NovelToon NovelToon

Nikahi Aku, Dokter Rama

Salah Paham

Rasa cinta dari seorang wanita bernama Nala Brianna kepada keluarganya begitu besar. Nala berumur dua puluh tujuh tahun, dan hidup bersama dengan seorang adik laki-laki setelah kematian ibunya dulu, tepat lima bulan yang lalu.

Kematian sang ibu karena sebuah kecelakaan, dan kini membuatnya begitu takut untuk harus kehilangan adiknya sekarang, yang sedang mengalami sebuah penyakit tumor hingga menyebabkan kerusakan hati yang parah. Ia bahkan sampai rela banting tulang dari pagi hingga bertemu pagi kembali hanya demi bisa membayar biaya rumah sakit agar sang adik bisa melakukan operasi demi kesembuhannya, meskipun pendidiknya dengan sangat terpaksa harus ia tinggalkan.

Berjalan mondar-mandir di depan pintu operasi adiknya dengan penuh kegelisahan. Begitu besar harapan yang sedang ia harap demi kesembuhan Aidan—adiknya. Namun sampai dua jam tak ada satu pun dokter atau suster yang keluar.

”Aku tahu bahwa kau tidak akan membiarkan aku tinggal seorang diri—kan, Dokter? Jadi, selamatkan adik saya karena saya sudah banting tulang hanya demi operasi ini berjalan lancar. Tolong jangan buat saya kecewa untuk kedua kalinya." Nala mencoba mengingat dengan pembicaraannya bersama seorang dokter muda sebelum operasi berjalan.

Dirinya semakin yakin bahwa adiknya kali ini akan diselamatkan.

Tepat ketika pintu ruang operasi terbuka, namun dengan tiba-tiba seorang dokter muda ke luar dengan raut wajah yang terlihat sedih. Semakin membuat hatinya Nala cemas ketika melihat dokter tersebut.

”Apa yang sebenarnya terjadi, Dok? Katakan bahwa adikku selamat." Nala terlihat sangat cemas, apalagi saat dokter tersebut tak menjawab apapun yang ia tanyakan.

Tanpa banyak menunggu, membuat Nala bergegas dengan cepat untuk masuk ke dalam ruangan operasi adiknya itu, namun sayangnya, ia melihat para suster sedang mengemas barang-barang operasi mereka, dan adiknya sedang terbaring lemah dengan wajah yang pucat.

Hal yang tidak pernah ia duga bahwa akhirnya sekarang ia harus ditinggalkan seorang diri untuk selamanya. Betapa hancurnya hati Nala ketika melihat tubuh lemas adiknya yang sudah tak lagi bernyawa, itu menjadi sebuah hari buruk yang kembali datang padanya.

Membuat tangisnya Nala pecah, dan ia segera memeluk tubuh sang adik. Namun, ia tahu bahwa sebuah tangisan tak akan membuat adiknya kembali hidup.

Seperti sedang kerasukan setan, Nala tak sengaja melihat kearah sebuah gunting bekas operasi adiknya itu di atas meja. Dengan bergerak cepat ia mengambil gunting tersebut dan berniat untuk bisa membalaskan dendam atas kematian adiknya.

”Kamu juga harus ikut merasakan mati, Dokter Rama!" Nala berteriak keras dengan membawa gunting runcing itu kearah belakangnya sang dokter. Namun untuk saja seorang suster sempat menahan tubuhnya.

Hingga membuat gunting di tangan Nala terjatuh, dan untuk sekali lagi ia menjerit sampai-sampai mendorong tubuh suster tersebut.

Pihak rumah sakit lain mencoba memanggil Dokter Rama yang masih berada di luar pintu utama kembali masuk ke dalam ruangan tersebut demi bisa membuat Nala tenang. Tentu saja dengan obat penenang.

”Dok, keluarga dari pasien tidak terima dengan kematian yang sedang menimpa adiknya ini. Dia hampir saja mengarahkan gunting ini padamu, Dok."

"Biar saya yang lihat.”

”Baik, Dokter," ucap Suster Kana yang menjadi pendamping saat operasi tiba.

Dokter Rama segera berjalan mendekat kearah keluarga pasien yang sedang ia tangani sebelumnya. Membuat Dokter Rama terlihat sangat sedih ketika harus mengetahui bahwa pihak keluarga mencoba tidak terima dengan keputusan takdir.

Pria bernama lengkap Rama Bimasena Prawira, dan sudah menjadi kebanggaan keluarga serta tempat kerjanya saat ia meraih gelar sebagai dokter yang berprestasi. Berumur tiga puluh tahun, dan telah sukses diusia yang terbilang muda. Serta telah mengikuti jejak dari ayahnya untuk menjadi seorang dokter, meskipun berbeda spesialis dengan sang ayah. Sekaligus membantu sang ayah dalam pendirian rumah sakit pribadi tempat mereka bekerja sekarang, termasuk calon pewaris untuk rumah sakitnya.

Sudah begitu banyak pasien yang ia tangani, dan memang ada yang selamat juga tidak, tentu saja semua itu tergantung takdir dari sang pencipta. Akan tetapi, baru kali ini Dokter Rama melihat pihak keluarga pasien membantah dengan kemalangan yang sedang terjadi. Padahal jelas-jelas dirinya sudah melakukan yang terbaik demi bisa menyelamatkan nyawa pasiennya, tetapi takdir berkata lain.

Membuat Dokter Rama segera berjalan mendekat kearah Nala dengan tidak membawa suntikan apapun. Meskipun membuat para suster sedikit khawatir jika sewaktu-waktu pihak keluarga pasien berontak, namun Dokter Rama menginginkan agar bisa berdamai.

”Maaf, Nona. Bisakah aku membantumu berdiri sekarang? Mungkin kamu butuh sejenak untuk curhat denganku, tentu saja aku tahu akan kesedihanmu ini, tapi mengertilah aku sebenarnya juga tidak menginginkan hal ini terjadi. Tetapi kami bukanlah Tuhan, melainkan hanya seorang dokter biasa," ucapnya. Dokter Rama masih berusaha mengulurkan tangannya demi mendapatkan perdamaian, tentu saja dirinya tidak mau pihak luar mendengar kabar tak mengenakan seperti ini.

Dengan cepat Nala menepis perdamaian yang sedang Dokter Rama mulai. Ia bangun dengan perlahan, dan langsung mendorong tubuh Dokter Rama berkali-kali sembari tangisan terus saja mengalir deras.

”Jika kau tahu aku sedang sedih, lalu kenapa kamu tidak bisa menyelamatkan adikku?! Aku telah membayar mahal biaya operasinya, tapi untuk kedua kalinya kamu telah mengecewakan hidupku, Dokter! Semua kerja keras ku hanya untuk mereka, tapi kau menghancurkan mimpiku!” Nala tidak peduli sekalipun banyak orang melihat tingkah bodohnya itu.

"Bahkan aku tahu kalau Dokter Rama terlahir dari keluarga Bimasena. Di mana harta kekayaan keluargaku hilang karena sebuah penipuan yang dilakukan oleh keluarganya dulu. Pasti ini sebabnya Dokter Rama tidak ingin pihak keluargaku selamat. Tapi, aku tidak bisa memberitahukan hal ini sekarang, sampai dia bisa menembus semua kesalahannya itu," batin Nala saat ia mengingat tentang kejadian masa lalu, di mana semua tanah rumahnya digusur saat pembangunan rumah sakit tersebut secara paksa.

”Hentikan, Nona. Kamu bisa membuat nama baikku tercoreng," bisik Dokter Rama dengan perlahan. Tentu saja dirinya tidak mau rumah sakit yang sudah mati-matian ia bangunkan ini menjadi sepi hanya karena sikap gila wanita itu.

"Kamu memikirkan nama baikmu?! Wah ... Lihatlah kalian semua di sini. Dokter ini berusaha mengancam ku. Setelah Dokter membuat ibuku tiada, lalu sekarang adikku. Kenapa tidak sekalian suntik mati aku saja?! Apa kau juga ingin kembali merampas semua milikku begitu saja?" Nala terus saja mendorong tubuh Dokter Rama sampai-sampai pria itu terhimpit oleh dinding.

“Sial! Dia bukannya takut, tapi sekarang mengeraskan suaranya. Tapi tunggu, aku sepertinya pernah menangani ibunya dulu, ternyata dia orang yang sama,” batinnya Dokter Rama ketika melihat tak ada lagi jarak antara dirinya dengan Nala.

”Baik, Nona Nala. Sekarang ikut denganku ke dalam ruangan ku, dan kita akan membahas masalah ini. Aku juga akan bertanggung jawab. Tapi tolong, kecilkan suaramu atau aku akan benar-benar memberikan obat penenang untukmu," ancam Dokter Rama sembari ia memegangi kedua tangannya Nala demi sedikit menjauh.

Mendengar ancaman yang sepertinya bukan sekedar ancaman biasa. Tentu saja Nala merasa takut karena ia hanya seorang diri, berbeda dengan Dokter Rama.

Dengan perlahan Nala menghindar sembari menjawab dengan anggukan kecil. ”Baik, aku akan mendengarkan saran mu. Ya sudah sebaiknya kita ke ruangan mu sekarang karena aku juga harus mengurus pemakaman untuk adikku nantinya.”

”Mari, Nona. Ikut saja. Suster, tolong jaga adik dari Nona ini sebelum saya kembali ke sini," perintah Dokter Rama dengan melirik tajam ke arah Nala

Dengan sangat terpaksa, Dokter Rama harus meladeni pertengkaran bodoh dari pihak keluarga pasiennya, padahal ia paling malas untuk harus berdebat, dan tidak menyukai kebisingan. Namun sekarang, ketampanannya terlihat semakin jelas saat jaket putih kebanggaannya ia lepaskan hingga otot-otot lengannya terlihat jelas.

Mampu membuat Nala menelan ludah, saat hati yang memikirkan tentang kegilaan setelah melihat pesona ketampanan dan kegagahan dari sang Dokter Rama. Namun, pikirannya berusaha ia segarkan kembali demi sebuah niat untuk adiknya.

Permintaan Bodoh

“Katakan sebenarnya apa yang sedang kamu inginkan dariku?” tanya Dokter Rama dengan raut wajahnya yang datar. Sangat berbeda ketika berada di depan banyak orang dengan di dalam ruangannya yang hanya berdua saja bersama dengan Nala.

”Nyawa mu, Dokter," sahut Nala dengan tidak kalah dinginnya. Tatapan tajam yang sejak tadi tak hentinya Nala berikan, namun membuat Dokter Rama justru terkekeh ketika mendengar permisi Nala yang sangat konyol.

"Nyawaku? Permintaan bodoh apa ini? Hei, dengarkan satu hal. Kau tidak akan bisa menang meskipun mencoba untuk bersikeras melawanku," ujar Dokter Rama sembari berjalan dengan semakin mendekat, dan justru membuat Nala perlahan berjalan mundur.

Nala bisa melihat bahwa sifat lain dari Dokter Rama yang tidak ia perlihatkan di depan banyak orang, tentu saja ia merasa sedikit takut. Akan tetapi, demi membuatnya tidak malu, Nala berusaha bersikap seolah-olah begitu berani.

”Jangan mengancam ku, Dokter Rama. Aku bisa gunakan ancaman mu ini juga sebagai bukti bahwa kamu telah sengaja membunuh adikku. Aku akan menuntut mu." Nala mulai terlihat lemah, dan raut wajahnya jelas sekali ketakutan, meskipun ia masih berusaha bersikap tegas, tapi tatapan tajamnya dengan perlahan tak berani menatap kearah Dokter Rama.

“Kamu tidak bisa menuntut ku, Nala. Sebab, kamu sudah menandatangani surat perjanjian dengan pihak rumah sakit sebelum adikmu dioperasi. Jadi, lakukan apapun itu karena semuanya tidak akan membuatmu berhasil untuk menuntut ku apalagi mengambil nyawaku ini," ujar Dokter Rama sebelum akhirnya ia pun pergi.

Membuat Nala hanya bisa mengepalkan tangannya dengan kuat saat mendengar bahwa kali ini Dokter Rama telah menang. Tapi, ia tidak akan tinggal diam begitu saja.

”Baiklah, Dokter. Jika kekerasan tidak akan bisa membuatku menang, maka dengan godaan aku akan menghancurkan dirimu, lihat saja pembalasan dendam ku demi adik dan ibuku," gumamnya Nala saat melihat punggungnya Dokter Rama semakin menjauh darinya.

Dengan rasa putus asa Nala pun pulang bersamaan dengan jasad adiknya. Ia hanya bisa memberikan yang terbaik untuk sesi pemakaman tiba, dan adiknya di tempatnya berdekatan dengan ibunya.

Hanya bisa menatap kearah pemakaman adiknya dengan penuh kesedihan, dan menaburkan bunga dengan tangisan.

Kini ia benar-benar telah sendiri, namun saat itu seseorang mengusap kedua bahunya dengan perlahan. Membuat Nala melirik ketika kedatangan sahabatnya yang entah sejak kapan sahabatnya itu tiba.

”Nala, aku turut berduka atas apa yang sedang menimpa adikmu," ucap Jordan Paul, tetapi Nala hanya menjawab dengan anggukan kecil.

Jordan Paul, pria yang sejak kecil sudah tumbuh bersama dengan Nala, meskipun umur mereka terpaut lebih lama Jordan lima tahun, namun semua itu bukanlah halangan besar untuknya berteman. ikut merasa sedih dengan apa yang sedang menimpa sahabatnya kini. Setelah kepergiannya ke luar negeri, banyak hal yang membuat Jordan merasa cemas dengan keadaan Nala di kotanya. Tentu saja rasa cemasnya itu pun terbukti.

”Jordan, aku senang akhirnya kamu kembali. Jujur sekarang aku sendirian," ucap Nala dengan perlahan.

Membuat Jordan tak tega ketika mendengar hal itu, ia dengan cepat membawa Nala masuk ke dalam pelukannya.

"Tenanglah, Nala. Sekarang kamu tidak akan lagi sendirian. Aku di sini untukmu karena mulai detik ini aku akan membuka perusahaan properti baru di sini.”

”Terima kasih, Jordan," sahut Nala. "Meskipun kamu akan menemaniku, Jordan. Tetapi bagiku sumber kebahagiaan ini adalah sebuah keluarga yang lengkap, dan bodohnya aku yang harus mempercayai Dokter Rama yang kejam itu! Sekarang aku harus kembali, dan memikirkan cara untuk balas dendam," batinnya.

Dengan cepat Nala melepaskan dirinya dari pelukan sang sahabat, dan membuat Jordan kebingungan dengan apa yang sedang Nala perbuat.

”Kamu mau pergi ke mana, Nala?”

”Aku harus pulang."

"Aku akan mengantarmu, Nala.”

”Tidak perlu, Jordan. Aku hanya ingin sendiri untuk sekarang." Nala pun berlari agar membuat Jordan tak mengikuti langkahnya.

"Astaga ... semoga saja Nala tidak melakukan hal bodoh lagi. Sebab, dia selalu melakukan hal bodoh setiap kali ia marah," gumam Jordan dalam rasa cemasnya. Ia pun segera bergegas ke mobilnya demi bisa mengikut larinya Nala.

Ternyata Nala telah lebih dulu pergi naik taksi, dan ia berhenti di sebuah danau yang bisa ia gunakan untuk menenangkan dirinya di kala penat tiba. Dari jauh Jordan hanya berusaha menjaga karena ia tahu wanita itu sedang butuh ketenangan setelah banyak masalah yang datang.

Membuat Nala telah memikirkan semua rencana gila yang akan ia buat nanti demi pembalasan dendamnya ini. Tak ingin terus menangis meskipun air matanya dengan perlahan turun sendiri. Namun, ia berusaha untuk tetap kuat. Menghapus air matanya, dan mengambil sebuah ponsel agar bisa mencari apa yang ia butuhkan.

Memesan beberapa gaun terbuka yang akan ia gunakan dalam rencananya nanti, dan senyuman tipis terlukis di raut wajahnya kini.

“Lihat saja, Dokter Rama. Kamu tidak akan lepas dariku. Jika dendam ini belum bisa terbalaskan, maka sampai mati pun aku akan mengejar mu,” gumam Nala dengan begitu percaya dirinya.

Keputusannya telah bulat, dan sekarang Nala pun bisa kembali ke rumahnya dengan tenang sebelum besok pagi ia akan mulai beraksi, tentu saja ia harus mempersiapkan beberapa perlengkapan terlebih dahulu.

Tiba di rumahnya, dan tepat saat itu paket yang sedang ia pesan pun telah tiba. Membuat raut wajahnya Nala begitu bahagia, dan sudah tak sabar ia ingin mencoba gaun indah dengan beberapa bagian tubuh yang terbuka.

Ada tiga gaun yang ia pesan dengan warna yang berbeda. Pertama ia mencoba memakai gaun merah menyala yang hanya menutupi setengah tubuhnya, dan terbuka di perut juga sepanjang punggungnya. Ia menatap kearah pantulan cermin, terlihat dirinya begitu cantik mempesona.

Namun tiba-tiba saja, tangannya ditarik dari arah belakang hingga membuat Nala terjatuh ke dalam pelukan Jordan.

”Hei! Apa kau sudah gila, Nala? Apa yang kamu lakukan dengan gaun seperti ini? Adikmu baru saja pergi, sadarlah!" bentak Jordan ketika selalu tidak habis pikir setiap kali melihat Nala melakukan hal bodoh dan konyol yang terlalu ceroboh.

"Tentu saja aku begitu sadar, Jordan. Tapi jangan ganggu kesenangan ku. Sekarang ke luar kamu dari rumahku, cepat!” usir Nala dengan berteriak keras.

”Kau sudah tidak waras, Nala. Jangan membuat adik dan ibumu kecewa hanya karena kamu putus asa. Di sini masih ada aku yang akan menemani dirimu. Sekarang lepaskan gaun mu atau aku akan merobeknya paksa, jadi hentikan sifat kecerobohan mu ini," ancam Jordan.

“Aku tidak bisa memberitahukan kamu dengan apa yang akan aku buat ini, Jordan. Tentu saja kamu akan melarangnya. Sebaiknya kamu tidak perlu tahu apapun tentang balas dendam yang akan aku selesaikan,” batinnya Nala.

Menatap kearah Jordan dengan penuh tajam tanpa ada rasa takut yang membuat Nala bisa dengan mudah menuruti keinginan pria itu begitu saja.

”Jangan mengatur hidupku, Jordan. Ke luar kamu dari sini atau aku akan berteriak.”

”Tapi, Nala-"

“Pergi dari sini, Jordan! Aku butuh waktu sendiri, tolong mengertilah!" paksa Nala dengan tegas. "Maafkan aku, Jordan. Tapi, tekad ku sudah bulat demi membuat ibu dan adikku mendapatkan keadilan, meskipun aku tidak tahu yang aku lakukan sekarang benar ataupun salah. Tapi, hatiku ingin melakukannya," batinnya.

Bersikap Manis

Pagi-pagi sekali Dokter Rama kembali datang ke rumah sakit karena di malam kemarin ia tidak ada jadwal piket. Hingga membuatnya datang lebih cepat demi sebuah pekerjaan yang mulia.

Belum sampai ia memasuki ruangan pribadinya tiba-tiba saja ia melihat seorang wanita berjalan mendekatinya. Rambut terurai indah dengan memakai gaun menarik berwarna merah, ditambah kacamata hitam dan high heels tinggi dengan memperlihatkan kaki jenjangnya. Layaknya sedang mengikuti sebuah acara fashion show ternama.

Tak pernah Dokter Rama bayangkan saat melihat wanita itu melepaskan kacamatanya. Ternyata Nala datang menemuinya dengan berpakaian seperti ingin mengajaknya berkencan. Meskipun wanita itu terlihat sangat cantik, namun hanya ada satu pertanyaan yang terselip di dalam benaknya Dokter Rama. ”Apa dia benar-benar tidak waras?”

Berbeda dengan Nala yang sangat percaya diri sekali untuk bisa membuat sang dokter muda tergoda dengannya. Penampilannya sungguh menawan, tapi baginya sendiri. Hanya saja Nala tidak sadar bahwa gaunnya itu telah salah tempat.

”Hai, Dokter Rama. Selamat pagi ...," sapa Nala dengan mengigit bibir bawahnya agar terlihat lebih menggoda.

Akan tetapi, Nala tidak tahu bahwa Dokter Rama paling benci dengan warna merah, terutama karena terlalu sering melihat darah merah. Ia merasa bahwa warna tersebut membuatnya memberikan kesan aneh. Bukannya membalas sapaan manja dari Nala, namun Dokter Rama lebih memilih masuk ke dalam ruangannya dengan sikap tak acuh.

Melihat situasi itu, beberapa suster yang sedang lewat pun menertawai Nala dengan sengaja. Hingga membuat Nala merasa malu, dan memilih bergegas pergi dari rumah sakit itu.

”Padahal penampilan ku sudah sangat menawan, tapi kenapa Dokter Rama tidak terpikat denganku? Jika begini caranya aku tidak bisa membalaskan dendam ini," gumamnya. Saat berada di dalam mobil taksi.

Hari pertama telah gagal, dan begitupun dengan hari-hari selanjutnya. Namun, Nala masih tetap tidak ingin berhenti agar bisa membuat Dokter Rama terpikat dengannya. Memakai gaun berwarna biru, dan ia merasa bahwa gaun tersebut sudah jauh lebih baik dengan apa yang ia kenakan di hari-hari sebelumnya.

”Kali ini aku tidak boleh gagal, dan jika perlu aku harus bisa meminta Dokter Rama mau menikahi ku,” tekadnya Nala yang kuat.

Untuk kesempatan kelima, dan Nala dengan sengaja datang lebih dulu untuk menunggu sang dokter di depan pintu ruangannya. Kali ini Dokter Rama tak bisa menjauh.

“Sebenarnya apa mau mu?” tanya Rama yang terlihat sedang ingin menentang Nala.

Membuat hati Nala senang ketika hari terakhir ia mendapat kesempatan untuk bisa berbincang dengan sang dokter. Dirinya bergegas mendekat, mengusap bahu pria itu dengan manja serta senyuman menggoda yang tak ingin ia lewatkan untuk memperlihatkan kepada sang dokter.

Meskipun tidak Nala ketahui bahwa gaun berwarna biru adalah warna kesukaan dari sang dokter.

”Dok, aku tidak mau apapun darimu. Tapi, bisakah kamu menyembuhkan hatiku ini? Rasanya sakit ... sekali, seperti ditusuk-tusuk jarum cintamu," ucap Nala dengan suara penuh kelembutan.

”Seharusnya kamu tidak berada di rumah sakit ini, tapi di rumah sakit jiwa. Obat tidak waras sudah habis, jadi pergilah sekarang,” usir Dokter Rama. Namun, pria itu ikut merasa kebingungan dengan apa yang sebenarnya wanita ini cari berhari-hari.

”Akan aku lakukan jika bisa bersama denganmu, Dok. Sembuhkan jiwaku jika itu mau mu." Nala semakin mendekat sembari ia mengarahkan satu jarinya ke leher sang dokter.

Merasa jika Nala semakin berbuat lebih jauh, dan Dokter Rama tidak mau kalau sampai imagenya menjadi buruk di mata pihak rumah sakit. Dengan cepat menarik tangannya Nala untuk masuk ke dalam ruangannya, dan tak lupa mengunci pintu.

Bukankah takut, namun Nala semakin terlihat senang. Ia tersenyum senang sembari duduk di atas meja Dokter Rama dengan sengaja sembari memperlihatkan bentuk tubuhnya yang menawan.

"Katakan apa mau, Nala? Kau bahkan tidak lebih seperti wanita yang sedang haus sentuhan. Aku rasa, aku bisa menunjukkan tempatmu di rumah bordil." Dokter Rama masih bersikap ketus.

"Ya ampun, Dok. Pasien mu ini sedang butuhkan pengobatan mu, tapi sepertinya aku akan lebih membutuhkan dirimu. Ah ... nikahi aku, Dokter Rama," bisik Nala dengan perlahan sembari menarik jas putih kebanggaannya.

”Kau benar-benar tidak waras, Nala! Sebaiknya minum obat tikus, bukan obat kuat," ketus Dokter Rama dengan sekedarnya.

"Ya, aku sudah tidak waras karena dirimu, Dok. Aku akan membuat mereka semua tahu bahwa aku ini adalah milikmu," sahut Nala dengan cepat sembari ia mulai perlahan membuka kancing gaun atasnya.

Semakin membuat Dokter Rama makin tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi kepada Nala. Dengan cepat ia menarik tangannya Nala agar wanita itu tidak berbuat semakin jauh.

”Ingat satu hal, Nala. Jangan coba-coba untuk membuat reputasi ku menjadi hancur hanya karena kamu marah atas kematian ibu dan adikmu," ancamnya. "Sekarang ke luar dari ruangan ku, dan jangan berharap aku akan menuruti permintaan bodoh mu ini," lanjut Dokter Rama dengan tegas.

“Come on, Doctor. Sentuh dan jamah lah tubuhku, Rama." Nala tidak takut, namun ia semakin menjadi-jadi hingga membuatnya semakin memperlihatkan gaya menawan demi bisa membuat Dokter Rama terpikat dengannya.

Sebagai seorang pria yang normal, Dokter Rama tahu bahwa dia bisa saja lemah dengan melihat Nala bertingkah konyol seperti sekarang. Namun, ia tahu bahwa wanita ini tidak akan berhenti begitu saja demi bisa membuatnya luluh. Akan tetapi sekarang, dirinya tak ada pilihan lain selain dengan mengusir Nala secara paksa, daripada ketahanannya sebagai seorang pria harus luntur di depan Nala.

Menarik tangannya Nala dengan kasar sembari sedikit mendorong agar bisa ke luar dari ruangannya. Nala pun berhasil ke luar dengan raut wajah yang penuh kekesalan. Namun tidak dengan Dokter Rama yang lebih memilih mengurung diri sampai Nala benar-benar pergi.

Lagi-lagi usaha Nala telah gagal dan ia harus pulang dengan menahan rasa malunya. Padahal, ia sudah menghabiskan banyak uang demi bisa membeli gaun indah seperti sekarang, namun semuanya telah sia-sia.

”Kurang ajar! Dia mencoba melawanku, tapi aku tidak boleh menyerah. Lihat saja, Dokter Rama," ancamnya, dan bergegas pergi ke luar dari rumah sakit.

Saat Nala pergi banyak mata memandang rendah kearahnya. Mereka yang kenal dekat dengan Dokter Rama ikut menatapnya sebelah mata, dan bahkan ada yang langsung mencibir Nala secara terang-terangan.

Semakin membuat Nala merasa sedih ketika ia tahu bahwa dia telah menggunakan cara yang kotor agar bisa membuat sang dokter tergoda. Ia pun merasa malu, dan memilih berjalan lebih cepat kearah taksi yang sudah ia pesan lebih dulu.

”Sial! Bagaimana aku bisa melanjutkan pembalasan dendam ini jika aku tidak bisa masuk ke dalam rumah sakit itu? Mereka akan pasti terus-menerus menghinaku," geram Nala dengan penuh kekecewaan.

Sang supir taksi hanya kebingungan ketika mendengar amarah dari penumpangnya.

"Maaf, Mbak. Tadi saya tidak sengaja mendengar kalau Mbak sedang butuh cara untuk masuk ke rumah sakit ini ya? Apa maksudnya ingin menjadi salah satu pekerja di sini?" tanyanya.

"Memangnya Anda tahu agar bisa masuk ke dalam rumah sakit ini? Jika memang tidak, tidak perlu banyak bertanya. Saya sedang pusing. Sebaliknya cepat bawa saya pulang ke tempat yang sudah saya berikan, tapi jika tidak saya akan ke luar," cetus Nala.

"Hehe maaf, Mbak. Bukan maksud saya ingin ikut campur. Tapi kelihatannya Mbak ini sedang butuh bantuan ya? Sebetulnya saya ada loh kenalan seorang suster yang bisa membawa Mbak masuk ke dalam rumah sakit ini. Dia gebetan saya."

Dengan tiba-tiba Nala pun terheran. "Aku setuju! Tapi sebaiknya menyingkir lah dariku."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!