NovelToon NovelToon

Lembar Kisah Untuk Arsyilla

Chapter satu

Arsyilla khalisa mahreen, nyatanya berasal dari keluarga kalangan bawah tak membuat arsyi berkecil hati, Mungkin inilah yang terbaik menurut sang Khaliq untuk takdir Arsyi. Ayahnya meninggal diumurnya yang baru menginjak 5 tahun selama itu pula ibunya yang merawat dan membesarkannya.

Dijauhi oleh saudara dan sanak keluarga tak membuat Arsyi dan ibunya Rina tak bisa bangkit, menjadi anak tunggal perempuan membuat Arsyi bertekad mengangkat derajat ibunya dan membanggakan ayahnya disana.

Bu Rina hanyalah seorang buruh tani yang mengerjakan sawah milik orang lain di siang hari, sedangkan sore atau malam beliau membuat besek atau dikenal sebagai kerajinan bambu.

Tak jarang Arsyi juga membantu ibunya untuk membuat besek tersebut, dirinya yang saat ini duduk dibangku SMP sudah bisa berfikir dewasa. Kecerdasannya tak perlu diragukan, daya ingatnya sangatlah tajam dan jangan lupakan sifat lemah lembut dan ramahnya yang menurun dari kedua orang tuanya.

Keluarga mereka banyak disukai oleh warga sekitar, karena desa yang mereka tempati bukan tergolong desa yang dekat dengan perkotaan jadi suasana yang asri masih menyelimuti desa ini.

Sekolah yang berada di desa ini pun bukan sekolah negeri melainkan sekolah swasta yang setiap gurunya hanya guru honorer, tapi soal biaya masih relatif murah untuk orang-orang desa yang penghasilannya pas-pasan.

"Ar bune ke sawah ya, nanti pulang sekolah kamu langsung makan habis itu beberes dan ngerjain besek lanjutan tadi malam nanti sore biar bune bantu" ucap Bu Rina saat akan berangkat ke sawah bersama Arsyi

"Oke bune, Arsyi janji besok kalau sudah lulus Arsyi terus sekolah sampai jadi orang sukses biar bune nggak capek lagi"

Rata-rata anak desa seperti Arsyi masih lugu, bukan bodoh ya tapi lugu dalam artian didalam pola pikirnya ia hanya berpikir untuk mengangkat derajat orang tuanya dan belajar dengan sungguh-sungguh.

"Aamiin pokoknya bune terus berdoa supaya Arsyi jadi orang sukses dunia akhirat ya"

"Sudah sampe, belajar yang pinter ya Ar ibuk kerja dulu"

"Dada buk" Arsyi sudah menginjak kelas 3 SMP dan hari ini dia melaksanakan ujian mungkin setelah itu ia melanjutkan pendidikan SMA.

Belum terbesit di pikirannya untuk kuliah, karena universitas atau staim tidak ada yang jaraknya dekat dengan rumahnya, rata-rata jaraknya sangat jauh hingga memakan waktu 4 jam untuk sampai. Dan jika Arsyi memilih tinggal di kos nantinya dia tidak akan rela meninggalkan ibunya sendiri di rumah.

"Hallo Arsyi, nanti main ke rumah kamu ya bikin besek bareng bareng" ajak kinanti

"Boleh, nanti datang aja sekalian biar aku ada temenya kan ibukku ke sawah" jawab Arsyi

"Mamak ku juga ke sawah" sahut Lilis

"Nanti aku bawakan kelereng ya biar buat main adek kamu nov" ujar kinanti pada Novi

"Iya makasih ya"

"Ayo masuk belajar sebentar sebelum bel nya bunyi" ajak Arsyi

"Ayo, eh iya kemarin sama bapak ku dibawain ubi dari ladang dan tadi pagi direbus mamak ku dan dibuat timus nanti aku bawa ya kita makan sama-sama" ucap Lilis semangat

"Ayo nanti aku bawain pisang rebus juga" ucap Novi baru teringat pesan ibunya tadi pagi

"Yaudah nanti biar aku siapin air putih ya" ucap Arsyi, memang halaman depan rumah Arsyi terbilang cukup luas dan sejuk.

Di desa ini jarak antara rumah satu dengan lainnya cukup jauh dan hanya beberapa rumah yang sudah di tembok menggunakan batu bata, sisanya hanya rumah bambu meski begitu rumahnya kokoh kokoh.

Ujian sudah dimulai, ruang kelas terlihat sunyi karena murid-muridnya sedang fokus pada kertas yang sedang dikerjakan.

Tak ada yang berani menyontek hanya saja sesekali terdengar dari suara murid laki-laki yang saling bertukar jawaban, sekolahan ini berada didekat persawahan jadi suasana desa sangat terpancar.

"Bu guru ingatkan waktu kurang lima belas menit lagi, bagi yang belum bisa segera diselesaikan dan yang sudah bisa diteliti lagi jawabannya, dan Bu guru ingatkan juga setelah istirahat nanti ujian mata pelajaran aqidah semoga bisa dikerjakan dengan baik dan dijaga suasana kelas agar kondusif" ucap Bu Elva memecah keheningan.

Tak terasa jam terus berputar dan waktu pulang sekolah pun tiba, bekal yang Bu Rina bawakan tadi telah Arsyi makan waktu istirahat uang saku yang diberikan ibunya pun sudah terkumpul dan kini celengannya pun sudah penuh.

Tak banyak uang saku arsyi, perhari hanya 3.500 seperti teman-temannya, bedanya kinanti, Lilis dan Novi selalu menjalankan uang sakunya tapi tidak dengan Arsyi.

Information kalau dikelas Arsyi hanya ada 4 siswa perempuan itu tadi sisanya laki-laki semua dari 12 siswa.

"dada, nanti jangan lupa ya kawan kawan" ucap kinanti mengingatkan

"siap boss" sahut mereka serentak

_________________

"Arsyi" panggil teman-teman Arsyi ketika sudah sampai depan rumah

"sebentar ya, kalian duduk dulu udah aku siapin aku mau ke kamar kecil dulu"

"okee Arsyi jangan lama-lama ya, nanti keburu habis"

"iyaa bentar ya"

Mereka duduk di tikar yang sudah disiapkan Arsyi di teras rumahnya, mereka membawa adiknya kecuali Lilis karena ia hanya punya kakak perempuan yang juga bekerja di sawah dan guru TPA di masjid desa setempat, lihat saja sebntar lagi kinanti dan Novi pasti akan pulang memandikan adiknya.

Tak lama Arsyi keluar membawa anyaman besek yang sudah siap di bucu, atau dibentuk menjadi besek yang sempurna.

Mereka asyik berbincang hingga tak terasa pukul 4 sore telah tiba, ibu ibu yang bekerja dari sawah sudah mulai pulang.

"eh eh ti, nov udah jam empat tuh yuk pulang nanti kamu dimarahin bapakmu lagi kayak kemarin gara-gara adikmu nggak kamu suruh TPA"

"iya iya jangan diingetin lagi"

Kemarin memang Kinanti dan Novi dapat ceramah panjang dari bapaknya, tapi mereka itu seperti sudah kebal jadi rada dablek kalau disuruh.

Sedangkan Arsyi tak risau sebab ia tadi sudah mencuci baju, mencuci piring dan melipat baju, hanya sisa menyapu rumah dan halaman.

"bune mandi aja dulu biar Arsyi yang nyapu ini"

"nggak papa kamu udah capek biar bune sini"

"bune lebih capek, pokoknya bune yang mandi dulu" Rajuk Arsyi, tak masuk akal memang

"iya iya, sayang bune sama Arsyi ini rajin banget mwuahh" puji Bu Rina.

"bapak lihat kan Lala kecil sudah dewasa, pinter kaya bapak rajin juga. Bapak pasti bahagia lihat Lala kecil tumbuh sehebat itu, doakan bune dan Lala kecil supaya rezeki nya lancar ya pak biar bune bisa sekolahin Lala kecil sampai sukses"

"La, kalau bapak masih ada pasti beliau bangga karena Lala kecil itu anak kesayangannya bapak, tapi bapak bohongin bune katanya mau rawat Lala kecil sama sama ternyata bapak pergi duluan, tapi nggak papa ya Lala kecil masih ada bune" batin Bu Rina menatap hari putrinya.

Lala kecil, panggilan sayang yang diberikan pak Yusuf kepada putri semata wayangnya, anak yang semasa hidupnya ia nantikan kehadirannya dan ditinggal pergi sebelum dewasa.

Chapter dua

Malam hari tepatnya setelah isya Arsyi mulai belajar materi besok bersama ibunya yang menganyam besek. Duduk lesehan di depan tv jadul tak membuat kebahagiaan mereka surut.

"bune Arsyi kan punya celengan dua udah penuh semua, boleh nggak kalau Arsyi mau buka?" pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Arsyi

"kamu ada pengen sesuatu nak?" bukannya menjawab Bu Rina malah bertanya balik kepada Arsyi karena biasanya jika menginginkan sesuatu Arsyi tak pernah langsung meminta.

"pendaftaran masuk SMA kan sudah dibuka bune dan Alhamdulillah kata pak guru Arsyi dapat beasiswa selama di SMA tanpa dapat biaya sepeser pun, kalau misalkan Arsyi pengen beli handphone boleh nggak bune, bukan untuk kepentingan pribadi nantinya Arsyi pengen belajar bisnis lewat handphone itu bune" ucap Arsyi

"Tapi seadanya uangmu ya Ar, bukannya bune nggak mau nambahi tapi bune juga nabung kalau sewaktu-waktu ada keperluan mendadak kita nggak perlu merepotkan orang lain, Arsyi mau kan beli handphone nya seadanya uang Arsyi dulu" terang Bu Rina

"iya bune Arsyi mau, yang penting bisa untuk belajar jadi Arsyi nggak harus kuliah dan ninggalin bune sendiri nanti"

"nak-" nafas Bu Rina tercekat begitu mulianya hati anaknya sungguh ia memikirkan masa depannya dengan sangat baik.

Bu Rina memeluk Arsyi menumpahkan rasa haru yang ia rasakan, rasa bangga yang begitu besar dan rasa cinta yang tak terungkapkan.

Sedikit information kalau SMA disini sudah negeri ya hanya SMA, untuk pendidikan dibawahnya masih swasta. Dan Arsyi termasuk ke dalam golongan murid pandai dan kecintaan guru karena terkenal akan kepandaiannya.

Sekitar pukul setengah 9 malam Arsyi mengunci pintu rumahnya lalu pergi ke kamar bersama ibunya untuk membuka celengannya, Ia menabung sekitar 2,5 tahun lamanya dan menghasilkan 2 celengan itu.

Selembar demi selembar uang mulai terhitung, entah sudah berapa banyak jepitan uang yang sudah mereka jepit karet.

Menabung 2,5 tahun bukan waktu yang singkat, ini semua akan menjadi bagian kisah yang bisa diceritakan Arsyi kepada anaknya kelak seberapa besar perjuangan ibu dan neneknya.

Hingga tak terasa telah usai mereka menghitung uang, jumlahnya sangat melebihi ekspektasi Arsyi. 3,2 juta bukan uang yang sedikit menurut Arsyi hingga rasa bangga tumbuh dihati kecilnya.

Ada rasa kepuasan tersendiri bagi Arsyi karena bisa menabung dan memanen hasilnya dalam jumlah yang terbilang besar.

"Besok sore kita tanya ke tempatnya mas Rokhim berapa harga handphone, nggak papa kan kalau beli seadanya dulu bukannya bune nggak mau nambahi cuman bune mau kita punya tabungan bukan hanya kamu tapi bune juga, bune nabung supaya kalau kita butuh uang tidak perlu merepotkan orang lain"

"nggak papa bune, uangnya dibawa bune aja Arsyi takut hilang kalau bawa uang banyak"

"yaudah ayo tidur sudah malam besok kamu sekolah terus ujian juga"

Kini mereka tengah berbaring di kasur tak ada ranjang di rumah mereka, bukan tak ingin membeli bagi mereka begini saja sudah cukup nyaman.

"Bune doain Arsyi ya biar bisa nabung lagi yang banyak nanti kita rombak sedikit demi sedikit rumah kita dan doain juga biar Arsyi jadi orang sukses, nanti Arsyi rombak rumah ini biar jadi yang lebih baik dan nyaman untuk ditinggali, terus bisa beliin bune sawah biar bune nggak capek lagi harus ke sawah tiap hari" mendengar penuturan Arsyi ada rasa sesak Bu Rina, begitu mulia cita-cita sang anak

"Arsyi kasihan sama bune, udah capek seharian disawah malemnya masih bikin besek" lirih Arsyi dengan air mata yang mengalir

"hey kan bune sayang Arsyi, cuma Arsyi harta bune paling berharga jadi bune lakuin semua yang terbaik buat Arsyi"

"Allah sayang banget ya bune sama bapak, sampai Allah ambil bapak sebelum bapak lihat Lala kecil tumbuh dewasa"

"Bapak lihat Lala kecil kesayangan bapak ini dari atas sana, bapak lihat kalau Lala kecil pintar dan rajin ini dan bapak pasti bangga banget sama Lala kecilnya ini"

Pagi mulai menyapa, tak seperti hari biasanya pagi ini desa Arsyi diguyur hujan meski sudah tak selebar tadi pagi namun masih menyisakan rintik air yang lebih deras dari gerimis.

Bu Rina memutuskan untuk tidak pergi ke sawah karena himbauan pak Rozi selaku pemilik sawah, ia akan mengantarkan putri semata wayangnya pergi ke sekolah.

"Ar sudah hampir setengah tujuh, ayo bune antar saja"

"nggak papa bune Arsyi berangkat sendiri saja"

"kamu ini, nanti berangkat kamu pakai rok biasa dan sandal sampai sana kamu ganti biar bune bawa pulang, kalau langsung pakai seragam nanti basah"

"yasudah ayo bune"

Dua wanita beda usia itu terus menyusuri jalan dan tak lama bertemu dengan kinanti yang berangkat seorang diri dengan seragam lengkap dengan sepatu namun bisa dilihat roknya basah dan kotor.

"Ti, rok mu basah kotor lagi nggak mau ganti dulu nanti kalau basahan terus sakit lho" tegur Bu Rina

"nggak papa budhe udah deket juga dari sekolahan"

"yasudah hati-hati"

Arsyi menyerahkan tas plastik berisi rok yang ia pakai berangkat ke sekolah tadi dan tas plastik satunya berisi sandal.

"bune pulang dulu, belajar yang rajin ya semangat anak bune ujiannya"

"makasih bune, Arsyi masuk dulu assalamualaikum"

"waalaikumussalam"

Setelah melihat Arsyi tak lagi nampak Bu Rina lanjut menuju tempat jualan sayur, berhubung tadi pak Rozi juga memberikan uang bonus kepadanya ia akan membelikan ayam untuk putrinya.

Sudah lama ia dan Arsyi tak makan ayam, meski begitu Arsyi tak pernah meminta ataupun mengeluh macam-macam kepada Bu Rina.

Ditempat tukang sayur tak seramai biasanya dan masih banyak pula sayuran yang masih segar segar, Bu Rina membeli sayur yang bisa ia awetkan di dalam lemari es yang dulu pernah ia beli walaupun bekas masih bagus karena selalu beliau rawat.

"beli apa Bu Rina" sapa Bu sus

"ini Bu cari lauk buat anak" jawab Bu Rina ramah

"pagi-pagi kok udah hujan ya bu, mau ke sawah juga wawang kalau kaya gini"

"hehe iya bu"

"ini pak totalnya berapa" tanya Bu Rina menunjukkan satu ikat kangkung, kacang panjang, satu kilo ayam, buncis, kol, sawi sendok, tempe dan daun bawang.

"38 ribu aja bu" ucap si penjual

"ini pak, terimakasih" sahut Bu Rina memberikan uang pas kepada penjual

"mari Bu sus saya duluan"

"oh iya Bu rina"

Disepanjang perjalanan tak luntur senyum di wajah Bu Rina, tak bisa ia bayangkan bagaimana ekspresi Arsyi nanti jika melihat lauk apa yang dimasak ibunya.

Rencana seperempat ayam akan Bu Rina masak bumbu kecap dan tempe goreng.

"Alhamdulillah ya Allah engkau menitipkan rezeki ini kepada hamba sehingga bisa menyenangkan hati putri hamba, terimakasih ya allah"

Chapter tiga

"Assalamualaikum bune Arsyi pulang" salam Arsyi dari luar

"waalaikumussalam Ar ganti baju dulu bebersih sholat habis itu makan, ibu ada kejutan"

Usai mengerjakan ap yang menjadi kewajibannya menghadap Rabb-nya kini Arsyi duduk didepan tv menunggu ibunya mengambil makan, tadi sempat akan Arsyi bantu tapi ditolak oleh ibunya.

"Dah sini makan dulu, maafin bune ya lama nggak masak kaya gini" ucap Bu Rina saat meletakkan makanannya dan juga milik Arsyi

"nggak papa, selagi itu masakan bune udah enaaak banget makasih bune"

Mereka makan dengan sedikit canda tawa yang menghiasi, makanan yang sederhana belum tentu hilang kenikmatannya karena selagi kita bisa mensyukuri nikmat dari yang maha kuasa maka kita akan merasa cukup dan tidak mengeluh..

_________

Setelah makan tadi Arsyi bertugas mencuci piring setelah itu membantu ibunya menganyam bambu dan akan di jadikan besek nanti malam atau hari esok.

Dari pukul setengah dua hingga pukul empat sore mereka sudah mengahasilkan banyak anyaman, ya memang tangan Bu Rina sudah terlatih jadi sudah sangat cepat.

"udah sore Ar sana mandi dulu biar bune bereskan"

"biar Ar

"shutt nurut sama bune sana mandi"

Sore hari setelah Bu Rina dan Arsyi pulang dari rumah mas Rokhim untuk menanyakan Hp dan saat ini Bu Rina sedang merebus air untuk mengukus ketela tiba-tiba ada yang mengetuk rumahnya, Siapa yang bertamu padahal hujan akan turun lagi, batin Bu Rina.

"Assalamualaikum Mba, gimana kabarnya"

"waalaikumussalam ngapain lagi kesini, mba udah capek kalau kamu datang cuma mau menjelekkan mba dan Arsyi silahkan pulang" jawab Bu Rina terkesan mengusir

Yang datang tadi ialah adik sepupu dari Bu Rina atau anak dari adiknya ibu Bu Rina, sudah sering kali dia datang hanya bermaksud menghina dan memojokkan Bu Rina padahal jika dilihat kehidupannya dan bu Rina tak jauh berbeda namun dia bermodalkan sertifikat sawah dan kebun yang seharusnya jatuh ketangan Bu Rina.

Dulu sebelum kakek dan neneknya Arsyj meninggal beliau meninggalkan warisan yang pastinya jatuh kepada Bu Rina karena Bu Rina anak tunggal, tapi kecemburuan saudara dari kakek Arsyi yang pada saat itu tak bisa sehebat kakaknya akhirnya setelah meninggalnya kakek arsyi mereka mengambil sertifikat itu dan terus menghina Bu Rina.

Bu Rina tak terlalu mempermasalahkannya itu, pikirnya toh hanya sertifikat tanah dan sawah selagi ia masih bisa bekerja memenuhi kebutuhan hidup dia dan Arsyi maka ia tidak akan mengemis untuk sertifikat itu jatuh ketangan ya.

"Jangan berburuk sangka seperti itu mba, saya kesini mau niat baik kok ngga akan lagi seperti itu" jelas ikhsan

"terus kamu mau apa, bertahun-tahun kamu kesini hanya itu tujuan kamu"

"duduk dulu mba, masa ada tamu dibiarkan hanya berdiri"

"mau kamu apa sih San, udah sore mau hujan kalau nggak penting pulang aja mba juga capek mau istirahat" keluh Bu Rina seraya memijat pelipisnya

Sementara didalam Arsyi terus mendengar percakapan Bu Rina dan ikhsan.

"saya lagi butuh uang mba, boleh saya minta nggak banyak cuma 1 juta"

"apa 1 juta nggak banyak? mba bahkan kerja sendiri sedangkan orang tuamu dan kakak-kakakmu kerja semua kenapa nggak minta mereka mbak ngga punya uang sebanyak itu" jelas Bu Rina tak habis fikir, tadi dia datang dan bilang berniat baik sekarang bisa lihat kan niat baik macam apa ini.

"mba nyolot banget, sudah saya bilang itu sedikit kan?bagi saya itu hanya secuil kuku, bilang aja kalau mba ngga mau kasih gitu aja pake berbelit-belit susah emang hutang sama orang MISKIN udah nggak punya apa-apa perhitungan lagi" kata miskin yang diucapkan ikhsan tadi seperti hinaan yang diberikannya kepada Bu Rina

"UPS hidup aja susah apalagi kasih hutang, ya walaupun ke sepupu sendiri tapi kan nggak punya uang kasihan ya padahal pagi sampai pagi lagi kerja begitu terus setiap hari tapi nggak pernah dapat uang, aku sebenarnya kasihan sama kamu mba lihat anakmu dan kamu kurus kering gitu kayak orang-orangan sawa hahaha"

"yaudah aku pulang dulu, rumahmu jelek nanti kalau hujan bisa roboh ini" tambahnya semakin nyinyir

Bu Rina hanya diam saja, tak ada niatan dirinya untuk membalas perkataan itu semua baginya itu adalah angin lalu saja tak lebih dari itu.

Melihat ikhsan pergi dan mulai menjauh beliau masuk kedalam dan mendapati Arsyi yang menempelkan kepalanya ke tembok. Melihat itu beliau tersenyum dan tidak langsung menegur Arsyi, setelah didiamkan cukup lama akhirnya Bu Rina angkat suara

"ngapain Ar disitu?"

"eh bune, lagi dengerin bune hihihi"

"kamu itu, ayo ke dapur sebentar katanya pengen dibuatkan ketela gula"

"ayo bune"

Malam hari mas Rokhim datang ke rumah membawakan pesanan handphone Arsyi, bukan handphone bekas tapi handphone baru tapi harganya masih relatif murah.

Handphone 1 jutaan dengan ram 4 dan layar penuh, jadi itu saja sudah lebih dari cukup untuk Arsyi. Sebenarnya teman-temannya sudah memiliki handphone tapi bekas dengan harga 2 sampai 3 jutaan.

"Duduk dulu mas" ucap Arsyi mempersilakan

"nggak usah Ar, ini handphone nya mas tak langsung pulang udah gerimis" tolak Mas Rokhim

"kok buru-buru toh khim nggak istirahat dulu?" sapa Bu Rina yang baru saja datang dari dalam

"nggak usah budhe, ya sudah ini Ar sudah bisa kan?" tanya mas Rokhim

"sudah mas, nanti kalau ada kesulitan tak kesana"

"oh iya Ar ini kartu nya, ini nomor mas kalau ada apa-apa telpon aja di kartu ini sudah ada kuota nya"

"iya mas terimakasih"

"yasudah saya pulang dulu assalamualaikum"

"waalaikumussalam"

Arsyi dan Bu Rina sedang duduk di depan tv dengan Arsyi yang mulai membuka handphone baru miliknya.

Sedangkan Bu Rani memperhatikan Arsyi seraya tersenyum tulus.

"Wahh bagus ya bune, Arsyi suka" ucap Arsyi dengan menunjukan handphonenya

"iya Ar, coba dipasang dulu kartunya tadi bisa kan?"

"bisa bune" Mata Arsyi terfokus pada lubang kecil untuk membuka tempat kartu dengan menggunakan jarum yang tadi sudah sepaket.

Tak lama handphone nya memulai ulang, Arsyi yang memang sudah tahu tak panik ia hanya diam dengan membolak-balikan handphonenya.

Hingga kurang dari lima menit handphone mulai hidup dan sudah bisa digunakan hanya tinggal menyimpan beberapa nomor ponsel yang mungkin ia butuhkan.

Karena di desa ini signal tidak terlalu bagus dan mungkin belum terlalu memadai mengingat desa ini desa pelosok.

Hari beranjak malam, hawa dingin mulai menyeruak ditemani dengan suara serangga yang berasal dari kebun-kebun atau bahkan sawah, juga suara bambu yang terhempas oleh angin membuat malam seakan mencekam.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!