NovelToon NovelToon

Bastard'S Shackles

1. Redakan Panas ini

Brett … Dett …!!

Netra Alda membulat penuh. Dengan tarikan kasar, dua tangan Richard berhasil meluncurkan kancing kemeja Alda tak tentu arah dan tercerai berai.

Menanggalkan segala penghalang dari tubuhnya yang menjadikannya polos seperti bayi, begitupun halnya Richard. Alda sangat malu menyilangkan tangan, menarik apa saja menutupi tubuhnya. Tetapi dengan cepat Richard menyingkirkan itu.

“Hanya cara ini saja yang bisa mendinginkan tubuhmu honey?”

“Tapi ...”

Alda ragu dan menggeleng ketakutan. Melihat sesuatu yang spesial dari Richard tengah berada tepat di depan mata.

Wajah Alda berubah pias, keringat dingin menjalar dari kening. Bagaimana bentukan itu membuatnya ingin pingsan. Membayangkan mengisi dirinya yang dirasa tak masuk diakal.

“Psssttt,” Richard menempelkan jarinya di permukaan bibir Alda. “Kau percaya padaku, bukan?” ketika pria ini telah bersiap.

“Aku…” Alda bingung

Richard berusaha keras menghancurkan keraguannya itu. “Hanya mendinginkan sebentar, aku bergerak sedikit menyalurkan sesuatu dalam dirimu dan ... selesai.”

“Hanya sebentar?”

“Ya.”

“Dan selesai?” tanya Alda lagi  yang begitu polos, dalam keadaan tak sadar.

Dengan senyum licik Richard berkata, "ya, ya. Hanya sebentar dan tidak sakit. Kau hanya perlu diam, biarkan aku yang mengatasi semuanya.”

Alda mendengarnya dengan kepala yang terasa berat. Pandangannya pun berangsur kabur, melihat Rich layaknya berjumlah ganda bahkan lebih.

Akhirnya bujuk rayu Rich sesuai ekspektasi. Alda kini pasrah menyerahkan diri sepenuhnya pada Richard. Karena ia sendiri sudah tak tahan dan tersiksa akan panas di tubuhnya yang semakin menjadi-jadi.

“Percayalah!” bisik Richard dengan suaranya yang serak ke telinga Alda, tersorot sayu dengan mata berselimut nafsu. Mendorong Alda perlahan, berbaring di atas peraduan.

Detik demi menit senyapnya kamar hotel itu, hanya terisi desauan antara keduanya yang dimabuk panasnya gelora. Richard begitu pintar menenangkan Alda, ketika wanita itu tidak nyaman atas kondisinya. 

“Honey, kau begitu seksi. You are look perfect,” lirih Richard terdengar sensual.

“Ef, no! Ahh ...” Alda melengkungkan tubuhnya, ketika ia merasakan ledakan yang meluncur bebas di bawahnya sana.

“Ya, ini aku.”

Richard tersenyum penuh kemenangan. Masa bodoh baginya jika Alda menyebut nama kembarannya di saat ini, yang penting ia bisa menikmati tubuh gadis yang ia cintai.

Tidak ada satu inci pun tubuh Alda terlewat dari sentuhan panas seorang Richard. Alda memekik, kelopaknya terbuka sempurna.

Mendapati dorongan kuat milik Richard memenuhi dirinya secara tiba-tiba. Seolah membelahnya jadi dua bagian dan itu sungguh menyakitkan.

"B-berhenti tolong!" Alda menggigit bibirnya, menahan semua itu.

“Tahan honey, sedikit lagi sampai.”

“Auwh, sakit! Aughhh … Ef … !!” jerit Alda tak tahan, nafasnya memburu. Dua tangannya mencengkram pinggang Richard sangat kuat dan menancapkan kukunya di punggung pria itu.

Namun, Rich tak sudi menyudahi kenikmatan duniawi yang memanjakan miliknya. Bekerja keras, menembus dinding pertahanan Alda.

Meski kucuran peluh deras membanjiri keduanya dan dihentakan terakhir. Richard akhirnya berhasil membenamkan lebih dalam seluruh miliknya.

“Fuck! You are cramped honey …! Like it!” Richard tak menyangka ia menjadi yang pertama untuk Alda.

Panas di tubuh Alda lenyap, berikut rasa sakit tadi yang meremukkan seluruh tulangnya. Kini tergantikan oleh kenikmatan dan kepuasan.

***

“Eungh, panas ...! Uh, kenapa tubuhku rasanya panas sekali dan ini membuatku tak nyaman. Tolong, nyalakan Ac mobilmu lebih kencang, Ef?” rengek Alda menatap pria di sebelahnya yang sedang berkendara.

Dengan tanpa berhenti mengibaskan kerah kemejanya itu. Ia terlihat sangat kacau dan tubuhnya menggeliat seperti cacing.

Pria yang ia kira Efrain pun tak keberatan. “With pleasure honey."

Richard dan Efrain sebenarnya adalah saudara kembar tiga. Satunya lagi bernama Abelle, seorang wanita. Karena Alda dalam keadaan tak sadar, ia mengira Richard itu adalah Efrain.

Alda mencintai Efrain, sebaliknya Efrain tak tahu itu dan malah Rich yang selama ini mencintai Alda.

Bahkan gencar mendekatinya dengan segala cara. Termasuk cara liciknya kali ini, yang bersekongkol dengan anak buahnya menjerat Alda.

“Sikat saja, Bos. Barangnya mulus, kami yakin Bos pasti puas dengan servisnya,” bisik anak buahnya mengompori, sekaligus menelan ludahnya memandangi Alda yang seksi. Richard tak suka dan marah besar.

“Damn it! Pergi dari hadapanku sekarang!” usir Richard pada anak buahnya.

Sebuah amplop berwarna coklat, dilemparnya ke wajah mereka dengan kasar. Para anak buahnya segera menangkap dengan senyum bahagia kemudian pergi.

Hingga tinggallah Richard yang tak mau menunda-nunda. Lantas melajukan mobil mewahnya dengan kecepatan tinggi. Menuju ke sebuah hotel yang sudah direservasi.

Dengan sesekali mengerling pada Alda yang terlihat mulai lepas kendali dan melantur tidak karuan.

Tubuhnya meliuk-liuk dengan gerakan erotis dan berani meraba-raba dada Richard. Beserta tatapannya yang menggoda itu, tak ubahnya seperti ******.

***

Setibanya di kamar hotel, Richard mendudukkan Alda di atas sofa. Berlalu ke arah pintu dan mengunci pintunya dengan rapat.

Namun, ia terperanjat ketika berbalik badan. Mendapati Alda sudah berdiri tepat di belakangnya. Hingga pergerakannya yang cepat itu membuat tubuh Alda hampir terjatuh.

GAP!

Richard berhasil menahan pinggang Alda. Gadis itu refleks melingkarkan kedua tangannya ke leher Richard.

Jarak sedekat ini, pasang mata mereka saling terperangkap dalam lautan gelora. Hingga tak butuh waktu lama, sepersekian detik, Rich langsung menyambar bibir Alda tanpa aba-aba.

“I love you Alda. Aku sangat menginginkanmu ...”

“Eh?”

Richard menyapu bibir wanita yang selama ini diidam-idamkannya. Semakin menarik tengkuknya lebih dekat.

Alda bergeming melebarkan matanya bulat-bulat. Sekujur tubuhnya mendadak bagai tersengat listrik bertegangan tinggi, lantaran pertama kalinya dicium seorang pria.

Bingung, gelisah, berdebar-debar, bahagia, terkejut bercampur menjadi satu. Pasrah dan seperti orang bodoh, membiarkan Richard yang dianggapnya Efrain.  Membawanya terbang jauh dalam kenikmatan semu. 

Dimabukkan keahlian casanova ini, hingga mulanya Alda yang terdiam tak membalas. Tanpa sadar mengimbanginya dengan mata terpejam.

Kian lama ciuman keduanya semakin membara dan menuntut lebih. Seakan lapar Richard lebih mendominasi, membuat Alda semakin kewalahan.

Hhhh!

Nafas keduanya terengah-engah cepat. Richard tersenyum memandangi wajah Alda yang nampak sayu itu, saling menatap intens sewaktu Richard melepas ciumannya. Ternyata membuat Alda cukup kecewa.

“Kau menyukainya, hum?” 

Alda tak menjawab, tetapi mengangguk. Oh! Itu sangat menggemaskan sekali bagi Richard yang sudah tak sabar ingin memakannya.

Dia seperti puding caramel berbalut saus creamy yang rasanya manis dan lembut. Hingga tak cukup mencicipinya sekali.

“Kau sangat agresif,” kata Alda malu-malu. “Juga  ...”

Hmmppt!

Rich membekap bibir Alda lagi dengan ciumannya. Tak ada lagi berbalas kata, tapi decapan saling berlomba.

Satu harapan besar Rich. Dengan cara ini, dia bisa menjerat Alda dan gadis ini tak akan menolak cintanya lagi.

“Mulai detik ini, kamu hanya milikku Alda Danurdara!” posesif Richard, berbisik mesra di telinga Alda dan memeluknya erat. Mengecup pipinya dengan lembut, saat gadis itu kelelahan dan tidur begitu saja setelah pergumulan hebat ini.

2. Dasar Bastard!

Beberapa jam sebelum Richard berhasil merenggut kegadisan Alda … 

"Hai Alda?"

Sapaan dari suara barithon khas, cukup familiar. Mengejutkan Alda dengan mata terbelalak. Seketika kakinya tercekat saat hendak keluar dari toilet.

Kebetulan toilet sepi, semakin mendukung suasana kian mencekam

Seolah-olah melihat setan, jantung Alda pun berderap-derap diikuti nafas cepat. Saat pria itu muncul dengan tiba-tiba.

"Kau!" tuding Alda tak suka melihatnya, mengumbar senyum genit.

Wajahnya memang tampan, tubuhnya tinggi gagah dengan pesona memukau kerap menggetarkan kaum hawa yang melihatnya. Tapi tidak bagi Alda, yang menganggapnya Biasa.

“Tolong minggir.”

Bukannya memberi jalan, pria itu malah tebar-tebar pesona dan menghadangnya tak boleh lewat. Membuat Alda semakin geram.

Sebenarnya bukan kali ini saja, pria itu kerap mengganggu. Bahkan pria itu kedapatan selalu menguntit, kemanapun Alda pergi.

Di mana ada Alda, pria itu selalu muncul. Persis jailangkung, datang tidak diundang dan pulang pun tidak diantar.

"Bisakah tolong minggir sebentar, aku mau lewat,” ucap Alda berusaha menambah stok kesabaran.

"Eits! Jawab dulu pertanyaanku yang kemarin, baru boleh lewat!” desaknya merentang tangan, semakin mendekati Alda.

"Yang mana sih?" Alda lupa.

Pria itu berdecak kesal. Tangannya terulur, hendak memegang pipi Alda. Namun, Alda langsung menepis tangannya dengan cepat.

"Jangan lancang atau aku teriak!" ancam Alda sangat marah.

"Coba saja kalau berani?" tantangnya.

"Tol ... Hmmptt!"

Pria itu sigap membekap bibirnya dan mendorong tubuh Alda mundur hingga menabrak dinding.

"Menurutlah?" himbau pria ini mengukung Alda.

"Emmh! Lepaskan aku, sialan!" desis Alda dibalik bekapan mulut pria itu, ia sungguh kesulitan bernafas.

“Honey ... Aku tidak bermaksud menyakitimu. Tapi kau terlalu sombong," ucap pria itu menarik telapak tangannya perlahan dari bibir Alda, dengan tatapan mengintimidasi.

Alda menukik tajam. “Enyah kau!” tangan Alda mendorong dada pria itu sekuat tenaga.

Alih-alih berhasil, tangannya malah dicekal kuat oleh pria itu. Semakin menjepit tubuhnya tak bisa bergerak.

Menatap Alda begitu dalam, dengan manik hijau zamrudnya yang memiliki daya pikat. Sehingga Alda terlihat gelisah, apalagi saat fokus mata pria ini pada bibirnya.

Alda gugup, sontak berpalis wajah. Tepat pria ini seperti hendak mencium.

“T-tolong menyingkirlah,” suara terbata dari Alda, menyadarkan pria itu dari tindakannya yang kelewat batas. Segera mengendurkan tubuh Alda dari kungkungan.

“Maaf Alda, aku terlalu mencintaimu sehingga aku sulit mengendalikan diriku jika berada di dekatmu.”

Lagi-lagi Alda terhenyak dan tak habis pikir. Rasanya ingin tertawa keras bercampur kesal atas kekonyolannya itu. Baru kali ini, ia mendapati seorang pria menyatakan cinta kepada seorang gadis di depan toilet? 

Biasanya di tempat yang indah, lalu memberi kejutan romantis dan sekarang bukannya Alda tersentuh atau tertarik, ia malah menjadi ilfeel.

“Dasar pria sinting. Kau tidak sopan!” protes Alda memberengut.

Berlalu pergi, mumpung pria itu sudah tak lagi menghadang jalan.

“Aku memang tergila-gila padamu Alda. Tidak ada cara lain lagi, selain menyatakan perasaanku sekarang. Bukankah selama ini aku sudah berkali-kali menyatakan cinta padamu. Tapi kau selalu menolak?”

Alda terhenti dengan tubuh terkesiap, mendengar hal itu.

“Sebenarnya apa kekuranganku, Alda? Aku tampan, kaya dan pintar. Kurang point apalagi aku di matamu?” tanya pria itu keheranan, padahal semua gadis di kampusnya saja mengantre ingin jadi kekasih. Tapi Alda terus menolak dan menjauhinya.

Alda membisu. Pria itu tak sabar, kemudian berjalan mendekati Alda dan berdiri di hadapannya menatap intens.

“Kalau kau mengira aku mudah tertipu seperti para korbanmu. Kau salah besar Tuan Casanova. Habis manis sepah dibuang!” sungut Alda memprotes, tahu jika pria ini seorang playboy kelas kakap.

“Please, Alda. Percayalah! Hanya kaulah pelabuhan terakhirku dan aku berjanji?” rayunya meraih tangan Alda, digenggam perlahan hendak dicium.

Tentu saja Alda bereaksi menarik tangannya dengan cepat. Ia tidak menyukai pria yang agresif, bahkan lancang menyentuhnya tanpa ijin.

“Ingat baik-baik. Aku tidak akan pernah mencintai pria casanova sepertimu. Kau bukan tipeku dan aku hanya mencintai Efrain Louis!” tegas Alda sembari menuding ke wajah pria itu.

Pria itu adalah Richard Louis. Dari sekian banyak gadis yang dikencani, baru ini ia mendapati cintanya ditolak mentah-mentah seorang gadis. Dirinya bahkan semakin terhina dan menjadi sangat murka.

Karena di banding-bandingkan dengan saudara kembarnya sendiri. Efrain yang memang lebih unggul darinya dalam segala hal.

Efrain yang cenderung dingin dan susah untuk jatuh cinta, malah memiliki daya pikat lebih di mata gadis seperti Alda. Tentu saja Rich tidak terima.

“Hentikan omong kosongmu Alda! Kami berbeda. Ef, tidak lebih baik dariku. Camkan itu!” bentak Rich mengecam dengan arogan.

Sayangnya Alda bukanlah gadis penakut, seperti gadis-gadis lemah yang ada dalam pikiran Richard. Semakin Richard marah, gadis itu tak kalah sengit berkata kasar.

“Jelas kalian berbeda meski wajah kalian serupa. Ef pria terhormat, cool, intelegent dan smart. Oia satu lagi, Ef tidak suka mengobral cintanya kepada setiap gadis!” tekan Alda melengos pergi dengan langkah agak berlari.

Meninggalkan Richard begitu saja. Dengan hati tercabik, kecewa dan merasa direndahkan bercampur jadi satu. Menjadi kobaran amarah dalam dada yang sulit diredam ketika panasnya menjalar sampai ke otak. 

Mulut tajam Alda bagai pedang, menusuk jantung. Perkataannya sadis, seolah tamparan keras bagi Rich.

“Hrraahh!” teriak Richard meraung dengan keras, mengepalkan tangannya seketika lalu menonjok dinding.

Bukh!

“Dasar gadis munafik, sombong! Tunggu saja pembalasanku!” geram Rich dengan otak mendidih.

Drrt, drrt....

Getar ponselnya menyita di dalam saku. Rich mengangkat telepon itu dengan tersenyum asimetris. Mendengar laporan dari seseorang di seberang telepon, wajah tampan Richard yang tegang seketika berubah sumringah.

"Aku harap kalian tak mengecewakanku dan hanya bermulut besar. Karena jika kalian gagal, aku tak akan pernah mengampuni kalian!" kecam Rich.

[Tenang saja, Bos. Semuanya berjalan  dengan lancar, kami bahkan sudah membawa pesanan Anda sesuai perintah. Silahkan tunggu kami di mobil, kami akan langsung mengantarkan barangnya.]

Richard mengangguk senang sembari mengusap rahang kokohnya. Menutup telepon dan berjalan ambisius ke arah basement.

Tak sabar menunggu kedatangan pesanannya, terduduk lapang sambil bersiul. Menyandarkan punggungnya santai di mobil mewahnya.

“Bos, ini dia pesanan anda. Mau ditaruh di mana?”

Manik hijau zamrud itu terbuka dengan perlahan, melirik anak buahnya tapi terpusat akan sesosok yang diapit oleh mereka. “Letakkan di sisiku!”

***

Keesokan harinya, 

Ujung gorden tercelah sedikit membuka kaca jendela, menyusupkan sang surya masih tampak malu-malu pagi itu. Membiaskan kelopak mata Alda yang perlahan terbuka, mengucek mata agak berbayang ke sekitar.

Beralih ke sisinya tidur, menemui tubuh seorang pria yang semalam merenggut kesuciannya. Hingga seluruh tubuhnya terasa remuk redam, terlebih ngilu di antara pangkal paha. 

“Auwh!” desisnya ketika bergeser. 

Tersenyum lebar mengingat jika ia telah menyerahkan kesuciannya  pada pria yang tepat. Setidaknya Alda tak akan pernah menyesal, karena ia begitu mencintai Efrain.

“Ef, bangun. Ini sudah pagi.” Alda menggosok lembut lengan kekar Richard. Lengan itu melingkar di perutnya sangat erat, hingga ia kesulitan bangun. 

Richard menggeliat, mengerjapkan mata perlahan. Memandangi Alda dengan senyuman lepas. “Good morning, honey.”

Netra Alda menukik tajam, menyadari warna bola mata hijau zamrud milik Richard. Ia tersentak menyingkirkan tangan pria itu dari perutnya. 

“Jangan sentuh aku!”

Alda terlonjak duduk ketakutan, menarik bed cover menutupi seluruh tubuhnya yang polos diiringi jeritan tangis.

“Aaaahh …! Hiks, hiks… kenapa kau tega melakukan hal ini padaku, Rich! Kau jahat! Huhuhu …” tangisan Alda semakin deras hingga sesenggukan.

“Bukankah semalam kau sudah setuju?” tanya Richard berusaha mendekati Alda.

Rich akan memeluk, namun ia malah didorong sekuat tenaga oleh Alda hingga terjungkal ke lantai.

GUBRAKK!

“Ke mana Ef? Aku melakukannya dengan dia. Bukan denganmu bastard!” amuk Alda menatap Richard dengan penuh kecaman.

Richard mengernyitkan kening, berlagak santai tanpa dosa. “Tidak ada Ef di sini. Hanya ada aku yang semalam tidur denganmu, honey."

"Apa?”

Tubuh Alda mendadak lemas, syok mendengar hal itu hingga dadanya merasa sesak.

"Come on! Aku mencintaimu, honey. Seandainya kau minta aku nikahi. Aku pun siap!” ucap Richard dengan sungguh-sungguh, meyakinkan Alda.

"Tidak mungkin!" elak Alda menggelengkan kepala, lantaran masih tak percaya jika keperawanannya telah direnggut oleh pria yang tidak ia cintai.

“Kenapa tidak? Ayolah jangan malu-malu, honey! Kita sudah sama-sama dewasa dan kau sendiri yang memintaku untuk melakukan itu?” Richard merangsek mendekati Alda lagi, tak kenal menyerah.

Tetapi bukannya Alda tersentuh atau merengek sedih. Ia malah semakin emosi dan memarahi Richard.

“Tidak. Kau pasti bohong!”

“Why not?”

“Aaahhhh!” teriak Alda frustasi menjambak rambutnya, menuding Richard dan menatapnya sengit. “Diam di sana dan jangan pernah bermimpi aku mau menikah denganmu! Karena aku sangat membencimu mulai detik ini dan seterusnya brengsek!”

3. Curiga

"Tapi aku sangat mencintaimu Alda Danurdara?"

“Aku tidak peduli!” raung Alda tak mau mendengar mulut manis buaya itu. Di hatinya kini membara api kebencian.

Tak ada lagi yang bisa dibanggakannya sebagai wanita. Semuanya telah hancur, dalam semalam dan tak akan pernah kembali.

Tuhan...

Sedih Alda membanjirkan linangan air matanya semakin deras.

“Alda?” panggil Richard tetapi diabaikan.

"Shut up!"

“Kita sudah menghabiskan malam panjang berdua. Sudah tak perlu disesali lagi. Terimalah aku dan kita menikah.”

Alda menarik nafas dalam-dalam. Sudah tak  tahan lagi, menahan sesak di dadanya dengan kepala yang terasa dipukul martil. Hingga tangannya yang sedari tadi gatal. Kini melancarkan serangan dengan tiba-tiba pada Rich.

Plakkk! 

Plakkk! 

“Aarrrgh!” 

Richard meringis, mengusap bekas tamparan keras dari Alda di wajahnya yang tampan. 

“Kenapa kau malah menamparku?” 

“Itu belum seberapa dibanding luka yang telah kau goreskan padaku, brengsek!” amuk Alda.

“Kau!!” Rich mengeratkan gigi.

Menatap sinis pada Alda yang dianggap sombong. Bukannya luluh kemudian mengais  pertanggungjawaban darinya, Malah kini bersikap kurang ajar.

"Alda, dengar aku!" paksa Rich menahan kedua bahu Alda.

Tangan Rich dihempas. Alda menutup kedua telinganya rapat-rapat. Tak sudi mendengar atau pun melihat wajah Rich lagi. Baginya sekarang, harus segera pergi dari sini secepat mungkin

Alda menuruni ranjang dan menapaki lantai, sambil mencengkram gelungan bed cover dengan kuat agar tak merosot ke bawah.

Mengedarkan pandangannya untuk mencari pakaiannya semalam, dengan menahan perih di antara pangkal paha.

"Honey, my bunny. Jangan menguji kesabaranku lagi. Sebelum kau menyesal!" desak Richard mengejar Alda dan mengekori ke mana pun langkah gadis itu tertatih.

Bagaimana pun Alda, rasa cinta Rich tak akan pernah berkurang. Ambisinya memiliki gadis ini bukannya luntur, malah semakin menggebu-gebu.

Namun, Alda tetap diam seribu bahasa. Membiarkan Richard bicara sendiri dan tak menganggap keberadaannya ada.

“Alda, my bunny?” panggil Richard terdengar lebih lembut.

‘Persetan!’ batin Alda jijik dengan panggilan itu, rasanya ingin muntah.

Cara berjalan Alda yang seperti pinguin membuat Richard iba. Tetapi rasa iba itu hilang, jika mengingat betapa legitnya Alda.

“Di mana pakaianku?” Alda gelisah seperti orang linglung karena tak menemukannya di mana-mana dan ia nyaris putus asa.

“Aku tak tahu," sahut Rich.

“Bukan aku bertanya padamu!” balasnya jengkel.

Rich mengulum senyum. Tetapi saat Alda lebih jeli memindai pandangannya ke setiap sudut kamar itu. Netranya terbelalak sempurna.

Begitu mendapati semua onderdil dan celana jeans nya teronggok miris d dalam tempat sampah. Terlebih kemejanya yang ia tenteng ini, juga telah sobek menjadi beberapa bagian.

“Astaga, astaga!” Alda menggeleng syok, lantas membekap mulut.

Tangannya gemetar mencengkram tali bra itu dengan hati dongkol. Isakannya berubah menjadi gemuruh dalam dada kian memanas, menjalari hingga kepalanya terasa beruap. Rich benar-benar keterlaluan, Alda tak akan pernah bisa memberinya maaf.

"Honey,” panggil Rich sambil menjulurkan tangannya memeluk Alda, ternyata gadis ini bergeming tak memberontak.

Rich senang, mengira Alda luluh. Tapi jeritan keras Alda membuat tangan Rich terlepas dengan sendirinya.

“Rich!!”

Dengan gerakan cepat pula, Alda menolehkan kepala dan melotot tajam.

“Jauhkan tangan kotormu dari tubuhku bastard! Mengapa kau merusak kemeja dan membuang bra dan CD ku ke tempat sampah. Hah! Ja — wab …”

Bak slow motion Alda melebarkan mulut, setara dengan netranya terbeliak lebar. Kalimatnya pun seketika terhenti, saat melihat tubuh Richard yang masih belum mengenakan apa-apa.

“Aaaaahhh …! Kadal buntung!” Alda menjerit sejadi-jadinya.

Cepat membalikkan badannya segera dan menutup wajah dengan kedua tangan. Nafasnya pun tersengal-sengal sampai kaki hingga tangannya gemetaran hebat.

Bukan hanya tubuh polos Richard saja mengejutkan Alda, tapi antenanya yang big size itu menjulang tegak ke arahnya. Seolah hendak menjejal ke mulut Alda yang kebetulan sedang berjongkok.

“A-ada apa my bunny?” tanya Richard mendadak heran, tak menyadari keadaannya sendiri. Bergaya santai sembari garuk-garuk kepala.

“Ada apa, ada apa? K-kenapa kau masih s-saja belum mengenakan baju bastard!” omel Alda terbata-bata, “pakai sana!”

“Hmm.”

Richard lalu memindai tubuhnya sendiri, terkejut saat baru menyadari jika ia masih berpose eksplisit. Refleks menutupi senjata nuklirnya dengan tangan plus nyengir kuda.

“Hehe … maaf bunny. Aku lupa kalau masih seksi begini. Soalnya tadi malam hendak mengenakan baju, tapi tanggung. Takut kau minta lagi?” seenak jidat Richard bicara, semakin meningkatkan emosi jiwa Alda.

“A-apa katamu bastard?!” teriak Alda kian murka, “lagi katamu? Kau kira aku ini makanan? Bisa nambah seenaknya! Dasar pria mesum, buaya gila!” Alda melempar keranjang sampah plastik itu ke arah Richard sebagai pelampiasan.

BLAAMM.

“Aduh!”

Richard meringis, sekaligus terkejut karena lemparan Alda tepat sasaran.

“Bunny, keranjangnya masuk ke kepalaku?” polos Rich mengambil simpati Alda.

Mendengar itu, Alda yang kini marah-marah tiba-tiba menahan tawa melihat keranjang sampah di kepala Richard. Tetapi tak lama kemudian, ia kembali kesal.

Sementara Richard yang sudah menjadi budak cinta akut pada Alda, menurunkan keranjang sampah dari kepalanya itu tanpa sekali pun bisa marah.

"Alda?"

“Pokoknya aku tak mau tahu, kau harus mengganti pakaianku sekarang dan setelah itu jangan pernah temui aku lagi!” ancam Alda.

“Oke. Tapi membeli baju butuh waktu lama, bagaimana kalau pakai bajuku dulu?" tawar Rich.

Alda menggeleng. "Bajumu kebesaran untukku. Tidak!"

Dan kini ia malah kepikiran sesuatu. Hingga membuat kepalanya mulai terasa sedikit pening lagi. Mencurigai bahwa Rich lah yang membuatnya jadi seperti ini.

“Pakai bajumu dan menyingkir!" suruh Alda tak ingin dikerjai oleh pria bastard ini lagi.

“Oh! Sudah. Lihat saja sendiri jika tak percaya?”

Alda menghembuskan napas jengah sebelum menoleh. “Oke.” Kini ia menatap Richard dengan penuh selidik.

Rich menatapnya balik sambil menaikkan alisnya dan melipat tangan.

“Jangan-jangan ... Sewaktu aku dan teman-temanku sedang bepesta kemarin di cafe. Kaulah yang telah mencampurkan obat perangsang di minumanku, kan?” tuduh Alda.

Richard tercenung seketika. "Jangan menuduhku sembarangan, kalau kau tak punya bukti!"

"Tapi hanya kau dan aku di kamar ini saja, tak ada orang lain. Kau jugalah yang memanfaatkan situasi ini dan telah memperk*saku. Seharusnya kau membiarkan aku saja di sana!" cerca Alda tak percaya.

"Membiarkan kau bermalam dengan orang lain?" sangkal Rich.

"Kenapa bukan Ef, saja? Jika dia, mungkin aku ikhlas."

"Dasar gadis gila!” umpat Rich murka.

"Kau yang gila merencanakan semua ini!”

Rich lalu diam dengan wajahnya yang berubah pucat.

“Kenapa diam? Jawab!” bentak Alda membuat Richard mengangkat wajah dan kini tersenyum miring, perlahan mendekati Alda penuh minat.

Alda semakin mundur ketika melihat ekspresi Richard yang terlihat berbeda itu. Layaknya hyena yang kelaparan.

Tentu saja membuat Alda panik dan bergerak gelisah. Berjalan tak tentu arah, hingga terjatuh ke atas ranjang dengan posisi Richard mengukung di atasnya.

"Kau memang harus diberikan pelajaran, Alda!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!