuh Vania langsung di bopong seperti karung beras masuk kesebuah kamar.

Brukkk

"Auwhh."

Vania merasakan sakit di pergelangan tangannya yang memerah ketika di cengkeram oleh tangan besar pria yang berniat ingin melecehkannya.

"Sebaiknya kau menurut saja dari pada nanti akan merasa kesakitan. Ayo, sekarang layani dan puaskan aku seperti biasanya...j*****!"

"Akhhh–tidakkk!"

"PLAKK!"

Wajah Vania ditampar sampai setetes darah menetes di sudut bibirnya. Karena gadis itu terus memberontak. Dan akhirnya Vania meyerah, tenaganya sudah terkuras habis untuk melawan tapi percuma, kekuatannya tak sebanding dengan pria bertubuh kekar itu.

"s***, kau sungguh n***** sayang. Ternyata kau–."

Dan malapetaka itu terjadi pada gadis muda yang kehormatannya di renggut paksa dengan kasar dan kejam.

Bersambung

02. Liam Tarendra Ghazala

Sampai menjelang subuh Vania baru bisa memejamkan matanya. Sepanjang malam gadis itu terus menangis meratapi akan nasib dan masa depannya yang kini telah hancur.

Akibat dari perbuatan biadab dari seorang laki-laki yang tak memiliki belas kasihan. Bukan hanya sekali tubuh Vania di rasukinya, laki-laki brengsek itu bahkan selalu menjamah tubuh Vania yang sudah tak berdaya.

Sinar mentari pagi masuk melalui pantulan kaca jendela sebuah kamar apartemen mewah. Dua insan yang baru saja menghabiskan malam bersama, bedanya si pria sangat menikmati sedangkan sang gadis begitu tersiksa menahan rasa sakit di tubuh dan hatinya.

Si Pria masih terlelap diatas ranjang king size nya, sedangkan gadis malang itu duduk di dekat pintu menelungkupkan wajahnya di antara lututnya dengan deraian air mata.

"Hiks hiks– mengapa semua ini harus terjadi pada diriku ya Allah, dosa apa yang telah aku lakukan hingga aku harus menerima musibah seberat ini. Apa yang harus aku lakukan jika bi Arum tahu apa yang telah menimpaku."

"Uh, kepalaku pusing sekali dan juga perutku sangat lapar. Laki-laki ba***** itu belum bangun juga. Aku ingin segera keluar dari tempat terkutuk ini."

Terdengar suara dering telepon dari ponsel yang tergeletak di atas nakas dekat tempat tidur. Vania sampai terlonjak kaget dan tubuhnya menegang ketika melihat pergerakan dari pria yang masih tertidur pulas.

"Hemm, ada apa?"

"Maaf tuan, saya saat ini sudah berada didepan pintu apartemen anda. Tadi saya ke mansion dan kata nyonya besar anda semalam tidak pulang."

Arman asisten dari Liam Tarendra Ghazala seorang Ceo dari Ghazala Group, Perusahaan yang bergerak di berbagai bidang usaha. Liam merupakan seorang pengusaha muda sukses yang cukup di segani dikalangan para pebisnis.

"Iya, aku memang tidur di apartemen.Ada perlu apa pagi-pagi sudah mengganggu saja?"

"Maaf, Tuan. Tapi, satu jam lagi anda akan ada pertemuan.dengan klien kita Mr.Maida yang baru saja tiba dari Jepang, Tuan."

"Ah, s***! Aku lupa. Sudah, kau masuk saja.Aku akan bersiap-siap. Buatkan aku sarapan, cepat ngak pake lama!" Perintahnya pada Arman.

"Baik, siap Tuan."

"Ck–seenaknya saja dia. Eh, tapi dia memang boss ku kan.Dasar kau Arman." Arman memukul mulutnya sendiri karena sembarangan bicara tentang boss nya.Kalau boss kejamnya itu mendengar pastilah akan tamat riwayatnya.

Liam meletakkan kembali ponselnya, baru saja ia beranjak turun dari atas ranjang tiba-tiba ia terkejut melihat sosok gadis muda yang tengah menatapnya dengan raut ketakutan. Sejenak Liam belum menyadari akan apa yang terjadi...oh, bukan akan tetapi apa yang telah ia lakulan terhadap gadis muda itu.

"Kamu siapa dan apa yang kau lakukan dikamarku? Apakah kau ****** yang semalam aku booking?"

Tubuh Vania semakin menegang, bukan hanya fisiknya yang terasa sakit namun hatinya lebih hancur dengan segala kata hinaan yang terlontar dari bibir pria berengsek yang bernama Liam itu.

"Ditanya malah diam saja, ayo jawab!" Melangkah mendekat kearah Vania.

Merasa dirinya sedang dalam bahaya, Vania segera mengambil ancang-ancang untuk kabur. Ketika mendengar suara tombol password yang sedang di tekan dari arah luar pintu apartemen. Vania segera bergerak cepat dengan berlari tak lupa ia menenteng tas lusuhnya menuju ke arah pintu yang sebentar lagi akan terbuka.

Dan benar saja, saat pintu sudah terbuka dengan secepat kilat Vania langsung berhambur keluar. Tak diindahkannya suara Liam yang berteriak-teriak memanggilnya yang ucapan yang sangat menyakitkan tentunya.

"Terima kasih Tuan." Vania sempat mengucapkan terima kasih pada Arman yang telah membebaskannya dari cengkeraman sang predator yang akan memangsanya kembali.

"Heh, kamu siapa?"

"Heyy–j****, mau kabur kemana kamu ya?"

Melihat bossnya yang berlari-lari hanya mengenakan handuk yang terlilit dipinggangnya membuat pikiran Arman jadi travelling kemana-mana. Sang asisten sudah dapat menebak akan apa yang telah terjadi antara gadis tadi dengan boss nya itu. Apa iya gadis yang tampak lugu itu adalah seorang wanita panggilan. Rasanya itu tidak mungkin. Dari tatapan sendunya dan juga raut ketakutannya saja sudah bisa ditebak bahwa gadis itu tampak sangat trauma. Wajahnya sangat pucat.

"Arman, kenapa kamu biarkan wanita itu kabur...hah?" Kesalnya pada sang asisten. Mata elangnya menatap tajam Arman membuat pria muda itu menciut tak berani menatap boss nya.

"Ma–maaf Tuan, saya tidak tahu. Apakah gadis tadi sudah mencuri sesuatu barang milik anda? Kalau begitu saya akan menangkapnya dan membawanya kehadapan Tuan kembali." Arman hendak keluar namun, Liam menghentikannya.

"Tidak usah. Sudahlah, biarkan saja perempuan itu pergi.Aku tidak perduli,lebih baik kamu buatkan sarapan untukku. Perutku lapar sekali."

"Baik Tuan."

"Pasti sepanjang malam dia menggarap gadis itu. Sampai kelaparan begitu.Tapi, aku kok jadi kasihan ya melihat wajah sedihnya? Apa jangan-jangan Tuan Liam yang telah melecehkannya." Batin Arman menerka-nerka akan apa yang sesungguhnya terjadi malam tadi.

"Arman, nanti kamu buang baju perempuan tadi. Itu ada didalam kamar!" Arman pun menangguk tanda mengerti.

Sementara itu Vania terus berlari menjauh dari kawasan apartemen mewah tempat dimana si pemerkosa itu tinggal. Air matanya terus mengalir tak terbendung, Vania merasa sudah tidak ada artinya lagi untuk hidup.Rasanya ia ingin menhakhiri hidupnya saja.

Untuk apa lagi ia hidup jika, harga dirinya sudah hancur juga masa depannya. Kelak tak akan ada laki-laki yang mau menjadikannya seorang istri. Gadis yang telah ternoda.

Vania hampir saja putus asa jika ia tak mengingat kedua orang tuanya yang akan menanggung dosa akan apa yang dilakukannya. Tiba-tiba ia teringat akan sang bibi, Vania membuka dompet lusuhnya dan merasa lega karena kertas yang berisikan alamat bibi nya tidak hilang.

"Ah, syukurlah ternyata masih ada. Aku kira hilang. Ini alamatnya dimana ya? Dari sini jauh atau tidak. lebih baik aku bertanya pada seseorang."

Langkahnya terhenti disebuah warung kecil dengan sopan Vania pun bertanya pada si penjaga warung tersebut.

"Maaf Pak, apa saya boleh bertanya alamat ini apa masih jauh ya dari sini?" Vania memperlihatkan secarik kertas tersebut pada seorang bapak pemilik warung.

"Oh, ini tidak bergitu jauh lagi dari sini kok, neng. Begini saja. Lebih baik eneng naik ojek pengkolan saja...itu disana. Nanti biar diantar sampai ke alamat ini."

"Begitu.Kalau begitu saya ucapkan terima kasih ya Pak atas bantuannya. Permisi."

"Iya, sama-sama neng."

Sesuai saran dari bapak-bapak tadi. Vania pun akhirnya melanjutkan perjalanannya kembali dengan menaiki ojek menuju ke tempat sang bibi tinggal.

Dan disinilah kini Vania berdiri di depan sebuah gerbang yang menjulang tinggi. Ia melihat kesekeliling dan memang hanya rumah mewah itu yang terlihat mencolok.

Dugh dugh dugh

Vania menggedor-gedor pintu gerbang besar itu agak keras.

"Permisi–"

"Iya, siapa dan ada perlu apa?"

Seorang petugas security melongok dari jendela pos keamanan dan bertanya.pada Vania.

"Maaf Pak, apa saya bisa bertemu dengan bi Arum? saya baru saja tiba dari kampung. Bilang saja ada Vania keponakannya."

"Oke, tunggu sebentar, akan aku panggilkan."

"Terima kasih, Pak."

Vania belum diizinkan untuk masuk, karena penjagaan di mansion itu begitu ketat tidak sembarang orang bisa berlalu lalang masuk kedalam. Tak berapa lama, bi Arum pun datang dan membukakan pintu gerbangnya.Keduanya tampak terharu dan langsung saling berpelukan.

"Bibi–."

"Vania–kamu kenapa baru sampai nak? Bukankah harusnya kemarin sore kamu sudah sampai disini."

"Iya bi, itu...soalnya kemarin aku kesasar dan menginap di sebuah masjid. Maaf ya bi, aku pasti membuat bibi khawatir." Bohongnya.

"Ya sudah, yang pentig kamu sudah sampai disini dengan selamat. Ayo masuk, kamu istirahatlah dulu. Nanti sore akan bibi perkenalkan sama nyonya besar."

Wanita paruh baya itu pun membimbing sang keponakan menuju ke kamarnya yang terletak di belakang mansion. Tampak beberapa pelayan sedang melakukan pekerjaannya. Dan Vania segera akan menjadi salah satu pelayan di tempat itu.

Bersambung

03. Bertemu kembali

Di sebuah kamar yang tak begitu luas, Vania masih tertidur pulas. Matahari sudah meninggi dan sudah waktunya untuk makan siang. Bi Arum masuk dan melihat sang keponakan, ia sebenarnya tidak tega untuk membangunkannya tapi, harus melakukannya. Sejak datang tadi Vania belum memakan apapun.

"Van–vania, bangun nak.Ayo makan siang dulu!" Menyentuh pundak sang keponakan.

"Eum, Bibi.maaf, aku kelamaan tidurnya ya bi?" Vania mengucek matanya, masih mengumpulkan nyawanya karena baru saja terbangun.

Bi Arum tersenyum melihat keponakan cantiknya yang sudah dianggap seperti putri kandungnya sendiri.

'Iya, tidak apa-apa. Bibi juga maklum kok pasti kamu sangat lelah kan sampai kesasar segala. Tapi, kamu benar tidak apa-apa kan?"

"I‐iya bi, Aku baik-baik saja.Jadi, apa aku boleh makan sekarang? Cacing-cacing di perutku sudah berdemo nih, bi minta di beri makan." Vania menyengir kuda.

"Iya iya, tentu saja boleh dong cantik. Ayo, kita ke dapur Yang lain sudah pada makan semua."

"Siap, boss!" Vania melakukan gerakan menghormat pada sang bibi.

"Ada-ada aja kamu, Van." Bi Arum menggelengkan kepalanya melihat tingkah menggemaskan sang keponakan.

Sesampainya di dapur tempat dimana para pelayan berkumpul untuk makan, Bi Arum langsung memperkenalkan Vania pada para rekan kerjanya sesama pelayan dan ada juga supir dan tukang kebun.

"Bi Arum, dia siapa?"

Salah seorang pelayan bertanya sambil melihat kearah Vania yang berdiri di samping bi Arum.

"Oh, iya sampai lupa. Ini kenalkan keponakanku yang baru saja datang dari kampung, namanya Vania Hasna dan dia juga akan bekerja di mansion ini."

Vania mengulurkan tangannya dan menyalami mereka satu persatu.

"Vania–"

"Hai, aku Murni."

"Aku Erna." Murni dan Erna merupakan pelayan yang juga masih berumur muda, hanya selisih 2 tahun diatas Vania. Mereka memindai tubuh Vania dari bawah sampai atas. Sampai Murni melihat ada suatu tanda yang ada ditubuh Vania. Keduanya pun saling berbisik sambil menatap sinis Vania.

"Pstt–Er, coba lo lihat lehernya deh!" Menunjuk dengan kode lirikan mata pada temannya.

Erna yang diberitahu pun mengangguk ketika melihat dan memastikannya. Ternyata Vania belum menyadari akan jejak-jejak kebiadapan yang ditinggalkan oleh pria yang telah merudapaksanya.

"Kalau begitu bibi tinggal sebentar ya Vin, mau bicara sama nyonya soal pekerjaan kamu. Murni, Erna...tolong temani Vania ya."

Selepas kepergian bi Arum, kedua gadis itupun langsung mendekati Vania."Hei, umurmu berapa?"

"Delapan belas tahun, mbak. Saya baru saja lulus SMA." Jawab Vania.

"O begitu.Pacarmu apa tidak sedih kau tinggal pergi. Eh tapi, kayaknya sih pasti sudah di tinggalin full jatah ya, kan?" Erna mengedipkan matanya pada Murni sambil melirik Vania yang terdiam tak mengerti apa maksud dari perkataan Erna.

"Maksud kalian apa sih? Aku sama sekali ngak ngerti." Vania pun menatap keduanya penuh tanya.

"Ekhem, sok polos banget sih lo. Makannya kalau main itu harus cantik. Kayaknya pacarmu itu agresif banget ya sampai meninggalkan c*****an sebanyak itu di tempat yang strategis pula. Kasihan ya bi Arum, kira-kira dia tahu ngak ya kelakuan memalukan keponakannya."

"Pacar? Maaf, mbak...aku ini tidak punya pacar. Bahkan.teman laki-laki pun tak ada. Dan tandaapa tadi mbak bilang, cu*****n?itu apa sih?" Vania yang polos memang tak mengerti.

Murni dan Erna pun gemas dengan tingkah sok polos Vania. Dengan kasar Murni menarik kaos yang dikenakan Vania lalu, menunjukkan beberapa bercak keunguan di bagian leher dan bahunya. Sontak saja hal itu membuat Vania terkejut bukan main.

"Tuh lihatlah, pake sok polos lagi. Wow...gue bisa ngebayangin gimana panasnya pertempuran mereka." Erna mencebik dan menatap sinis Vania.

Tak terima diperlakukan sekasar itu, Vania pun mendorong keduanya dengan sekuat tenaga sampai mereka jatuh terjerembab di lantai. Vania sebenarnya juga begitu syok ketika di perlihatkan tanda tersebut.

Gadis itu jadi teringat akan kejadian malam kelam yang menimpanya. Pengalaman terburuk didalam hidupnya, bahkan telah menghancurkan masa depannya.

"Hei–berani sekali ya mendorong kami. Jangan-jangan sebenarnya lo itu cewek panggilan ya dan datang ke sini dengan maksud dan tujuan yang lain. Menjadi pelayan hanya sebagai kedokmu saja. Bener kan?"

"Mbak mbak jangan menuduhku sekeji itu ya. Aku datang ke kota ini memang berniat untuk bekerja dengan baik. Kalian jangan mencermarkan nama baik orang lain. Kalian tidak tahu apa yang telah terjadi pada diriku."

Suara perseteruan ketiganya terdengar sampai ketelinga bi Arum yang baru saja muncul di hadapan mereka. Bi Arum menatap penuh selidik pada ketiga gadis muda tersebut.

"Apa maksud perkataanmu itu, Murni? Lancang sekali kamu menjelek-jelekkan dan menuduh Vania seperti itu. Apa kamu bilang tadi, Vania kau tuduh sebagai perempuan panggilan?"

"Maaf bi, kami berkata seperti itu bukan tanpa bukti. Lihatlah leher dan bahunya terdapat beberapa tanda bekas ...pasti bi Arum mengertilah apa yang kami maksud. Jangan-jangan bibi tidak tahu ya kelakuan keponakan bibi sendiri."

Bi Arum melihat dengan teliti leher dan bahu Vania dan benar apa yang dikatakan oleh Murni dan Erna jika banyak tanda cinta di sana.

"Vania–ini apa maksudnya? Ayo, kita kekamar."

"Ayo, sekarang ceritakan dan katakan yang sejujurnya pada bibi!"

Gadis itu tertunduk malu.Ya, ia sangat malu sekali dengan bekas tanda kekejaman yang dilakukan pria yang telah memperkosanya malam lalu. Ia jadi teringat kembali rasa sakit yang di torehkan pria itu pada dirinya. Tak kuat lagi menahan beban dihatinya, Vania pun labgsung berhambur memeluk sang bibik sambil menangis.

"Vania–ada apa nak, apa yang terjadi pada dirimu. Katakan pada bibi. Apa ada yang telah berbuat jahat kepadamu?" Bi Arum benar-benar tak tega melihat isak tangis pilu keponakannya itu.

"S–sebenarnya, kemarin malam aku diperkosa bi dan aku sama sekali tak mengenal pria itu. Aku sangat takut bi, laki-laki itu begitu menakutkan dan dia melakukannya–" Vania tak mampu lagi melanjutkan perkataannya. Gadis yang biasanya ceria itu kini berubah menjadi serapuh itu.

Wanita paruh baya itu pun mendekap erat tubuh sang keponakan yang bergetar hebat. Trauma psikis yang dialami Vania begitu dalam. Bi Arum turut merasa hancur melihat keadaan Vania.

"Sayang, dengarkan bibi ya nak. Kamu tidak sendirian, bibi akan selalu ada bersamamu apapun yang terjadi. Jika, sesuatu yang tak diharapkan terjadi. Bibi akan selalu ada untukmu, nak."

"Maksud bibi apa?"

"Sudah, tidak usah di pikirkan. belum tentu juga akan terjadi."

Vania penasaran dan semakin tak tenang, satu kata yang kini berputar di bebaknya. Apa jangan-jangan ia bisa saja hamil akibat dari kejadian itu.

"Bi–bagaimana kalau nanti aku hamil, apa yang harus aku lakukan?"

DEG

Bi Arum tersentak mendengar Vania yang ternyata mengerti dan sadar akan hal yang bisa saja terjadi pada gadis itu.

"Tenangkan pikiranmu Van, kita berdo'a saja semoga itu tidak akan pernah terjadi. Sekarang kamu diam disini saja. Bibi akan ambilkan makan malam untukmu. Besok pagi kamu harus bertemu dengan nyonya Helen."

"Baik bi. Bi...maafkan aku ya yang tidak bisa menjaga diri."

"Sudahlah, semua sudah terjadi dan kamu harus tabah menerimanya. Ingat, ada bibi yang akan selalu bersamamu."

Keesokkan paginya, sesuai dengan apa yang dikatakan oleh bi Arum semalam. Vania akan bertemu dengan nyonya Helen, sang majikan.

"Maaf nyonya, ini Vania keponakan saya yang datang dari kampung."

"Ah iya, jadi ini keponakan bi Arum. Masih muda ya.Berapa umurmu, nak?" Tanya nyonya Helen ramah.

"Vania, nyonya. Nama saya Vania Hasna umur saya 18 tahun." Jawabnya tersenyum.

Nyonya Helen tampak suka melihat gadis manis yang sangat sopan dan satun di setiap perkatannya. Senyumnya pun begitu menghipnotis, sangat manis.

"Cantik sekali keponakanmu ini bi Arum. Semoga kamu betah ya bekerja disini. Oh ya bi, tolong kamu jelaskan ya tugas-tugasnya."

"Baik nyonya, terima kasih nyonya."

"Van, tolong kamu kekamar tuan muda dan ambil pakaian kotornya yang ada dikeranjang ya. Sebentar lagi beliau pulang dari kantor."

"Iya bi,

Bukannya cepat melakukan apa yang diperintahkan oleh sang bibi. Gadis itu malah tengah asik mengagumi kamar mewah sang tuan muda.

"Wah, kamarnya besar sekali dan semua perabotannya juga sangat mewah. Harum lagi, pasti tuan muda orangnya sangat perfect. Ah, aku mikirin apaan sih?"

Vania tersadar dari lamunannya dan teringat akan tugasnya. Ia lalu mengambil pakaian kotor sang majikan dan segera beranjak dari kamar tersebut. Dan baru saja ia mau membuka pintu tiba-tiba saja ada yang lebih dulu membukanya dari luar.

Bola mata Vania membulat sempurna ketika melihat sosok pria tampan yang begitu dikenalnya dan juga sorot mata tajam miliknya. Tubuh Vania seketika menegang dan gemetaran tak menyangka akan bertemu kembali dengan laki-laki biadab tersebut.

"Ka–kamu?!"

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!