NovelToon NovelToon

Janji Yang Kau Ingkari

1. Kejutan yang tertunda

Seorang wanita yang begitu cantik dan anggun tampak keluar dari bandara dengan senyum yang merekah di bibirnya. Dia tidak sabar ingin memberi kejutan pada sang suami, yang sebenarnya satu minggu lagi wanita itu akan pulang, tetapi demi memberi kejutan pada sang suami di hari jadi pernikahan mereka, dia rela meninggalkan pekerjaannya dan pulang lebih dulu. Biarlah asistennya tang mengurus segala sesuatu yang belum selesai.

Dia bernama Adisti Dewi Hartono, putri dari Bambang Hartono dan Marini Adinata. Suaminya bernama Bryan Malik Pramana. Wanita itu berprofesi sebagai seorang desainer ternama dengan butik yang begitu besar di kota besar tempat tinggalnya. Dua hari lagi adalah ulang tahun pernikahannya yang ke enam jadi, Adisti memutuskan untuk pulang demi memberi kejutan untuk sang suami dan merayakannya bersama.

Dia dan sang suami bisa disebut dengan pasangan yang serasi karena selalu tampil romantis dalam keadaan apa pun dan di mana pun. Adisti begitu bahagia memiliki suami seperti Bryan. Meskipun sampai saat ini keduanya belum dikaruniai seorang anak. Namun, tidak menyurutkan kasih sayang diantara keduanya. Kedua keluarga juga tidak mempermasalahkan hal tersebut, bagi mereka asal anak-anak bahagia tak masalah.

“Pak, ke apartemen di jalan Melati,” ucap Adisti pada sopir taksi yang sedang berhenti di depan bandara.

“Baik, Nona,” jawab sopir taksi tersebut dan segera melajukan mobilnya.

Adisti hanya tersenyum mendengar sapaan dari sopir tersebut. Padahal usianya juga sudah cukup matang, tapi entah kenapa orang-orang selalu memanggilnya nona bukan nyonya. Itu tidak masalah baginya, justru dia senang, berarti dirinya masih terlihat lebih muda. Banyak orang yang memujinya secara langsung juga.

Begitu sampai di apartemen, Adisti segera masuk. Ini adalah apartemen rahasia miliknya yang tidak diketahui oleh siapa pun, termasuk oleh sang suami dan Arsylla—sahabatnya. dia memang sengaja datang ke sini untuk beristirahat sejenak, sekaligus merencanakan semuanya untuk acara kejutan nanti. Wanita itu juga sudah menyewa sebuah restoran ternama, yang biasanya mereka gunakan untuk merayakan ulang tahun.

“Kenapa aku sekarang tiba-tiba kangen banget sama suamiku? Pasti saat ini Bryan sedang sibuk di kantor, apa aku harus datang ke sana saja, ya? Aku sudah tidak tahan ingin bertemu dengannya. Tidak, aku takut nanti rencanaku gagal lagi, lebih baik aku bersabar menunggu besok,” gumam Adisti dengan tersenyum, tidak sabar menunggu hari esok tiba.

Tiba-tiba ada sebuah pesan masuk dari Vira, dia adalah anak dari Edwin Hartono—adik papa Adisti. Sebuah pesan berisi sebuah foto Bryan bersama seorang wanita yang tidak jelas wajahnya karena menghadap belakang. Hal tersebut tentu saja membuat Adisti terkejut. Selama ini sang suami dikenal dingin dan enggan berdekatan dengan seorang wanita, tiba-tiba berjalan bergandengan tangan. Apalagi di sebuah tempat perbelanjaan yang terlihat begitu ramai.

Tiba-tiba pikiran buruk masuk ke dalam kepalanya, tidak mungkin jika sang suami tega berbuat curang kepadanya. Selama ini juga mereka terlihat begitu bahagia tanpa ada masalah. Dengan tangan yang bergetar Adisti pun mengirim pesan pada Vira yang menanyakan kebenaran foto tersebut. Dalam hati dia meyakini jika yang dilihat itu bukan sang suami, hanya kebetulan orang yang mirip saja.

“Halo, assalamualaikum,” ucap wanita yang berada di seberang telepon yang tidak lain adalah Vira.

“Waalaikumsalam, maksudmu mengirim foto itu apa, Vir?” tanya Adisti tanpa mau berbasa-basi.

Dia bukanlah orang yang suka terlalu banyak bicara. Wanita itu akan bicara langsung pada inti permasalahan jika memang ada sesuatu yang mendesak seperti sekarang ini. Vira juga sangat mengerti karena memang dulu mereka sangat dekat.

“Itu, aku tadi melihat suami kamu di restoran. Antara yakin dan tidak, makanya aku mengambil gambar dan mengirimkannya ke kamu. Apa itu benar suami kamu atau bukan karena aku kan sudah lama nggak ketemu sama kamu dan suami? Itu tadi saja aku harus lihat foto di nikahan kamu dulu. Saat aku samakan memang agak mirip, benar nggak, sih? Aku nggak enak sama kamu, takutnya dikira fitnah,” jawab Vira dengan ragu.

“Aku juga nggak tahu, kan kamu yang ada di sana,” jawab Adisti dengan meremas pakaiannya.

Dia sendiri bingung harus menjawab apa pada sepupunya itu. Pakaian yang dipakai laki-laki dalam foto itu memang sama dengan yang dimiliki suaminya, tetapi bukankah banyak yang memiliki kemeja seperti itu? Apakah mungkin ada orang yang mirip dan memiliki baju yang sama? Memikirkan hal itu semakin membuat Adisti sakit kepala.

“Kamu sendiri sekarang ada di mana?”

“Aku ada di luar negeri, ada fashion show di sini,” jawab Adisti berbohong.

Dia tidak ingin mengatakan yang sejujurnya pada siapa pun. Saat ini tidak ada yang bisa wanita itu percayai. Bisa saja Vira sengaja mengedit foto tersebut atau yang lebih menyakitkan gambar itu nyata adanya. Adisti juga perlu mencari tahu kebenaran tentang foto kiriman dari Vira itu.

Untung saja tadi dia pergi ke apartemen, bukan pulang ke rumah. Jika tidak pasti dirinya bingung harus merencanakan apa. Sekarang dalam seminggu ke depan sepertinya wanita itu akan berpura-pura masih berada di luar negeri, Adisti akan mencari tahu sendiri mengenai kebenaran tentang suaminya. Mengenai rencana kejutan ulang tahun biar itu terlewat, dia juga ingin tahu apakah sang suami masih ingat dengan ulang tahun pernikahannya atau tidak.

“Ya sudah, Vir. Mengenai masalah ini, tolong jangan katakan pada siapa pun, ya! Aku juga perlu mencari tahu kebenarannya. Terima kasih sudah memberi info tentang suamiku.”

“Kamu tenang saja, aku tidak akan mengatakan pada siapa pun dan satu lagi, kalau kamu butuh bantuan segera hubungi aku. Bagaimanapun juga kita ini saudara harus saling berbagi dalam hal apa pun satu sama lain.”

“Terima kasih.” Adisty pun segera mengakhiri panggilan.

Wanita itu bersyukur memiliki sepupu seperti Vira. Dulu mereka sangat dekat, ke mana-mana selalu bersama, bahkan keluarga selalu menyebutnya saudara kembar karena selalu memiliki barang yang sana. Semakin dewasa sepupunya itu seperti sedang menghindarinya. Itu terjadi sejak di Vira berdebat dengan dirinya mengenai Arsylla.

Menurut Vira, Arsylla bukanlah orang yang baik yang hanya ingin memanfaatkan kebaikan dirinya. Namun, dia merasa tidak seperti itu. Selama berteman Arsylla juga tidak pernah meminta apa pun atau sengaja memanfaatkannya. Justru dirinyalah yang sengaja ingin membantu temannya itu karena kasihan melihat Arsylla yang kesusahan.

Bahkan sering kali temannya itu menolak karena merasa tidak enak pada dirinya. Namun, karena dia memaksa akhirnya temannya itu pun menerima. Adisty juga sangat dekat dengan keluarga Arsylla dan menganggap mereka seperti keluarga sendiri. Bahkan tidak jarang memberi mereka hadiah.

2. Tidak menyangka

Adisti pun mencoba menghubungi Arsylla, siapa tahu temannya itu mengetahui tentang kecurangan sang suami, mengingat hubungan Arsylla dan Bryan juga cukup dekat. Mereka juga bekerja di perusahaan yang sama. Tanpa keduanya ketahui sebenarnya dirinya juga salah satu pemilik saham di perusahaan itu. Itu juga karena pemberian kedua orang tuanya.

Namun, mereka tidak tahu karena itu permintaan kedua orang tua Adisti yang melarang putrinya untuk memberitahukan pada orang lain. Hingga mereka pergi pun rahasia itu masih tertutup. Perusahaan itu milik seorang pengusaha bernama Abraham, dia salah satu sahabat dari papanya Adisti.

Hingga panggilan ketiga, sama sekali tidak diangkat. Mungkin temannya itu saat ini sedang sibuk. Saat sudah menyerah dan ingin meletakkan ponselnya di atas meja, ternyata ada panggilan masuk dari Arsylla. Hal itu tentu saja membuat hati Adisti senang, mereka juga jarang komunikasi akhir-akhir ini.

“Halo, assalamualaikum bagaimana kabar kamu?”

“Alhamdulillah aku baik. Kata Bryan kamu masih satu minggu di luar negeri, apa benar? Tumben kamu betah!” tanya Arsylla yang berada di seberang telepon.

“Iya, ini saja pekerjaan sudah aku percepat agar bisa pulang segera.”

“Jangan terlalu diforsir pekerjaannya. Ingat tubuhmu juga perlu istirahat.”

“Iya, kamu jangan khawatir, terima kasih sudah mengkhawatirkanku.”

“Pastilah! Memang siapa lagi yang perhatian padamu jika bukan aku.” Keduanya terkekeh bersama.

Adisti mencoba untuk berpikir, bagaimana caranya agar bisa bertanya pada Arsylla tanpa membuatnya curiga, tetapi setelah dipikirkan ternyata memang tidak ada kata-kata yang pas. Dia pun memberanikan diri untuk bertanya, terlepas apa yang akan dipikirkan temannya nanti.

“Arsy, boleh aku tanya sesuatu sama kamu? Aku harap kamu menjawabnya dengan jujur.”

Mendengar pertanyaan dari Adisti membuat Arsylla terdiam, sepertinya ada sesuatu yang penting. Apa mungkin temannya itu sudah mengetahui sesuatu. Dia mulai tidak tenang, takut jika itu benar adanya.

“Mau tanya apa, nih? Sepertinya sangat serius sekali,” ujar Arsylla yang berusaha untuk terlihat biasa saja. Ini belum saatnya Adisti tahu semuanya.

“Apa kamu pernah melihat Bryan pergi bersama dengan seorang wanita? Ya ... mungkin hanya sekedar makan siang saja atau membicarakan sesuatu teman kerjanya?” tanya Adisty yang mencoba untuk mengendalikan emosinya.

“Jalan bersama dengan seorang wanita? A–apa sih maksud kamu, Adis? Aku sama sekali tidak mengerti apa yang kamu maksud. Apa suamimu selingkuh di belakang kamu?”

“Tidak, aku hanya bertanya saja. Kenapa kamu jadi berpikiran ke arah sana?” Yang ditakutkan Adisti benar, ternyata sahabatnya ini sangat peka dengan apa yang ada dalam kepalanya. Dia memukul mulutnya sendiri, semua orang juga pasti akan curiga ke arah sana saat dia bertanya demikian.

“Ya, habisnya kamu bertanya seperti itu, pikiranku jadi ke mana-mana. Kamu sebagai seorang istri juga harus percaya kata suamimu, jangan meragukannya. Kalau kamu sendiri yang diragukan oleh Bryan, apa kamu tidak sakit hati? Bukan maksudku untuk membela Bryan, hanya saja kalian berdua itu sama-sama sahabatku jadi, aku tidak membela salah satu dari kalian.”

“Iya, aku percaya sama kamu. Maafkan aku.”

“Kenapa kamu malah meminta maaf padaku? Seharusnya kamu minta maaf pada Brian karena dia yang sudah kamu curigai.”

“Iya, nanti aku akan minta maaf padanya,” sahut Adisti yang tidak ingin berdebat dengan temannya. “Bagaimana pekerjaanmu? Apa masih banyak? Maaf aku sudah mengganggu,” ujar Adisti yang sengaja ingin mengalihkan pembicaraan.

"Tidak juga, ini ada beberapa pekerjaan, sebentar juga selesai. Nanti kalau kamu pulang kita makan bersama-sama, ya! Sudah lama kan kita nggak pergi bareng, aku kangen sama kamu, nanti kamu kabar-kabar saja."

"Iya, kamu tenang saja. Aku akan ikut apa yang kamu inginkan. Sudah dulu, aku mau lanjut kerja. Aku harus cepat selesaikan agar bisa pulang cepat."

"Iya, hati-hati."

"Kamu juga hati-hati."

"Jangan lupa kabari saat kamu sudah pulang, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Adisti mengusap wajahnya pelan, sepertinya dia harus pergi ke perusahaan, wanita itu akan melihat apa yang dilakukan sang suami ketika pulang kerja. Adisti juga penasaran untuk melihatnya secara langsung kegiatan sang suami, semoga ketakutannya tidak menjadi kenyataan, itu akan sangat mengerikan baginya. Wanita itu mulai bersiap untuk pergi, dia akan pergi ke tempat penyewaan mobil lebih dulu.

Adisti harus memiliki kendaraan untuk bisa pergi ke mana pun yang dia inginkan. Satu minggu rasanya pasti cukup untuk membayar jasa menyewa mobil. Ini memang pertama kali baginya menyewa mobil, padahal mobil miliknya juga ada, tetapi karena tidak ingin sang suami tahu lebih baik cari aman. Mengeluarkan uang sedikit tidak masalah baginya.

Seperti keinginannya tadi, saat ini wanita itu sudah ada di depan perusahaan tempat sang suami dan juga sahabatnya bekerja. Sebentar lagi jam pulang kantor. Dia masih duduk di dalam mobil di tempat parkir para karyawan. Jarak dua mobil dari mobilnya adalah mobil sang suami, itu memudahkannya untuk mengetahui Bryan saat pergi. Adisti memang sengaja parkir di sana.

Satu jam setelah menunggu, akhirnya Bryan pun keluar. Adisti dapat melihat pria itu berjalan diikuti Arsylla di belakangnya, keduanya tampak sedang berbincang. Meskipun tidak terlihat begitu intens karena sesekali Bryan juga bicara dengan teman lainnya. Adisti masih memperhatikannya, tampak Arsylla tersipu malu mendengar apa yang pria itu katakan, entah apa itu.

Adisti mulai tidak nyaman. Dalam hati dia bertanya-tanya apakah mungkin sahabatnya itu yang ada dalam foto, mengingat wanita yang di foto sedang membelakangi kamera. Adisti berusaha keras untuk menepisnya, dia tidak ingin berburuk sangka pada sahabatnya itu. Pasti saat ini hanya kebetulan saja mereka pulang bersama.

Namun, perlakuan Bryan yang membukakan pintu untuk Arsylla, membuat tatapan Adisti semakin tajam. Hal yang selama ini laki-laki itu lakukan hanya untuk dirinya, kini dilakukan pada orang lain. Tanpa sadar tangan Adisti pun mengepal dengan erat. Dia tidak rela suaminya melakukan hal romantis terhadap wanita lain meskipun dia adalah sahabatnya.

Selama ini Adisti selalu membangga-banggakan Bryan di depan keluarganya. Dia mengatakan jika laki-laki itu selalu memperlakukannya lebih spesial dari wanita lain, tidak akan ada yang bisa menggantikan posisinya, baik itu di hati maupun fisik Bryan karena semuanya hanya milik Adisti. Namun, sekarang apa yang wanita itu lihat justru berbeda. Bahkan kini sahabatnya sendiri, orang yang selama ini dia banggakan justru sanggup menyamai posisinya.

Adisti tidak boleh menelan mentah-mentah apa yang dilihatnya kini, dia harus tahu sejauh mana hubungan Bryan dan sahabatnya itu. Semoga saja apa yang wanita itu lihat tidaklah benar, untuk itu Adisti harus menguatkan mentalnya mulai sekarang.

3. Mencari tahu

Setelah melihat mobil Brian berjalan meninggalkan perusahaan, segera Adisti mengikutinya. Dia ingin tahu suami dan sahabatnya akan pergi ke mana. Wanita itu terus menenangkan dirinya, semoga saja apa yang dia takutkan tidaklah terjadi antara sang suami dan temannya itu. Namun, hati kecilnya berkata jika mereka memiliki hubungan atau sesuatu yang rahasia.

Jika sampai itu terjadi, maka Adisti tidak akan pernah memaafkan keduanya. Wanita itu akan melakukan sesuatu yang pasti akan mereka sesali. Selama ini dia sudah baik kepada mereka. Jangan sampai Adisti melakukan sesuatu yang membuat mereka menyesal.

Mobil Bryan telah sampai di apartemen Arsylla. Lebih tepatnya itu adalah apartemen Adisti yang sengaja dipakai oleh temannya. Saat itu Adisti kasihan pada Arsylla yang terus mengeluh membayar uang kontrakan. Dia pikir daripada apartemen kosong jadi, wanita itu membiarkan temannya menempati.

Namun, sudah lebih tiga tahun tidak ada niat Arsylla untuk pergi dari apartemen. Padahal saat ini gajinya juga cukup besar dan cukup untuk membeli rumah. Meskipun dengan cara kredit.

Arsylla turun dari mobil, Bryan pun melajukan kembali mobilnya. Hal tersebut tentu saja membuat Adisti lega, setidaknya sang suami tidak melakukan sesuatu bersama dengan sahabatnya. Ketakutan yang sempat dia rasakan pun tidak terjadi. Namun, wanita itu juga tidak bisa lengah begitu saja. Mungkin esok atau kemudian hari mereka melakukan kesalahan.

Setelah keluar dari apartemen tempat tinggal Arsylla, Adisti mengerutkan keningnya karena jalan yang diambil sang suami bukanlah menuju rumah mereka, melainkan berlainan arah. Entah ke mana pria itu ingin pergi, ke rumah kedua orang tuanya pun juga tidak ke arah ini. Dia masih mengikuti sang suami dengan jantung berdebar, padahal tadi sempat lega setelah Arsylla turun.

Mobil yang dikendarai Bryan memasuki perumahan kawasan elit. Adisti pun masih mengikutinya dari belakang, hingga akhirnya mobil memasuki sebuah rumah dengan pagar yang tinggi. Namun ,masih terlihat dari celah-celah pagar tersebut. Wanita itu pun memberhentikannya mobil di depan pagar, sempat heran juga kenapa sang suami ke sini, apa ini rumah orang yang dikenalnya.

Adisti ingin melihat siapa pemilik rumah ini. Namun, sepertinya akan sangat sulit. Wanita itu masih melihat ke arah rumah dan melihat sekeliling. Cukup bagus meski lebih besar rumah miliknya, pasti harganya sangat mahal juga. Saat sedang mengamati rumah itu, Adisti dibuat terkejut mendapati seorang wanita hamil membukakan pintu. Yang lebih membuatnya terkejut adalah Brian memeluk Wanita itu sudah mencium keningnya.

Seketika tubuh Adisti benar-benar lemas, tidak menyangka dengan apa yang baru saja dia lihat. Berulang kali wanita itu meyakinkan dirinya bahwa yang dilihat itu tidak benar, sekuat apa pun usahanya, tetaplah yang dilihat itu memang kenyataan. Sang suami telah menghianatinya, entah sudah berapa lama dilakukan oleh pria itu. Adisti tidak akan pernah memaafkannya, ternyata pria itu tidak tahu diri.

"Siapa dia, Bang? Jangan sampai kamu benar-benar melakukan kesalahan. Aku bukan orang yang memaafkanmu dengan mudah. Jika sampai apa yang ada di kepalaku itu benar adanya, maka siap-siap saja kamu kehilangan semuanya, termasuk rumah ini. Aku yakin ini juga bagian dari milikmu," gumam Adisti sambil mengepalkan tangannya.

Adisti menghubungi seseorang yang dia percayai dan meminta untuk bertemu. Pria itu pun menyanggupi, tetapi tidak sekarang karena tidak bisa ke mana-mana saat ini. Istrinya sedang melahirkan dan saat ini ada di rumah sakit. Adisti pun mengerti dan dia sendiri yang akan datang ke sana besok. Ini juga sudah malam, dia juga tidak ingin mengganggu istirahat orang lain.

Wanita itu kembali melihat ke arah rumah yang sudah tidak tampak pemiliknya. Adisti mengusap sisa air mata yang ada di kedua pipinya. Kali ini pandangannya begitu tajam ke arah rumah itu, wanita itu bersumpah akan membalaskan sakit hati yang dia rasakan kepada sang suami. Adisti bukanlah wanita lemah yang segala sesuatunya bergantung pada pria.

Dia wanita mandiri sejak kecil, dididik sang ayah untuk menjadi wanita yang kuat dan tegar, hanya saja selama ini Adisti memang diam dan memilih bergantung pada suaminya, kecuali masalah ekonomi tentunya. Bryan salah jika menganggapnya wanita lemah dan tidak bisa apa-apa. Adisti pun kembali melajukan mobilnya. Hari ini sudah cukup sampai disini dan dia perlu istirahat. Besok masih banyak lagi yang harus wanita itu lakukan.

***

"Bu Adisti," sapa seorang pria saat Adisti memasuki ruang rawat inap.

Pagi-pagi sekali Adisti memang sudah pergi dari rumah, tujuannya kali ini memang menjenguk istri dari anak buahnya. Dia juga tidak lupa membawakan hadiah untuk bayi mungil yang baru saja lahir. Wanita itu memang belum memiliki anak, itu juga yang membuatnya begitu menyayangi anak kecil, terutama bayi yang baru lahir. Menurutnya terlihat begitu lucu.

"Selamat pagi, Roni. Bagaimana keadaan Istri dan anakmu?" tanya Adisti sambil berjalan mendekati ranjang istri anak buahnya.

"Saya baik, Bu. Terima kasih sudah datang menjenguk," sahut istri Roni.

"Maaf, ya, saya tidak bawa apa-apa. Ini hanya ada hadiah kecil untuk anak kalian."

"Dengan kedatangan Ibu di sini saja itu sudah menjadi kehormatan bagi kami, tidak perlu repot-repot pembawa hadiah," sahut Roni yang merasa tidak enak pada Adisti.

Selama ini atasannya itu selalu baik padanya. Roni seringkali meminta bantuan pada Adisti dan tanpa banyak pertanyaan wanita itu membantunya begitu saja, tanpa peduli jika dirinya menipu atau memanfaatkan kebaikan wanita itu. Sungguh beruntung Roni memiliki atasan sebaik Adisti.

Adisti melihat sekeliling dan bertanya, "Anak kalian mana? Aku tidak melihatnya."

"Masih dimandikan, Nyonya."

Adisty mengangguk dan memberi kode pada Roni agar berbicara di luar sebentar. Pria itu yang mengerti pun segera berpamitan pada sang istri. Mereka pun berbicara di taman samping rumah sakit, memilih tempat yang sedikit sepi agar tidak ada yang mendengar percakapan mereka. Roni yang tahu jika ini penting pun hanya mengikuti saja.

Pria itu sudah berjanji akan melakukan perintah Adisti tanpa banyak bertanya. Dia yakin jika wanita itu juga tidak akan membawanya ke dalam masalah, justru menyelesaikan masalah. Andai pun mendapatkan masalah, Roni akan menerima karena kebaikan Adisti padanya sudah terlalu banyak. Dia sama sekali tidak bisa membalasnya.

Adisti menyerahkan foto rumah yang sempat dia ambil kemarin, tidak lupa juga alamat di belakangnya. Roni memperhatikan foto tersebut, pria itu masih belum mengerti maksud dari atasannya ini.

"Cari tahu siapa pemilik sah rumah itu, siapa saja yang tinggal di sana, terutama wanita yang sedang hamil dan apa hubungan mereka dengan suamiku," ujar Adisti tanpa melihat ke arah Roni yang saat ini sedang terkejut.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!