Hujan turun sangat deras! Amydia, bergegas berlari ke halte, dengan payung menaungi tubuhnya agar tak basah kuyup oleh air hujan.
Semoga, akan ada angkot lewat, harapnya dalam hati. Akan tetapi setelah menunggu hampir sepuluh menit, tidak satupun angkot yang melintas. Padahal, masih belum terlalu sore. Mungkin karena hujan, kenderaan singgah atau masih mangkal di terminal.
Amy melirik angka jam di tangan kirinya, masih 5;10. Karena hujan deras, seperti sudah malam saja. Ujung celana jins dan sepatu Amy sudah basah. Meski dia sudah naik ke atas tempat duduk di halte, tempiasan air hujan masih menerpa tubuhnya, karena angin yang berkesiur memainkan air hujan.
Amy nampak cemas, memandang curah hujan yang semakin deras. Ah, seandainya saja dia tadi tidak menolak tawaran Vivi, untuk nebeng. Namun, Amy, enggan karena rumah mereka tidak searah. Karena itu Amy buru-buru menuju halte. Sebelum hujan turun, perkiraannya dia sudah sampai di rumah.
Tapi prediksi Amy, melenceng. Belum sempat dia mencapai halte terdekat, tiba-tiba hujan lebat turun. Seolah tetumpah begitu saja dari langit.
Benar-benar sial. Kalau saja motornya tidak masuk bengkel, sederas apapun hujannya tidak akan masalah baginya.
Sekarang dia tengah terjebak di halte sendirian. Tidak mungkin rasanya menempuh perjalanan ke jalan utama untuk mencari angkot dalam derasnya hujan. Mana jaraknya hampir satu kilometer. Jalan yang akan dia lalui adalah jalan alternatif dari jalan utama menuju kampusnya. Dan hanya satu lin angkot yang akan melintasi jalan ini.
Amydia terpaksa bertahan di halte, sambil mulutnya komat-kamit agar ada angkot melintas sesegera mungkin. Selain karena kedinginan, perutnya juga sudah keroncongan sedari tadi.
Ditempat lain, Pramono, yang akrab disapa, Pram, merasa aneh dengan tubuhnya sendiri. Seperti ada sensasi aneh mengerayangi sekujur tubuhnya. Terutama dibagian bawah tubuhnya. Pram merasakan semua hal aneh itu, setelah disuguhi minuman oleh pramu saji.
Sore ini Pram tengah menghadiri acara reuni akbar dari alumni sekolah SMAnya dulu. Sebenarnya dia tidak ada waktu untuk mengikuti acara seperti ini, mengingat jadwal kerjanya yang padat. Atas undangan di group Wa alumni SMAnya dulu, juga berkat bujukan Alya mantan pacarnya saat sekolah. Akhirnya Pram, luluh juga.
Tanpa rasa curiga, Pram, mau saja hadir di acara reuni itu. Pram sempat kecewa, karena sejak datang tadi, Alya belum nampak juga. Padahal mereka sudah janjian ketemu.
Pram tidak pernah tau kalau Alya sudah hadir. Alya hendak menciptakan alibi, karena hendak menjebak Pram. Saat Pram menerima minuman yang sudah dia beri obat perangsang dan meminumnya hingga tandas, sepasang mata milik Alya melihatnya dari balik pintu. Senyum penuh kemenangan menghiasi bibirnya yang tipis. Tadi dia menyuruh seseorang memberikan segelas minuman untuk Pram.
Namun disaat dia melihat dari jauh, kalau Pram sudah kepanasan, yang artinya obat sudah bereaksi, Alya, mendapat panggilan di ponselnya. Dengan kesal Alya menerima panggilan itu, dan keluar dari ruangan.
Bersamaan dengan itu, karena merasakan panas dan haus bersamaan, Pram keluar dari gedung. Pram, ingin ke toilet tapi batal karena dia paling anti mampir di toilet umum.
Bergegas, Pram menuju tempat parkir. Sambil membuka jasnya, dan melonggarkan dasi di lehernya. Keadaan Pram saat datang dan pergi sangat jauh berbeda.
Pram memutar anak kunci, dan malajukan mobilnya keluar dari area parkir. Saat itulah Alya memanggil Pram tapi Pram tidak mendengarnya lagi.
"Huh, sial. Pram mau kemana sih?" gerutu Alya panjang pendek. Alya merasa kecewa berat karena segala rencananya gagal total. Alya kembali masuk ke gedung tempat acara diadakan. Tidak mungkin baginya untuk menyusul, Pramono.
"Huhk, apa-apaan ini. Kenapa tubuhku seperti ini. Aku benar-benar butuh penyaluran hasrat. Gila! Apa yang terjadi sebenarnya," cecar Pram pada dirinya sendiri. Entah kenapa dia merasakan tekanan yang luar biasa. Libidonya naik tak terkendali. Benar- benar butuh penyaluran. Setengah mati Pram menahan hasrat liarnya itu.
Apa ada yang salah dengan makanan dan minuman yang disajikan tadi di acara reuni. Tadi, Pram, sempat heran ketika baru sampai telah disuguhi makanan dan minuman. Ingin menolak, tapi semua sedang menikmati suguhan yang tersaji di depan masing-masing.
Seingat Pram, dia baru meneguk jus jeruk yang disuguhkan padanya. Apa iya jus jeruk itu penyebab dirinya seperti ini? Ataukah ada seseorang yang iseng menaruh sesuatu ke minumannya.
Bisa saja minuman itu salah sasaran 'kan? Duh, sungguh apes nasibnya hari ini.
Pram menambah laju kecepatan mobilnya. Satu-satunya tujuannya adalah segera pulang kerumah. Mandi atau melakukan apa saja agar libidonya hilang. Jangan sampai ia melakukan sesuatu diluar akal sehatnya yang merugikan dirinya dan orang lain.
Tapi sial, kenapa pula hujan turun tiba- tiba. Sehingga beberapa ruas jalan banjir karena drainase yang meluap. Mungkin karena tumpat atau terlalu kecil, sementara debit air hujan melebihi kapasitas.
Karena banjir, otomatis kemacetan sampai mengular. Frustrasi dengan keadaan dirinya dan suasana macet Pramono mencari jalan alternatif untuk terbebas dari jebakan banjir.
Otomatis jalan yang ditempuh Pram akan bertambah jauh. Daripada menghadapi kemacetan, mending cari solusi lain.
Pram selamat dari macet dan banjir, tapi tidak dengan hasratnya yang semakin menggebu. Dengan kecepatan maksimal Pram menerobos derasnya hujan.
Amy yang sudah putus asa, saat melihat titik cahaya lampu mobil di kejauhan segera turun dari tempat duduk halte. Melambaikan tangannya menyetop mobil Pram yang dia kira angkot.
Mendadak Pram berhenti, dan merasa heran kenapa ada orang yang menyetop mobilnya. Terhalang oleh payung yang dipegang Amy, Pram tidak jelas melihat wajah Amy. Begitu juga Amy, tidak melihat dengan jelas mobil yang ia masuki.
Begitu Amy masuk kedalam mobil, baru dia sadar kalau mobil yang dia masuki bukan angkot yang biasa beroperasi. Sementara didalam mobil gelap dan samar. Begitu juga diluar karena listrik mendadak padam. Satu-satunya cahaya yang ada hanyalah lampu mobil Pram, yang menerangi jalan. Suasana benar-benar sepi.
"Eh maaf, saya kira tadi angkot," ucap Amy panik. Amy, bergegas membuka pintu hendak keluar. Tapi Pram, telah menguncinya. Sehingga Amy tidak bisa keluar.
Beda dengan Pram, saat melihat siapa yang menyetop mobilnya dan masuk tanpa basa basi, menyeringai senang. Pikiran Pram sudah terkontaminasi obat perangsang mengira Amy adalah perempuan penjaja cinta.
Tanpa menunggu lama, Pram langsung menyerang Amy dengan ciu**n membabibuta. Amy terperangah, dan menjerit ketakutan. Sekuat tenaganya, berusaha melawan Pram. Tapi apalah daya Amy, tubuh mungilnya tak mampu melawan kekuatan Pram.
Amy masih berusaha melawan menendang, mencakar, dan menggigit. Namun berapalah kekuatan seorang Amydia, melawan tubuh kekar Pram, apalagi karena pengaruh obat perangsang.
Amy benar-benar ketakutan, saat Pram dengan mudah melumpuhkannya. Pakaian Amy telah robek, begitu juga celananya di tarik paksa. Lolongan dan jeritan Amy tidak sesiapapun mendengar. Sore yang telah berubah malam sebelum waktunya karena hujan. Telah menelan Amy dalam kelamnya.
"Tolong, jangan lakukan itu. Aku mohon, kasihani aku. Oh, Tuhan tolonglah aku. Jauhkan aku dari orang biadab ini," Amy terus meronta, menangis , memohon agar Pram tidak merusak dirinya dan masa depannya.
Tapi Pram tidak peduli semua itu. Meski wajahnya perih bekas cakaran kuku Amy. Pram tidak bisa lagi mengontrol emosinya.
Amy tak berdaya, ketika dia merasakan sesuatu menusuk bagian bawah tubuhnya. Sakitnya tidak terperi, hingga Amy tidak sadarkan diri.
Diluar hujan deras masih turun seakan berlomba dengan napsu liar dalam tubuh Pram menyalurkan hasratnya, yang akan dia sesali seumur hidupnya. Karena telah menghancurkan masa depan seorang gadis yang tidak bersalah.
Setelah selesai menuntaskan hasratnya, Pram merebahkan dirinya disamping Amy. Berdesakan dengan tubuh Amy yang tergeletak pingsan di jok mobil.
Pram tertidur kelelahan. Tidak peduli dengan guyuran hujan yang makin deras di luar. Napasnya kini perlahan teratur, beda dengan tadi yang memburu karena pengaruh napsu.*****
Amy tersadar dari pingsannya. Dia merasakan sakit disekujur tubuhnya terutama dibagian bawah perutnya. Selain itu, dia merasa tubuhnya tertindih sosok yang tidak ia kenal dalam gelap.
Ternyata hujan masih deras, listrik juga masih padam. Kesadaran Amy belum sepenuhnya pulih. Amy merasa bingung dengan keberadaannya yang terbaring di jok mobil dengan seseorang yang sama sekali tidak dia kenal.
Lalu, seolah disengat listrik, ingatan Amy pulih. Amy terlonjak dan melihat keadaan dirinya yang kacau. Dalam gelap Amy meraba pintu mobil dan membukanya. Dia sangat ketakutan mengingat apa yang telah dia alami.
Tanpa pikir panjang, Amy berlari menerobos hujan. Berlari sejauh- jauhnya sampai dia tak punya kekuatan lagi untuk melangkahkan kakinya. Sepanjang jalan yang ia lalui, Amy, tak henti menyalahkan dirinya sendiri. Terbayang wajah tunangannya Heru.
Apa kata Heru nanti bila tau kalau dirinya telah menjadi korban pelecehan. Apakah Heru, masih mau mencintainya. Setelah dirinya ternoda? Padahal selama mereka berpacaran, Heru, selalu menjaga dirinya. Heru tidak pernah menyentuh dirinya kecuali sebatas pipi dan tangannya.
Heru, selalu mampu menahan gejolak nafsunya setiap kali cumbuan mereka membara. Dia selalu bilang, akan melakukannya setelah hubungan mereka halal. Saat itu sebentar lagi akan tiba. Tinggal tiga bulan lagi. Setelah kelulusan mereka, sehabis wisuda, Heru berjanji akan melamarnya.
Tapi apa yang terjadi, sebelum hari itu tiba, dia telah menjadi korban pelecehan. Dengan orang yang baru dia jumpai dan tidak kenal sama sekali.
Amy menangis, frustrasi.Mengapa aib itu harus menghampirinya. Amy berteriak di derasnya hujan, tapi tak seorangpun yang mendengar teriakannya. Teriakannya lenyap di derasnya deru hujan. Amy jatuh tersungkur ke tanah. Meratapi nasib sialnya. Hingga akhinya jatuh pingsan lagi, terkapar di tanah yang basah dan berlumpur.
Seseorang menemukan tubuh Amy yang tergeletak pingsan di tepi jalan, ditengah hujan deras. Dia mengira kalau Amy adalah korban tabrak lari. Lalu melarikan Amy ke rumah sakit terdekat.
Dirumah sakit Amy langsung dibawa keruang UGD, untuk mendapatkan pertolongan. Melihat keadaan Amy, dokter menyimpulkan kalau Amy bukanlah korban tabrak lari. Melainkan korban pelecehan seksual.
Dokter mencari identitas Amy di dalam tasnya dan menemukan kartu mahasiswa, dan alamat lengkapnya.
"Nama kamu, Amy?" sapa dokter lembut setelah Amy siuman dari pingsannya.
"Amy menatap heran, pada ruangan bercat putih juga dokter dan perawat yang menatapnya dengan pandangan iba.
"Saya dimana? Kenapa saya bisa disini?" Amy mencoba bangkit tapi tubuhnya terasa lemah. Juga karena selang infus di lengannya membuatnya tidsk leluasa bergerak.
"Kamu berada di rumah sakit, seseorang telah menemukanmu di jalan dalam keadaan pingsan. Apa kamu ingat apa yang telah menimpaamu?" tanya dokter Fairuz lembut.
Mata Amy menatap nanar, seketika ingatannya melayang pada kejadian sore tadi. Napas Amy, mendadak sesak. Amy sangat ketakutan!
"Tidak! Jangan, jangan lakukan itu. Tolong....! Teriak Amy sangat ketakutan. Dia berusaha turun dari ranjang, tubuhnya beringsut memeluk kedua lututnya. Amy benar-benar panik!
"Amy, tenanglah. Jangan takut, sekarang kamu sudah aman," ucap dokter Fairuz lembut berusaha menenangkan Amy.
Amy, menatap dokter Fairuz penuh curiga, matanya nyalang memandang penuh kebencian.
"Jangan mendekat, pergi kalian , pergi...." ceracau Amy sangat ketakutan saat dokter mendekatinya.
"Tenanglah, Amy, sekarang kamu sudah aman. Tidak ada yang akan menyakitimu. Sekarang kamu istirahat dulu ya? " ucap dokter Fairuz lembut.
Amy, menatap dokter Fairuz dengan tatapan penuh kecurigaan, tapi saat melihat senyum lembut di wajah dokter separuh baya itu, mengingatkannya pada senyum ayahnya, Amy merasa tenang. Tapi detik berikutnya, Amy, malah menangis sesegukan.
Amy, sangat sedih saat teringat keluarganya. Perasaan mereka pasti hancur saat tau keadaan dirinya. Mata Amy nanar menatap sekeliling, mencari sosok kedua orang tuanya yang sejak tadi tidak ia temukan.
"Kamu mencari siapa?" tegur Dokter Fairuz lembut.
"Bapak dan ibu saya di mana?" ucap Amy terbata.
"Kami sudah memberitahu mereka, mungkin sebentar lagi mereka akan datang," jawab dokter Fairuz .
"Apakah sa.... Saya, sudah tak tak suci lagi dokter?" tanya Amy, terengah. Meski dia telah bisa menebak jawaban dokter, pertanyaan itu tetap dia kemukakan juga.
Dokter Fairuz merasa susah untuk menjawab. Namun, dia juga harus memberi jawaban atas pertanyaan itu. Karena pasiennya bertanya hanya untuk memastikan, meski dia tau jawaban itu akan menyakiti hatinya.
Melihat wajah dokter yang berubah keruh, serta tatapan matanya yang nampak sedih, Amy, makin terisak.
Sejuta kata andai , menghujam hati dan pikirannya. Hati Amy sangat terguncang lebih dalam saat wajah tunangannya Heru kembali membetot pikirannya.
Heru, pasti sangat kecewa pada dirinya karena telah ternoda, dan pernikahan mereka pasti dibatalkan. Siapa yang sudi memperistri perempuan yang telah ternoda. Hanya lelaki bodoh yang mau melakukan itu.
Apa lagi seorang Heru! Dia sangat menjunjung tinggi kesucian seorang wanita. Terutama di saat malam pertama. Dia tidak akan mau menerima keadaan dirinya . Dia pasti akan memutuskan pertunangan mereka, dsn itu artinya mereka akan batal menikah.
Tidak jarang Heru selalu menyinggung momen seperti itu di saat mereka sedang berdua. Bahkan, disaat hasrat begitu membara, seorang Heru mampu memadamkan api itu. Tidak mau mengambil apa yang tidak seharusnya dia lakukan.
"Maaf, Amy, aku akan memintanya nanti di saat malam pertama kita," ucap Heru diantara engahan napasnya yang masih berbalut napsu. Lantas, Heru akan menutupi kembali tubuhnya, meminta maaf berkali-kali karena hampir kebaxblasan.
Itulah sosok Heru, yang membuat Amy sangat mencintainya karena selalu mampu menjaganya dan harga dirinya.
Namun sekarang, dia harus rela kehilangan pria itu. Karena sekarang dirinya bukanlah Amy yang dulu. Amy yang masih suci dalam artian karena masih perawan.
Sekarang semua sudah hancur! Masa depannya serta mimpi pernikahannya telah musnah. Masihkah Heru mampu menerimanya? Meneruskan rencana pernikahan mereka yang tinggal selangkah lagi?
Tentu dirinya sudah tidak pantas lagi bersanding dengan, Heru. Mau tidak mau dia harus melepasnya. Melepas cintanya pergi, karena dirinya kini telah ternoda. Kesuciannya telah direnggut oleh lelaki yang tidak dia kenal.
Hanya karena kesalahan yang sepele, karena telah menyetop mobil yang dia kira angkot terakhir. Hidupnya berakhir dalam duka dalam. Kehilangan masa depan dan cintanya.
Air mata tidak berhenti mengalir membasahi pipi mulus Amy. Saat mengingat semua kejadian malam itu.
"Kamu yang sabar, ya. Kamu harus bangkit. Kamu masih muda dan masih memiliki masa depan," ucap dokter Fairuz memutus gejolak hati Amy.
"Saya sudah tidak punya masa depan lagi dokter. Pernikahan saya pasti akan dibatalkan," tangis Amy sedih, membuat sang dokter makin trenyuh.
"Kamu harus kuat, saat ini kamu harus bertahan. Masih ada banyak yang akan mencintaimu. Kamu sangat berharga bagi orang-orang yang tepat. Percayalah, kesucian diri itu terletak di hati kita, bukan di tubuh kita," ucap dokter Fairuz panjang. Mencoba meneguhkan hati pasiennya agar kuat.
Tapi semua nasehat itu, sepertinya hanya angin lalu di hati Amy. Hatinya yang masih terguncang tentu akan sulit menerimanya. Dia butuh waktu, cepat atau lambat tergantung dari sikap orang -orang di sekitarnya. Agar dia bisa bangkit seperti dulu.*****
Waktu telah menunjukkan di angka, 21:00, tapi Amy belum juga pulang ke rumah. Kedua orang tuanya telah cemas sejak sore tadi . Tidak biasanya Amy pulang terlambat ke rumah setiap kali dia ada urusan di luar.
Bila harus terlambat pun, Amy akan memberitahu orang rumah akan keterlambatannya. Namun, kali ini tidak ada info apapun.
Naluri seorang ibu itu sangat kuat. Saat melihat rinai hujan yang deras dan tidak kunjung reda setelah dua jam lebih. Perasaan ibu Amy sudah tak tentu arah. Apalagi Amy juga tidak dapat dihubungi.
"Ini sudah malam, pak. Ibu takut sesuatu terjadi padanya."
"Jangan mikir yang gak-gak bu. Kita tunggu saja," sahut pak Dedy berusaha menghibur istrinya. Padahal dalam hati, pak Dedy juga tidak kalah cemas akan putrinya itu.
"Pak, coba kita hubungi, nak Heru, siapa tau mereka bersama."
Pak Heru setuju lalu menelepon calon menantunya itu. Tidak lama, panggilan itu tersambung.
"Syalom, ada apa pak?" tanya Heru sopan kepada calon mertuanya itu. Heru sangat heran, tidak biasanya orang tua tunangannya meneleponnya. Apalagi malam-malam begini.
"Maaf, nak Heru, bapak cuma mau nanya, apa nak Heru ada bersama, Amydia? Tadi Amy ada urusan ke kampus, tapi sampai sekarang belum pulang juga."
"Saya sedang di kantor, pak. Seharian tidak ada kontak dengan Amy. Saya pikir karena dia sibuk mengurus skripsinya. Amy berangkat jam berapa tadi, pak?" ucap Heru merasa cemas juga.
..."Sejak siang tadi, nak. Harusnya sore sudah balik, seperri biasanya. Mana gak bawa motor lagi, karena semalam masuk bengkel....
"Baiklah, pak, akan saya coba tanyakan pada teman yang lain. Siapa tau Amy tak bisa kontak karena signal jelek efek hujan." ucap Heru mencoba menghibur calon mertuanya itu.
"Baiklah, nak Heru. Terimakasih."
"Sama-sama, pak." Heru pun menghubungi beberapa teman mereka yang akrab dengan Amy, siapa tau dari mereka ada informasi tentang, Amy.
Namun, jawabannya nihil. Heru hendak mengabarkan kalau teman Amy, yang dihubunginya tidak mengetahui keberadaan Amy. Ketika panggilan dari pak Dedy datang kembali.
"Halo, pak, apa Amy sudah pulang?" cecar Heru sebelum pak Dedy bebicara.
"Nak Heru, Amy ada di rumah sakit. Dia mengalami kecelakaan. Hampir saja ponsel di tangan Heru terjatuh mendengar khabar buruk itu.
"Bagaimana keadaannya, pak!" seru Heru cemas.
"Bapak dan ibu belum tau. Ini lagi bergegas hendak ke rumah sakit."
"Iya, pak, saya akan segera menyusul." Heru bergegas keluar dari ruangannya. Rencananya yang hendak lembur terpaksa dibatalkan. Heru segera menuju ke rumah sakit yang disebut orang tua Amy.
Hanya satu yang ia pedulikan saat ini. Bisa segera sampai di rumah sakit. Ingin memastikan apa yang terjadi pada tunangannya itu.
Dari jauh, Heru sudah melihat kedua orang tua Amy duduk di ruang tunggu. Bu Nani tidak henti menangis, sedang pak Dedy tertunduk diam.
"Bagaimana, keadaan Amy, pak? Tanya Heru begitu berhadapan dengan calon mertuanya.
Belum sempat pak Dedy menjawab, sebuah brankar muncul di lorong di kawal dokter dan perawat.
"Amy, bagaimana keadaanmu," cegat Heru, sesaat menuju ruang rawat. Heru, heran melihat keadaan Amy, pandangannya kosong, tak bereaksi dengan sekitarnya.
"Maaf, pak, pasien harus dibawa ke ruang rawat dulu," ucap suster seraya mendorong brankar masuk ke ruang rawat. "Tunggu sebentar, pak. Silahkan menunggu di luar!" perintah suster tegas membuat langkah Heru terhenti di depan pintu. Saat Heru berniat ikut masuk.
"Pak, Bu, sebenarnya apa yang terjadi dengan, Am? Trus, kenapa Amy seolah tidak mengenaliku?" ungkap Heru mengeluarkan tanya yang mengganjal di hatinya.
Mendengar ucapan Heru, tangis bu Nani kian deras. Bahunya sampai berguncang menahan tangis, agar tidak menjadi perhatian orang lain.
"Bu, sudahlah. Tidak guna juga, kalau ibu menangis sepanjang malam. Itu tidak akan mengembalikan keadaan, Amy, seperti dulu," desah pak Dedy.
Mendengar ucapan itu, Heru, makin bingung tak mengerti arah tujuan ucapan pak Dedy.
"Bapak, Ibu, jujurlah pada saya. Apa sesungguhnya yang sedang terjadi," ucap Heru dengan nada tajam. Heru mulai kesal, sepertinya orang tua tunangannya menyembunyikan sesuatu padanya.
"Amy, Amy, huhuh....," bu Nani tidak bisa melanjutkan ucapannya. Tangisnya malah pecah. "Amy, diperko**," sendat bu Nani lirih beberapa saat kemudian.
Shock! Heru benar-benar shock! Mendengar kata itu. Berulang kali Heru, menyakinkan dirinya kalau kata itu tidak benar. Namun, saat melihat tangis bu Nani yang tidak berhenti juga, Heru, baru percaya apa yang barusan ia dengar.
Heru, makin terguncang saat melihat keadaan Amy, yang seolah mayat hidup. Dia tidak peduli sekeliling. Bahkan saat Heru mendekatinya, Amy, tak merespon. Seolah dia sibuk dengan dunianya sendiri.
Tidak ada senyum diwajah itu lagi. Heru sangat iba dengan keadaan kekasihnya.
"Amy...." sentuh Heru lembut lalu duduk di sisi Amy.
"Tidak! Pergi, tolong....Hentikan!" caracau Amy, tak tentu arah. Heru, memeluk tubuh kekasihnya dengan hati yang hancur lebur. Amy, meronta ketakutan. Namun, tidak bisa melepaskan dirinya dari pelukan Heru.
"Lepaskan aku, aku tidak pantas lagi jadi kekasihmu. Aku sudah ternoda, aku sangat kotor," isak Amy diantara rontaannya. Heru, makinmenguatkan pelukannya. Seolah ingin membalut luka hati kekasihnya.
Tiga bulan kemudian.
"Amy, kamu nampak cantik sekali nak," ucap bu Nani saat melihat putrinya selesai dirias pengantin oleh Mua.
"Iyalah, bu, putri ibu kan juga cantik, makin cantiklah setelah dirias," puji sang Mua. Amy tersenyum sumringah mendengar pujian yang ditujukan padanya.
Hari ini adalah hari paling bersejarah buat Amy. Karena Heru, akan resmi menjadi suaminya. Setelah melewati proses berliku. Amy, sempat memutuskan secara sepihak hubungan mereka karena merasa tak pantas lagi jadi pendamping hidup, Heru.
Namun pada akhirnya, Heru bisa menyakinkan hati, Amy, untuk mau menikah dengannya.
Tamu undangan telah berdatangan, untuk menghadiri acara pemberkatan mereka di gereja. Usai acara pemberkatan, dilanjutkan dengan acara resepsi secara adat. Acara demi acara berjalan lancar dan hikmad.
Hari kini telah berganti malam, tamu undangan telah pulang. Tinggal kerabat dekat yang rumahnya jauh, menginap di kediaman rumah orang tua Heru.
Amy telah di boyong kerumah orang tua, Heru, sesuai dengan adat yang berlaku di daerah mereka.
Malam ini, setelah seharian menerima adat dan ucapan selamat kepada mereka, Amy merasakan lelah yang teramat sangat.
Amy merasa tegang, ketika Heru dengan tatapannya yang intens menatapnya. Amy, tertunduk karena mengerti apa yang diinginkan suaminya.
Napas Amy tersenggal, ketika sentuhan demi sentuhan yang dilakukan suaminya, memicu hasrat liarnya.
Perlakuan lembut Heru, membuat Amy semakin terhanyut oleh gelombang hasrat yang siap menggulungnya, untuk menyatu dalam gairah yang sama menuju puncak kenikmatan yang didamba setiap pasangan yang terikat pernikahan.
Rasanya seluruh tubuh Amy telah luruh dalam bara, bergolak karena cumbuan suaminya. Lalu, tiba-tiba bara itu padam! Amy tersenggal karena segalanya terhenti sebelum mencapai puncak. Tubuh Heru, mengejang dan terjatuh disisi tubuh Amy.
Amy merasakan dirinya seolah terhempas begitu saja, dan bingung.
"Maafkan aku dek, aku tak mampu," bisik Heru seraya matanya memandang plafon.
"Tidak apa-apa, bang. Mungkin karena kita terlalu lelah seharian ini," bisik Amy lirih seraya terbaring disisi Heru, berbantalkan lengan kokohnya. Heru, memeluk dan mencium puncak kepala Amy.
"Iya, bisa saja karena kelelahan," sahut Heru gamang. Heru, menarik selimut menyelimuti tubuh istrinya yang mulai terlelap. Dilihatnya wajah teduh istrinya. Sungguh dia sangat mencintai Amy, karena itulah dia berjuang untuk menikahinya.
Namun, ada apa dengan dirinya tadi. Disaat mencumbu istrinya dia begitu bergairah, tapi disaat dia ingin menuntaskan hasrat itu, tiba-tiba dia kehilangan mood. Bayangan istrinya yang telah menjadi korban pelecehan itu, tergambar jelas dalam benaknya.
Seketika hasratnya padam, berubah dengan rasa kecewa yang sangat dalam. Ada rasa enggan untuk menyatukan dirinya setelah ingat, orang lain telah lebih dulu mengecap madu istrinya. Jadi dia hanya akan mendapatkan sisanya.
Rasa marah yang tak terlampiaskan itulah, yang telah memadamkan hasratnya. Karena dirinya yang masih perjaka, merasa kecewa karena istrinya sudah tidak perawan lagi.*****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!