Sugar Baby Kakak Sahabat - Part 1
“ Mulai hari ini kamu harus angkat kaki dari sini.”
Ucapan Dian membuat Ara membatu, baru saja kehilangan papa yang sudah mengangkatnya selama sepuluh tahun akibat sakit yang diderita membuat dunianya hancur namun ucapan Dian tentu menambah dunianya tambah begitu kacau.
“ Ma…. Mama nggak serius kan bicara begitu?”
Ara tahu jika Dian sedari dulu tidak menyukainya hanya karena Aditama, mendiang suaminya yang juga papa angkat Ara begitu menyayangi Ara seperti anak kandung, keluarga Aditama mengangkat Ara di sebuah panti dimana dulu Aditama yang notabene adalah donatur tetap di panti tersebut senang dengan Ara karena sifatnya yang penyayang dan juga manis.
Dian dan Aditama sebenarnya memiliki seorang anak, Regina Innara, usianya lima tahun diatas Ara, karena kesibukannya di luar negeri mengembangkan bisnis keluarga membuatnya jarang dirumah dan membutuhkan sosok seorang anak, namun sayangnya Dian tak menyetujui namun apa daya karena Aditama begitu menyukainya maka setuju ataupun tidak setuju Aditama tetap mengangkat Ara menjadi anak dan itulah awal mula Dian tidak menyukai Ara.
“ Kamu lihat wajah saya bercanda? Untuk apa juga saya mempertahankan kamu, suami saya yang begitu menyayangimu sudah tidak ada, dan saya juga sudah muak sama sikap sok manis kamu.”
“ Tahu, lagian tahu diri dong udah numpang nyusahin lagi.” Ucap Regina yang datang dari Belanda sejak tiga hari lalu, saat papanya dinyatakan kolaps dan kebetulan Regina memang ada rencana untuk kembali ke Indonesia karena ada pekerjaan sehingga momennya begitu pas. Regina dan Dian memang 11:12 yaitu sama-sama tidak menyukai Ara.
“ Lalu a…aku harus tinggal dimana?” Ara yang masih syok berkata seperti itu membuat Regina dan Dian berdecih.
“ Emang urusan saya, sana pergi.”
Dian menarik tangan Ara dengan paksa menuju keluar sedangkan Regina membawa tas yang berisi baju dan beberapa barang milik Ara yang dirinya masukkan ke dalamnya secara asal.
Ara dihempaskan ke lantai bersamaan dengan barang-barang yang Regina bawa, pintu ditutup dengan keras, Ara yang masih syok mencoba mengetuk pintu dan meminta bantuan untuk dibuka oleh Dian namun nihil sebesar apapun tangisan dan teriakan Ara tetap saja keduanya tak ada yang mau membukakan pintu untuknya.
Ara mencoba menghubungi Alen, sahabat yang dimilikinya saat ini namun pada panggilan ketiga tidak diangkat, akhirnya Ara mencoba menghubungi Sita, teman wanita yang dimilikinya di kampus.
“ Halo, Ra kenapa?” Ucap Sita diseberang sana.
“ Sita.. tolong aku bisa aku ke kost kamu?”
“ Oke, gw ada di Kost.”
Ara menutup panggilan dan mengambil barang yang berserakan di sebelahnya, memasukkan kedalam tas dan pergi menuju kost Sita.
Sesampainya di kost Sita, Ara menangis sejadi-jadinya dan menceritakan semua yang dialaminya tanpa ada yang ditutupi.
“ Lalu, mengenai biaya semester bagaimana? Waktunya tinggal satu minggu lagi kan?”
Ara menghela nafas, ia menatap kosong ke depan, “ Aku juga lagi mikirin itu sebenarnya, masa iya aku harus cuti dulu sudah tinggal satu tahun lagi bakal sayang banget.”
“ Bener, cuti juga harus bayar uang cuti kan.”
Sita juga bukan anak orang kaya, dirinya bekerja untuk menyambung hidup, dibuang oleh keluarga sendiri karena suatu alasan membuat Sita harus berdiri dikakinya sendiri.
“ Gw juga pengen bantu, tapi lo tahu kan kalo kita juga sebelas dua belas? Uang yang kemaren gw dapet baru aja buat bayar semesteran.”
Ara tersenyum, sangat bahagia ada yang perhatian dengannya.
“ Nggak, aku kesini hanya untuk tinggal sementara saja disini sambil berpikir bagaimana caranya dapat uang cepat untuk bayar semesteran apalagi jangka waktunya tinggal satu minggu lagi.”
Sita nampak berpikir, haruskah ia beritahu saja pekerjaan apa yang selama ini dirinya lakoni, tapi apakah nantinya Ara akan menatapnya seperti sampah?
“ Ra, sebenarnya ada cara cepat untuk dapat bayar semesteran tapi ini agak beresiko.”
“ Beresiko? Pekerjaan apa itu?” Tanya Ara yang masih tak mengerti dengan yang dimaksud oleh Sita.
“ Iya dan sebenarnya itulah pekerjaan gw, tapi gw harap lo nggak memandang gw jijik ya.” Dan tak ada yang dapat dilakukan Ara selain menganggukan kepalanya.
“ Jadi sebenarnya kerjaan gw adalah jadi sugar baby.”
Ara diam mematung, mendengarkan kisah Sita yang baru ini dirinya ketahui, entah memang hanya Aranya saja yang tidak mau tahu tentang orang lain atau memang Sita-nya saja yang terlalu rapi menyembunyikannya, tapi memang tak menampik jika Ara begitu terkejut dengan yang dikatakan oleh Sita.
Meski Ara polos, bukan Ara tidak tahu apa itu sugar baby, hanya saja dia belum pernah menemukan pelaku pekerja tersebut secara langsung, di dunia perkampusan hal seperti ini sebenarnya sudahlah lumrah yaitu menjadi simpanan atau menjadi ayam kampus.
“ Cuma itu satu-satunya cara supaya bisa dapat uang dengan cepat.”
Ara meminta waktu untuk berpikir sambil mengistirahatkan badannya yang sudah begitu lelah, kehilangan papa dan keluarga secara bersamaan cukup menguras emosinya, dan Sita memberi ruang untuk Ara agar mengistirahatkan badannya.
-
Alen saat ini sedang bersama kekasihnya, memang sejak Ara datang sekitar sepuluh tahun lalu Alen adalah orang pertama yang menjadi temannya dan itu saat keduanya bersekolah di bangku kelas lima sekolah dasar, dimasukan disekolah yang sama dan tinggal dilingkungan yang sama membuat keduanya akhirnya dekat dan menjadi sahabat.
Ara yang introvert dan Alen yang sedikit petakilan saling mengisi satu sama lain.
“ Aku nggak suka kamu terlalu dekat dan Ara, aku ini kekasih kamu harusnya kamu lebih banyak waktu sama aku daripada sama Ara, dia hanya sahabat kamu kan, harusnya dia tahu kalau kamu itu punya pacar jomblo sih.”
Alen kesal dengan perkataan Shandy, kekasihnya yang baru dua bulan ini dipacarinya, dia kira sifat Shandy seperti Ara namun rupanya baru keluar sifat aslinya.
“ Jadi ini sifat asli kamu? Aku kira kamu bakal terima kehadiran Ara! Ternyata..”
Alen pergi meninggalkan Shandy yang terus memanggil nama Alen, “ Alen.. Alen kamu mau kemana? Kenapa kamu malah tinggalin aku sih?” Shandy menghentak-hentakan kakinya ke lantai karena kesal ditinggal Alen pergi.
Alen melangkah sekitar delapan Langkah dan berhenti sejenak tanpa menoleh kebelakang, “ Mulai detik ini kita putus.”
Shandy yang mendengar kata putus pun terkejut, dia tak menyangka niat untuk menyuruh sang kekasih agar menjaga jarak sedikit dengan Ara malah berakhir putus, dulu memang Alen pernah bilang kepada Shandy maupun siapapun yang akan menjadi kekasihnya untuk menerima keberadaan Ara disisinya tanpa keberatan dan meskipun awalnya berkata ya, namun hanya bertahan singkat karena selanjutnya mereka keberatan dengan keberadaan Ara dan berakhir diputusin oleh Alen.
Shandy berdiri menghampiri Alen dengan cepat dan menarik tangan Alen, “ Alen kamu nggak serius kan dengan ucapan kamu barusan.”
“ Kenapa? Lo gak suka keberadaan Ara dan itu artinya lo melanggar kesepakatan awal.” Alen berlalu setelah mengatakan hal tersebut namun Shandy masih berusaha menghampiri Alen, “ Tapi waktu kamu terlalu banyak buat Ara, apa aku salah?”
“ Ya, Lo salah, sejak awal gw udah bilang kalau Ara adalah sahabat gw dan dia jauh lebih penting dari gw, dan lo setuju tapi apa ini? Lo seolah lupa sama yang kita sepakati diawal kan? Jadi so lebih baik kita udahan.”
Alen melangkahkan kakinya kembali dan Shandy yang sudah kehabisan tenaga untuk menghampiri Alen hanya mampu berteriak,
“ Alen brengsek.”
To be Continued.
Sugar Baby Kakak Sahabat - Part 2.
Alen masuk ke pekarangan rumah besar milik kedua orang tuanya yang selalu sibuk dengan bisnis diluar baik negeri maupun kota membuat Alen bersahabat dengan kesunyian.
Alen mengecek ponselnya dan melihat ada tiga panggilan dari Ara membuat dirinya bertanya, “ Ara tumben banget nelpon ada apa?”
Panggilan memang tak terdengar karena memang biasanya jika sedang apel dengan kekasih, Alen akan mensilent ponselnya namun Ara biasanya akan mengirim pesan jika panggilan tidak diangkat.
Alen akhirnya mencoba menghubungi Ara balik namun panggilan menunjukan jika ponsel sedang tidak aktif, Alen sedikit cemas dan memutuskan untuk keluar berjalan kaki menghampiri rumah Ara karena jaraknya memang tidak terlalu jauh hanya satu blok saja.
Alen mengetuk dan memencet bel dan seorang wanita dewasa yang Alen tahu adalah Regina, kakak angkat dari Ara yang tinggal di luar negeri menyambutnya.
“ Kamu siapa?” Tanya Regina yang memang tidak mengenal siapa Alen.
“ Saya Alen, tetangga tante Dian sekaligus teman Ara, apa Aranya ada tante?”
“ Tante, kamu kira saya sudah setua itu, Ara sudah tidak tinggal disini lagi, sudah diusir mama dari rumah.”
Alen masih mencoba mencerna perkataan Regina, “ Gimana maksudnya tan, eh Mbak, Ara sudah tidak tinggal disini lagi?”
Regina berdecak, “ Ck makanya jangan kebanyakan bergaul sama si Ara pembawa sial itu, Gw sama mama udah usir dia dari rumah dan mulai sekarang urusan hidup Ara bukan urusan kita lagi jadi jangan cari Ara disini lagi karena Ara bukan penghuni rumah ini lagi.”
Regina memutuskan untuk menutup pintu bahkan sangat keras, satu yang Alen baru ketahui jika ternyata selama ini Dian tidak memperlakukan Ara dengan baik, pantas saja anak itu akan murung jika ditinggal Aditama keluar kota.
“ Ra, kok lo nggak pernah cerita?”
-
Ditempat lain, Ara sudah terbangun dan memikirkan matang-matang, dia akan bicara dengan sahabatnya Sita yang kebetulan sudah bangun.
“ Dah bangun lo.”
“ Hm,, Sita aku sudah memutuskan.”
“ Memutuskan? Dah lo pikirin mateng-mateng?” tanya Sita mencoba meyakinkan Ara jika Ara memang benar-benar sudah memikirkan dengan matang.
“ Ya, aku mau bekerja jadi sugar baby seperti kamu!
Sita sebenarnya tidak mau menjerumuskan teman sebaik dan sepolos Ara, namun dirinya juga tak mampu membantu Ara.
“ Ra, sebenarnya lo bisa minta tolong sama Alen, sahabat lo itu dia kan kaya, nggak mungkin kalau dia nggak mau bantuin lo.”
Ara tahu itu, sempat terbesit meminta bantuan Alen untuk menyelesaikannya, namun Alen tidak tahu kisah sebenarnya mengenai perlakuan Dian yang jauh berbanding terbalik dengan Aditama ditambah sekarang Regina yang satu frekuensi dengan Dian yang sama-sama membenci Ara membuat Ara menghilangkan opsi itu.
Lagipula, Ara mencintai Alen sudah sejak lama dan Alen tidak tahu akan hal itu, terjebak di dunia Friendzone.
“ Dia tidak tahu apapun soal perlakuan mama Dian ke aku, dia hanya tahu kalau keluarga papa itu baik sama aku, dan lagipula aku nggak mau punya hutang sama Alen, dia pasti bakal ngira aku hanya beban saja.”
Sita menggelengkan kepalanya, “ Gw yakin Alen nggak akan mikir gitu Ra.”
Ara hanya menatap Sita dengan sendu, “ Aku nggak mau merepotkan siapapun lagi, aku harus bisa berdiri dikaki aku sendiri.”
“ Meskipun..”
Ara menatap Sita dengan dalam, “ Meskipun aku harus menjual diri aku hanya demi uang.”
Dan pada akhirnya, Sita mempersiapkan pendaftaran Ara disebuah aplikasi, mempersiapkan Ara dengan mengenakan pakaian seksi yang dimilikinya karena kebetulan Ara memang ukurannya sama seperti Sita meski sedikit lebih kecil Ara ketimbang Sita namun masih masuk ukuran Sita.
Menyiapkan penampilan Ara dengan tatanan rambut dan wajah semenarik mungkin dan jangan lupakan pakaian yang cukup terbuka membuat penampilan Ara yang biasanya hanya mengenakan hoodie dan jeans dengan wajah naturalnya kini berubah menjadi seorang wanita dewasa yang siap mencari mangsa.
-
Di Sebuah perusahaan, seorang pria dewasa sedang menatap kearah depan yang menampilkan suasana kota di siang hari, dia adalah Sagara Dharmawan, salah satu pengusaha muda yang cukup disegani di negeri ini.
Sagara tengah mengingat kebersamaan dengan kekasihnya dua tahun lalu yang harus berakhir karena pengkhianatan sang wanita dengan temannya sendiri, tangan Sagara terkepal kuat ketika mengingat kejadian tersebut.
“ Bangsat.”
Sagara hanya dapat mengumpat dan mengucap sumpah serapah atas apa yang dilakukan oleh mantan kekasihnya dan juga mantan sahabatnya itu.
Suara ketukan tiga kali dan langsung masuk ke dalam, Sagara tahu siapa yang datang tak lain adalah Alen Dharmawan adik satu-satunya.
“ Ngapain lo kesini.”
Sagara segera duduk di kursi kebesarannya menatap sang adik dengan datar dan yang ditatap hanya mendengus dengan kasar karena perkataan sang kakak.
“ ck, emang gw gak boleh datengin kakak gw yang rasanya udah kaya orang tua gw ini?”
“ Biasanya kamu sama sahabat kamu itu atau sama pacar-pacar kamu itu.”
Alen hanya tertawa hambar, memang hanya Sagara yang dia miliki, peran Sagara lebih cocok sebagai orang tua bukan kakak selain karena sejak dulu keperluan Alen Sagara yang memenuhi, juga sebagai pengganti atas kehadiran kedua orang tuanya yang memang jika dihitung hanya beberapa kali saja berada dirumah.
“ Gw baru putus sama Shandy.”
“ Bukannya baru jadian beberapa minggu?” tanya Sagara yang heran dengan sang adik baru saja beberapa waktu cerita baru jadian dengan seorang wanita namun kini sudah dengar putus lagi sedangkan dirinya untuk membuka hatinya rasanya masih begitu sulit.
“ Biasa lah, dia nggak terima gw jadiin second priority setelah Ara padahal gw udah bilang di awal kalo gw sama Ara sulit dilepaskan.”
Sagara hanya menganggukan kepalanya, jika ditelisik adiknya seperti mencari kekasih bayangan yang mirip dengan Ara dan dijadikan alasan namun jika tidak menerima kehadiran Ara, dengan mudahnya Alen akan melepaskan wanita tersebut.
“ Kamu suka sama Ara?”
Itu adalah pertanyaan Sagara yang kesekian kalinya namun Alen tetap saja menyangkal dengan jawaban, “ Yang bener aja, gw sama Ara hanya sahabat nggak lebih jadi gw rasa tuduhan lo itu nggak berdasar kak.”
Dan jawaban yang sama pasti akan dikatakan oleh Alen jika Sagara bertanya hal demikian maka dari itu sudah sangat hafal sekali Sagara dengan jawaban sang adik, jika saja dia tidak sayang dengan Alen sudah dia ketok kepala Alen agar menyadari satu hal jika Alen sejujurnya memang menyukai Ara.
Alen masih saja sibuk mengotak-atik ponselnya mencari keberadaan Ara karena sejak semalam terakhir menghubungi nomor ponsel Ara tidak aktif dan Alen yang bosan memutuskan ke kantor kakaknya itu.
Ketukan pintu terdengar, Dion salah satu sahabat Sagara yang dimilikinya datang dengan muka konyolnya itu.
“ Woy bre, sibuk banget sih lo ini heran gw.”
Alen yang merasa kehadiran dirinya membuat dua orang dewasa tidak leluasa berbicara pun memutuskan untuk pulang saja, sedang Sagara hanya mendengus dengan kasar atas apa yang dilakukan sahabat laknatnya itu.
“ Muka lo kucel banget.”
“ Berisik lo.”
“ Makanya cari istri atau ngga pacar kek apa gitu.”
Ck, Sagara hanya berdecak saja jawabannya sudah jelas, malas merasakan yang Namanya jatuh cinta dan menata hati jika disakiti, lebih baik dirinya disuruh mencari tender milyaran daripada mengobati rasa sakit karena cinta.
“ Lo tahu, alasan muka gw selalu glowing dan fresh meski belum menikah?”
Meski Sagara tak minat untuk tahu, namun dia tetap memperhatikan temannya yang sedang berargumen itu dengannya, “ Apa? Punya peliharaan gitu.”
Namun jawaban asal Sagara rupanya dianggukan Dion dengan senyum ceria, “ Lebih tepatnya sugar baby.”
-
Setelah sahabat laknatnya pulang, Sagara masih memikirkan yang dikatakan oleh Dion mengenai sugar baby dan sepertinya Sagara sedikit tertarik dengan yang dilakukan oleh temannya itu.
“ Punya sugar baby nggak mesti jatuh cinta, asal lo punya duit dan bisa biayain hidup hedonnya dia lo bisa dapat kepuasan kaya punya istri kasarnya lo ada yang ngurus tapi tanpa ikatan dan yang lebih oke lagi, dia bisa lo jadiin boneka sesuka lo daun muda juga kalau bosan ya lepas cari baru lagipula sugar baby itu beda sama ******, dia cuma main sama lo aja selama kontrak berlangsung.”
“ Kontrak?”
“ Iyalah itu berguna buat ngendaliin dia supaya nggak macam-macam sama kita, ingat disini jangan pakai hati dan perasaan dan kita sebagai pembeli yang berkuasa sedang dia tugasnya menerima apa yang kita kasih.”
Sagara mencoba membuka aplikasi yang diberitahu Dion tadi, dirinya mencari yang sekiranya cocok dan membuatnya tertarik.
Sebuah foto yang dirinya temukan membuat Sagara tersenyum menyeringai.
To be continued.
Sugar Baby Kakak Sahabat - Part 3.
Ara begitu gelisah setelah Sita mengupload fotonya yang begitu berbeda dengan karakter kesehariannya.
Benar-benar mendefinisikan wanita dewasa yang membutuhkan belaian dan kasih sayang, awalnya Ara protes dan ingin mengubah fotonya tersebut namun menurut Sita itu adalah foto terbaik yang Ara miliki.
“ Ya kali gw foto lo dengan penampilan lo yang B aja, yang ada bukannya laku malah disangka pedofile karena mempekerjakan anak dibawah umur.”
Memang benar, Ara begitu terlihat baby face jika berpenampilan kesehariannya bahkan tak jarang jika Ara dibilang anak SMA, ditambah dengan outfit yang simple layaknya remaja sudah pantas jika Ara disuruh masuk SMA lagi.
Sayang jiwa introvertnya membuat Ara tidak banyak memiliki teman.
Ara masih saja mondar-mandir sambil menggigit jari melihat notifikasi ponselnya yang sejak semalam rupanya Alen sahabatnya mencari keberadaannya setelah beberapa saat dirinya menelepon Alen namun berakhir tidak terjawab.
Bahkan Alen menerornya dengan serentetan pesan.
“ Aku tadi lagi sama Shandy, ada apa?”
“ Kamu butuh sesuatu?”
“ Kok ponsel kamu nggak aktif? Kamu dirumah?”
“ Oke aku kerumah kamu sekarang.”
“ Kamu diusir sama tante Dian? Jadi itu alasan kamu nelpon aku tadi.”
“ Ra, jawab pesan gw, kenapa ponsel lo mati sih.”
“ Kasih tau gw dimana lo? Pasti lo lagi butuh bantuan.”
“ Ra, ini sudah pagi dan ponsel lo masih nggak aktif.”
“ Ra, lo dimana? Gw khawatir.”
“ Gw udah putus sama Shandy.”
“ Kalo hp lo dah aktif, tolong secepatnya KABARI GW.”
Ara bingung harus berbuat apa sekarang? Jika dia memberitahu Alen semuanya pasti Alen akan membantunya dan akan merepotkan sahabatnya itu dan rasa cintanya akan semakin besar sedangkan yang Ara tahu, ALen hanya menganggapnya sebagai sahabat tidak lebih dan akan sangat tidak tahu diri jika Ara merepotkan Alen, sejujurnya Ara sudah sering merepotkan Alen jadi Ara memutuskan untuk tak melibatkan Alen biarlah Ara akan berdiri dikakinya sendiri.
“ Kenapa sih muka lo nggak enak gitu?” Sita merasa jengah dengan yang dilakukan oleh Ara temannya gelisah melihat ponselnya setelah semalaman tidak aktif dan sekarang sibuk menggigit jarinya karena bingung dan gelisah.
“ Alen?” Tanya Sita lagi pada Ara yang memang temannya itu tak pernah jauh dari Alen dan Alen.
Ara hanya menganggukan kepalanya saja membuat Sita akhirnya mendengus dengan kasar, “ Gw kira apa.”
“ Dia ngebom pesan ke aku nih.”
“ Soal semalam? Emang lo ada kasih tahu dia soal kejadian semalam?” tanya Sita yang penasaran apa yang menyebabkan Ara hingga gelisah begitu dan Ara hanya menggelengkan kepalanya disusul dengan jawaban yang cukup membuat Sita takjub, “ Aku memang nggak kasih tahu dia, tapi Alen cari tahu semalam dengan datang kerumah mungkin kak Regina atau mama Dian sudah kasih tahu soal aku yang diusir dari rumah.”
“ Gila the power of sahabat, trus yang buat lo gelisah apa coba?” Sita masih mencoba bersabar dengan yang dilakukan oleh Ara.
“ Aku bingung mau jawab apa, kalau aku jawab jujur pasti dia datangi aku kesini dan paksa aku untuk keluar dari sini sedang tujuan aku kan memang supaya dia tidak menolongku Ta.”
“ Yaudah lo balas aja kalau lo baik-baik saja dan sudah ada tempat buat tinggal.”
Ara mencoba menjawab pertanyaan Alen dengan pesan namun Alen keburu menelponnya, Ara terkejut bukan main dengan menenangkan diri Ara menggeser ikon hijau untuk menjawab pertanyaan sahabatnya itu.
Sedangkan Sita dibuat terkejut ada notifikasi yang mengajak Ara untuk open BO, Sita yang memang memegang akun Ara pun menjawab pertanyaan seorang pria dengan nama Mr.DS yang mengajaknya bertemu untuk kesepakatan.
Mr.DS : Apa kita bisa bertemu malam ini?
Ara : Bisa, mau bicara soal apa?
Mr.DS : Open BO?
Ara : Harga oke sepakat.
Mr.DS : Hotel Luxury kamar nomor 501.A
Jam 8 malam.
Ara : Oke, see u.
Sedangkan Ara yang masih susah payah menjawab pertanyaan Alen pun menggigit jarinya sambil memutar otak mengimbangi pertanyaan yang diberikan Alen.
“ Lo dimana sih? Apa susahnya tinggal kasih tau gw sekarang Lo dimana supaya bisa gw susulin lo dan jemput lo!"
“ Aku baik-baik saja Alen, aku sudah ada tempat dan aku nyaman disini.”
“ Yaudah kasih tahu saja pasti lo belom makan kan? Gw kesana buat kirimin lo makanan sekalian mau interogasi lo atas apa yang sebenarnya terjadi sama lo.”
Ara menghela nafas dengan kasar, menyesal telah mengaktifkan ponselnya sekarang, harus dengan apa dia jawab agar Alen berhenti mencari keberadaannya.
“ Alen, aku baik oke, aku saat ini sedang mencari pekerjaan kita ketemu nanti di kampus saja.”
“ Lo nggak perlu kerja, lo butuh uang berapa? Bilang sama gw, gw bakal kasih dan bawain buat lo asal lo nggak kerja.”
Dan ini yang Ara benci, Alen selalu memberikan apapun yang Ara butuhkan masalahnya Ara kali ini tidak mau merepotkan Alen lagi.
“ Alen, ini hidup aku, aku sudah keluar dari rumah itu dan itu artinya aku harus bertanggung jawab dengan diri aku sendiri, mungkin sekarang aku dibantu kamu tapi kedepannya? Aku nggak mungkin terus-terusan kan bergantung sama bantuan kamu.”
“ Nggak masalah.”
“ Nggak masalah buat kamu tapi masalah buat aku, memang aku hanya menjadi beban kamu saja ya.”
Alen sadar Ara bukan tipe yang ketika dipaksa maka dia akan nurut, dan untuk itu, Alen mencoba menurunkan egonya agar Ara memberitahu keberadaannya saat ini.
“ Sorry, I miss you.”
Kata itu, ah sudahlah Alen memang selalu berhasil membuat Ara terpana, “ Aku baik-baik saja dan aku sudah makan, aku masih ada uang simpanan jadi kamu nggak usah khawatir.”
“ Maaf.”
“ Hmm.”
“ Maaf semalam nggak ada buat lo, disaat lo susah harusnya gw nggak usah silent ponsel gw pas ketemuan sama Shandy.”
“ Iya, harusnya aku yang tahu diri kalau malam minggu pria yang punya kekasih pasti jalan sama pacarnya dan nggak bisa diganggu.”
“ Gw udah putus sama Shandy.”
“ Kenapa lagi kali ini.” Seolah Ara sudah biasa mendengar yang dikatakan oleh Alen soal putus dengan kekasihnya itu.
“ Karena lo.”
-
Ara tak percaya jika belum ada 24 jam dirinya mendaftar di aplikasi tersebut justru dirinya sudah ada yang mengajaknya open BO dan yang lebih menakjubkan lagi Sita langsung mengiyakan permintaan calon sugar daddynya itu.
“ Kenapa nggak bilang aku dulu sih?”
“ Ya gw rasa lo kan butuh uang secepatnya makanya gw iyain aja lagian kayaknya dia seorang pengusaha deh.”
Meskipun profilnya hanya menunjukan separuh badan yang mengenakan pakaian jas tanpa memperlihatkan bentuk wajahnya, namun jika dilihat dari sudut pandang tertentu jika pria tersebut seorang pengusaha dan semoga saja benar adanya.
“ Ingat awalnya lo masuk ke aplikasi ini tuh buat duit jadi kalau bisa cepat kenapa nggak!”
Dan akhirnya pukul setengah delapan malam, Ara keluar dengan meminjam baju Sita yang menunjang penampilannya dan jangan lupa jika wajah Ara di make over oleh Sita agar menunjang penampilannya, ditutup oleh jaket besar miliknya, Ara melangkahkan kakinya mencari taksi untuk sampai tempat yang disepakati.
“ Ingat jangan grogi, jangan kaku dan dibawa sesantai mungkin, bilang aja kalau lo masih perawan dan butuh uang besar buat suatu hal.”
“ Lalu aku harus minta uang berapa?”
“ Tanya dia bisa bayar keperawanan lo berapa? Kalo diatas 50 sikat aja.”
“ lima puluh?” tanya Ara tak mengerti.
“ Iya 50 Juta.”
Mengingat perkataan Sita, tak terasa dirinya sudah sampai di hotel sesuai yang dikatakan oleh Sita tadi sudah disepakati oleh calon customernya itu, Ara menuju resepsionis dan sepertinya hotel tersebut sudah biasa melihat orang seperti Ara yang datang menemui seseorang.
Ara masuk menuju lantai lima dimana nomor 501.A berada, sesampainya disana Ara menghela nafas dalam mencoba meredam kegugupan dan juga menetralkan detak jantung yang berdetak tak karuan, setelah sedikit tenang, Ara melepas jaket yang dikenakan lalu menekan bel pintu.
Tak lama terdengar suara pintu terdengar, tak ada yang menyambut namun seseorang dari dalam mengatakan untuk masuk kedalam dan tentunya Ara hanya mematuhi perintah tersebut.
Saat Ara sudah sampai dalam, pintu terdengar tertutup dan Ara masih menatap arah sekitar, mencoba melangkah secara perlahan dan disana sosok pria tegap berdiri membelakanginya.
“ Sudah datang kamu.”
“ emm,, hai om saya Ara.”
Pria tersebut membalikkan badannya dan saat itu juga Ara merasa syok begitu hebat mengetahui siapa yang membokingnya.
To be continued.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!