Menikah merupakan suatu ibadah yang di lakukan oleh setiap pasangan. Tidak perduli apakah mereka sudah mempunyai bekal untuk setelah menikah atau belum, sebab beberapa orang mempercayai jika rezeki akan datang begitu saja setelah kita menikah. Sehingga tak jarang suami istri yang berakhir tinggal di rumah orang tua atau mertua mereka.
Seperti halnya Dava dan Namira. Mereka baru saja melangsungkan pernikahan seminggu yang lalu. Dan memutuskan untuk tinggal di rumah orang tua Namira. Mereka tentunya memiliki alasan kenapa bisa tinggal di sana.
Sebelumnya Dava mengajak Namira untuk tinggal di rumah orang tuanya saja, akan tetapi Namira saat ini hanya memiliki ibu saja yang rentan sakit-sakitan. Ayahnya sudah meninggal tiga tahu lalu karena kecelakaan di tempat kerja. Namira memiliki adik perempuan yang masih duduk di bangku sekolah kelas sebelas SMA.
Semua ini bermula karena Dava tidak sengaja mendengar suara adik iparnya yang tengah teleponan dengan seseorang yang mungkin pacarnya malam-malam. Ia berniat untuk mengambil air minum untuk istrinya, tapi langkahnya terhenti di depan pintu kamar Sera.
"Besar gak, yang?" Terdengar Sera menanyakan hal itu pada pacaranya. Tidak lama kemudian, Sera bicara lagi.
"Masa sih? Besaran punya mantan kamu kali."
Entah kenapa, pembicaraan Sera menarik perhatian Dava. Pria itu kini hampir menempelkan daun telinganya ke pintu untuk mendengar lebih jelas lagi pembicaraan adik iparnya bersama seseorang di telepon.
"Punya aku pink loh, ayang. Punya mantan kamu pasti item ya?"
"Hahaha, mau cobain gak?"
"Aku becanda, ayang. Hehe .."
Jakun Dava terlihat naik turun meneguk salivanya. Meski ia tidak melihat apa yang ada di dalam, tapi dari pembicaraan Sera dia sudah bisa menebak apa yang terjadi. Di usia Sera yang remaja sudah mulai menginjak dewasa, memang sedang bergejolak dan merasa ingin tahu sekaligus ingin mencoba lebih banyak pengalaman.
Sebelum ada orang yang melihat keberadaan dirinya di sana, Dava memutuskan untuk segera pergi beranjak menuju dapur sesuai dengan tujuannya.
***
Paginya, Dava, Namira dan ibunya sudah berada di meja makan. Mereka sarapan bersama. Seperti biasanya, Sera akan datang terakhir lantaran harus siap-siap memakai seragam untuk ke sekolah.
Sera duduk di samping ibunya sekaligus di kursi sebrang yang berhadapan dengan Dava, sementara Namira sendiri duduk di samping pria itu.
Bagi Dava, pagi ini rasanya berbeda seperti pagi sebelumnya selama seminggu ia tinggal di rumah ini. Obrolan Sera di telepon dengan pacarnya tadi malah seolah terngiang di telinganya. Dan entah kenapa, Sera terlihat berbeda kali ini.
Dava yang semula fokus pada sarapannya seketika perhatian beralih pada kancing kedua seragam putih yang di pakai oleh Sera. Terlebih kerudung yang di pakai oleh gadis itu sengaja di lilit ke leher sehingga menampakan tonjolan dadanya.
"Besar gak, yang?"
Kata-kata Sera malam seakan terngiang di telinga Dava saat ini, bersamaan ketika ia melihat jarak antar kancing seragam Sera yang sedikit terbuka dan tampak ada celah.
"Mau nambah, mas?"
Suara Namira seolah menarik paksa Dava dari segala pemikirannya. Ia tampak gugup yang membuat Namira mengerutkan keningnya heran.
"Kamu kenapa, mas?"
Dengan cepat Dava menggelengkan kepala.
"Gak, gak apa-apa." Dava lekas mengambil segelas air putih lalu meminumnya.
Namira merasa ada yang aneh dari suaminya, padahal sebelumnya dia baik-baik saja.
"Aku berangkat ya, bu, kak," pamit Sera seraya beranjak dari kursi makan.
"Iya, hati-hati." teriak Namira.
Setelah Sera pergi, Dava pun ikutan panik untuk segera berangkat kerja. Dia bekerja di toko furniture milik orang terkaya di kampung tersebut.
Dava melihat adik iparnya pergi bersama seorang laki-laki yang sama menggunakan seragam sekolah. Ia pikir itu adalah pacarnya yang semalam teleponan.
Ingatan semalam tentang apa yang ia dengar kembali terngiang di telinganya, hanya saja Dava segera menepis itu agar tidak mengganggu konsentrasi kerjanya. Ia naik ke atas motor matic nya dan berlalu pergi meninggalkan halaman rumah.
_Bersambung_
Sampai di tempat kerja, Dava mendapati teman kerjanya yang tampak tidak semangat hari ini. Begitu ia tanya apa yang membuatnya seperti ini, dia mengatakan sedang ada masalah dengan istrinya.
"Aku udah mau jalan tiga tahun sama istriku, tapi dia tidak juga berubah. Dia terlalu cerewet dan ngatur. Suami pulang kerja capek bukannya di sambut di bikinin kopi atau teh, ini malah di omelin. Gimana gak kesel? Lama-lama aku bosan sama istriku," gerutu temannya.
Dava hanya bisa diam, sebab ia baru merasakan rumah tangga. Mungkin nanti ia juga akan merasakan hal yang sama jika usia pernikahan nya sudah bertahun-tahun seperti Edo, temannya.
"Kalo istri kamu, gimana? Dia cerewet juga gak, Dav?" tanya Edo.
Dava menggeleng. "Sejauh ini sih enggak. Selama kami pacaran pun istri aku ini tipe perempuan yang kalem," sahut Dava.
"Istriku juga dulu sama, Dav. Dia pendiam, tapi gak tahu kenapa setelah punya anak dia berubah jadi kayak emak-emak. Ngomel aja kerjaannya. Salah sedikit aja, habis aku di ceramahin sama dia. Makin gak betah aja aku di rumah, untung ada Nena, temen dia yang bisa ngertiin aku."
Dava seketika tertarik dengan pembicaraan di antara mereka.
"Maksudnya?"
"Intinya aku mencari kenyamanan sama wanita lain, Dav. Mau gimana lagi, rasanya istri aku membosankan. Datanglah Nena, teman istri aku ini. Dia itu pengertian banget orangnya. Dia bisa bikin aku nyaman, dan yang paling penting, Nena bisa bikin aku betah lama-lama sama dia," kata Edo seraya menaik nurunkan alisnya.
Dava paham apa yang di maksud oleh Edo, padahal mereka sudah menikah selama tiga tahun dan sudah memiliki anak. Tapi bisa-bisanya Edo tidak segan melakukan itu bersama wanita lain.
Sebagai seorang laki-laki ia pun paham bagaimana rasanya menjadi Edo. Ketika mulai bosan dengan pasangan, tidak jarang seorang laki-laki mencari sebuah kenyamanan pada wanita lain.
"Istrimu belum tahu kalau kamu ada hubungan khusus sama temannya?" tanya Dava penasaran.
"Jangan sampai tahu lah. Sebisa mungkin harus aman," ujar pria itu dengan memperagakan tangannya.
Dava melihat temannya yang begitu semangat menceritakan tentang hubungan gelapnya bersama wanita teman istrinya. Ia jadi teringat akan Sera, adik iparnya. Tanpa sadar sudut bibirnya terangkat membantu sebuah senyum tipis.
***
Di perjalanan pulang, Dava melihat adik iparnya pergi bersama laki-laki yang tadi pagi jemput di depan gang. Mereka sudah mengganti pakaiannya dengan pakaian biasa. Sera terlihat senang pergi bersama pacarnya. Gadis itu memeluk erat sang pacar ketika mereka hendak pergi ke suatu tempat.
Sampai di rumah, Dava mendapati istrinya tengah memasak di dapur. Waktu sudah menunjukan hampir jam lima sore.
"Lagi masak apa?" tanya pria itu membuat Namira menoleh dan menyambut kepulangan suaminya dengan senyum.
"Udah pulang, mas." Namira mencium punggung tangan suaminya. "Aku masak sop iga sapi, mas. Tadi ada tetangga yang bagi ke kita."
Dava melirik sekilas sop iga di panci yang sudah hampir matang. Kemudian ia duduk di kursi makan yang tidak jauh dari pantry.
"Aku tadi lihat Sera pergi sama temannya. Dia mau kemana udah sore?"
Sambil mengaduk sop nya, Namira menjawab pertanyaan suaminya.
"Sera mau kerja kelompok katanya, dia izin pulang jam delapan nanti. Karena besok tugasnya harus di kumpulin," jawab Namira.
Dava pikir jika itu hanya alasan Sera saja. Bisa-bisanya Namira tidak curiga. Tapi ya sudahlah, biarkan saja. Sera berhak mencari kesenangan di usianya.
"Besok kita ke rumah mama, ya. Tadi siang mama nanyain kapan kita main ke rumah mama. Katanya mama mau ada acara arisan di rumahnya. Nanti kamu bantu siapin acaranya."
"Iya, mas. Tapi kita gak bisa nginap, ya. Kasihan ibu kalau di rumah sendiri, Sera belum tahu apa-apa."
Dava mengangguk setuju. Tidak berapa lama, sop iga nya matang. Namira mengambil sedikit untuk di cobain oleh suaminya.
"Enak, sayang," puji Dava begitu menyeruput kuah sop nya.
Namira senang suaminya memuji masakan nya. Ia berharap melalui masakannya bisa menambah cinta suaminya pada dirinya. Agar suaminya bisa berpikir dua kali jika ingin mengkhianatinya. Tapi ia berharap itu tidak akan pernah terjadi pada rumah tangganya. Ia sangat yakin jika Dava tidak seperti laki-laki di luaran sana. Selama mereka berpacaran, Dava begitu setia padanya.
_Bersambung_
Sudah hampir jam delapan malam, akan tetapi Sera belum kunjung pulang. Namira jadi khawatir, ia sudah berusaha menelepon sangat adik akan tetapi tidak di angkat.
"Sera kenapa kamu belum pulang juga, sih? Bagaimana kalau ibu nanyain kamu?"
Di ruang tamu, Namira berjalan mondar-mandir layaknya setrikaan di tengah kekhawatiran nya. Gadis itu janji akan pulang sebelum jam delapan malam, akan tetapi ini sudah jam delapan lebih sepuluh menit.
Dava berusaha menenangkan istrinya.
"Sayang, mungkin Sera lagi di jalan. Atau di jalan macet, kita kan gak tahu. Gak usah terlalu cemas, aku yakin adik kamu bisa jaga diri baik-baik di luaran sana. Lagian kamu bilang dia pergi untuk belajar kelompok bukan? Dia pasti nanti pulang di antar sama temannya, gak mungkin sendiri."
Kalimat Dava setidaknya bisa menenangkan Namira. Meski demikian, sebagai seorang kakak dia tetap saja khawatir dan takut.
Tidak berapa lama, Namira mendapat chat dari Sera. Gadis itu memberi tahu jika di tempat temannya sedang hujan, sehingga belum bisa pulang saat ini. Dia akan menunggu sampai hujan reda.
Namira menyarankan adiknya untuk pulang naik taksi online saja, akan tetapi Sera tetap akan pulang di antar oleh temannya yang tadi sore menjemput dirinya. Sera juga bilang agar Namira tidak perlu mengkhawatirkan dirinya, sebab dia bisa menjaga diri.
"Aku sudah bilang jangan terlalu mencemaskan Sera, dia sudah besar. Sera pasti tahu bagaimana caranya melindungi dirinya sendiri," ucap Dava.
Namira pun mengangguk. Apa yang di katakan oleh suaminya ada benarnya juga. Mungkin ia harus memberi sedikit kebebasan pada adiknya dan percaya jika Sera mampu menjaga diri.
Dava mengajak istrinya untuk ke kamar. Ia meminta wanita itu untuk istirahat saja. Jika Sera pulang nanti, ia yang akan membukakan pintu.
"Aku gak tenang kalo Sera belum pulang, mas. Aku gak bakalan bisa tidur."
Dava mengusap bahu Namira pelan. "Iya, sayang. Aku tahu gimana khawatirnya kamu saat ini. Tapi kamu harus percaya kalau Sera akan baik-baik saja. Sekarang kamu tidur dan istirahat, nanti kalau Sera udah pulang, aku bakal bangunin kamu. Gimana?" Dava berusaha membujuk istrinya agar mau tidur dan istirahat.
Akhirnya Namira pun setuju. Meski demikian dia tetap tidak bisa tidur sebelum Sera pulang. Sebisa mungkin ia pejamkan mata, sampai rasa kantuk pun datang.
Dava rasa Namira sudah tertidur pulas, sambil nunggu Sera pulang, dia memilih untuk main game yang ada di HP nya.
Tidak terasa, waktu sudah menunjukan jam sepuluh. Akan tetapi belum ada tanda-tanda Sera akan pulang. Dava semakin yakin jika adik iparnya itu pergi ke sebuah tempat bersama pria tadi yang menjemputnya, yang ia pikir itu merupakan pacarnya. Bukan pergi untuk tugas kelompok sekolahnya, sebab itu sudah menjadi alasan yang lumrah bagi remaja untuk pergi agar mendapatkan izin.
Karena belum juga ngantuk, Dava terus melanjutkan game online di HP nya. Lima belas menit kemudian, ia mendengar suara seseorang mengetuk pintu. Dava pikir itu adalah Sera. Dengan cepat ia menaruh ponselnya dan beranjak untuk membukakan pintu rumah.
Begitu pintunya terbuka, muncul Sera dari balik pintu dengan pakaian yang basah kuyup. Dan yang membuat Dava salah fokus adalah ketika pandangannya tertuju pada inner hitam yang mengetat yang memperlihatkan tonjolan besar dada Sera akibat bajunya basah.
"Maaf baru pulang, kak. Kak Namira nya mana?" ucap dan tanya Sera seraya mencari seseorang ke belakang Dava.
Suara Sera menarik Dava dari alam bawah sadarnya, dia langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Iya, gak apa-apa. Kakak kamu kebetulan sudah tidur."
Sera terdengar menghela napas lega.
"Hhh .. Syukurlah kalau kak Namira sudah tidur, aku takut banget kak Namira marah."
Pandangannya Dava tertuju pada tanda merah yang terdapat di bagian leher Sera yang tentunya tidaklah asing baginya.
"Memangnya kamu habis pergi dari mana sama pacar kamu?"
Mendengar pertanyaan sang kakak ipar, kedua bola mata Sera refleks melebar. Dia kelihatan gugup dan tegang.
"Maksud kak Dava apa ya?"
Dava menyunggingkan sebelah sudut bibirnya, membuat Sera semakin tegang.
Lantaran takut di tanya-tanya lagi, akhirnya Sera menerobos masuk melewati Dava begitu saja. Karena kakinya basah membuat lantai licin sehingga ia jatuh terpeleset.
"Aaa .." teriak Sera.
Beruntung Dava sigap dan menangkap tubuh gadis itu sehingga Sera jatuh ke dalam pelukannya.
Untuk seperkian detik mereka saling bertukar tatapan. Sampai akhirnya Sera sadar jika pria yang saat ini memeluk tubuh nya merupakan kakak iparnya.
Tanpa meninggalkan sepatah kata pun, Sera pergi melanjutkan langkahnya menuju kamar. Ia tidak ingin kakaknya sampai bangun dan memergoki dirinya tengah berduaan dengan kakak ipar.
Dava sendiri masih tidak percaya jika dia baru saja memeluk adik istrinya. Ia melihat ke arah pintu kamar sang adik ipar yang sudah tertutup rapat. Entah kenapa, semenjak apa yang ia dengar tadi malam membuatnya sedikit gelisah jika berhadapan dengan gadis itu.
Sebelum Namira bangun akibat suara teriakan Sera barusan, Dava cepat-cepat kembali ke kamarnya. Sebelum itu, ia menutup kembali pintu rumah, ia juga tidak lupa menguncinya.
_Bersambung_
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!