"Arya! Jangan pergi! Tolong jangan bawa Arya!"
Teriakan gadis kecil itu nyatanya bagai embusan angin yang tak terdengar. Gadis kecil itu sangat sedih ketika sahabat baiknya harus pergi meninggalkannya.
"Alza, jangan takut! Aku akan minta mereka untuk menjemputmu juga nanti!" teriak remaja pria bernama Arya.
Namanya Alzarin. Sejak kecil ia tinggal di panti asuhan Kasih Bunda. Tidak ada yang tahu siapa orang tuanya. Bayi Alzarin diletakkan begitu saja di depan pintu panti.
Ibu Astuti, pengurus panti, merawat Alzarin seperti bayi-bayi lain yang dititipkan disana. Alzarin tumbuh menjadi gadis kecil yang ceria. Ia disukai banyak anak-anak panti termasuk Arya.
Arya adalah sahabat dekat Alzarin. Sejak masuk ke panti di usianya yang ke 5 tahun, Arya langsung tertarik pada bayi Alzarin dan berjanji akan menjaga Alzarin hingga tumbuh dewasa.
Arya menepati janjinya. Ia selalu perhatian dan menjaga Alzarin dengan baik. Hingga akhirnya, sebuah keluarga memutuskan untuk mengadopsi Arya ketika usianya 15 tahun.
Alzarin begitu sedih. Gadis berusia 10 tahun itu harus kehilangan teman terkasihnya. Ibu Astuti berusaha memberikan pengertian untuk Alzarin.
"Arya tidak meninggalkan kamu, Nak. Arya akan tetap bisa mengunjungi kamu disini. Dan juga, kamu harus ikut bahagia untuk Arya. Karena kehidupannya akan lebih baik dari sekarang. Suatu saat nanti, kamu juga akan mengalami apa yang Arya alami. Kamu akan bertemu dengan keluarga baik yang menyayangimu."
...***...
Seminggu setelah kepergian Arya, Alza selalu menyendiri dan tak memiliki semangat hidup. Hingga kedatangan sebuah keluarga mengubah hidup Alza.
"Hai, namaku Dennis. Kamu mau berteman denganku?"
Pria kecil itu mengulurkan tangannya. Dennis Pratama, putra sulung keluarga Pratama yang notabene salah satu donatur di panti asuhan Kasih Bunda.
Melihat interaksi putranya dengan Alzarin, membuat Amalia, ibu Dennis, ingin lebih mengenal sosok Alza. Pasalnya Dennis adalah sosok yang susah untuk bergaul. Tapi dengan Alza, Dennis berubah drastis.
"Pa, bagaimana kalau kita adopsi Alza? Sepertinya dia akan jadi teman yang baik untuk Dennis."
Usulan Amalia disambut baik oleh sang suami, Juno. "Iya, Ma. Coba mama bicara dengan ibu Astuti. Dan kita urus surat-surat adopsinya."
Amalia mendekati Alza dan Dennis yang sedang bermain.
"Sayang, apa kamu suka dengan Alza?"
"Suka, Ma." Dennis mengangguk senang.
"Kalau Alza tinggal di rumah kita bagaimana? Sekalian untuk teman Arzetta juga."
"Memangnya Alza boleh Ma tinggal di rumah kita?"
"Boleh. Itu kalau Alza mau. Bagaimana Alza? Kamu mau kan tinggal di rumah Tante?"
Alza kecil masih tak paham dengan semuanya. Tapi merasakan kasih sayang yang diberikan oleh Lia, membuat Alza merasakan ketenangan.
Alza mengangguk. "Iya, aku mau tinggal di rumah Tante."
...***...
Kehidupan Arya nyatanya tak lebih baik dari yang Alza kira. Arya setiap hari membuat ulah karena jauh dari Alza.
"Kakek bohong! Kalian bilang mau jemput Alza! Sekarang mana Alzanya?" teriak Arya yang sejak awal sudah dijanjikan jika Alza juga akan diadopsi seperti dirinya.
Namun ternyata, Johan Nusantara, tidak menepati janjinya. Sepertinya Johan hanya mengelabui Arya saja agar mau ikut dengannya saat itu.
"Aku tidak butuh cucu perempuan! Aku butuh cucu laki-laki untuk melanjutkan kerajaan bisnisku!" tegas Johan di depan anak dan menantunya.
Johan meminta pelayan untuk membawa masuk Arya ke dalam kamarnya. Dengan teriakan penolakan, Arya meronta. Namun tak ada satupun orang yang peduli.
"Pa, kenapa memaksanya seperti ini?" tanya Arnis, menantu Johan.
"Kalian ini sebagai orang tuanya harus bisa mendidik dia supaya pantas untuk menjadi anggota keluarga Nusantara!" kesal Johan.
"Kau Arnis! Jadilah ibu yang baik untuknya! Meski kau tidak bisa memiliki anak, tapi harusnya kau punya jiwa keibuan yang baik!"
Arnis hanya tertunduk diam. Sudah kenyang dirinya dengan semua cibiran dari ayah mertuanya.
"Pa, lebih baik kita adopsi juga gadis kecil itu. Aku yakin Arya akan menurut jika dia bersama gadis itu," usul Sultan, putra Johan.
Johan nampak berpikir sejenak. Ia menatap anak dan menantunya dengan helaan napas kasar.
"Baiklah! Kalian jemput dia sana! Bersikaplah layaknya orang tua mulai sekarang!"
Arnis dan Sultan akhirnya datang ke panti asuhan Kasih Bunda. Sayangnya apa yang mereka inginkan tidak terjadi. Alza sudah lebih dulu di adopsi oleh keluarga lain.
Astuti tidak bisa memberitahukan siapa keluarga yang mengadopsi Alza, karena itu adalah hal yang rahasia.
"Bagaimana dengan gadis itu saja? Namanya Falia. Dia baru saja datang kemari. Kedua orang tuanya tak sanggup membiayai hidupnya, makanya dia dititipkan disini. Dia seusia dengan Alza," ucap Astuti memberikan ide.
Sultan dan Arnis saling pandang. Mereka mengangguk setuju kemudian.
"Baiklah. Kami akan adopsi Falia."
#
#
#
Dua belas tahun kemudian...
"Alzaaaa!"
Gadis cantik itu menoleh kearah suara yang memanggilnya.
"Mas Dennis? Sudah pulang dari luar kota?"
Dennis tersenyum senang. "Iya, aku pulang karena aku merindukanmu..." Dennis memeluk gadis cantik yang sudah mengisi harinya selama 12 tahun terakhir.
"Ayo kita pulang!" Dennis menggenggam lembut tangan Alza.
Alza kecil kini sudah tumbuh menjadi gadis yang luar biasa. Setelah lulus kuliah, Alza memilih untuk bekerja di perusahaan Tama Grup milik keluarga angkatnya.
Kebahagiaan yang dulu hanya menjadi mimpi bagi Alza, kini bisa ia rasakan secara nyata. Alza begitu disayangi oleh keluarga yang mengadopsinya. Ditambah lagi dengan cinta dari laki-laki yang selalu melindunginya.
Dennis memutuskan meminang Alza untuk menjadi istrinya. Mereka sudah bertunangan dan sebentar lagi akan menikah.
"Bagaimana persiapan pernikahan kita?"
"Umm, lancar, Mas. Mama dan Zetta banyak membantu."
Dennis meraih tangan Alza dan menciumnya. Mereka sedang dalam perjalanan menuju ke rumah keluarga Pratama.
"Aku beruntung memilikimu di hidupku, Alza."
"Apa sih, Mas? Harusnya aku yang bilang begitu. Aku yang sangat bersyukur dengan adanya kalian dalam hidupku."
Tiba di rumah, Dennis langsung disambut teriakan adik tercintanya, Arzetta.
"Abang pulang kok tidak kasih kabar? Abang sayangnya hanya sama kak Alza saja!" Zetta merajuk.
"Eits, adik abang yang cantik. Abang juga punya oleh-oleh untuk kamu, dan juga Mamaku yang cantik."
Kedua wanita berbeda generasi itu sungguh senang menerima oleh-oleh dari Dennis.
"Dan aku juga tidak lupa beli oleh-oleh untuk calon istriku yang cantik ini..."
"Wah, terima kasih banyak ya, Mas..."
...***...
Di belahan dunia berbeda, seorang pria tampan menatap gemerlapnya lampu-lampu kota dari atas balkon kamar apartemennya.
"Tuan! Apa ada lagi pekerjaan yang harus saya kerjakan?"
"Tidak, Anand. Pergilah beristirahat! Besok kita akan sangat sibuk."
"Baiklah, Tuan. Selamat malam!"
Pria berahang tegas dengan sikap dinginnya itu kembali menatap lampu yang bersinar terang. Hingga sebuah getaran di ponsel membuatnya harus menjawab panggilan itu.
"Halo!"
"Kak Arion!" Suara cemprengnya membuat pria bernama Arion itu tersenyum.
"Ada apa?" Mereka melakukan panggilan video.
Bisa dilihat dengan jelas jika gadis itu sedang sibuk menyiapkan sesuatu.
"Kamu lagi sibuk?" tanya Arion.
"Iya, besok adalah hari pernikahan abangku. Kupikir kakak bisa datang kesini."
"Maaf, Zetta. Aku masih harus mengurus bisnis disini. Kakek akan membunuhku jika aku tidak berhasil mendapat kontrak kerja kali ini."
"Hmm, baiklah. Kakak semangat ya! Kakak masih ingat dengan janji kakak kan?"
"Janji? Janji yang mana?"
"Ish, kakak! Kakak janji akan melamarku setelah pulang dari sana. Awas saja kalau kakak lupa!"
"Hahaha, iya aku tidak akan lupa. Kalau begitu sampai nanti ya! Kurasa aku mulai mengantuk. Disini sudah tengah malam."
"Iya, baik. Selamat malam kekasihku yang tampan, mmmuuuuaaahh!"
Arion mematikan sambungan video call itu.
"Janji?"
Arion tersenyum kecut. Dulu sekali ia pernah menjanjikan sesuatu pada seorang gadis. Tapi janji itu tak pernah ia tunaikan, karena ia kehilangan jejak gadis itu.
Dennis duduk termenung di sebuah bangku panjang rumah sakit. Masih terekam dengan jelas penjelasan Wildan, dokter Antologi, sekaligus kawan lamanya, tiga puluh menit yang lalu mengenai kondisi tubuh Dennis yang sebenarnya.
Dennis memejamkan matanya. Apa yang dikatakan Wildan sungguh menggores kecewa di hatinya. Terlebih lagi jika keluarganya mengetahui soal ini.
"Maaf, Dennis. Menurut hasil tes, kamu dinyatakan infertil. Produksi spérmamu kurang bagus, dan terancam tidak bisa membuahi. Kemungkinan kamu tidak akan bisa memiliki anak jika kamu menikah nanti."
Tentu saja penjelasan Wildan membuat jantung Dennis serasa terhenti sejenak. Udara disekitarnya menghitam dan membuatnya sesak.
"Tidak mungkin! Ini tidak mungkin! Aku tidak mungkin mandul!" Dennis berteriak dan meminta Wildan sekali lagi memeriksa dirinya.
"Bersabarlah, Dennis. Bicarakan baik-baik masalah ini dengan keluargamu."
"Mana mungkin aku mengatakannya? Besok aku akan menikah dan aku harus menerima kabar ini? Ini sungguh tidak adil, Wil. Ini tidak adil! Kenapa harus aku? Kenapa harus aku yang mengalami ini?"
Getaran ponsel di saku celana Dennis membuatnya tersadar. Air mata yang menggenang segera ditepisnya. Karena nama sang mama tertera di layar ponselnya.
Dennis mengatur napas sebelum menjawab panggilan dari Lia.
"Halo, Ma."
"Bang, kamu dimana? Sebentar lagi ada acara pembukaan pernikahan kamu dan Alza."
"Iya, Ma. Sebentar lagi abang pulang kok. Ini sudah di perjalanan."
"Hmm, ya sudah. Hati-hati menyetirnya ya."
Panggilan berakhir. Dennis kembali merasai kesedihan di hati dan jiwanya.
"Maafkan aku, Alza. Maafkan aku... Karena aku tidak bisa jadi suami yang sempurna untukmu..."
#
#
#
Hari pernikahan pun akhirnya tiba. Kedua mempelai tersenyum bahagia menyambut para tamu yang datang.
Dennis juga selalu mengembangkan senyumnya di depan semua orang. Ia tidak ingin orang-orang mengetahui kesedihan dalam dirinya. Biarlah ia menutup rapat rahasia dalam dirinya ini entah sampai kapan.
Pesta pun usai. Dennis dan Alza masuk ke dalam kamar yang sudah di sulap dengan indahnya oleh Zetta dan Lia. Mereka memang sengaja mendekor sendiri kamar pengantin Dennis dan Alza.
Alza terlihat canggung berada satu kamar dengan Dennis. Padahal mereka sudah bersama lebih dari sepuluh tahun. Namun kini status mereka telah berubah. Alza bukan lagi adik kecil yang di jaga oleh Dennis.
Alza kini adalah istri Dennis. Dan suatu kebanggaan tersendiri bisa mengambil hati Dennis yang terkenal dengan sosok kakunya itu.
"Apa Mas Dennis mau mandi dulu?"
Dennis tersenyum melihat istrinya yang masih malu-malu. Di matanya, Alza memang selalu manis dan lemah lembut.
"Iya, kamu siapkan baju ganti untukku ya!"
Alza mengangguk. Ia menghela napas lega ketika Dennis memasuki kamar mandi.
"Huft! Kenapa tegang sekali? Apa aku dan Mas Dennis akan melakukan hal itu malam ini juga? Tapi aku merasa sangat lelah. Tapi kalau menolak... Rasanya tak enak hati. Itu kan kewajibanku sebagai istri."
Alza menatap pintu kamar mandi yang masih tertutup. "Aku beruntung memiliki suami seperti Mas Dennis. Dia sangat mencintaiku. Tidak seperti..."
Alza menggeleng. "Jangan mengingat tentang dia lagi, Alza. Dia juga tidak pernah mengingatmu. Untuk apa kamu mengingatnya?"
Alza terkejut mendengar pintu kamar dibuka oleh Dennis.
"Sekarang giliran kamu."
"I-iya, Mas." Alza segera berlari menuju kamar mandi.
#
#
#
Malam ini terasa sangat canggung. Ternyata Dennis masih terjaga sambil mengotak atik laptopnya. Dennis sengaja mengalihkan perhatian dengan mengecek pekerjaannya.
"Mas lagi kerja?" Tanya Alza.
"Huum. Aku hanya mengecek saja."
"Tapi kan Mas lagi libur."
Dennis segera menutup laptopnya. "Iya, aku tahu. Aku sedang libur. Tapi aku tidak akan libur bekerja denganmu."
"Hah?!"
Alza tertegun ketika Dennis menarik tangannya hingga tubuh mungilnya terjatuh di pangkuan Dennis.
"Bisa kita mulai, Nyonya Alzarin Pratama?"
Alza tersipu malu. Tentunya ia tidak bisa menjawab. Desiran aneh dalam dirinya memaksa untuk tetap terdiam dan merasakan lembutnya sentuhan Dennis kepadanya.
Dennis merasai bibir Alza dengan penuh kehati-hatian. Dennis mengatur ritmenya agar tidak terlalu terburu-buru.
"Ini bukan ciuman pertama kita, tapi kenapa kamu tegang begitu?"
Dennis merasa jika Alza sangat gugup.
"Maaf, Mas. Aku hanya gugup." Alza menunduk malu.
"Iya, tidak apa. Lagi pula kita masih punya banyak waktu untuk melakukannya kan?"
Alza mengangguk. Perlahan Dennis merebahkan tubuh Alza ke tempat tidur yang penuh dengan kelopak bunga mawar itu.
"Hah! Ini pasti kerjaan Zetta! Dia malah bikin sampah di ranjang kita!" Kesal Dennis.
Alza malah terkekeh. "Biarkan saja, Mas. Ini kan malam pertama kita. Pasti Zetta ingin memberi kejutan untuk kita."
Dennis tersenyum dan mengangguk. Setelahnya Dennis melakukan tugasnya sebagai seorang suami. Dan Alza melepas mahkota terindahnya untuk suami tercintanya.
#
#
#
"Kak Ariooooonnn!" Teriakan Zetta membuat orang-orang menatap ke arahnya.
Gadis 20 tahun ini memang terkenal heboh jika menanggapi sesuatu, terlebih jika tentang kekasih tercintanya yang baru saja kembali ke tanah air.
"Akhirnya kakak pulang juga!"
Dengan gaya manjanya Zetta memeluk Arion di depan umum. Saat ini Arion baru saja tiba di bandara bersama dengan adiknya, Falia dan juga Anand, asisten Arion.
"Aku sangat sangat sangat merindukanmu, Kak..." Zetta menenggelamkan wajahnya di dada bidang Arion.
"Iya iya, aku tahu," Balas Arion datar.
"Apa kakak tidak merindukanku?"
"Tentu saja aku..."
"Ehem! Ini tempat umum! Apa kalian akan terus berpelukan begitu?" Celetuk Falia yang memang terkenal lebih dingin dibanding kakaknya.
"Ish, mengganggu saja!" Gumam Zetta kesal.
"Fal, aku akan ke apartemen. Kamu langsung pulang saja dengan Anand," Titah Arion yang pastinya tak bisa dibantah oleh Falia.
"Baiklah. Aku pergi dulu!" Falia pamit undur diri bersama Anand.
"Ck, dasar! Dia pasti mau melepas rindu dengan gadis manja itu! Aku tidak mengerti kenapa Arion menyukai gadis menye-menye seperti dia!" Kesal Falia sambil terus melangkah.
"Mungkin Nona perlu jatuh cinta agar tahu seperti apa rasanya jika dunia hanya milik berdua," sahut Anand.
Celetukan Anand membuat Falia mendelik kearahnya.
"Apa kau ingin gajimu dipotong, Anand? Kau tahu kan siapa yang mengendalikan keuangan kakakku?" Ancam Falia.
"Maaf, Nona. Saya tidak bermaksud!" Anand langsung meminta maaf.
Falia memang terkenal kejam terhadap para pegawai yang tidak memiliki kinerja sesuai dengan harapannya.
#
#
#
Arion dan Zetta kini berada di apartemen pria itu. Sebelumnya mereka mampir ke swalayan untuk membeli bahan makanan.
"Kak, apa kakak tidak lelah? Kenapa memasak sendiri? Kan kita bisa memesan makanan saja!"
Zetta heran kenapa kekasihnya itu sangat suka memasak sendiri. Memang Arion sejak dulu mandiri karena dia sudah terbiasa tinggal seorang diri di luar negeri. Tapi jika memiliki banyak uang, untuk apa harus bersusah payah memasak?
"Aku lebih suka membuatnya sendiri. Kamu duduk saja!"
"Ish, masa aku hanya duduk?"
"Karena aku tahu kamu tidak bisa memasak!" Arion mengecup singkat bibir Zetta.
Begitulah Arion. Selalu tak terduga dan penuh misteri. Zetta menyukai itu.
Zetta memilih memainkan gawainya sambil menunggu Arion selesai memasak.
"Oh ya, Kak. Kakak belum melihat istri bang Dennis kan? Sini aku kasih lihat fotonya."
Zetta menghampiri Arion yang sedang sibuk mengaduk masakannya.
"Ini dia, namanya kak Alzarin."
DEG
Seketika Arion menghentikan aktifitasnya. Ia langsung merebut ponsel Zetta dan menatap foto seorang gadis dalam balutan gaun pengantin yang indah.
Tanpa sepengetahuan Zetta, diam-diam Arion mengirimkan beberapa foto Alzarin ke dalam ponselnya. Dan sekarang Arion sedang menatap foto-foto yang didalamnya ada sosok bernama Alzarin.
Meski memiliki nama yang sama, Arion tetap akan menyelidiki lebih dulu kebenaran tentang Alzarin. Apakah gadis yang sama dengan yang dikenalnya atau berbeda.
Malam semakin larut, dan Arion masih terjaga. Ia menghubungi Anand untuk menanyakan tentang tugas yang dirinya berikan untuk asistennya itu.
"Halo, Tuan!"
Meski raganya masih mengantuk, sebisa mungkin Anand membuka mata. Karena selama sehari penuh, Anand harus siap untuk bekerja pada Arion.
"Anand, apa kamu sudah temukan gadis yang kucari?"
"Maaf, Tuan. Belum! Panti asuhan tempatnya tinggal ada di Kota A, dan jika dia keluar dari Kota A ada beberapa kemungkinan yang terjadi."
"Oh ya? Apa saja kemungkinannya?" Arion sengaja mengetes Anand karena tahu pria itu kini hanya sedang mengarang cerita.
"Jika dia tidak pergi ke kota B, maka bisa saja dia ada di kota C atau setelahnya. Mungkin saja dia..."
"Anand!" Suara Arion mulai meninggi. Dan itu membuat Anand melek seketika.
"Maafkan saya, Tuan. Saya akan bekerja lebih keras lagi untuk mencari gadis itu."
"Begini saja, tolong selidiki tentang menantu keluarga Pratama. Istri Dennis Pratama. Namanya Alzarin."
"Alzarin? Namanya sama dengan yang Tuan cari." Anand langsung membulatkan mata.
"Benar. Namanya sama. Tapi, bukan berati dia adalah orang yang sama dengan yang aku cari. Kamu cari tahu asal usul gadis itu. Secepatnya! Aku tidak ingin kamu menundanya terus! Mengerti?"
"Baik, Tuan."
Tanpa mengucap kata penutup atau pun terima kasih, Arion langsung mematikan panggilan.
Anand hanya bisa menggeleng pelan. "Huft! Nasib jadi bawahan begini lah!"
Anand hendak kembali memejamkan mata. Lalu tiba-tiba teringat lagi dengan perintah Arion tadi.
"Jika istri Dennis Pratama adalah orang yang sama dengan yang Tuan Arion cari, maka... Akan ada pertumpahan darah disini. Tuan Arion akan melakukan segala cara untuk merebut apa yang ia inginkan." Anand bergidik ngeri.
"Sebaiknya aku tidur lagi. Masalah itu aku pikirkan nanti saja!"
#
#
#
Pagi hari di kediaman keluarga Nusantara. Arnis menyiapkan sarapan pagi untuk seluruh anggota keluarga.
Arnis tersenyum begitu melihat putrinya menuruni anak tangga dan menuju ke meja makan.
"Falia, dimana kakakmu? Kenapa dia tidak ikut pulang?"
Falia memutar bola mata malas. "Mama tahu sendiri kerjaan Arion. Kekasih centilnya itu menyusul kami di bandara dan mereka pergi ke apartemen Arion." Falia mendaratkan bokongnya di kursi.
"Biarkan saja lah! Arion kan sudah besar. Dia tahu mana yang terbaik untuk dirinya." Sultan ikut menyahut.
"Tapi aku tidak suka jika gadis itu mengganggu fokus Arion dalam bekerja!" Suara berat seorang pria tua membuat semua orang terdiam.
"Papa sendiri tahu kan jika Arion sangat meniru Papa," Timpal Sultan.
Johan tersenyum penuh seringai. "Tentu saja! Dia sudah mendapatkan banyak hal dari keluarga ini, tentu saja dia harus membalas budi!"
Tidak ada perbincangan lagi setelah Johan menutup dengan kata balas budi. Dua kata yang selalu mengganjal dalam diri Falia.
"Sampai kapan aku dan Arion harus membalas budi? Apa karena kami dipungut dari panti asuhan lalu kami bisa diperlakukan seenaknya?" Batin Falia menjerit tapi tak bisa berbuat apapun.
Di tempat berbeda, keluarga Pratama juga sedang menyantap sarapan paginya.
"Pa, Ma, aku dan Alza memutuskan untuk pindah dari rumah ini. Kami akan menjalani kehidupan pernikahan kami sendiri." Dennis mengutarakan rencananya yang sudah ia susun bersama Alza.
"Hmm, jadi rumah kita akan sepi karena kakak dan abang mau pindah." Zetta mendadak sedih.
"Jangan sedih, Dek. Aku dan Mas Dennis akan sering berkunjung nanti. Kamu juga boleh main ke rumah kami." Alza menyahuti dengan bijak.
"Papa sih setuju saja dengan keinginan Dennis dan Alza. Toh mereka kan sudah menikah. Mereka ingin membina rumah tangga mereka sendiri."
Mama Lia nampak terdiam. Alza tahu jika ibu mertuanya ini tidak pernah berjauhan dengan putra putrinya. Dan kini karena Dennis dan dirinya, mama Lia harus merasakan kesedihan.
"Mama jangan sedih ya! Alza akan sering datang kemari bersama Mas Dennis." Alza menggenggam tangan Lia.
"Iya, Nak. Terima kasih. Mama harap kalian akan selalu bahagia."
"Nah, ngomongin soal kepindahan Bang Dennis dan Kak Alza kan sudah. Sekarang giliranku!" Celetuk Zetta.
Sontak saja semua orang menatap Zetta.
"Kamu mau ngomong apa sih? Sepertinya serius sekali," Balas Lia.
"Begini, Ma, Pa. Kak Arion ingin melamarku..." Ujar Zetta dengan malu-malu.
"Hah?! Serius kamu?" Tanya Dennis. Pasalnya Dennis tahu siapa itu Arion.
"Iyalah, Bang. Besok pagi aku mau berkenalan dengan keluarga kak Arion."
Juno menatap putrinya yang kini mulai tumbuh dewasa.
"Pikirkan dulu sebelum bertindak, Dek. Kamu ini kan masih kuliah. Lagi pula jalan hidupmu masih panjang. Belum tentu juga kamu berjodoh dengan dia."
"Papa! Kok ngomong begitu? Aku dan kak Arion saling mencintai. Apa salahnya kalau kami bertunangan lebih dulu?" Zetta menatap Lia untuk mencari dukungan.
"Ajaklah Arion datang kemari dan bicara dengan papa dan mama. Begitu baru benar, sayang..." Lia memberikan pengertian tanpa menyakiti hati Zetta.
Zetta akhirnya terdiam. Apa yang dikatakan mamanya memang benar. Ia akan menghubungi Arion dan mengatur jadwal untuk menemui keluarganya.
"Baiklah. Aku akan bicara dengan kak Arion nanti."
#
#
#
Dennis dan Alza sudah menempati rumah baru mereka. Karena hanya ditempati berdua, Alza merasa belum membutuhkan bantuan dari ART. Alza akan merawat rumahnya sendiri.
Dennis melihat Alza begitu bersemangat mengatur semua barang-barang di rumah mereka. Ada rasa bersalah di dalam hati Dennis karena tidak bisa memberitahukan yang sebenarnya pada Alza tentang kondisinya.
"Mas Dennis!" Panggilan Alza mengejutkan Dennis.
"Hah? Ada apa, sayang?"
"Ini barang-barang Mas Dennis mau taruh dimana saja?"
Dennis tersenyum. "Terserah kamu saja. Aku percayakan semuanya sama kamu. Kamu kan istriku!"
Jawaban Dennis membuat Alza senang. Ia memeluk tubuh suaminya.
"Terima kasih, Mas."
"Aku yang harusnya berterimakasih padamu, Alza. Aku terlalu takut kehilangan kamu. Aku sangat mencintaimu, Alza..." Kalimat itu hanya bisa Dennis ucapkan dalam hatinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!