Mereka bicara dalam bahasa Inggris. Terjemahan.
Hanya kegelapan yang dilihat meski mata sudah terbelalak lebar. Cahaya terang dan hangat tak kunjung datang. Entah sudah berapa lama mata itu terbuka dalam kesunyian tanpa tahu harus berbuat apa. Jiwa terasa hampa seperti kosong tak memiliki gairah dan pasrah dengan kejadian. Hingga tiba-tiba ....
"Vesper," panggil seseorang dengan suara besar yang membuat jiwa bergetar. Rasa takut dirasakan oleh seorang wanita hingga ia gugup saat namanya disebut.
"Yes?" jawabnya ragu di mana sebelumnya, ia tak pernah merasakan ketakutan seperti ini saat masih hidup. Tiba-tiba, "Oh!" kejut wanita itu dengan mata membulat penuh ketika muncul sosok makhluk memakai jubah hitam bertudung yang duduk di balik sebuah meja batu.
Tubuhnya sangat besar bagaikan sebuah patung Budha di Leshan, China. Raganya diterangi cahaya redup di sekitar sehingga sosoknya terlihat jelas. Namun, wajahnya tak terlihat seperti tak memiliki rupa. Bahkan, tangan dan kakinya pun tak ada, semuanya gelap.
Akan tetapi, jubah hitam yang dikenakan sosok tak dikenal itu bergerak termasuk penutup kepala. Terasa aura yang sangat mengerikan dipancarkan oleh sosok itu hingga membuat wanita bernama Vesper menelan ludah. Vesper yang dulunya terkenal garang dan ditakuti semua orang, seolah tak ada apa-apanya di depan sosok bersuara besar tersebut.
"Kuberikan satu kesempatan. Kau terima tugas ini, akan kuizinkan kembali ke Bumi. Menolak, aku akan mengembalikanmu ke neraka untuk meneruskan penyiksaan."
Praktis, ucapan sosok itu membuat Vesper melebarkan mata. Ia ingat bagaimana siksaan tanpa henti yang diterimanya membuat seperti hidup abadi di tempat itu.
"Kuterima! Kuterima!" jawabnya tanpa ragu. Seketika, "Agh!"
Vesper tertegun ketika semua ingatan tentang kehidupannya di Bumi kembali sampai saat terakhir sebelum ia mati. Napas Vesper tersengal. Tubuhnya sampai membungkuk dengan mata terbelalak lebar karena terkejut dengan jalan hidupnya selama menjadi mafia. Hingga ia merasakan ada pergerakan di sampingnya. Perlahan, kepala wanita itu menoleh. Matanya melebar ketika mendapati ada dua sosok di samping kanannya.
"Wah! Wah!" seru seseorang yang membuat kepala Vesper ikut menoleh ke asal suara tersebut di sisi lainnya.
"You!" pekik Vesper dengan kening berkerut.
"Vesper?" panggil seorang pria yang tak kalah terkejut dengan dirinya.
"Kau ...," timpal seseorang seraya menunjuk.
"A-apa yang terjadi? Oh! A-aku ... melayang!" pekik seorang pria dengan mata melotot karena kakinya tak memijak daratan.
Vesper terlihat bingung saat ia juga baru menyadari jika wujudnya bukanlah manusia, melainkan seperti gumpalan gas berbentuk manusia yang memiliki tubuh, wajah, dua tangan dan dua kaki berwarna putih. Tubuh mereka juga tembus pandang. Vesper tertegun karena bisa melihat sosok roh lain yang berdiri di depan roh seorang pria. Roh-roh itu menatap wujud baru mereka yang diluar nalar. Kelima roh itu panik dan kebingungan hingga mata mereka kembali kepada sosok besar di depan yang bergerak dan membuat keheningan langsung terasa.
"Kukembalikan ingatan kalian sampai di hari terakhir sebelum ajal menjemput sebagai pedoman, berikut semua perasaan layaknya manusia hidup," ucap sosok besar tanpa wajah itu yang membuat lima roh di depannya menelan ludah.
"Jadi ... kami benar sudah mati?" tanya seorang pria yang tak lain adalah Adrian Axton.
Sosok itu mengangguk pelan. Semua orang terlihat tegang. Mereka mengamati perubahan dalam tubuh yang seperti asap karena tak begitu jelas terlihat. Namun, roh di samping Vesper tersenyum lebar. Ia seperti tak peduli dengan dirinya sekarang. Vesper yang menjadi satu-satunya wanita di tempat itu ikut tersenyum.
Saat keduanya saling mendekat untuk melepaskan rindu yang mendalam, tiba-tiba, "Argh!"
Vesper menghentikan langkahnya seketika ketika melihat mantan suaminya—Erik Benedict—dijambak oleh roh lain dan dia adalah Joel Ramos.
"Apa yang kau lakukan, Keparatt!"
"Lepaskan, Brengsekk!" teriak Erik marah yang berakhir dengan baku hantam antar keduanya.
"Hempf," dengkus Vesper yang hanya bisa pasrah melihat dua mantan suaminya saling pukul.
"Hehehe, ini akan sangat menarik. Kukira melihat Han dan Kai bersiteru sudah cukup membuatku gembira. Namun, melihat Erik dan Joel bertengkar seperti ini, membuat hidupku bahagia," ujar Axton terkekeh.
Vesper memilih tak berkomentar. Ia hanya melihat dua mantan suaminya saling pukul dan tendang, tetapi keduanya seperti tak terluka. Pukulan keduanya membuat bentuk roh mereka seperti terkoyak, tetapi kemudian kembali menyatu lagi. Begitu seterusnya seolah gumpalan asap itu abadi. Hingga tiba-tiba ....
"Arrghhh!"
"Oh!" kejut Vesper saat melihat tubuh Erik dan Joel terhempas hingga keduanya melayang tinggi ke atas.
"Kau siapa!" teriak Joel marah.
"Aku adalah sang Kematian. Selamat datang di tempat yang kalian kenal dengan ... neraka."
Seketika, kobaran api besar muncul di sekitar lima roh itu. Hawa panas begitu terasa bagaikan memanggang tubuh. Kepanikan langsung terjadi ketika letupan dari magma panas seperti mengenai tubuh mereka. Napas kelima orang itu tersengal dengan wajah pucat ketika teringat akan siksaan yang diterima saat di neraka. Meskipun raga mereka berupa roh dan kekal, tetapi suasana seperti tempat penyiksaan itu seolah tak berpengaruh.
"Hentikan! Hentikan! Kami sudah menerima penawaranmu! Jangan kembalikan kami ke penyiksaan!" teriak Antony Boleslav ketakutan di mana ia berusaha menghindar dari letusan magma yang berada tepat di bawah kaki meski tubuhnya melayang.
"Hah, hah!" engah Vesper ketika tempat yang mengingatkannya akan ruang penyiksaan abadi lenyap.
Lima roh itu lemas. Erik dan Joel kembali ke tempat mereka di mana kelimanya berdiri berjejer di hadapan sang Kematian.
"Kubiarkan kalian mengacau selama hidup di dunia. Kini, kalian telah mati dan menerima hukuman atas kejahatan yang dilakukan selama di dunia. Kalian tak bisa hidup lagi layaknya manusia, tetapi tugas dariku akan membuat kalian bisa berbaur dengan manusia dan menjalani kehidupan seperti mereka. Namun, kalian tak akan bisa merasakan apa itu kenikmatan dunia. Hanya saja, aku tak menghilangkan perasaan karena kalian akan membutuhkannya dalam bertugas," ucap sosok itu di tengah kepanikan lima roh tersebut.
"Apa tugas kami?" tanya Erik dengan napas tersengal dan berusaha untuk kembali kuat.
Saat semua roh itu menunggu jawaban sang Kematian, tiba-tiba, "AAAAA!"
Vesper Zeno, Adrian Axton Giamoco, Erik Benedict, Joel Ramos dan Antony Boleslav terhisap ke dalam jubah sang Kematian. Mata mereka terbelalak lebar saat melihat sebuah cahaya menyilaukan pada ujung lorong kegelapan. Seketika, mata mereka terpejam rapat karena cahaya itu begitu terang.
"Oh, inikan ...," ucap Vesper ketika membuka mata dan melihat kehidupan di sebuah kota besar, tetapi berbeda dengan zamannya ketika masih hidup dulu.
Tubuh kelima roh itu berada di atas hiruk-pikuk manusia yang berlalu lalang di sebuah kawasan dengan cahaya lampu berwarna-warni menyilaukan mata. Bulan tak tampak bahkan bintang hampir tak terlihat karena terhalangi bangunan tinggi menjulang khas kota metropolitan. Sang Kematian tak terlihat di antara mereka, tetapi ada seekor gagak hitam bertengger di sebuah tiang lampu traffic light, tak jauh dari keberadaan mereka. Malam di kota itu bagaikan festival.
"Kenapa ... berbeda? Tahun berapa sekarang?" tanya Antony yang terbang melayang di antara kumpulan manusia bergaya nyentrik di Bumi, menembus tubuhnya begitu saja seolah ia tak terlihat oleh mereka.
"2200."
"What!" pekik kelima roh itu terkejut dengan mata terbelalak lebar.
***
makasih tipsnya Qayy❤️ lele padamu💋
Bonus untuk pertama release dengan 3 eps sekaligus dalam sehari. Tunggu aja eps selanjutnya. Lele padamu 💋
---- back to Story :
Kelima roh itu shock dengan jawaban dari seekor burung gagak yang suaranya sama persis dengan sang kematian. Saat para mantan mafia itu dilanda kebingungan, tiba-tiba kehidupan di zaman modern itu lenyap dari pandangan. Vesper dan lainnya dibuat terheran-heran dengan keanehan yang dialami. Meskipun mereka telah mati, tetapi kemampuan para mafia itu tak dihilangkan oleh sang Kematian. Mereka tahu kapan waktunya serius.
"Jelaskan pada kami," pinta Vesper menatap sosok yang tak memiliki raga itu saksama.
"Tugas kalian adalah, menangkap roh-roh jahat yang berkeliaran di Bumi."
"Hanya itu? Hem, kita berburu. Mudah," jawab Axton dengan senyum tengilnya.
"Axton," panggil Erik menatapnya lekat seperti mengisyaratkan sesuatu, tetapi Axton menjawabnya dengan menaikkan kedua bahu pertanda jika hal itu memang mudah dilakukan. Semua orang terlihat tegang kecuali keturunan Giamoco tersebut.
"Kalian lihat perbedaan dari kumpulan orang-orang itu?" tanya sang Kematian saat para manusia di kota tak dikenal tadi kembali muncul di sekitar mereka. Seolah, para roh itu membaur bersama mereka.
"Perbedaan? Warna kulit?" jawab Joel santai seraya melirik ke arah orang-orang yang berlalu-lalang di sekitarnya.
Sedangkan Anthony dan Vesper terlihat serius mengamati. Keduanya saling melirik dalam diam lalu memejamkan mata. Saat mata mereka terbuka, dua roh itu seperti menyadari sesuatu.
"Apa itu?" tanya Vesper dengan kening berkerut saat ia melangkah, tetapi seperti melayang.
Mata para roh lain mengamati pergerakan Vesper yang mendekati seorang pria berpakaian serba hitam, bergaya layaknya eksekutif muda, terlihat tampan dan kaya.
"Ya, dia terlihat seperti orang sukses, Sayang," jawab Erik berpendapat.
"Berani kau mengatakan istriku dengan sebutan itu, aku tak segan merobek mulutmu, Benedict!" tegas Joel.
"Hei, orang mati. Aku memang suami dari Vesper! Kau saja yang mati lebih dulu jadi tak tahu hal itu!" jawab Erik melotot.
"What? Kau menikahi bajiingan ini?" tanya Joel menunjuk wajah Erik dan menembus matanya. Axton terkekeh.
"Bukan hanya kalian saja, tetapi ada Kai dan Han," imbuh Axton.
"What!" pekik mantan suami Vesper kaget bukan main mengetahui kenyataan gila itu.
"Vesper! Jelaskan!" teriak Joel mengamuk.
"Sudahlah. Ini bukan waktu yang tepat. Diam!" teriak Vesper tak kalah kesalnya.
"Hahahahaha! Hahahaha!" tawa Axton sembari bertepuk tangan. Ia begitu puas dengan perseteruan di depannya.
Napas Erik dan Joel menderu. Mereka menatap Vesper tajam terlihat begitu marah padanya. Vesper memilih tak membalas tatapan itu karena tahu jika dua mantan suaminya mengamuk seolah ingin mencabik rohnya.
"Vesper. Apa kau melihat seperti yang kulihat?" tanya Boleslav yang masih berdiri tenang di tempatnya.
"Sepertinya begitu. Kalian tidak?" tanya Vesper yang kini memandangi Axton, Joel dan Erik bergantian.
"Langsung saja. Tak usah sok pintar!" gerutu Joel dengan wajah jengkel.
Vesper menarik napas dalam lalu diembuskan seolah ia masih menjadi manusia. "Pejamkan mata kalian. Lalu ... tenangkan pikiran dan fokus pada diri masing-masing. Setelah itu, coba buka mata dan lihatlah apa yang aku lihat," jawab Vesper menjelaskan.
Joel terlihat enggan melakukannya, tetapi Erik dan Axton mengikuti instruksi dari Vesper. Seketika, mata dua pria itu terbelalak lebar. Mereka mengamati lelaki yang didekati Vesper dengan wajah serius.
"Kenapa ... dia seperti ... wow, apa itu!" pekik Erik terkejut yang membuat Vesper ikut menjauh.
Erik spontan memeluk mantan istrinya dengan mata terfokus pada sosok pria yang terlihat tampan itu.
"Hei!" teriak Joel marah yang berjalan mendekati Vesper dan Erik dengan gusar.
"Joel, hati-hati!" pinta Vesper yang langsung mendekati pria asal Filipina itu dan menahan dadanya.
Kening Joel berkerut. Ia akhirnya mengikuti saran Vesper. Betapa terkejutnya ketika ia melihat seperti apa yang ditakutkan oleh yang lain.
"Makhluk apa itu?" tanya Joel menatap sang Kematian saksama.
"Itu adalah aura jahat dari manusia. Ia memiliki niatan buruk dan tak bisa dimaafkan jika sampai perbuatan keji itu terjadi. Dosanya akan bertambah dan malaikat siap mencatatnya," jawab sang Kematian yang membuat para roh itu tegang seketika.
"Mau ke mana dia? Ikuti!" titah Axton.
Tanpa pikir panjang, kelima roh itu mengikuti si pria tampan yang memancarkan aura seperti asap hitam di sekitar tubuhnya. Bahkan, terlihat adanya tangan-tangan berkuku tajam keluar dari tubuhnya. Vesper dan lainnya menjaga jarak karena bisa merasakan aura jahat dari lelaki itu. Hingga akhirnya, langkah pria itu terhenti ketika ia memasuki sebuah gang bercahaya redup dan ada sebuah pintu di sana.
Vesper dan lainnya menghentikan langkah tak mengikuti lagi. Mata mereka terbelalak lebar saat melihat asap hitam tersebut makin besar dan kepala lelaki itu muncul tanduk di sisi kiri dan kanan berujung runcing. Roh-roh itu mematung saat melihat pintu di gang tersebut terbuka dan terlihat seorang nenek renta keluar.
Seketika, "AAAAAA!"
"Gila! Apa yang orang itu lakukan!" pekik Erik sampai melotot.
Jantung para mantan mafia itu seperti akan meledak melihat kekejaman pria tak dikenal yang menusuk wanita tua dengan pisau yang disembunyikan dari balik jas hitamnya. Nenek itu tak bisa melawan dan ambruk saat pisau tersebut telah berlumuran darahnya. Luka tusukan memenuhi tubuh renta itu hingga darah membanjiri lantai gang. Pria tersebut tak berekspresi, diam saja usai menyelesaikan tugasnya.
Tangan-tangan hitam yang keluar dari tubuhnya perlahan masuk ke raga pria itu berikut tanduk runcing mencuat tadi. Pria tersebut mengembuskan napas panjang lalu mengelap pisaunya dengan wajah datar menggunakan kain yang diambil dari saku jas. Ia melihat mayat sang nenek yang tergeletak dengan mengenaskan lalu berjalan meninggalkannya begitu saja berikut sapu tangan tersebut. Vesper membalik tubuhnya dan menatap sang Kematian. Sosok besar itu diam saja ketika tampilan kehidupan dunia kembali hilang dari pandangan.
"Apa yang terjadi?" tanya Vesper terlihat tegang.
"Menurutmu?" tanya sang Kematian yang membuat Vesper memejamkan mata sejenak.
"Maaf, hanya saja, aku tak bisa berpikir kali ini. Kejadian tadi sungguh mengejutkanku," jawabnya gugup.
"Dia seperti kalian. Pembunuh. Psikopat. Tak berbelas kasih. Banyak masalah yang bisa diselesaikan dengan cara yang bijak tanpa harus merenggut nyawa seseorang. Namun, kalian memilih untuk mengakhiri hidupnya. Siapa kalian? Tuhan?"
Praktis, ucapan sang Kematian membuat jiwa roh-roh itu terguncang. Tiba-tiba saja, tampilan neraka yang sangat ingin dilupakan kembali muncul. Mata kelima roh itu terbelalak lebar melihat penyiksaan yang dilakukan di dalam neraka.
"Ingat penyiksaan kalian?" tanya sang Kematian yang membuat tubuh kelima roh itu bergetar hebat.
"Hentikan, jangan tunjukkan lagi, jangan!" pinta Vesper penuh permohonan yang ambruk dengan tubuh melayang di atas bara api.
"Inikah hukuman kami karena melakukan perbuatan keji di masa lalu?" tanya Boleslav dengan wajah berkerut.
"Bukankah kalian merasa bangga saat berhasil membunuh seseorang? Kenapa sekarang tidak menunjukkan senyum tengil kemenangan itu?" sindir sang Kematian yang membuat napas semakin sesak.
Para mafia itu sadar akan kejahatan mereka selama di dunia. Meskipun banyak diantaranya dilakukan karena dirasa perlu. Roh-roh itu tak tahu jika apa yang menurut mereka benar ternyata salah di mata Tuhan dan disinilah semuanya kini berakhir. Masa hukuman atas semua perbuatan di dunia dalam keabadian.
"Percuma memohon ampun. Dosa kalian sudah dihitung dan tak bisa dihapus, kecuali atas kehendak-Nya. Namun, bisa ditunda penyiksaannya," ujar sang Kematian yang membuat kepala orang-orang itu mendongak.
"Ditunda? Apa maksudnya?" tanya Erik yang sudah terlihat pucat karena banyaknya siksaan diterima.
"Doa."
Wajah roh-roh itu berkerut.
"Tunggu. Apakah maksudmu ... karena banyak orang yang mendoakan kami setelah kematian?" tanya Vesper menduga. Sosok besar itu mengangguk. Sontak, para mafia itu tertegun karena tak menyangka hal tersebut.
"Siapa yang mendoakan kami? Apa doa mereka?" tanya Joel penasaran.
Seketika, muncul bayangan orang-orang yang mendoakan mereka. Mata orang-orang itu melebar. Banyak di antara orang-orang itu yang tak dikenali oleh para roh. Perlahan, mereka mulai berdiri dan menatap satu per satu wajah-wajah yang tampak khusyu berdoa.
"Dia ...," ujar Joel menunjuk seseorang yang terlihat begitu serius berdoa seusai salat.
"Lysa. Dia mendoakanmu, Joel!" jawab Vesper yang mengejutkan pria itu.
"Dia ... dia hampir membunuhku. Kenapa dia mendoakanku?" tanya Joel bingung.
"Mungkin merasa berdosa?" sahut Boleslav dan diangguki semua orang.
"Dia ... siapa?" tanya Erik menunjuk seorang pemuda yang dipenuhi banyak tato.
"Jonathan! Dia putra kita, Erik!" jawab Vesper yang membuat mata Erik melebar.
Erik membungkam mulutnya rapat. Ia menatap Jonathan yang berdoa untuknya saat malam tiba di tepi danau. Mata Erik berlinang. Ia tak menyangka bisa melihat putranya untuk sekali lagi saat ia tumbuh dewasa.
"Ia ... tampan dan terlihat hebat," ucap Erik yang diangguki Vesper. "Dia mendoakanku," imbuhnya terlihat terharu.
Saat Axton sedang mendekati sosok pria yang sedang berdiri di depan lukisannya di kediaman Giamoco, tiba-tiba saja penglihatan itu menghilang. Praktis, kebahagiaan tersebut ikut sirna. Para roh melihat sang Kematian yang masih duduk di balik meja batu seperti menatap mereka saksama.
"Selesaikan tugas dan kuizinkan kalian bertemu dengan satu orang yang telah mati sebelum kembali ke neraka meneruskan penyiksaan," ujar sosok besar itu yang mengejutkan semua para mafia.
Roh-roh itu terdiam. Teringat jelas bagaimana tersiksanya mereka di neraka dan enggan untuk kembali lagi. Tugas yang ditawarkan sang Kematian seperti menunda saja, tidak membuat mereka lepas dari siksa api neraka.
"Bahkan saat telah mati dan menjadi roh, kalian masih begitu egois. Lihatlah," ucap sosok itu yang mengejutkan semua roh tersebut.
Tampak jelas orang-orang yang tadi mendoakan mereka ternyata ikut disiksa. Pilu dan sesak langsung menyelimuti hati roh-roh itu karena siksaan tersebut sangat keji. Vesper menangis melihat anak-anaknya mendapatkan hukuman tak kalah mengerikan dengan dirinya.
"Apa yang kauinginkan!" teriak Boleslav ketika melihat putranya Jordan mendapat siksaan dengan cara dimutilasi hidup-hidup karena dulunya membunuh orang-orang dengan pedang pemberian Vesper.
Tubuh Vesper bergetar. Ia tak menyangka jika pedang yang diberikan kepada Jordan dan membuatnya melakukan kejahatan, membuat Vesper ikut menanggung dosa. Vesper lemas dengan pandangan tak menentu.
"Tangkap roh-roh jahat seperti pria tadi. Kalian satu tim. Sehari cukup satu roh untuk dibawa kembali ke neraka."
"Oke! Katakan bagaimana caranya! Kami siap melakukan," sahut Erik cepat yang tak sanggup melihat Jonathan disiksa.
"Bersiaplah."
***
Makasih tips koinnya Jeng Ramlah 😍 lele padamu 💋
Mereka bicara dalam bahasa Inggris. Terjemahan.
Seketika, Vesper dan timnya telah berada di suatu tempat yang tak mereka kenal. Dunia telah berubah. Tempat yang mereka datangi seperti sebuah monumen karena terdapat bangunan tinggi menjulang dan ada lambang perdamaian di bagian atas berupa burung merpati putih yang besar sedang terbang. Pada bagian lantai batu putih tertulis "Monumen Perdamaian Dunia".
Vesper dan kawan-kawan seperjuangannya hanya bisa saling memandang karena tak tahu kapan peristiwa itu terjadi mengingat mereka telah mati lebih dari 100 tahun lamannya. Para roh itu bingung bagaimana memulai tugas di zaman tersebut. Saat mereka serius menatap sekitar, tiba-tiba ....
"Akk! Akk! Akk!"
"Shitt! Burung jelek! Kau mengagetkanku!" pekik Joel kesal saat seekor gagak hitam terbang melintasi mereka.
Mata para roh menatap gagak itu lekat yang bertengger pada tangga pilar monumen. Mereka sadar jika itu adalah sosok lain dari sang Kematian.
"Akan kutunjukkan berbagai macam jenis aura manusia pada kalian," ucap gagak hitam tersebut.
Seketika, tempat yang sangat luas itu memudar dan digantikan sebuah ruangan bercahaya redup seperti berada di dalam rumah besar kuno. Tiba-tiba, muncul seorang wanita cantik bergaun putih menutupi tubuh sedang berjalan di dalam sebuah lorong menuju ke suatu tempat. Sebuah rak besi berisi makanan secara otomatis mengikuti wanita berambut panjang pirang tersebut. Mata para roh terfokus pada sosok yang tampak menyejukkan hati dan kedamaian terasa saat berada di dekatnya. Cahaya samar muncul dari tubuh si cantik menerangi sosoknya.
Tanpa sadar, kelima roh tersebut tersenyum melihat wanita tak dikenal itu dan mengikutinya. Lalu tiba-tiba, muncul seorang pria dengan aura mengerikan dan terasa kejahatan dalam jiwanya. Kening kelima roh berkerut saat melihat sosok berpakaian hitam dan berambut gondrong itu memasuki pintu ruangan di mana si wanita cantik juga berada di sana. Namun, seketika, pancaran aura jahat dari tubuh pria itu meredup saat si cantik mendekat padanya.
"Paman, sebaiknya kau beristirahat. Kau terlihat letih. Jangan sampai kau sakit," pinta wanita bermata biru itu dengan senyuman.
"Ada kau yang merawatku," jawabnya dengan wajah datar dan dua tangan dimasukkan ke saku celana.
"Tak selamanya aku ada. Istirahatlah. Kupastikan tak ada yang akan mengganggumu," ucap wanita itu yang senyumnya tak meredup meski pria di depannya berwajah suram.
Pria itu menatap tajam wanita cantik di depannya. Perlahan, aura hitam di tubuhnya kembali muncul. Praktis, hal tersebut membuat kelima roh panik seketika.
"Dia pasti akan berbuat jahat pada wanita itu. Auranya sangat mirip dengan pria di gang yang membunuh nenek! Kita harus menolongnya!" seru Erik panik.
"Hem!" jawab Axton mantap dan dengan sigap, keduanya berlari melayang mendatangi si lelaki beraura hitam itu.
Akan tetapi, WUSS!! WUSS!!
"Oh, apa yang terjadi? Aku ... aku tak bisa menyentuhnya!" pekik Erik bingung.
Axton juga melakukan hal serupa. Tangannya menembus raga lelaki itu, tetapi ia bisa mengambil aura hitam meski bentuk seperti gas itu seolah memiliki pikiran sehingga mampu terbebas dari cengkraman sang Casanova. Kening Vesper dan lainnya berkerut. Mereka mencari keberadaan gagak hitam yang tak ada di sekitar.
"Lady ...."
Praktis, panggilan itu membuat kepala semua orang dalam ruangan menoleh ke tirai.
Sang paman melangkah pergi, tetapi menyempatkan melirik ke bentangan kain besar bergelombang yang tertutup entah ada siapa di sana. Laki-laki beraura jahat itu melangkah meninggalkan si wanita cantik dalam diam. Para roh masih menatap gerak-gerik wanita tersebut hingga mereka melihat ada sosok renta sedang terbaring di ranjang tampak sakit karena banyak alat medis terpasang di tubuhnya.
"Hati-hati dengannya, Lady. Dia kejam, brutal dan tak segan membunuh siapa pun yang dianggap pengganggu. Pergi dan menghilanglah. Tak usah khawatir dengan si tua ini. Aku sudah siap jika Vorus merenggut nyawaku," ucap pak tua seraya menggenggam tangan wanita itu lekat.
Namun, wanita cantik itu tersenyum.
"Jangan berburuk sangka. Aku tak pernah melihat Vorus melakukan hal keji di depanku, Kakek. Sudah, aku suapi, ya. Jangan takut, hanya kematian yang boleh merenggut nyawamu, bukan Vorus," jawab wanita bergaun itu dengan senyuman lalu mengambil mangkuk berisi sup, siap untuk menyuapi.
Sang kakek hanya menggeleng. Ia seperti pasrah karena cucunya memilih untuk percaya pada kata hati. Wanita cantik itu tak terlihat tertekan. Ia merawat pria tua itu dengan penuh perhatian. Bahkan, saat bertemu Vorus yang diyakini oleh para roh jika pria itu berhati iblis, wanita tersebut masih percaya bila terdapat kebaikan dalam diri sang paman. Hal itu dibuktikan, Vorus tak melukai wanita bernama Lady.
"Apa yang kalian simpulkan dalam hal ini?"
"Ya, Lady baik bagaikan malaikat, sedang Vorus seperti iblis," jawab Joel santai.
"Iblis tak akan mengizinkan sekecil apa pun kebaikan singgah di hati seseorang. Mereka membenci hal itu," ucap sang gagak yang perlahan, tampilan di kastil itu memudar.
Kelima roh kembali ke tempat di mana monumen perdamaian dunia berada. Cahaya matahari menyilaukan membuat mata para roh itu menyipit, seolah mereka masih menjadi manusia. Sang Kematian sengaja membuat mereka seperti hidup, meskipun tanpa raga karena roh-roh itu membutuhkannya dalam menjalankan tugas nanti.
"Vorus tersesat. Saat hatinya berkecamuk, saat itulah roh-roh jahat masuk dalam raganya. Begitu usaha roh jahat berhasil untuk membuat Vorus menjadi pria kejam seperti keinginan mereka, roh itu akan bersemayam dalam dirinya. Semakin banyak kejahatan yang dilakukan Vorus, semakin lama ia mendekam di neraka."
"Hem, aku mengerti," gumam Boleslav yang memang jarang bicara jika tak terdesak.
"Vorus seperti kalian. Dia bisa disadarkan jika bertemu dengan orang berhati malaikat seperti Lady. Roh jahat dalam diri seperti Vorus yang harus kalian tangkap dan bawa kembali ke neraka."
Praktis, penjelasan sang Kematian membuat mata para roh tersebut melebar seketika. Tak disangka, jika pekerjaan mereka cukup sulit tak seperti yang dibayangkan.
"Bagaimana kami menarik roh jahat keluar dari raga seorang manusia?" tanya Vesper cepat.
"Ya, Axton dan Erik saja tak bisa menangkap roh jahat itu. Mereka sudah melakukannya tadi jika kau melihatnya," sindir Joel. Tiba-tiba, "Arghhh!"
"Joel!" teriak Vesper panik saat roh keturunan Borka itu tiba-tiba terlilit rantai besi.
Vesper dan lainnya terlihat tegang karena Joel seperti disiksa. Rantai itu bergerak sendiri seperti memiliki jiwa. Ia melilit roh Joel seperti ular.
"Agg, agg ... si-sial ...," gerutu Joel tersiksa.
"Bahkan saat kau sudah mati, sikapmu tak berubah, Joel Ramos. Entah kenapa kau yang terpilih. Jika bukan karena perintah-Nya, aku tak sudi memuntahkanmu dari neraka," ucap sang gagak yang membuat napas para roh tersengal.
KRANGG!!
"Hah! Hah!" engah Joel saat rantai yang menjerat lehernya terlepas berikut rantai lain yang melilit tubuh.
Vesper tak berani mendekati mantan suaminya itu karena dirasa jika Joel memang keterlaluan dalam bicara, terlebih kepada sang Kematian. Vesper memilih kembali fokus meski ia mencemaskan pria berdarah campuran Rusia-Filipina itu.
"Sebagai awalan, kalian kuizinkan melakukan cara ini. Sampai saat salah satu dari kalian bisa mengendalikannya, kuanggap sebagai larangan," ucap sang Kematian yang membuat kening para roh berkerut.
"Apa maksudnya? Kau paham?" tanya Axton menoleh ke arah Erik. Mantan suami Vesper menggeleng tidak tahu.
"Tolong jelaskan," pinta Boleslav sopan.
"Tak cukup dengan roh saja, harus ada raga untuk menahan roh jahat saat ditarik keluar dari tubuh seorang manusia."
"Wait. Maksudmu ... kami merasuki tubuh seseorang?" tanya Vesper menebak.
"Benar. Oleh karena itu, kalian kujadikan satu tim. Dua orang memegangi raga manusia itu, dan sisanya menarik roh jahat. Setelahnya, gunakan rantai ini untuk menjerat roh jahat tersebut agar tak kabur."
"Woah!" kagum Axton saat sebuah rantai berwarna emas terbang melayang ke arahnya. Sang Casanova menerima rantai yang bergerak seperti memiliki jiwa itu lalu tiba-tiba masuk ke dalam telapak tangannya dan menghilang. "Oh! A-apa yang terjadi? Ke mana perginya?" tanya Axton bingung.
"Rantai itu tersimpan dalam rohmu, Adrian Axton Giamoco. Jumlah rantai itu tak terbatas. Saat dua tanganmu memegang roh jahat, rantai belenggu akan melilit roh jahat dengan sendirinya."
"Wow, ini hebat!" ucap Axton bangga seraya bertolak pinggang.
"Namun, ingat. Semakin keji manusia itu, semakin sulit roh yang akan ditarik. Kalian harus bekerja sama dengan baik. Roh jahat bergerak sangat cepat dan mampu keluar dari raga yang dirasukinya. Mereka bisa berpindah merasuki jiwa manusia rapuh lainnya."
"Kami mengerti. Jadi ... berapa banyak roh jahat yang harus kami tangkap untuk menyelesaikan tugas ini?" tanya Erik penasaran.
"Sampai kalian memutuskan berhenti."
"What!" pekik kelima roh itu tertegun karena hal tersebut dirasa adalah pertanda baik mengingat mereka bisa hidup lama di Bumi tanpa harus kembali ke neraka.
Akan tetapi, ingatan tentang orang-orang yang disiksa dalam neraka seperti mereka, membuat kebahagiaan itu terasa canggung. Ada hal yang salah meski mereka lega karena menunda penyiksaan.
***
Wah makasih again tips koinnya Jeng Ramlah ❤️ lele padamu 💋 LAP lainnya jangan lupa dukungannya ya😍
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!