"Lepaskan!"
Satu teriakan histeris dari seorang wanita cantik yang malam hari ini terbangun dari tidurnya.
Dengan cepat sang wanita cantik tersebut menyalakan lampu kamar dan menegak air mineral yang ada di samping tempat tidurnya.
"Rupanya aku mimpi buruk lagi"
Setelah berhasil mengatur nafasnya sang wanita cantik tersebut pada akhirnya mengatakan hal itu sambil menyeka keringat yang sejak tadi sudah bercucuran.
"Mungkin aku tidur terlalu sore, sehingga mimpi itu pada akhirnya datang lagi."
Wanita cantik tersebut mengatakan hal itu sambil memandang ke arah langit - langit kamar.
"Tuhan, sampai kapan aku harus di hantui akan hal ini? sungguh Tuhan ini sangat menyiksaku."
Dengan menutup wajah dengan ke dua tangannya sang wanita cantik tersebut mengatakan hal ini.
"Tuhan, aku mohon aku ingin beristirahat, ya Laurensia ingin tidur Tuhan, tolong bantu aku untuk memejamkan ke dua mata ini. Amin."
Laurensia kembali memanjatkan doa agar dirinya bisa tertidur dengan nyenyak tanpa mimpi buruk yang menghantui lagi.
Dengan usaha keras pada akhirnya Laurensia memejamkan ke dua matanya dan tertidur dengan lelap.
Malam yang dingin di salah satu negara yang terkenal akan pemandangan alamnya, ya malam yang dingin di negara J, di dalam kamar mewah terlihat satu wanita dewasa yang saat ini sedang sedang berusaha untuk tertidur.
Berbagai macam cara dia lakukan untuk dirinya bisa tetap stabil secara mental dan emosi, karena di saat sendirian wanita tersebut baru bisa menjadi dirinya sendiri.
"Selamat pagi nona Lauren."
Malam yang dingin pada akhirnya berganti dengan pagi yang hangat, pagi ini Lauren turun ke lantai satu untuk sarapan, seperti biasa aktivitas ini yang akan Lauren lakukan sebelum dirinya berangkat ke kantor dan memulai setiap aktivitasnya yang padat.
"Pagi Denisa, apakah semuanya sudah tersedia dengan baik?"
"Tentu saja nona Lauren, pagi ini kita akan berangkat lebih pagi karena akan ada rapat dengan beberapa pemegang saham di perusahaan."
Lauren yang saat ini sedang menikmati sarapan pagi, hanya menganggukkan kepalanya tanda bahwa dirinya setuju dengan semua jadwal yang telah di buatkan oleh Denisa sang asisten pribadinya.
"Nona, apakah sore ini perlu saya jadwalkan nona untuk perawatan tubuh?"
"Tidak perlu Denisa, aku ada janji dengan George."
"Baik nona Laura."
Sang asisten pribadi hanya bisa tersenyum dengan perkataan dari Lauren.
"Ayo Denisa kita berangkat, jangan sampai waktu kita terbuang percuma untuk sesuatu hal yang tidak kita inginkan."
Lauren mengatakan hal tersebut sambil bangkit dari tempat duduknya, sungguh sarapan pagi yang dia makan, seperti langsung tertelan tanpa terkunyah sedikitpun olehnya.
Pagi ini dengan anggun Lauren, wanita dewasa nan cantik jelita berjalan menuju ke dalam parkiran mobil.
Tubuhnya yang indah, rambutnya yang hitam panjang, serta ke dua kakinya yang jenjang membuat Lauren banyak menjadi incaran para pengusaha kaya raya.
"Nona Lauren, apakah nona tidak ingin bertemu dengan Mr. Chu?"
Di dalam mobil Denisa mengatakan hal itu kepada Denisa.
"Sama sekali tidak, aku bukan wanita pengemis pekerjaan meskipun itu dengan nominal sangat tinggi, aku sudah berdiskusi dengan George masalah Mr, Chu dan George memberikan saran kepada ku untuk menolak pekerjaan ini."
Sekali lagi Denisa hanya menganggukkan kepalanya saja saat Lauren kembali menyebutkan nama George yang begitu berarti di hati Laurensia.
Tak butuh waktu lama ketika mobil mewah tersebut masuk ke dalam satu parkiran eksklusif khusus untuk ceo perusahaan.
Kwang Corp adalah nama perusahaan yang telah di didirikan Laurensia dengan ke dua tangannya yang dingin, wanita yang sangat ambisius di dalam setiap karirnya, namun wanita yang sama bisa berubah menjadi yang lembut untuk kekasih pujaan hatinya.
"Sayang, apakah kau sudah cukup lama menunggu ku?"
Sesampainya di ruang kerja Lauren langsung merentangkan ke dua tangan untuk bersiap memeluk sang pujaan hati yang memang sejak tadi sudah menunggunya di dalam ruangan.
"Lau, hentikan kebiasaan mu yang seperti ini, kita berdua belum menikah, tidak sepantasnya melakukan hal itu sebelum waktunya."
"Meskipun hanya berpelukan?"
"Ya lau."
Dengan cepat sang pujaan hati menganggukkan kepalanya sambil mengatakan hal tersebut.
"Baiklah George, aku bangga dengan setiap prinsip yang selalu kau katakan ini, ada apa sayang kenapa pagi - pagi sekali kau sudah ada di dalam ruangan ku?"
George yang mendengarkan perkataan Laura langsung tersenyum dan mengeluarkan satu kotak makan dari dalam tasnya.
"Ini, makanlah di waktu istirahat siang nanti, kemarin kau mengatakan jika lambung mu sedikit bermasalah, aku yakin karena pekerjaan mu yang padat membuatnya seperti itu, hari ini aku membuatkan mu bubur dengan rasa yang pastinya enak, sebelum makan hangatkan kembali di dalam pemanas."
Sejenak Lauren terdiam dengan perkataan George, hatinya sungguh saat ini sangat terenyuh dengan satu hal yang telah George lakukan terhadapnya.
"Lau apakah kau tidak mau menerima bubur pemberian ku ini?"
Deg
Suara lembut dari George langsung membuat Lauren kembali tersadar.
"Maafkan aku George, seharusnya sebagai calon istri mu, aku lah yang harus melakukan hal ini, sungguh saat ini aku sangat malu kepada mu."
George yang mendapatkan perkataan dari Lauren kini hanya tersenyum.
"Lau, dengarkan, aku menikahi mu bukan untuk mencari koki, aku menikah dengan mu karena aku membutuhkan seorang penolong dan juga teman di dalam setiap langkah kehidupan ku ini."
George mengatakan hal tersebut dengan duduk di samping Lauren.
"Ketahuilah, mungkin di area membuat makanan aku memang bisa, namun di area - area yang lain aku sangat yakin kau akan menjadi penolong ku."
Laki - laki dan wanita itu memiliki kedudukan yang setara, namun tugas yang diberikan oleh Tuhan berbeda, dan aku sangat yakin dengan hadir mu di dalam kehidupan ku akan membuat aku lebih bisa mengalami banyak hal, jadi apakah kau tidak mau menerima bubur buatan ku hanya karena rasa malu Lau?"
George mengatakan hal tersebut sambil tersenyum menatap Lauren.
"George, kuakui kau adalah laki - laki yang selalu bisa membuat hati ku teduh dengan sempurna, aku selalu berterima kasih kepada Tuhan karena Tuhan telah menghadirkan mu di dalam kehidupan ku."
"Dan terima kasih kau telah menjatuhkan pilihan mu terhadap laki - laki sederhana seperti ku."
"Sederhana namun di hadapan Tuhan kita adalah manusia yang spesial."
Lauren mengatakan hal tersebut sambil tersenyum di hadapan George.
"Jadi pagi ini aktivitas apa yang akan kau lakukan George?"
"Aku akan melayani ibadah di salah perkumpulan anak - anak muda di pusat kota, aku akan membagikan apa yang akan menjadi pesan Tuhan di acara tersebut."
"Tuhan akan selalu menyertai mu George, doa ku akan selalu bersama dengan mu sayang, ya pasti Tuhan akan memakai mu secara luar biasa."
"Terimakasih Laurensia calon istri ku tercinta."
George mengatakan hal tersebut dengan menggenggam tangan Lauren.
"Apakah rasa terima kasih mu hanya dengan ini?"
Lauren yang mendapatkan sentuhan kepada tangannya langsung mengatakan hal itu lagi kepada George.
"Ya sayang, aku sudah berjanji kepada diri ku sendiri bahwa aku akan menjaga mu dengan sepenuh hati ku, rasa sakit akan sangat terasa jika aku tidak bisa menepati janji ku sendiri di hadapan Tuhan dan juga dengan mu."
"Percayalah cinta yang aku miliki lebih besar daripada sentuhan fisik yang selama ini biasa dilakukan oleh sepasang kekasih yang sedang di mabuk asmara."
Senyum George yang sangat manis membuat Lauren tidak kuasa untuk terus menatapnya.
"George terus ingatkan aku, jika aku sampai hilang kendali seperti tadi, jujur aku sangat menginginkan untuk mendapatkan pelukan mu, aku sangat menginginkan untuk bisa lebih dekat lagi dengan ku, namun hati ku selalu terenyuh ketika kau menyebutkan alasan demi alasan kenapa sampai saat ini kau masih terus menjaga tubuh ku dengan baik."
"Pasti Lau, aku akan mengingatkan mu, aku ingin kita menikah dengan kesucian daripada kita yang masing - masing bisa kita pertanggung jawabkan di hadapan Tuhan."
"George, jam berapa ini? apakah kau tidak terlambat?"
Tiba - tiba saja Lauren melihat arlojinya dan memberitahukan kepada George untuk segera berangkat.
"Ah ya kau benar, anak - anak muda di sana pasti sudah menunggu kedatangan ku, Lau aku pergi dulu jaga diri mu dengan baik."
Lauren hanya bisa tersenyum memandang ke arah George yang kini mulai berjalan ke arah pintu dan pada akhirnya membuka ke dua pintu tersebut.
"Kesucian, ya kesucian kata - kata ini yang selalu aku ingat saat aku berbicara dengan mu George."
Lauren mengatakan hal tersebut sambil berdiri menatap jendela kantornya.
George adalah salah satu pemuka agama yang berkonsentrasi terhadap pergerakan anak - anak muda di negara tersebut, hampir setiap hari dirinya berada di rumah ibadah untuk menceritakan pesan Tuhan kepada setiap orang yang datang untuk berdoa, hampir setiap hari pula George menjadi pendengar anak - anak muda yang datang kepadanya dengan berbagai kasus.
Kehidupan yang berbanding terbalik antara Laurensia yang seorang pengusaha dengan George yang merupakan salah satu pemuka agama di kota mereka tinggal.
Namun cinta dan kasih sayang yang pada akhirnya tetap membuat ke dua insan ini untuk tetap saling mencintai.
Sementara itu di lain tempat, siang hari nampak satu laki - laki tampan keluar dari jer pribadinya.
"Selamat datang kembali tuan Joe."
Beberapa pengawal mengatakan hal tersebut saat sang tuan muda datang kembali ke negaranya.
"Pagi, Leo bagaimana apakah kau sudah mempersiapkan kendaraan ku?"
"Tentu sudah tuan Joe."
"Kemarikan kuncinya."
Leo sang asisten pribadi dengan cekatan langsung mengambil satu kunci motor dan meletakkan kunci tersebut ke dalam ke dua tangan Joe.
"Aku akan pergi naik motor, kalian saja yang ada di dalam mobil jelek itu."
Joe mengatakan hal tersebut sambil berlalu dari hadapan para pengawal, sejak kecil Joe sangat menyukai motor, dan meskipun saat ini Joe adalah salah satu pengusaha muda terkaya, Joe masih dengan kebiasaan lamanya, yaitu berpergian dengan menggunakan kendaraan roda dua kesayangannya.
"Negara ini, negara ini sama sekali tidak berubah."
Joe mengatakan hal tersebut dengan memandang ke sekeliling sambil terus berkonsentrasi dengan kendaraannya.
"Edeline, aku bersumpah akan mencari mu sampai ke ujung dunia, ya aku akan melakukan hal itu agar kau bisa mengetahui bahwa sampai saat ini aku masih sangat mencintai mu, apapun keadaan mu saat ini."
Di dalam perjalanan dengan hembusan angin Joe mengatakan hal tersebut kepada dirinya sendiri, rasa cintanya yang tulus terhadap wanita bernama Edeline telah membuatnya menjelajahi berbagai benua dan negara, ya sampai saat ini Joe masih setia di dalam mencari keberadaan dari Edeline.
"Nona Laurensia, apakah anda baik - baik saja?"
Denisa yang mendapatkan sang nona muda tiba - tiba saja berteriak di dalam ruangan segera bergegas masuk.
"Ah Denisa sepertinya aku kembali bermimpi buruk."
Laurensia rupanya tertidur dan saat dirinya tertidur, tanpa dia sadari ada teriakan demi teriakan keluar dari dalam mulutnya.
"Nona, apakah perlu aku panggilkan dokter untuk nona? nona sangat pucat sekali?"
Denisa yang iba melihat sang nona muda akhir - akhir ini sering bermimpi buruk mencoba untuk mencarikan solusi untuknya.
"Tidak perlu Denisa, aku masih normal, dan aku akan baik - baik saja."
"Nona, sungguh anda akan baik - baik saja? aku sangat mengkhawatirkan keadaan nona Lauren."
"Ya Denisa, aku baik - baik saja, Denisa aku ingin meminta tolong kepada mu."
"Katakan saja nona."
"Apakah ada agenda kerja lagi sore ini?"
Dengan cepat Denisa langsung menjawab apa yang telah di tanyakan oleh nona mudanya tersebut.
"Sejauh ini tidak ada nona, namun.."
"Namun apa Denisa?"
"Mr. Chu kembali mengajak nona Laurensia untuk bertemu."
"Batalkan saja Denisa."
"Tapi nona ini sudah yang ke dua puluh kalinya, saya hanya takut jika penolakan ini akan berdampak kepada perusahaan ini."
"Aku tidak peduli Denisa, apa yang aku yakini betul dan juga telah di dukung oleh tunangan ku George, maka aku tetap akan pada pendirian ku, selain tuan Chu apakah ada janji lain yang harus aku tepati?"
Dengan cepat Denisa langsung menggelengkan kepalanya.
"Tidak ada nona."
"Bagus, aku akan menjemput George di tempat ibadah seperti biasa, jika ada sesuatu hal yang penting aku minta kau untuk menanganinya terlebih dahulu."
"Baik nona Laurensia."
Setelah Denisa mengatakan hal tersebut, Lauren langsung bangkit dari tempat duduknya dan berjalan meninggalkan ruang kerjanya begitu saja.
Bagi Lauren uang tidak akan pernah dia permasalahan, dia sendiri tidak pernah takut untuk menjadi wanita miskin, ketika hal yang dia tolak itu memang sesuai dengan hati nuraninya, terlebih ketika semua hal tersebut di dukung oleh sang pujaan hati, maka dengan tenang Lauren akan tetap mengikutinya."
"Selamat datang tuan Joe, senang sekali berjumpa dengan anda."
satu laki - laki paruh baya mengatakan hal tersebut sambil membungkukkan badannya.
"Paman Yuan, tidak seharusnya anda memperlakukan ku seperti ini, seharusnya aku lah yang membungkukkan badan ku di hadapan anda."
Joe mengatakan hal tersebut sambil membungkukkan badan di hadapan paman Yuan.
"Paman, tempat ini sama sekali tidak pernah berubah, dari aku kecil sampai sebesar ini."
Joe mengatakan hal tersebut sambil melihat tempat sekeliling yang di tumbuhi berbagai macam tanaman sehingga membuatnya sangat sejuk.
"Ya tuan Joe, ini semua berkat Keluarga tuan Joe, yang selalu menjadi donatur tetap rumah doa hingga sampai seperti ini, dimana semakin hari semakin banyak orang - orang yang datang untuk berdoa."
Paman Yuan mengatakan hal tersebut sambil tersenyum kepada Joe.
"Tuan Joe, keluarga Huang telah memberikan banyak hal untuk taman doa ini, dan karena pengorbanan dari keluarga Huang lah yang membuat semakin banyak orang berdoa di dalam taman ini."
"Ya paman, papa sangat menginginkan agar taman doa ini tetap berdiri, karena ini merupakan pesan mama untuk terakhir kalinya."
"Sungguh mulia sekali hati tuan Jerry Huang akan kasih sayangnya terhadap sang istri."
Joe Huang hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum kepada paman Yuan akan perkataannya tersebut.
"Tuan Joe, sebenarnya paman akan memperkenalkan putra paman, ya satu - satunya putra paman yang saat ini membantu paman merawat taman doa ini."
"Ah, ya paman pasti aku ingin sekali bertemu dengan putra paman, dimana dia saat ini paman?"
"George masih mengisi di ibadah anak - anak muda di pusat kota, dan saat ini belum kembali."
Paman Yuan mengatakan hal tersebut kepada Joe.
Hari ini terjadi perbincangan hanh hangat antara Joe Huang dengan paman Yuan, ya perbicangan lintas generasi yang diawali dari keluarga Huang sebagai donasi utama taman doa.
Salah satu taman doa terbesar di negara tersebut, taman doa adalah taman yang dikhususkan untuk berdoa dengan penginapan serta hidangan terbaik secara gratis untuk semua orang yang ingin berdoa di sana.
Sementara itu menjelang malam satu mobil mewah memasuki halaman parkir.
"Selamat datang nona Laurensia."
Satu orang laki - laki membungkukkan badan untuk menyambut Laurensia yang baru saja turun dari dalam mobil.
"Malam paman Lin, bagaimana apakah semua ibadah hari ini berjalan dengan lancar?"
Lauren mengatakan hal tersebut sambil berjalan menuju ke ruang eksklusif yang letaknya ada di belakang gedung.
"Semua ibadah berjalan dengan lancar, tuan George membagikan semuanya dengan sangat baik nona."
"Aku sangat yakin paman, jika tunangan ku itu akan memberikan dan membagikan yang terbaik untuk kerinduannya saat ini."
"Betul nona Lau."
"Dimana George saat ini paman?"
"Tuan George masih berada di ruang konseling bersama dengan beberapa anak - anak muda nona Lau, apakah perlu saya memanggil tuan George kemari?"
Paman Lin mengatakan hal tersebut saat Laura mulai masuk ke dalam ruang eksklusif.
"Tidak perlu paman, aku tidak akan pernah menganggu George ketika dirinya sedang mendengarkan curahan hati orang lain, yang perlu aku tau siapa saja nama anak - anak muda tersebut?"
"Ada Nona Lilian dan juga nona Andrea."
Seketika itu juga Lauren langsung mengernyitkan dahi ketika mendengarkan ke dua nama tersebut.
"Wanita? apakah di perbolehkan jika laki - laki sebelum menikah mendengarkan curahan hati dari para wanita muda paman?"
"Maafkan kami nona Lau, kami sudah mencoba memberitahukan kepada nona Lilian dan juga nona Andrea akan hal ini, bahwa wanita akan dilayani dengan wanita saja, namun saat kami mengatakan hal tersebut tiba - tiba nona Lilian berlari dan menangis dengan histeris lalu.."
Lauren yang mendengarkan Paman Lin kini berubah menjadi sangat serius.
"Tuan George meminta ke dua nona muda tersebut untuk masuk ke dalam ruang konseling."
Tidak ada lagi yang diucapkan oleh Lauren kecuali hanya menganggukkan kepalanya saja.
"Baiklah paman, aku akan mencoba untuk mengerti, katakan saja kepada George jika sudah selesai, aku menunggunya di ruang eksklusif."
"Baik nona Lau."
Setelah mengatakan hal tersebut paman Lin langsung undur diri dari hadapan Lauren.
Dengan cepat Lauren membuatkan teh hangat untuk George dan tiba - tiba saja semua aktivitas Lauren berhenti dan dirinya menatap tajam ke arah jendela.
Air mata tiba - tiba mengalir dengan sangat deras tanpa suara, ya Lauren menangis dengan hanya menatap ke arah jendela ruang eksklusif tersebut.
Sementara itu di tempat lain.
"Sekarang katakan. kepada ku siapa nama mu nona."
George mengatakan dengan tenang kepada salah satu gadis yang saat ini nampaknya sudah bisa diajak untuk berkomunikasi
"Maafkan kami tuan George harus melakukan hal ini kepada mu, kami tau di dalam peraturan rumah ibadah tidak dibenarkan untuk melakukan konseling antara laki - laki dan wanita, namun saat ini hanya tuan George yang kami percaya."
George yang mendengarkan perkataan dari salah satu nona muda kini hanya bisa memandangnya dengan tajam dan langsung menarik nafasnya dalam - dalam.
"Ya dan untuk pertama kalinya aku yang telah membuat aturan itu, namun aku sendiri yang melanggarnya."
George mengatakan hal tersebut sambil menggelengkan kepalanya.
"Maafkan kami tuan George."
"Sudah, sudah, jadi siapa nama mu nona?"
"Perkenalkan aku Lilian Chu putri dari keluarga Chu dan ini adalah sepupu ku Andrea."
Lilian mengatakan hal tersebut sambil membungkukkan badan di hadapan George.
"Ayo duduklah dengan tenang dan ceritakan semua masalah mu, aku akan mencoba mendengarkan dengan baik."
George dengan tenang mengajak ke dua nona muda tersebut duduk dan tetap mencoba untuk menciptakan suasana kondusif.
"Tuan, bagaimana caranya agar aku bisa bertemu dengan seseorang yang telah membuat aku kehilangan sesuatu hal yang paling berharga yang aku miliki?"
Lilian tiba - tiba saja mengatakan hal tersebut kepada George yang saat itu sudah bersiap mendengarkan semua permasalahan mereka.
"Kenapa kau ingin sekali bertemu dengan orang tersebut nona Lilian?"
"Ya aku ingin sekali bertemu dengan orang itu, karena di masa lalu dia menjual tubuh ku!"
Deg
Lilian mengucapkan hal tersebut dengan penuh rasa kebencian yang sangat mendalam di hadapan George.
"Nona Lilian jika kau tidak keberatan maukah kau menceriterakan lebih terperinci lagi?"
Lilian terdiam sesaat, ke dua tangannya ******* - ***** ujung gaun yang saat ini melekat erat di tubuhnya.
"Tujuh tahun yang lalu saat usia ku masih belasan, aku di culik oleh beberapa orang laki - laki berbadan kekar, mereka mengikat seluruh tubuh ku dan mengurung ku di dalam kegelapan."
Air mata Lilian mulai mengalir dengan deras ketika dirinya dengan perlahan mulai menceritakan setiap kesedihan di masa lalunya.
"Saat itu ayah ku sibuk dengan para nona malam, sehingga dirinya sama sekali tidak pernah berpikir untuk mencari ku, aku yang hilang beberapa hari pun tidak pernah dia pikirkan."
Perkataan Lilian tiba - tiba terhenti karena kini air matanya semakin mengalir dengan deras sehingga hal tersebut membuatnya tidak bisa lagi berkata - kata.
"Nona Lilian, apakah anda masih bisa untuk menceritakan hal ini? karena jika memang tidak bisa, aku tidak akan pernah memaksakan anda untuk mengingat kembali cerita masa lalu mu."
Dengan cepat Lilian langsung menggelengkan kepalanya..
"Tuan George tenang saja, diri ku sudah cukup baik untuk bisa menceritakan semuanya dari awal."
Lilian mengatakan hal tersebut dengan penuh keyakinan kepada George, saat ini dirinya sangat ingin membuka cerita masa lalu tersebut.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!