Dunia ini adalah dunia dalam novel.
Ada banyam web novel yang mudah untuk dicari di internet. Salah satu judul yang menarik perhatian Hana adalah novel berjudul Red Rose Tragedy. Novel romantis dengan label R18 tapi ceritanya sangat tragis di tengah dan indah di akhir.
Perasaan dibuat naik turun saat membacanya. Hana yang sedang memiliki waktu senggang untuk membaca menjadi terhanyut.
Dikisahkan dalam novel bahwa pemeran utama jatuh cinta karena sebuah kutukan. Kutukan ini sengaja dibuat untuk membatasi kekuasaan Duke Soveil yang dianggap setara dengan kekaisaran. Pihak kekaisaran secara berkala memberikan obat penawar pada Duke dengan imbalan sikap tunduk Soveil pada Kekaisaran Zagc.
Secara mengejutkan Duke Soveil bertemu dengan Rose Attlier yang ternyata bisa meredakan kutukan itu tanpa meminum obat dari kaisar.
Tragedi dimulai ketika putra mahkota Verdian Zagc terlibat cinta segita dengan Duke Soveil, Lionel Soveil.
Mereka adalah teman sejak kecil namun harus hancur karena cinta seorang wanita, Rose.
Meskipun tragis di tengah, akhirnya pemeran utama pria dan pemeran utama wanita bersatu diakhir. Menikah dan hidup bahagia.
Happily ever after.
Tidak ada cerita tambahan tentang kehidupan mereka setelah menikah atau sekedar cerita tentang putra mahkota yang terpuruk akibat kalah dalam perang cinta.
Hana sedikit kecewa karena banyak cerita yang menggantung dan tekesan dipaksa untuk selesai.
Dia sedikit bergumam karena mengantuk "Andai saja aku ada disana, semuanya pasti akan jadi jelas. Hah.."
Kemudian semuanya menjadi gelap.
*
Sinar matahari menerobos melalui sela jendela. Suara nyanyian burung dan harum bunga mengisi seluruh ruangan.
Hana menggerakkan matanya yang berat.
Entah kapan dia bisa bangun dengan perasaan nyaman ini. Sebagai pekerja kantor biasa, paginya selalu buruk. Lembur dan deadline menghantuinya setiap hari.
"Hmm.." Hana berusaha untuk meregangkan tubuhnya.
Sejak kapan kasurnya terasa empuk dan halus seperti ini.
"Nyaman." Gumamnya pelan.
Begitu dia membuka matanya, tempat asing menjadi pemandangan pertama.
Hana mengedipkan matanya beberapa kali dan tempat asing itu masih sama. Tempat tidur dengan atap yang indah serta kelambu yang indah. Itu bukan kamarnya. Sontak Hana bangun.
Matanya mengedar ke sekeliling dan semuanya asing. Perabot mewah, lukisan, barang-barang lain yang tidak pernah dia lihat.
"Dimana aku?" Hana menutup mulutnya dengan tangan bergetar.
Belum selesai sampai disitu, pintu terbuka dan orang-orang dengan pakian yang aneh segera masuk.
"Nona anda sudah bangun." Suara riuh segera terdengar.
Hana bengong. Apa yang sedang terjadi dan ada dimana dia.
"Maaf kalian siapa?"
Semua orang terkejut. Mata mereka bergetar.
"Nona apa yang anda katakan? Kami pelayan anda." Salah satu dari mereka yang paling depan membuka suara.
"Ya?"
Mereka bukan hanya satu tapi ada beberapa, lebih tepatnya lima orang.
"Ayo segera bangun, anda ada undangan pesta. Jangan bersikap aneh."
Hana tidak diberi kesempatan untuk memahami situasinya. Tubuhnya berpindah dari tempat tidur ke kamar mandi. Masih dalam keadaan bengong Hana mengedarkan pandangannya.
Dimana aku. Siapa aku. Apa yang terjadi. Apakah aku sudah mati. Apakah ini surga. Tunggu.. kepalaku pusing.
Tanpa disadari, Hana sudah berada di depan meja rias. Tubuhnya menegang.
Orang yang dia lihat di cermin bukanlah dia. Dia tidak secantik itu. Ada batasan seseorang mengagumi dirinya sendiri.
Tapi Hana bukanlah wanita yang secantik di cermin. Rambut emas pucatnya tergerai indah. Kulitnya seputih porselen. Tubuhnya ramping tanpa lemak. Keindahan yang pertama kali dia pernah lihat.
"Tunggu! Siapa dia?" Hana menunjuk pantulan di cermin.
"Tentu saja itu anda nona." Pelayan yang menyisir rambutnya menjawab.
"Aku?"
"Ya tentu. Sebenarnya apa yang terjadi pada anda nona? Apakah anda mimpi buruk semalam? Hari ini anda tampak linglung."
Bagaimana dia tidak linglung. Hana yang tidur di kamar sederhananya bangun di tempat yang super mewah dengan pelayan yang melayaninya. Dia dikejutkan oleh banyak hal sebelum bisa memahami situasi.
Begitu pikirannya terkumpul dia dikejutkan oleh dirinya yang bukan dirinya. Maksudnya dia menjadi orang lain. Bukan Hana yang pegawai kantoran biasa.
"Apakah ini surga?"
"Apa maksud anda nona?"
"Apakah aku sudah mati?"
"Nona! Anda sebenarnya kenapa hari ini? Apakah ini bentuk protes anda semalam? Kalau anda tidak ingin pergi ke pesta hari ini anda seharusnya mengatakannya pada Count semalam." Pelayan yang paling berani memuntahkan isi hatinya.
"Ah.." Hana mendesah pelan. Kepala sakit seperti hampir pecah. Dia seperti terlilit sesuatu yang berat. Dia harus menguraikannya satu-satu agar tahu apa yang terjadi.
"Maaf sebelumnya. Bolehkah aku tahu siapa nama kalian?"
"Saya pelayan pribadi anda nona, nama saya Marta." Pelayan yang baru saja memuntahkan kata-kata ke Hana menjawab dengan tegas.
"Oke Marta, bisakah kita bicara berdua saja. Ada yang ingin aku sampaikan."
"Baik nona." Jawab Marta singkat seraya memberi sinyal pada pelayan lain untuk meninggalkan kamar.
Setelah ruang sepi Hana menarik kursi kemudian mempersilahkan Marta untuk duduk.
"Duduklah."
"Tapi nona, saya tidak bisa." Elak Marta.
"Tidak apa-apa. Aku memberimu izin dan ini mungkin akan lama."
Marta ragu-ragu kemudian duduk.
"Maafkan saya atas kata-kata keras saya tadi nona. Saya hanya bingung sejenak. Nona tidak seperti biasanya."
"Memang biasanya aku seperti apa?"
"Nona adalah orang yang tahu apa yang harus dilakukan. Hari ini anda sedikir berbeda. Apakah ada hal yang terjadi yang tidak saya tahu?"
"Ah. Sepertinya semalam aku mimpi buruk dan ketika bangun aku jadi linglung."
"Anda sampai menanyakan nama saya. Anda baik-baik saja kan nona?"
"Aku baik. Tentu baik-baik saja." Hana segera memutar otaknya agar semua terlihat natural. Tidak mungkin dia langsung jujur jika dia bukanlah dia. Bisa-bisa dia dianggap gila. Dia saja belum tahu dimana dia sekarang.
"Tapi Marta, ketika aku bangun aku sepertinya melupakan beberapa hal. Bisakah kamu menjelaskannya padaku, mungkin aku bisa ingat."
Marta terkejut. Dia menghela nafas pelan kemudian membuka mulutnya. Seperti paham dengan situasi Hana.
"Silahkan tanyakan apapun nona."
"Oh terima kasih atas pengertiaannya Marta."
Marta mengangguk.
"Dimana ini?"
"Ya?"
"Maksudku aku saat ini ada dimana."
"Anda di rumah nona. Count Rainhart. Nona adalah putri satu-satunya Count Rainhart."
"Oke, kalau begitu siapa namaku?"
"Yanneta Rainhart."
Hana mencoba untuk tetap tenang di tengah kebingungan tingkat tinggi.
"Lalu ini negara mana?"
"Kekaisaran Zagc."
"Zagc?"
Marta mengangguk.
Hana seperti pernah mendengar kata Zagc. Ah dia ingat. Kekaisaran Zagc, Red Rose Tragedy. Dia membacanya. Judul web novel yang dia baca semalam.
"Astaga!" Hana segera menutup mulutnya dengan kedua tangannya yang gemetar.
"Tahun berapa sekarang?"
"Tahun 1259, Kekaisaran Zagc, Tahun Kaisar George Zagc."
Mata Hana membulat sempurna.
Itu tahun terjadinya tragedi cinta segitiga Lionel, Rose dan Verdian. Apa artinya dia telah masuk ke dunia novel itu, sungguh membingungkan.
Hana menatap sosok Yanneta di cermin dengan pandangan miris. Apakah dia sudah mati di kehidupan lamanya atau bagaimana. Sekeras apapun Hana berpikir dia tidak bisa mendapatkan jawabannya.
Satu hal yang pasti. Kini dia hidup sebagai Yanneta Rainhart. Dia tidak ingat ada nama Yanneta di dalam novel.
Lalu siapa dia, kenapa dia merasuki Yanneta dan segudang alasan yang berputar di kepalanya. Tiba-tiba Hana ingat apa yang dia ucapkan sebelum matanya terpejam.
"Andai saja aku ada disana, semuanya pasti akan jadi jelas. Hah.."
Apakah ini hukuman untuknya karena menggerutu tentang jalan cerita Red Rose Tragedy yang tidak sesuai keinginnya.
Hana menjerit dalam hati. Kepalanya terasa hampir pecah. Sakit. Sakit sekali.
Itu hanya pendapatnya pribadi tentang cerita Red Rose Tragedy, itu tidak adil jika dia dihukum seperti ini. Dia hanya berandai jika saja dia disana tapi tidak benar-benar sampai harus masuk ke dunia novel.
Hana frustasi. Rasa menusuk di kepalanya meledak.
"Ah!" Hana berteriak dengan kedua tangan memegang kepala.
"Nona anda baik-baik saja?"
"Sakit! Ah! Sakit!"
Kemudian semuanya menjadi gelap.
Bersambung...
FYI
Red Rose Tragedy adalah judul ********.
MC : Rose Attlier
ML : Lionel Soveil
ogML : Verdian Zagc
ogFL : Gwinia Zagc
ML dan ogML akan muncul ya sedangkan MC/FL dan ogFL akan muncur di tengah cerita.
Hana regresi ke dunia novel yang dia baca. Dia memasuki tubuh Yanneta Rainhart yang tidak pernah muncul namanya sepanjang cerita Red Rose Tragedy.
Hana harus tinggal ditempat tidur lebih lama. Dia terus berusaha kembali ke tempat asalnya. Saat dia memejamkan mata dia berharap saat membuka mata nanti dia sudah berasa di kamar sederhananya.
Tapi hingga satu minggu ke depan, dia tetap bangun di kamar Yanneta Rainhart.
Dokter dan para pelayan prihatin dengan kondisi nonanya. Dia ingat bahwa dia punya ayah di kehidupannya ini, tapi sudah seminggu tapi dia tidak datang menjengul barang sebentar.
Hana tidak berani bertanya. Semuanya asing. Dia frustasi.
Di hari ke sepuluh, Hana bangun dan tempat tidur dan memandang ke luar jendelan. Bagaimanapun dipikirkan, sekeras apapun ditolak, takdirnya tetap sama. Dia tidak bisa mengubahnya.
Sekarang dia adalah Yanneta bukan Hana.
"Hah.." Desahannya kian panjang.
"Nona anda sudah bangun." Marta masuk.
Dia mengangguk pelan.
"Baiklah mari kita jalani kehidupan ini. Sepertinya layak untuk dinikmati. Lagipula di kehidupan sebelumnya aku tidak banyak berharga dan dipedulikan. Anggap semua ini adalah hadiah. Entah dari Tuhan atau Dewa sama saja. Aku akan hidup dan melihat kisah Lionel, Rose dan Verdian dari dekat. Dengan status sebagai bangsawan setidaknya aku bisa bertemu mereka satu kali saat di pesta atau apapun." Gumamnya.
"Sepertinya novel ini berlatar eropa kuno. Ini akan sulit Yanneta, tolong bantu aku."
Begitulah Hana akhirnya bertekad mengubah hidupnya menjadi Yanneta Rainhart.
"Undangan baru saja datang."
Yanneta menoleh.
"Dari istana, anda di undang menghadiri pesta ulang tahun putra mahkota."
"Oh." Yanneta mengangguk. Gelar ayahnya adalah Count, meskipun tidak terlalu tinggi dia tetap anak bangsawan.
"Apakah ini saatnya dia bisa melihat Verdian dan Lionel. Rose belum saatnya muncul."
"Ah akhirnya aku bisa bertemu mereka. Visual yang digambarkan penulis menurutku sedikit berlebihan. Tapi tidak ada salahnya melihatnya langsung."
Senyum cerah tersungging di bibir Yanneta.
"Kapan pesata itu diadakan?"
"Dalam tiga hari lagi nona."
"Baik. Marta tolong bantu aku mempersiapkannya."
"Baik nona." Suara Marta tak kalah atusias.
Sepuluh hari terbaring di tempat itu terlihat menyedihkan. Nona yang dia layani sejak kecil sakit untuk pertama kalinya. Bukan sakit biasa, tapi sangat sakit. Nona yang kesepian itu membuatnya iba.
*
Yanneta hanya ingin berdandan sederhana. Tidak mencolok.
Satu hari sebelum pesta diadakan, dia bermimpi tentang kehidupan Yanneta.
Putri bangsawan yang berpendidikan etiket namun kesepian.
Ayahnya Count Rainhart adalah pengusaha yang sering ke luar negeri. Yanneta tumbuh bersama dengan para pelayan di rumahnya. Tidak kekurangan apapun kecuali kasih sayang ayahnya.
Menurut Count Rainhart, Yanneta adalah alasan istrinya mati. Yanneta dianggap merenggut nyawa ibunya saat melahirkannya.
Count Rainhart tidak pernah sekalipun menunjukkan kasih sayang padanya. Akhirnya dia hidup tertutup di dalam mansion, dengan sesekali menghadiri pesta ke luar. Itupun tidak sering.
Jadi semua ingatan tentang kehidupan Yanneta masih terpatri di dalam tubuhnya. Tidak susah untuk beradaptasi.
"Kita sudah sampai nona." Suara ketukan pintu kereta terdengar.
Yanneta merapikan keliman gaunnya kemudian berdiri.
"Terima kasih Marta."
"Saya akan menunggu disini sampai anda kembali nona."
Yanneta mengangguk kecil.
"Semoga pesta malam ini menyenangkan nona."
Senyum tulus terbit dari bibir Yanneta.
Dia segera menegakkan punggungnya kemudian berjalan ke arah pintu besar.
Tempat yang dia datangi adalah aula kekaisaran. Di dalam novel pernah diceritakan jika aula ini bernama Grand Lion. Di buat sangat besar seperti namanya, karena kekaisaran ini hanya memiliki satu aula.
Pesta kecil biasa dilakukan di tempat perjamuan lain. Aula ini di buka hanya untuk acara khusus.
Yanneta menghela nafas kecil sebelum kakinya melangkah lebih jauh.
"Wah.." Mulutnya ternganga.
Aula Grand Lion bukan main. Skalanya luar biasa besar, mewah dan indah. Kalau tidak salah ingat, aula ini menjadi saksi pertemuan Verdian dan Rose saat ulang tahun kaisar.
Masih ada dua bulan lagi. Dia harus hadir di pesta itu lagi. Jangan sampai dia melewatkannya. Di pesta itu Lionel dan Rose juga bertemu.
"Pasti akan luar biasa." Pikir Yanneta.
Dia sudah bertekad akan menikmati kehidupannya kali ini.
Mata coklatnya mengedar ke seluruh penjuru aula yang luasnya tak terbatas. Banyak orang dan sangat berisik. Nampaknya tokoh utama pesta hari ini belum muncul. Yanneta menyingkir ke sisi yang sepi sambil diam-diam mengambil gelas minuman. Tiba-tiba.
"Ya Tuhan, itukah dia?"
Pandangan Yanneta mengunci target. Pria tinggi yang dikerubungi banyak wanita. Rambutnya hitam gelap, matanya biru sedalam laut dalam. Fitur yang sangat berlebihan oleh karunia dewa.
Ketika membaca penggambaran Liobel Soveil dia menganggap itu berlebihan, tapi ketika melihatnya langsung Yanneta tercengang.
Bukan hanya tampan dan indah, pemeran utama pria itu seperti karya seni buatan para dewa. Yanneta menjadi tidak sadar untuk melihat Verdian Zagc. Dia juga digambarkan sangat berlebihan oleh penulis.
Matanya tak bisa lepas dari sosok tinggi nan indah di jauh sana. Seolah sedang mengagumi karya seni hidup, sebuah pengumuman membuyarkan hirup pikuk pesta.
"Putra Mahkota Verdian Zagc memasuki aula."
Semua orang memberi hormat tak terkecuali Yanneta.
"Wah..." Bibir Yanneta membulat sempurna.
Berbeda dengan Lionel yang punya sisi kasar karena pada dasarnya Duke Soveil adalah keluarga kstaria. Duke sendiri adalah jenderal besar pasukan ksatria dan seorang swordmaster. Verdian cenderung ke arah yang lembut dan baik hati.
Wajahnya bersih bak malaikat. Namun sayang, dia jauh tertinggal jika dibandingkan dengan Lionel. Lionel itu semacam punya kemampuan khusus untuk membuat hati wanita bergetar. Kalau Verdian itu tipe kakak baik hati yang tidak akan membuat adiknya menangis.
Sama tampannya. Mereka berteman. Satu korps ksatria waktu di akademi. Hanya satu kekurangan hubungan mereka, kehadiran kaisar dan Rose yang membuat persahabatan mereka hancur.
Verdian berambut abu-abu unik. Warna ini digambarkan seperti perak langka. Bola matanya hitam, sehitam kegelapan.
Pasti banyak wanita yang sudah menangis karena mencintainya.
"Menarik." Sejauh ini Yanneta puas dengan apa yang terjadi. Penggambaran tokoh sesuai. Tinggal menunggu Rose Attlier muncul beberapa bulan lagi.
Membentuk senyuman.
Malam semakin malam dan angin malam menjadi dingin. Sepertinya sudah cukup untuk berada di pesta.
Yanneta berdiri seraya merapikan gaunnya yang kusut. Langkahnya gontai karena kakinya yang nyeri. Saat dipersimpangan jalan menuju aula dari taman sebuah suara mengejutkannya.
"Brak. Hah. Hah." Suaranya semakin keras saat langkah kakinya mendekati aula.
"Ya ampun!"
Bruk.
"Ya Tuhan. Anda baik-baik saja?"
Bersambung...
NOTED!!
Mulai chapter ini dan selanjutnya Eva akan mengganti Hana dengan Yanneta untuk memudahkan masuk ke dalam cerita Red Rose Tragedy.
Jika bingung dengan ceritnya bisa membaca ulang Chapter 1 ya, termasuk tentang siapa saja tokoh dalam Red Rose Tragedy.
Tubuh Yanneta seperti tertimpa oleh puluhan ton berat. Kurangnya cahaya menjadikannya tidak bisa melihat apa yang ada di depannya.
Dia ditabrak oleh seseorang. Tubuh mereka berdua jatuh ke tanah.
"Apakah anda baik-baik saja?"
Tidak ada jawaban. Suara nafas terdengar kasar.
Sekuat tenaga dia berusaha untuk bangun. Dengan kaki berdenyut sakit.
"Hah. Hah. Hah."
Suara nafas itu mengkhawatirkan.
"Apa anda baik-baik saja? Tunggu sebentar saya akan mencari bantuan."
Yanneta berusaha bangun namun usahanya dicegah. Tangan besar dan kuat menahannya. Tubuhnya kembali jatuh ke tanah.
"Jangan panggil siapapun."
Yanneta diam. Bagaimana bisa dia tidak melakukan apapun melihat seseorang sakit seperti ini.
"Apakah ada yang bisa saya bantu." Yanneta mendekati orang itu.
Tidak ada jawaban.
Meskipun begitu Yanneta tetap mendekat. Seseorang sakit maka dia harus menolongnya. Dia bukan orang yang baik namun dia masih memiliki rasa kemanusiaan.
"Apakah anda sakit?" Suaranya melembut.
Saat matanya mencapai sosok yang semakin dekat. Tubuh Yanneta menegang. Orang itu adalah Duke Soveil.
"Astaga. Yang Mulia." Sontak Yanneta memeriksa kondisinya.
"Apa yang terjadi padanya hingga begini? Orang paling kuat di kekaisaran yang bahkan kebal pada racun ini. Ah iya, dia memiliki kutukan di dalam cerita. Apa itu namanya.. Hell, ah iya kutukan itu. Pasti tubuhnya terasa sakit sekali."
Disebut Hell karena artinya neraka. Orang yang terkena kutukan ini akan merasakan rasa sakit amat sangat. Tubuh terasa ditusuk ribuan jarum. Kepala berdering dan sesak nafas. Hanya keluarga Duke Soveil dan Kekaisaran Zagc yang tahu. Obat penawar ada di tangan kaisar.
Jika dia seperti ini, dia pasti mengalami serangan kutukan itu. Itulah asumsi Yanneta. Tanpa menderita langsung Yanneta tahu rasa sakitnya. Kutukan Hell diceritakan saat spesifik hingga membuatnya merinding waktu membacanya.
"Tarik nafas anda Yang Mulia." Yanneta menepuk punggung Lionel dengan lembut.
"Pelan-pelan dan jangan terburu-buru."
Yanneta lebih mendekatkan tubuhnya kemudian memeluk Lionel.
Puk. Puk.
Tangannya tidak berhenti untuk menepuk pundaknya.
"Apakah sangat sakit? Anak baik, tarik nafas pelan-pelan." Tangannya mengusap rambut hitam Lionel.
Rasanya menyenangkan. Seperti sedang menenangkan anak kecil yang menangis. Tubuhnya sangat besar hingga kedua tangan Yanneta tidak bisa merengkuh seluruh tubuh kesakitan itu.
Nafasnya masih kasar namun sudah teratur.
Sebuah ingatan terlintas dibenak Yanneta.
Lionel selalu membawa obat penawar cadangan kemanapun dia pergi. Melihat sekeliling yang sepi dan dia tidak mau Yanneta memanggil bantuan, mau tidak mau dialah yang harus membantu Lionel.
Pertemuan yang unik dan aneh.
Di dalam novel tidak pernah diceritakan Lionel bertemu dengan seorang wanita bernama Yanneta Rainhart di sebuah pesta.
Cerita langsung diawali dengan pertemuan ketiga tokoh yang terlibat cinta segita.
Yanneta segera menghilangkan pikiran-pikiran aneh di kepalanya. Dia mulai meraba tempat-tempat yang kemungkinan digunakan untuk menyembunyikan sebuah obat.
Ketemu. Ada di saku paling dalam sebelah kanan.
"Maafkan aku Yang Mulia Duke. Bukannya aku tidak sopan tapi aku tidak punya cara lain." Teriak Yanneta dalam hati.
Sebuah pisau kecil yang ketika dibuka ujung gagangnya ada obat penawar yang berbentuk bulat sebesar mutiara. Pisau itu digunakan untuk menyembunyikan obatnya.
Tak menunggu lama, Yanneta segera memberikan obat itu pada Lionel.
Beberapa saat kemudian, nafas Lionel menjadi teratur dan gemetarnya mereda.
Tubuhnya basah oleh keringat. Masih dalam keadaan memeluk Lionel, Yanneta terus mengelus punggung Lionel agar tenang.
Tangan kuat Lionel juga masih melingkari tubuh Yanneta. Mereka berbagi kehangatan.
Suara nafas teratur itu kini berubah menjadi dengkuran halus. Sepertinya krisis telah berlalu.
Tapi bagaimana caranya membawa Lionel kembali. Tidak mungkin dia menggendongnya, tidak mungkin juga menyeretnya.
Yanneta berpikir keras.
Tubuh Lionel yang tegang menjadi lemas begitu dia tertidur. Yanneta melapas pelukannya kemudian membaringkan kepala Lionel di pangkuannya.
Menyisir rambut hitam Lionel. Mengelus pipinya. Menepuk pundaknya. Yanneta merasa dia seperti sepasang kekasih.
Jika tempat dia berada sekarang adalah aula pesta, sudah pasti semua perhatian akan tertuju padanya. Untungnya tidak ada satupun orang yang lewat dan suasananya gelap.
"Tinggalkan tidak. Tinggalkan tidak."
Di tengah kekalutan itu suara riuh langkah kaki mendekat. Sebuah cahaya terang menyilaukan mata Yanneta.
"Yang Mulia."
Beberapa orang yang membawa lilin terlihat berlari ke arah mereka.
"Apa yang terjadi? Yang Mulia."
Ada sekitar empat orang. Mereka terkejut melihat Lionel yang terbaring di tanah dengan seorang wanita. Pakaian mereka kotor tak terkira.
Kekhawatiran mereka menetas. Dua dari mereka melihat kondisi Lionel. Satu diantara lari. Kemungkinan memanggil kereta atau dokter. Satu lagi yang lain membungkuk dan membawa tubuh Lionel ke atas punggungnya. Merema bertiga dengan Lionel yang tidak sadarkan diri berlari secepat kilat.
Yanneta ditinggalkan tanpa sepatah katapun. Dia masih duduk bersila melihat keributan itu.
"Untung saja aku tidak perlu memanggil bantuan."
Yanneta berdiri kemudian memeriksa gaunya.
Itu rusak. Rusak total.
"Semoga mimpi indah Lionel. Tetaplah sehat sampai bertemu dengan Rose nanti. Semoga kamu melupakan hari ini seperti tidak pernah terjadi apa-apa."
Itulah keinginan Yanneta. Dia tidak ingin Lionel sakit lagi.
"Astaga nona. Apa yang terjadi hingga gaun anda rusak?"
Marta terbelalak saat melihat Yanneta kembali dengan tampilan yang berantakan.
Tidak hanya rusak tapi gaun itu juga kotor.
"Maafkan aku Marta. Aku tidak sengaja terjatuh saat mencari udara segar di taman."
"Apakah anda baik-baik saja?"
Marta memindai tubuh Yanneta sekilas.
"Sebaiknya anda masuk ke kereta dan kita segera pulang nona. Mungkin ada luka di tempat yang tidak terlihat."
Yanneta mengangguk.
"Terima kasih Marta dan maaf aku berbohong."
*
"Apa yang terjadi?"
Begitu membuka mata Lionel sudah berada di kamarnya.
Ingatannya samar-samar.
"Semalam anda terkena serangan Yang Mulia." Byos si dokter keluarga menjawab.
"Ah iya!" Lionel memegang kepalanya yang masih berat.
"Apakah anda merasa sakita dimana Yang Mulia saya akan memeriksanya." Tanya Byos.
"Tidak aku baik-baik saja."
"Anda meminum obat penawar yang anda bawa tepat waktu. Jika terlambat sedikit saja mungkin nyawa anda tidak akan tertolong."
"Aku tidak meminumnya sendiri. Sepertinya ada yang membantuku malam itu." Sebuah sosok gelap segera terlintas di kepala Lionel. Karena berusaha mengingat kepala terasa berputar.
"Mungkin kita bisa bertanya pada para pengawal yang membawa anda kembali semalam."
Lionel mengangguk pasrah.
"Wanita?"
Empat orang menangguk bersama.
"Karena kami semua panik kami tidak sempat menanyakan siapa dia."
"Apakah kalian mengingat wajahnya?"
Mereka ragu-ragu.
"Saat itu gelap jadi tidak begitu jelas."
"Mungkin mereka salah satu anggota keluarga kaisar?"
Semua menggeleng kompak.
"Wajahnya tidak familiar Yang Mulia. Kami tentu tahu wajah putri kaisar."
Lionel memijat pelipisnya.
Bukan masalah menemukan siapa wanita itu, tapi belati Hell yang dia simpan di sakunya menghilang.
Berarti wanita itu tahu rahasianya.
Tiba-tiba sebuah suara terlintas.
"Tarik nafas anda Yang Mulia."
"Pelan-pelan dan jangan terburu-buru."
"Apakah sangat sakit? Anak baik, tarik nafas pelan-pelan."
"Wanita itu sepertinya tahu siapa diriku." Ucap Lionel.
"Berikan perintah anda Yang Mulia."
"Utus orang untuk ke kaisaran mencari informasi tentang tamu undangan. Pastikan tidak ada yang mengetahui kejadian malam itu."
"Baik Yang Mulia."
"Dimana Fabian?" Tanya Lionel.
Fabian adalah pelayan pribadi Lionel.
"Sedang menyiapkan makan siang untuk anda Yang Mulia. Begitu mendengar anda bangun Fabian langsung sibuk di dapur." Jawab Byos.
Lionel mendesah pelan.
"Temukan belati Hell lebih dulu. Sepertinya wanita itu membawanya. Andai saja aku mengingat wajahnya." Lionel tak berdaya.
"Perlu saya panggilkan Dyos Yang Mulia?"
"Dimana dia sekarang?"
"Mungkin disuatu tempat yang penuh dengan barang eksperimen sihir." Jawab Byos.
"Panggil dia kemari. Mungkin hanya dia yang bisa menemukan belati Hell secepatnya." Titah Lionel.
"Baik Yang Mulia."
Kamar kembali menjadi sunyi. Lionel menghempaskan tubuhnya ke kasur dan mencoba terpejam.
Namun gagal.
Pelukan hangat, tepukan tulus di punggung dan suara lembut yang menenangkan masih terngiang. Begitu membuka matanya semua teras dejavu. Seperti mimpi dalam kenyataan.
"Siapa kamu?" Gumamnya pelan.
Bersambung...
FYI
Byos dan Dyos adalah saudara kembar. Byos Tatiha adalah seorang dokter dan Dyos Tatiha adalah penyihir resmi Soveil.
Mereka mengabdikan dirinya untuk Soveil sebagai balas budi karena telah diselamatkan oleh Lionel saat mereka hampir mati kelaparan di jalanan.
Fabian Soppra, pelayan pribadi Lionel yang sangat berdedikasi tinggi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!