NovelToon NovelToon

Ghost Paviliun

Hal Ganjil Milen

Milen sedikit pusing, dirinya yang ingin mengantar tugas skripsi, entah kenapa dibuat syok pening kepalanya, ketika melihat wanita berpakaian putih ke arah pohon tanpa kaki.

Ssssrrt!! Milen seolah berada di tempat lain, menatap beberapa orang bak saat ini ia diperlihatkan sesuatu.

"Karena kau, kami akan terbongkar! jadi ada baiknya kalian, kami lenyapkan sekarang juga!" ujar pria dengan wajah bersarung hitam.

Milen melihat tatto yang mirip dengan pelaku, sehingga Milen memencet tanpa orang itu tahu dari bilik belakang tangannya, dan membusungkan tongkat agar tiga pria itu pergi.

"Jadi bapak yang bunuh teman saya kan, kalian sadis. Harusnya dihukum mati agar mengurangi populasi manusia berhati iblis yang sangat jahat! kalian tidak punya hati, orangtua mereka sangat sedih. Bagaimana jika semua terjadi berbalik pada keluarga bapak?!" teriak Milen tapi tidak di dengar, saat melihat wanita berpakaian putih terbunuh.

"Banyak omong, bocah kencur! kau mati sekarang, jangan nasehati kami. Hyaak."

Milen menunduk, bahkan melindungi wanita itu. Tapi belum sempat lima centi, beberapa polisi mengerahkan senapan. Membuat pelaku yang mencelakai tidak jadi, ia ketar ketik pergi. Tapi sebuah borgol sudah menerjam mereka.

"Angkat tangan! kami tim polisi!"

Satu pelaku ditembak kakinya, satu lagi mengenai lengannya. Milen yang panik, tak punya bela diri ia menarik nafas dengan lega.

"Udah di amanin sama polisi, lepasin badan gue!" ujar Milen menatap tajam.

"Eh, iya. Sory Milen."

"Modus lo." sebal Milen, ia menepuk celananya banyak daun yang menempel.

Sosok Milen seolah terlihat tapi tak dianggap, melihat beberapa adegan mengenaskan. Milen mencoba kembali tenang dan pulang, entah kenapa Milen merasa hal aneh sering menimpanya.

Setelah perjalanan yang cukup melelahkan aku ingin bersantai dulu hari ini. Setidaknya agar besok ketika aku sudah harus bekerja, aku akan lebih fresh. Jadi segera saja kulangkahkan kakiku menuju sebuah pondok yang letaknya dekat dengan tebing yang langsung menghadap ke pantai.

Kata Milen, pamannya sengaja mendesain paviliun di sana agar bisa menikmati pemandangan indah ketika pagi dan sore hari. Bahkan, kata Milen jika beruntung akan melihat kumpulan ubur-ubur yang terlihat bersinar di malam hari. Paman yang baik sekali, membuat pondok dekat dengan alam, tak sedikit pemandangan hotel milik paman Milen, sangat indah bernama Paviliun Family.

Aku tidak tau apakah itu benar, yang pasti saat ini aku sedang sangat ingin berendam air hangat. Meski begitu kami tidak boleh boros dalam menggunakan sumber daya listrik atau kami akan berada layaknya di zaman purba yang gelap, dan tanpa fasilitas pendukung.

Setelah melihat paviliun yang akan ditinggali selama masa pengerjaan proyek Paviliun Black Park, awalnya aku memang merasa sedikit aneh mengingat aku biasa tinggal di rumah yang luas dan penuh dengan fasilitas mewah.

Well, tidak masalah selagi tidak terlalu menyulitkan ku. Nyatanya Milen memang bisa diandalkan. Di kamar mandi yang tidak terlalu luas ini ia sudah menyiapkan air hangat di bak mandi. Bahkan, entah aroma terapi apa yang ia tambahkan sehingga aromanya semerbak dan menenangkan.

Tanpa membuang waktu Milen pun segera menanggalkan semua pakaian dan masuk ke dalam kubangan air yang memang sangat hangat dan nyaman ini. Sayangnya Milen lupa memesan jus untuk teman mandiku.

Kutarik nafas dalam, kemudian ku pejamkan mataku dan berusaha untuk merilekskan pikiranku. Tapi tiba-tiba, entah apa yang terjadi tapi lampu di kamar mandi mendadak padam. Seketika aku pun mulai panik karena jujur saja aku tidak takut apapun kecuali gelap.

Aku mungkin akan terlihat sangat payah ketika berada di tempat yang gelap. Bukan karena takut akan muncul hantu atau sejenisnya. Tapi nafasku terasa sangat sesak ketika aku berada di tempat yang gelap. Seolah semua dinding, menjadi bergerak dan berusaha menghimpit ku.

Dengan panik akhirnya aku berusaha mencari handuk dalam kegelapan. Untungnya aku menemukannya dengan mudah dan segera kulilitkan di pinggangku. Aku tau seharusnya dalam keadaan seperti itu, aku harus mencari senter atau setidaknya lilin sebagai penerangan.

Entah kenapa, Milen yang menginap di paviliun milik paman. Terlihat sepi, padahal bangunan sangat keren. Tanpa sadar, satu pohon bergerak tanpa adanya angin, kursi dan meja bergerak ke kanan dan ke kiri. Milen menyudahi aksi berendamnya, ia lilitkan handuk untuk menutupi tubuhnya.

Milen segera mengambil sandal, setelah itu dengan cepat ia menutup pintu kaca, dan menutup hordeng. Tanpa sadar sebuah cahaya kilat dan petir, menampakan sebuah wajah dan muka seseorang dengan suara yang tidak biasa.

Sssssh! jauhi kamar ini, paviliun ini milikku! bisikan nyata membuat Milen menutup kedua kupingnya.

Suara gamblang, memekik telinga Milen. Milen merasakan ketakutan, ia merasakan ada yang berbeda. Tidak tau kenapa, sosok itu sepertinya buatan atau sengaja di taruh di paviliun ini.

Cepat cepat Milen berlari ke kamar, ia mengambil pakaian dengan cepat memakainya. Setelah ia meraih tas, ponselnya terjatuh. Satu benda membuat Paviliun terpental ke kening, dan terjatuh.

"Braaagh."

Aarggh, sakit sekali. Milen bangkit, dan terdengar suara gedoran pintu dengan kencang.

Dor .. Door .. Dor.

Suara ketukan itu hingga delapan kali dengan keras, Milen kembali fokus. Menutup mata agar raganya tahu, siapa sosok di depannya ini.

'Kamar ini keramat, penunggunya disini sengaja di taruh. Setiap yang menempati kamar ini, dia akan kembali dengan kecelakaan.' batin Milen begitu saja.

Milen berlari dan terbentur, sehingga nampak seseorang menyapa Milen.

"Mil lo kenapa?" tanya Brian.

"Dia datang, orang itu bawa ayam hitam, kain hitam dan pisau. Lalu setiap ktp yang memesan atau mendapatkan kamar ini secara gratis, dia akan dijadikan tumbal dengan darah ayam di atas kain hitam dan identitasnya." lirih Milen, yang menengkuk lehernya dan Brian berusaha menarik nafas, membawa Milen ketempat terang.

Buugh!

Saat Brian mengangkat Milen mencoba membantu Milen berdiri, tiba saja kepala Brian di pukul oleh seseorang dari belakang, hingga Milen pun ikut terjatuh.

Milen hanya mendengar suara seseorang dengan berbisik, karena raganya saat itu berada di alam lain, layaknya berkomunikasi apa yang terjadi.

"Angkat cepat dia! bawa dia pergi ke tempat biasa." ucap orang asing.

Tapi baru beberapa saat tertidur, entah kenapa aku merasa udara terasa begitu dingin. Bahkan aku bisa mendengar suara desiran angin dengan sangat jelas. Kubuka mataku yang sebenarnya masih terasa sangat berat.

Dan astaga! Apa ini?! Kenapa tiba-tiba Aku dan Brian berada di depan bangunan Paviliun Black Park?! dengan kaki, tangan terikat dan lilin mengelilingi.

Milen sudah terikat, mencoba berteriak memanggil Brian segera sadar, entah kenapa ruangan gelap gulita membuat Milen bingung dengan apa yang terjadi dengannya saat ini.

Toloooong! Brian bangun!! teriak Milen, yang sedikit ketakutan melihat apa yang ada di depannya.

Tbc.

Dua Hari Sebelumnya

Menjelang pagi, Brian dan Milen sudah membereskan kemah. Terlihat kedua temannya sudah bersiap, mereka akan melanjutkan perjalanan menuju paviliun yang ditunjukan guru masternya sebagai lanjutan skripsi.

"Udah beres semua kan? pokoknya jangan ada sampah disekitar bekas semalam. Nanti kita mampir dulu ke danau, mayan buat bersihin diri." ujarnya.

Semua menurut, kala itu Brian berada tepat paling belakang. Meski ia sendiri penakut, tapi berhubung ini adalah pagi. Mau tidak mau Brian mengawal tiga wanita di depannya itu. Hingga dalam beberapa puluh menit, benar saja mereka bisa melihat pak Kola dan regu lainnya.

Brian bahagia, sehingga seluruh teman camping menyalaminya dan bersyukur karena ia bisa ditemukan. Termasuk guru mereka pak Kola. "Syukurlah, kami semua disini udah minta bantuan desa loh. Nah sekarang kalian mending cari kamar di temen kalian yang masih kosong! kemah kita di percepat karena kalian hilang. Besok kita kembali!" ujar pak Kola.

"Kamar saya dimana pak?" tanya Brian.

"Lah kamu kan cowo, cari bantuan sama temen kamu yang lain. Kalau ga salah, kamar satu lagi yang kosong. Dan itu mau di pakai untuk anak perempuan. Milen! cepat temui regu B, kalian bisa taruh barang kalian dulu! dan bersih bersih!" ujar pak Kola.

"Iy pak."

Milen kembali dengan lelahnya, satu hal yang ia tapaki alas villa kayu itu. Membuat Milen konsentrasi dadakan seperti strum dan magnet, seolah dirinya memejamkan mata dan raganya melayang di tempat yang gelap. Saat itu Milen lemas ketika samar melihat adegan sebuah pembunuhan yang dilakukan oleh satu pria di dalam satu ruangan, begitu sadisnya ia mencambik sebuah celurit ke leher balita, ibu hamil dan anak laki laki.

Aarrrrgh!! teriak Milen.

"Mil, lo kenapa? lo lihat lagi ya?" ucap Iska memegang tangan Milen, saat melangkah naik tangga.

Milen menelan saliva, ia kembali merapatkan jalannya. Berusaha menoleh ke arah lain yang menatap aneh padanya. Tidak pada Iska, Era dan Brian yang sudah tahu.

Brian sosok pria indigo, tapi jiwanya penakut sehingga ia belum terbuka mendapat ilham seperti Milen, yang selalu terbawa isyarat atau telepati roh halus untuk meminta bantuan, atau sekedar peringatan tempat ini sangat berbahaya, hanya saja Milen selalu menyangkal dirinya punya kelebihan.

"Gue ga apa apa. Mungkin gue capek tadi, gue pasti salah lihat tadi." balas Milen.

Prook!! Prook.

Oke semuanya! kalian bisa istirahat sore hari ini, kita berkumpul lagi besok pagi! ingat jangan lakuin hal aneh aneh di desa orang ya. Desa ini masih hutan dan asri, mistisnya masih kental. Besok pagi kita bertemu di tempat ini lagi.

Baik pak!! serentak semua balas.

***

Malam Harinya.

Saat hendak menyantap makanan, sontak pintu tampak di dorong dari luar lagi. Ternyata itu Brian, tengah tersenyum masuk ke area dapur. Ketika lihat Milen yang sedang duduk. Belum lama tersenyum, raut wajah Brian sedikit kaget.

"Milen? Lo udah sadar, bukannya tadi ..?" celetuknya.

"Gue ga pingsan, gue tadi cuma ketiduran dan mimpi. Masa gue lihat .." belum Milen bicara, Brian sudah terbata kaku melihat sesuatu dibalik punggung Milen, pasalnya ia sedang keluar dari kamar lantai lain, hanya ke dapur untuk memasak air.

Sontak mata Brian terbelalak, sesaat melihat Brian yang masuk dalam ruangan. Bukan karena Brian, tetapi makhluk yang mengikuti Milen yang begitu menyeramkan.

'Haa-haa-n-tuu.' degub Brian berkata putus putus.

Brian menyaksikan makhluk kepala besar dengan tampilan yang hancur. Tubuhnya mungil, tengah bersandar di punggung Milen. Darah kering tampak menempel di rambut makhluk itu, hingga membuat Brian yang mengunyah makanan langsung memuntahkannya.

"Brian, ada apa?" Milen berucap spontan, karena cemas melihat Brian yang tampak aneh padanya.

Milen kembali memegang kalung kuno, lalu menoel Brian untuk tidak takut.

"Dia penjaga gue! gue yang manggil dia, karena kejadian lo kemarin. Kalau lo masih penakut kaya gini, yang ada lo bakal terus ngompol. Coba biasakan buat ga takut Brian, bantu gue juga biar gua ga lihat sendirian!"

"Mukanya ancur, bentuknya juga Milen! gimana gue ga takut." Brian masih mengintip, dan benar saja tak ada Hantu yang pernah ia lihat di dapur kediaman Milen tempo lalu.

"Lihat di ujung sana! perhatikan pintu pagarnya akan rapuh, makhluk lain yang di sekitar pohon asam itu, akan mengusik kalian. Jika mereka berhasil menerobos masuk, maka nyawa kalian akan dalam bahaya." ujar Hantu yang membuat teriakan Brian tiba tiba mengecil ketika hantu seram tadi, tiba tiba di depannya dan berbicara mengajaknya berkomunikasi.

"Wuuuaaahahahaha ... Huhuuu, uwanya Hantu kenapa main nongol aja sih, bisa dong tampilin wajah cantik. Jangan seram bau anyir gitu." ujar Brian, seketika membuat tamparan pada pipinya sendiri.

"Buset!" Brian melotot.

Sementara Milen masih dengan posisi menatap Brian yang dilihatnya tengah berbicara seorang diri.

"Milen, usahakan kalian dan teman kalian mengitarinya sebanyak tujuh kali. Jangan palingkan pikiran kalian pada makhluk di luar pagar. Terus berlari mengitari pohon saja. Setelah mengitarinya, kalian akan dibukakan pintu menuju dunia manusia selamat."

Brian pun mengangguk. Dia paham apa yang dijelaskan oleh Hantu itu, yang berbicara pada Milen. Milen masih terlihat menatap Brian, agar ia paham. Karena Brian satu satunya yang bisa melihat sepertinya, meski hanya bisa melihat dibawah ketek.

"Lu juga ikut kita mbak Kun. Bimbing kita ampe di pohon asam itu, biar tetap selamat jangan bisanya nyuruh aja." teriak Brian masih dengan mode histeris penakutnya.

"Ti-dak bi-sa. Ji-ka ke-pala pemukiman datang dan saya tidak berada di perbatasan untuk menyambut mereka, maka sa-ya akan dimakan oleh-nya." ucap mbak hantu dengan suara bergema.

"Duh ilah, Milen sini lon. Ribet juga jadi Hantu, ada kepala juga ya. Gue yakin dunia hantu ada mentri dan pak pres, wapresnya ini. Keren bener hantu piaraaan penjaga lo." teriak Brian. Yang di plototi Milen, agar temannya itu tidak asal bicara.

Bruuugh!!

Sontak suara benturan keras terdengar dari luar pemukiman, membuat ucapan Brian tadi terhenti. Seperti hantaman pohon yang keras atau semacamnya.

"Suara apa itu? Apa ada makhluk lain selain kita di sini Mil?" raut wajah Brian terlihat menerka.

"Gawat, dia datang. Hantu pemakan jiwa," celetuk Milen. Dia merasakan aura jahat hantu yang dimaksudnya itu.

"Tidak. Penghuni mukim ini muncul, saat langit mulai terang. Saat langit gelap, tidak ada makhluk di sini." tambah Milen.

"Seriusan, bener nih lo Mil?" tanya Brian.

"Aura ini ...." Milen pun turut merasakannya.

"Gawat Brian. Jaraknya sekitar seratus meter dari sini. Besok kita harus cepat bergegas pulang, bantu gue bujuk pak Kola biar kita semua udah lewatin tempat kemarin. Karena satu satunya lewatin sana, aman."

"Buset. Oke deh, gue siap?" Brian menatap Milen, akan tetapi ia nyengir kuda kala melihat hantu di sebelah Milen yang melototi dengan lumuran darah.

Uwwwaa Hantu Lo, muncul lagi!! teriak Brian dengan suara mengecil.

Tbc.

Jatuh Ke Alam Lain

Milen segera berlari menuju lantai guru, termasuk teman teman lainnya. Tapi!! Wuuush.

Villa kayu itu berubah menjadi kosong dan hening, hanya ada suara teriakan tolong. Dan Milen serta Brian tidak bisa melihatnya.

"Brian, kita dimana?" tanyanya.

"Jangan panik Brian! mau ga mau, karena kita yang bisa lihat alam mereka. Dan karena ulah lo kemarin, teman mereka masih ga tenang dan lo wajib tenang, kuat terbiasa lihat hal hal kaya gini."

"Kok gitu? kali aja temen camping buat salah juga, bukan gue aja yang kencing di pohon kemarin." paniknya menoleh ke arah Milen.

"Karena gue minta bantuan sama hantu penjaga gue! ceritanya panjang, dan dia cuma bisa kasih tahu seberapa besar dunia para hantu di tiap level, sisanya kita yang masih bernyawa yang harus lakuin buat bebasin kita semua dari hutan ini dengan selamat." jelas Milen.

Sontag hal itu membuat Rian menutup mata, dan ketakutan, karena sudah berada di tempat tidak nyata.

"Hendak apa kamu datang kemari?" Penunggu pohon berucap pada hantu penjaga, yang Milen lihat saat ini.

Kali ini tubuh hantu itu tersedot besar, sepadan dengan hantu pemakan jiwa. Wujud aslinya diperlihatkan. Gigi yang tajam dan besar menyerupai gading gajah, juga wajah rusak seperti habis hangus terbakar api. Matanya merah, dengan pelupuknya yang terlihat rusak.

Ada urusan apa kamu mengganggu urusan saya? ketus hantu pemakan jiwa.

Mengapa kau bertanya balik? Di sini bukan tempatmu! mbak Kun .. dengan nada tegasnya.

Lalu? Kamu berani menantang saya?!

Saat itu terjadi perdebatan antara penunggu pohon besar dengan hantu mbak kunti. Brian menatap jelas kala penunggu di rumah Milen ikut berkemah dan meminta maaf pada penunggu hutan. Sementara itu, Brian masih terus berlari bersama Milen, mencari jalan keluar. Hingga napas mereka tersengal.

"Stop Milen, ntar dulu. Gue capek," ucap Brian membungkuk, sembari mendongak pada Milen.

Milen pun duduk. "Hah, masih jauh kah itu pohon asamnya?"

"Entah. Kata Brian, kita terus saja hingga mendapat pohon as--"

Di sela perbincangan mereka, tiba tiba terdengar suara benturan keras, hingga membuat ucapan Brian terhenti lagi. Seperti hantaman pohon, tapi kali ini lebih besar dari sebelumnya. Brian bicara agar kembali lari, ketika melihat lubang cahaya maka itu adalah jalan keluar. Sementara mbak kuntilanak menahan penunggu pohon besar yang ingin merangkul Milen dan Brian dengan tangan berbulu besarnya.

Di luar pemukiman, tampak kedua hantu itu saling baku hantam. Pepohonan di sekitar ikut porak poranda dibuatnya. Saling adu kekuatan, seperti sapi yang saling beradu tanduk. Milen pun lengah. Tubuhnya terpental setelah terkena hantaman dari hantu pemakan jiwa.

Aaaaagggh!! Milen terbang dan terpental ke arah pohon, dari mulut terlihat mengeluarkan darah. Brian pun dengan kilat menjangkau tubuh Milen.

"Mil ..? Di mana ini--"

"Mil, lo baik baik aja kan. Ayo gue papah!"

Seketika Brian membungkam Milen, setelah mendengar jejak kaki yang tak asing di telinganya.

'Ini jejak kaki yang dulu gue denger di rumah Milen.' ucap Brian dalam hati.

"Hm," gumam Milen.

"Ssttt!" Brian menempelkan jari telunjuknya di bibir, berisyarat pada Milen untuk diam, dan memberikan sapu tangan.

Terdengar endus napas sangat jelas oleh Brian. Karena penasaran, dia mengintip di celah dinding yang terbuka agak lebar. Benar saja, itu adalah sosok makhluk yang dilihatnya waktu di rumah Milen, entah kenapa wujud mbak kunti yang sering di panggil Milen, berubah menjadi makhluk menyeramkan. Seperti menyatu antara kuntilanak dengan genduruwo.

Makhluk itu masih mengendus endus. Semakin lama dia mengendus, pandangannya perlahan ke arah bilik tempat Brian dan Milen bersembunyi.

Mata Brian terbelalak di celah dinding, setelah bertemu tatap dengan makhluk yang disebut hantu pemakan jiwa. Tatapan tajam dengan mata merahnya begitu pekat. Makhluk itu tampak bahagia, sebab dia tahu bahwa apa yang dicari sudah didapatkannya.

Degup jantung Milen ikut melirik, seketika berdetak cepat. Dia menoleh pada Brian dan menggenggam tangannya dengan erat, lalu bangkit dan berlari ke arah pintu belakang rumah.

"Milen, maafkan gue. Dia lihat gue tadi." celetuk Brian dengan cepat.

"Hantu itu, alias mbak kunti udah aura negatif. Dia udah ga sejalan dan terus meminta tumbal, karena ngorbanin dirinya demi nahan kita untuk keluar. Sepertinya penunggu pohon itu sengaja ngelepasin kita, karena dia tahu kita bertemu regu lain. Dan semua, kita semua akan mati Brian." lirih Milen dengan panik berkeringat.

"Astaga! kita harus cepat cepat keluar dari sini. Kita bantu teman yang lain, sebentar lagi pagi kita akan aman." ujar Brian.

"Sepertinya! lo benar Brian."

Brian membawa berlari kererimbun. Brian terus berlari, menjauh dari rumah itu. Sekitar seratus meter mereka berlari, tidak ada tanda tanda sesuatu yang mengejar. Brian pun terhenti, bingung kenapa makhluk itu tak mengejar mereka.

"Kok dia nggak ngejar yah?" Brian menghadap pada Milen.

Pandangan Milen teralihkan pada seseorang agak jauh dari belakang Ryan. Seorang pria botak berbadan ideal dengan jubahnya yang terseret di rerumputan, berjalan di balik pohon menjulang rindang dan berubah menjadi monster raksasa, yakni hantu pemakan jiwa.

Aaaaaakh!! teriak Milen ketika sebuah tangan besar raksasa dan berbulu hitam, ingin menerkam mereka. Beruntungnya Brian mendorong Milen hingga jatuh ke semak semak, dan sebuah karung sampah dedaunan. Entah dari mana Brian bisa kilat terjatuh atau mungkin refleks.

Aaargh! sakit bodor! ucap Milen, menyentuh pinggangnya.

"Sorry Milen! gue refleks tadi. Habis bayangan hitam tangan, gue jadi main dorong lo aja deh. Sini gue urut bentar, biar reda sakitnya!"

"Ga usah." ucap Milen sambil menahan sakit, dan berdiri.

Kukuukuuriiiiiuuk!! suara ayam jantan, membuat Milen bernafas lega. Pasalnya suara ayam di pagi hari, akan membuatnya aman dari makhluk tak kasat mata, tapi ternyata Milen salah.

Langit sudah terang. Pandangan Milen terpaling pada makhluk makhluk yang berjalan ke arah mereka.

"Mereka sudah tiba," ucap Brian dalam hati.

"Brian!" berteriak histeris.

"Kenapa, Milen?"

"Itu mereka yang di luar pagar! Dari mana mereka?" Milen berucap dengan nada takut.

Sontak Milen teringat pada pesan hantu mbak Milen, bahwa tak boleh ada ucapan jika sudah berada di area pohon asam. Yang Brian tak sadar mendorongnya, sudah sampai terjatuh dibawah pohon asam, dekat karung sampah dan dedaunan.

"Ssttt." Brian membungkam Milen. Dia mengisyaratkan diam dengan telunjuknya ditempelkan pada bibir.

Brian mengangguk, menarik tangan Milen. Mereka berputar mengitari pohon asam itu. Sementara para makhluk di luar pagar terlihat geram, mencoba masuk ke dalam pagar.

Pada putaran ke enam, terdengar suara retakkan bambu. Terlihat hantu pemakan jiwa dengan tatapan tajamnya mencoba mendobrak pintu.

'Bruk-bruk'

Tatapan Brian, sontak dipalingkan pada pintu yang hampir terbuka. Lima meter lagi mereka sampai pada putaran ketujuh, sontak Milen jadi jatuh terkilir. Napasnya tersengal, tak kuat lagi berlari.

TBC.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!