NovelToon NovelToon

Hati Yang Terjual

Sepakat.

Dengan tanpa basa basi, Raya meninggal kan ruangan tempat dia dan ayahnya berbicara, ruangan itu adalah ruang tamu mansion besar keluarga nya. Suasana hening walaupun di sekitar nya banyak pelayan, hanya ketukan hells milik nya yang terdengar di ruangan itu. Raya menatap sekeliling jika benar keluarganya bangkrut maka mereka semua akan kehilangan pekerjaan, namun pernikahan adalah hal yang ingin dia lakukan sekali seumur hidup namun bagaimana bisa hal itu terjadi jika dia menikah dengan seorang laki-laki bangsawan yang cukup tersohor itu, bukankah sudah biasa untuk orang-orang kaya memiliki lebih dari satu istri sama seperti ayahnya yang memiliki dua istri. Sementara dirinya hanya ingin menjadi istri satu-satunya untuk suaminya.

"Ayah, bukan kah ayah tahu aku ingin menjadi seorang istri satu-satunya untuk suamiku. Jika aku menikah dengan orang itu, bagaimana bisa itu terjadi. Kenapa ayah mesti menikahkan aku? Kenapa buka Rivana yang merupakan anak haram itu."

Raya berucap dengan lantang, seluruh rumah mendengar ucapan itu begitu juga dengan Rivana, yang merupakan saudari Rayana mereka sama ayah tapi beda ibu.

"Dia itu kakakmu, bagaimana bisa kamu berbicara seperti itu." ucap Calveen dengan keras dia membentak putrinya itu.

"Ayah, apakah masuk akal anak pertama yang lahir dari istri ke dua." timpal Raya sebelum akhirnya pergi dari tempat itu.

Rayana Calveen, seorang gadis bermata biru dengan tubuh putih mulus kini dia berusia 25 tahun, memang sudah waktunya dia menikah namun saat ini dia hanya ingin menjadi satu-satunya istri untuk suaminya. Rayana Memiliki seorang saudari mereka beda ibu namun satu ayah namanya Rivana Calveen, sejak kedatangan nya ke Mansion Calveen, dia sudah mulai merebut satu persatu dari Rayana, mulai dari kasih sayang ayahnya hingga kamar pribadi dan yang lainnya. bahkan hingga saat ini Raya masih harus mengalah demi keluarga mereka.

Aleen Abercio, seorang pria tampan rupawan yang menjadi seorang pewaris tunggal. Berkat kegigihan dan kerja kerasnya dia sudah menjadi seorang CEO di usia 25 tahun dan kini usianya telah menginjak angka 28 tahun.

Aleen sendiri adalah laki-laki yang kurang suka dengan perempuan dia selalu menganggap perempuan itu adalah makhluk yang ribet dan susah di atasi.

"Tuan di bawah ada tamu yang ingin bertemu dengan anda, apa anda ingin menemui nya?" tanya Theo yang merupakan asisten pribadi dari Aleen.

"Theo, bukankah kamu tau mana yang penting dan tidak penting jadi kamu bisa mengaturnya jika itu penting." jawab Aleen sambil menatap tajam ke arah Theo yang membuat laki-laki berkaca mata itu mengeluarkan keringat dingin.

"Tapi tuan yang datang bukan rekan bisnis jadi saya tidak bisa mengambil keputusan." ucap Theo sambil menyeka keringat yang bercucuran di kening nya.

"Jadi siapa yang datang?" tanya Aleen sambil terus menatap sekertaris nya hingga dia salting karena ketakutan.

"Nona Rayana Calveen." jawab Theo.

Aleen membuka matanya lebar-lebar kemudian dia beranjak dari tempat duduknya dan berlalu keluar begitu saja. Hal itu justru membuat Theo semakin tidak tau apa yang harus dia lakukan dan apa yang akan di lakukan.

"Theo, lain kali kamu harus mengubah panggilanmu kepadanya menjadi Nyonya."

Hal gila apalagi yang di ucapkan sang presdir bagaimana bisa dia memanggil nyonya kepada seorang wanita yang belum menikah, bukankah itu akan merusak reputasi seseorang. Walaupun Aleen sudah menyarankan untuk menyumbangkan dana yang tidak kecil kepada perusahaan Calveen dengan syarat dia harus menikah dengan Rayana namun hal itu belum di putuskan oleh Calveen, dia berkata untuk bertanya dan berdiskusi dengan keluarganya terlebih dahulu.

Aleen berjalan dengan langkah kaki yang santai, sementara Theo mengikuti nya sambil sesekali menyeka keringat dingin. Apa yang harus dia lakukan dengan calon nyonya nya, ya itu jika Rayana mau. Dia bisa ikut berdebat dengan urusan bisnis namun dia tidak bisa ikut berdebat karena urusan rumah tangga, sungguh ironis dia sendiri tidak ada pengalaman untuk itu.

Sampai di tempat yang di tuju, seorang wanita tengah duduk sambil menikmati secangkir teh yang di hidangkan di perusahaan itu. Rayana menatap ke luar gedung megah itu, pantas saja tempat itu di juluki kerjaan bisnis karena memang tempatnya sangat besar dan megah.

"Nona Rayana ya?" tanya Aleen dengan spontan yang membuat Raya kaget hingga percikan teh nya mengenai celana Aleen.

"Ahh... maaf." ucap Raya gugup.

"Tidak apa-apa." jawab Aleen.

Theo yang berada di belakang ternganga melihat hal itu, keringat dingin yang baru saja bercucuran seakan-akan hilang begitu saja. Orang yang rela memutuskan proyek ratusan milyar hanya karena tidak sengaja di pegang oleh nona pemilik proyek kini justru biasa saja saat teh itu menyembur ke celana nya.

"Nona Rayana, Saya Aleen Abercio."

Aleen mengulurkan tangan nya kemudian Raya menanggapi hal itu dengan senyuman manisnya, walaupun kesannya di paksakan karena memang dia sangat canggung hari ini.

Aleen mengajak Raya ke sebuah ruangan khusus yang ada di perusahaan itu, ruangan yang memang di desain khusus memilki dinding kedap suara yang baik hal itu berfungsi untuk meminimalisir kejadian bocornya hal-hal penting atau proyek penting perusahaan.

Raya mengamati tempat itu udaranya sejuk dan nyaman, desain casual dan elegan di dominasi dengan warna abu-abu.

"Tuan anda suka sekali warna abu-abu?" tanya Rayana dengan mata tetap menatap seluruh ruangan itu.

"Nona Rayana, apakah anda datang jauh-jauh kesini hanya untuk bertanya tentag hal sepele seperti ini."

Aleen bukan tidak sabar menghadapi Rayana namun dia ingin gadis itu mengatakan maksud kedatangannya terlebih dahulu daripada mengurusi hal tidak penting seperti itu.

"Tuan saya tidak ingin di jual hanya untuk menutup hutang ayah, saya sadar diri tuan jika saya tidak seberharga itu."

"Nona Rayana aku tidak bilang aku membelimu, aku hanya bilang pada ayahmu jika aku mau berinvestasi jika aku menikahimu."

"Jika hanya untuk menikah kenapa harus aku tuan? Kenapa tidak Rivana, ayah selalu bilang jika dia lebih baik daripada aku."

"Nona Rayana aku dan kamu itu sama, aku tidak suka banyak wanita yang merepotkan. sedangkan untuk kakakmu apakah kamu berfikir anak yang lahir di luar nikah itu pantas untukku,"

Rayana terdiam sejenak jadi Aleen tau tentang kakaknya yang merupakan anak haram, bagaimana bisa dia tahu apakah laki-laki itu menyelidiki keluarganya.

"Itu artinya tuan tidak akan memiliki selir atau istri selain saya kan?" tanya Rayana sambil menatap laki-laki bertubuh tegap di depannya. laki-laki itu mengangguk.

"Tuan aku suka berbelanja dan menghabiskan uang." ucap Rayana.

"Dan aku punya uang yang bisa kau habiskan nona."

Rayana tersenyum kemudian dia berkata "Sepakat." sambil membungkukkan badannya. Tak lama kemudian Rayana izin pamit keluar dia hendak pulang dan mengizinkan ayahnya untuk menerima pernikahan itu. Aleen tersenyum menatap wanita itu pergi, wanita yang sangat takut jika seorang laki-laki memilki istri lain. Ada apa sebenarnya dengan Rayana kenapa dia berkata bahwa dia suka menghabiskan uang.

Theo yang berada di belakang Aleen pun mengusap keringat, kenapa laki-laki kaku itu tiba-tiba tersenyum seperti itu.

"Theo, kenapa Rayana bilang bahwa dia suka menghabiskan uang? Bukankah hal biasa bagi nona muda menghabiskan uang."

"Itu karena nona Rayana, oh tidak maksudnya Nyonya. Karena setiap kali dia habis membeli sesuatu ayah ataupun ibu tirinya akan berteriak jika dia hanya suka menghabiskan uang. Walaupun barang yang di beli tidak seberapa hal itu akan berbeda dalam cerita orang tuanya."

.

.

.

Tatapan Itu

Rayana dengn suasana hati yang baik kembali ke mansion walaupun tempat itu sudah bukan tempat yang nyaman untuknya setelah ibunya meninggal namun dia tetap kembali ke sana, karena Rayana tidak ingin tempat yang di wariskan kakeknya untuk dirinya di miliki oleh ibu dan anak yang datang ke sana sebagai tamu tersebut.

“Ayah, aku akan menikahi Aleen Abercio, laki-laki itu sangat tampan dan ramah. Tatapan matanya benar-benar membuat duniaku seakan-akan ingin

runtuh.”

Rayana berucap dengan ekspresi yang bangga karena di sana ada kakak dan ibu tirinya, tujuannya adalah membuat orang-orang itu iri. Dan benar saja Rivana menggigit bibirnya karena amarah dan cemburu.

“Kamu datang menemui tuan Aleen?” tanya ayahnya sambil mengerutkan keningnya.

“Benar sekali ayah, awalnya aku ingin bertanya kepada tuan Aleen kenapa dia mau menikahi aku bukan Rivana, padahal ayah selalu mengagungkan Rivana dan merendahkan aku. Kamu tau apa jawaban nya ayah."

Ayahnya menggeleng melihat tingkah antusias ayahnya sebenarnya ibu tirinya sudah tidak tahuan lagi namun dia ingin tahu apa alasan tuan Aleen tidak ingin menikahi Rivana.

"Tuan Aleen bilang, anak haram seperti dia tidak pantas untuknya. Dengan gagah dan sorot mata yang tajam tuan Aleen berkata 'Nona Rayana, apakah anak haram seperti itu pantas mendampingi ku.'"

Bagaikan menemukan jackpot, Rayana mengatakan itu dengan antusias kemudian dia berjalan dengan langkah kaki tenang, ibu tirinya hendak mengayunkan tangannya dan menampar Rayana namun dengan sigap Rayana menangkap tangan wanita itu kemudian berkata.

"Nyonya Calveen, yang hendak kau tampar ini adalah calon nyonya Aleen Abercio, apa kamu berani melakukannya."

Mendengar hal itu Rivana semakin mengigit bibirnya karena cemburu dan iri, apapun yang tidak bisa dia miliki jangan sampai orang lain memiliki nya apapagi itu Rayana.

"Ahhhh.. akhirnya aku bisa segera meninggalkan kamar kumuh di rumah ini. Ayah aku titip rumah ini ya, aku ingat rumah ini di wariskan kepadaku oleh nenek. Jangan sampai tamu-tamu kita mengklaim rumah ini miliknya." ucap Rayana dengan senyuman nya yang manis, walaupun senyuman itu terkesan di paksakan namun dia sangat puas dengan hari ini.

Rayana masih dengan senyuman yang manis, berani sekali dia menggunakan nama tuan Aleen untuk mencari alasan namun benar-benar keajaiban bahkan namanya saja sudah memberinya keamanan yang sangat dia butuhkan, ibu tirinya bahkan tidak berani memukulnya. Biasanya cacian dan pukulan sudah biasa dia rasakan saat ucapannya sudah tidak lagi sesuai dengan keinginan ibu tirinya.

Rayana merebahkan tubuhnya di ranjang kecilnya kemudian dia menatapi ponselnya, benda kuno yang dia gunakan itu adalah bekas dari Rivana namun dia tersenyum karena hal itu bisa dia gunakan untuk membuka kedok dari ibu tirinya bagaimana tidak, anak kandung nya selalu menggunakan benda-benda baru sementara anak tirinya menggunakan benda-benda usang, hal itu pasti bisa menyita perhatian publik.

Banyak sekali rencana yang ingin di jalankan oleh Rayana mungkin hal itu akan biasa saja jika semuanya berada di dalam kendalinya. Sementara itu di luar sana ayah dan ibu tirinya masih berdiskusi mengenai rencana untuk mengatur pernikahan itu.

"Kalian jangan coba-coba mengacaukan ini, kalian masih bisa tinggal di tempat ini karena kebaikan hati Rayana, jika dia sudah memilki keinginan agar kalian tidak tinggal di sini siapapun tidak akan bisa untuk menghentikan keputusannya. Seperti yang dia katakan Mansion ini memang di wariskan oleh neneknya untuk Rayana."

Iri dan dengki kenapa mesti dia yang terlahir sebagai anak haram, kenapa bukan Rayana namun semua itu kembali pada takdir, bukankah itu arinya Rayana akan memakai gaun mewah dan menjadi pusat perhatian seluruh wanita. Bukankah harusnya semua itu menjadi miliknya kenapa sekarang harus menjadi milik Rayana.

“Sial kenapa mesti wanita itu, semua ini harusnya menjadi milikku. Apa yang di lihat tuan Aleen dari wanita yang tidak berguna itu.”

Rivana menampik semua yang ada di depannya, prabot vas dan lain-lain pecah dan berserakan di lantai. Hal itu memang sudah biasa di lakukan saat dia kesal namun kali ini dia benar-benar kesal, kenapa wanita itu bisa mendapatkan segalanya dengan mudah sementara dia harus berjuang dulu.

“Tenang dulu, kita bisa menggagalkan pernikahan mereka, namun kamu harus memastikan rancana ini tidak bocor sampai ke telinga ayahmu.”

“Kenapa seperti itu bukankah kita selalu mendapat dukungan dari ayah?”

Rivana nampak heran saat ibunya merencanakan sesuatu tanpa memberitahu ayahnya terlebih dahulu. Karena biasanya ayahnya selalu mendukung apapun yang mereka lakukan kecuali membunuh orang. Namun kali ini kenapa ibunya memilih melakukan itu secara diam-diam.

“Karena ayahmu tidak akan membiarkan siapapun mengganggu keuntungannya, termsuk kita.”

Mendengar hal itu Rivana mengangguk paham, dua anak yang memiliki nama yang hampir sama namun memiliki tempramen yang berbeda, ayahnya memilih nama-nama itu supaya mereka menjadi dekat namun siapa sangka mereka justru tidak bisa akrab. Rivana kini tahu alasan ibunya,  pernikahan Rayana dan Aleen memang sebuah keuntungan bagi ayahnya jadi sekeras apapun dia mencoba dan meminta ayahnya untuk tidak melangsungkan pernikahan itu ayahnya pasti akan menolak dan memperingatkan mereka untuk tidak macam-macam jadi sekarang jalan satu satunya

adalah melakukan semuanya sendiri.

Nyonya Calveen atau Sandra, mengingatkan bawahannya untuk membereskan tempat itu dan membersihkan seperti semula, kemudian Sandra dan Rivana beranjak dari tempat itu. Dan saat itu tuan Calveen hendak keluar dari rumah menyaksikan hal itu.

"Kenapa barang-barang ini hancur?" tanya Calveen kepada pelayan yang hendak membersihkan tempat itu.

"Nona Rivana memecahkannya tuan."

Calveen menghela nafas kemudian dia memperingatkan pelayan itu untuk mengawasi ibu dan anak itu agar tidak menganggu keuntungannya. Mungkin dahulu adalah keputusan yang salah terlalu cepat untu membawa anak dan ibu itu masuk ke dalam rumah itu hingga mereka tidak sadar akan posisinya.

"Ingatkan juga kepada mereka, jika mereka terus memecahkan barang maka uang bulanan akan di potong seharga barang tersebut."

pelayan tersebut mengangguk kemudian menjawab baik tuan, meskipun itu bukan awal yang bagus untuk Rayana karena pasti Rayana akan menjadi orang pertama yang di anggap membuat mereka susah, namun itu awal yang baru untuk mengatur pengeluaran di mansion yang membengkak sejak ibu dan anak itu datang.

"Kemana ayah pergi?" tanya Rayana saat dia keluar dari kamar dan melihat ayahnya menutup pintu.

"maaf nona kami kurang tahu." ucap pelayan yang tengah membersihkan ruang tamu keluarga tersebut.

"Vas yang harganya ratusan juta pecah begitu saja, benar-benar orang yang tidak tahu caranya menghargai uang." ucap Rayana sambil melihat tumpukan serpihan vas yang ada di lantai.

.

.

Bekas Luka

Rayana tengah menuang air minum ke dalam gelas, walaupun pelayan di sana tidak melayani dia seperti halnya melayani Rivana karena takut jika terlalu baik ke raya mereka akan di pecat, namun mereka masih menaruh hormat sewajarnya kepada Rayana dan tidak memperlakukan Raya seperti orang asing ataupun dengan tidak baik.  Raya tengah meneguk air yang baru saja dia tuang dengan perlahan dan anggun, hidupnya yang baru akan segera di mulai.

“Raya kenapa kamu tidak menyusul ayahmu? Bukankah dia akan bertemu dengan tuan Aleen, mungkin saja membahas soal pernikahanmu atau membahas soal membatalkan pernikahan itu.”

“Rivana, tidak ada gunanya kamu memprovokasi aku. Nyatanya semua yang kamu perjuangkan sampai sekarang masih milikku, sebaiknya kamu berfikir

kapan kamu hendak angkat kaki dari tempat ini. Seperti yang aku katakan tempat ini milikku, baik status, kekayaan dan pasangan sempurna semuanya milikku. Kecuali status sebagai anak haram apa yang bisa kamu miliki.”

Byur air panas yang ada di cangkir stanilees steel berukuran 500 ml yang ada di tangan Rivana mengalir begitu saja membasahi rambut dan bahu Rayana, gadis itu menutup matanya dan mengrenyit kesakitan. Rayana menjatuhkan gelasnya dan seketika gelas itu pecah, rasa sakit di leher dan bahunya membuat dia tidak bisa memegang gelas dengan baik. Biasanya Rivana jika menyiramkan air tidak di bagian-bagian

yang berakibat fatal seperti itu.

“Nona-nona anda tidak apa-apa?” tanya seorang pelayan dengan sigap mendekati Rayana, sementara satu orang lain datang untuk memberitahu nyonya mereka.

“nyonya-nyonya gawat, nona Rivana menyiramkan segelas airmendidih ke leher nona Raya. Dengan status nona Raya saat ini saya kha...?” belum sempat pelayan tersebut menyelesaikan kata-katanya sandra sudah pergi begitu saja.

Sampai di tempat kejadian perkara, ibu satu anak itu melihat Rayana yang meringis kesakitan sambil memegangi rambutnya dengan tangan yang gemetar, sekujur tubuh Raya sudah hampir basah ada bercak darah juga yang keluar dari tubuhnya.

“Kenapa kalian diam saja, kenapa tidak segera bawa kerumah sakit.”

Setelah mendengar itu seluruh orang menjadi panik, mereka berusaha untuk membawa raya ke rumah sakit dengan mobil yang ada di rumah, karena jika memanggil ambulan hal itu akan menyebabkan kepanikan yang tidak perlu. Rayana di papah keluar dari mansion besar itu oleh seorang pelayan tua,

pelayan itu adalah pelayan pribadi mendiang ibunya yang punya hak istimewa terus melayani Rayana sampai dia tua dan tidak kuat bekerja bibi Sui namanya.

Wanita tua itu melirik sinis kepada Rivana, kenapa setiap anak itu melakukan kesalahan keluarga itu selalu menutupinya dengan baik, dia sudah sangat merasa kesal dengan tingkah ibu dan anak itu.

“Bibi ini perih sekali.” Ucap Raya sambil menahan air

matanya.

“Kita akan segera pergi ke rumah sakit nona, jika tidak

tahan menangislah. Air yang hampir setengah teko teh ini mungkin akan membuat kulitmu melepuh. Apalagi cangkir yang di gunakan adalah cangkir yang tahan

panas.”

Bibi Sui terus mengipas leher dan bahu Rayana, walaupun mobil itu sudah full ac namun Rayana masih terus mengerang kesakitan.

“Berapa lama lagi kita akan sampai?” tanya bibi Sui kepada supir yang mengemudi.

“Jalanan sedikit macet, karena ini jam pulang kerja.”

Bibi Sui menghela nafas dia tidak tega melihat Raya

mengerang kesakitan, wanita itu pasti merasa sangat terbebani karena kebaikan yang pernah di lakukan oleh ibu dan nenek rayana kepada keluarganya. Bibi sui

menghela nafas, dia melihat ke sekeliling nampak sosok tidak asing di depan matanya.

“Tuan besar.” Ucap bibi Sui sebelum akhirnya dia keluar dan menghampiri mobil mewah yang nampak atasannya itu dari luar.

Wanita yang berusia kurang lebih 40 tahun itu bergegas keluar dan mendekati mobil mewah yang di naiki oleh tuannya itu.

“Tuan besar-tuan besar.”

Sui memanggil tuannya itu dengan lantang hingga siapa saja yang berada di dalam mobil itu menoleh ke arahnya.

“Ada apa? Kenapa kamu di sini?” tanya Calveen yang

terheran-heran melihat wanita itu di jalan.

“Tuan tolong cari jalan ke rumah sakit tercepat, nona Raya disiram air panas oleh nona Rivana dan sekarang bahunya melepuh hingga mengeluarkan darah.”

Mendengar hal itu Calveen gelagapan, karena yang duduk di dekatnya adalah aleen, laki-laki paruh baya itu mengeluarkan keringat dingin.

“Jadi ini caramu merawat calon istriku tuan, kamu membiarkan dia di tindas?”

Aleen tidak lagi ingin mendengarkan penjelasan dari calon ayah mertuanya, kemudian dia turun begitu saja menghampiri mobil yang tengah ikut terjebak macet tersebut. Dia mengeluarkan rayana menggendong gadis itu masuk ke dalam mobil.

“Nona anda harus baik-baik saja.”

“Bibi kamu bisa ikut masuk kesini.” Ucap Aleen yang membuat Theo memelototkan bola matanya, biasanya tidak sembarang orang bisa masuk ke

dalam mobil itu dan kini pelayan pun ikut masuk.

“Tapi tuan pakaian saya kotor, saya takut mengotori mobil tuan.”

“Masih lebih penting mana antara mobilku dengan nonamu.”

“tentu saja nona saya.”

“Jika begitu masuk, jangan mengulur waktu.”

Sui mendengar nada datar dari dalam mulut Aleen, nada itu benar-benar membuat bulu kuduknya merinding kemudian dia duduk di samping Theo.

"Maaf tuan saya harus ikut dengan anda."

"Tentu itu tidak masalah bi." jawab Theo lebih tenang dari Aleen sendiri.

mobil itu melesat melewati jalan-jalan kecil mencari jalan pintas menuju rumah sakit, Raya sendiri masih terus meringis kesakitan sambil berusaha memegangi bahunya.

"Kenapa dia bisa kesakitan seperti ini?" tanya Calveen kepada bibi sui.

"Maaf tuan besar, saat itu waktu perusahaan hampir jatuh dan anda sedang berada di perusahaan menangani kekacauan. Nyonya dan nona Rivana bertengkar dengan nona Raya, dan nona Rayana mendapat pukulan cambuk beberapa kali. Jadi mungkin luka itu semakin sakit karena terkena air panas."

Mendengar hal itu Calveen mengehela nafas, benar-benar si4l dua wanita itu, mencintai wanita itu mungkin adalah dosa terbesar Calveen bukankah sudah berkali -kali di peringatkan untuk tidak membawa masalah bagi keuntungan nya tapi nyatanya ibu dan anak itu tidak pernah puas dan selalu membuat masalah.

"Jadi intinya dia dianiaya karena uang?" Aleen bertanya dengan nada datar dan bibi sui tidak menyadari itu.

"benar seperti itu tuan." jawab Sui.

"Tuan berapa harga yang harus saya keluarkan untuk membeli keselamatan dan keamanan nya sebelum saya bisa membawanya untuk tinggal bersama saya."

mendengar hal itu bibi Sui kaget, ternyata orang yang bertanya kepadanya bukanlah tuan besarnya melainkan Aleen calon suami dari nona nya. Sampai saat ini tidak tahu berapa banyak luka yang di tanggung oleh Raya karena keluarga baru ayahnya.

.

.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!