NovelToon NovelToon

WANITA SIMPANAN SUAMIKU

Chapter 1

"Mas.. Kok buru buru, enggak sarapan dulu?" tanyaku pada mas Ridwan yang baru saja lewat di belakangku, padahal aku sedang menyiapkan makanan yang sudah aku masak dari pagi tadi.

"Enggak Sar, mas buru buru nih. Ada meeting di kantor pagi ini, jadi mas gak bisa sarapan di rumah." jelasnya.

"Yah.. Padahal aku udah masak opor ayam kesukaan kamu loh mas, ya udah kalo gitu aku siapin bekel kamu dulu ya mas. Tunggu bentar!" jawabku buru buru berlari kecil ke dapur.

Memang biasanya aku selalu menyiapkan bekal suamiku saat dia sedang sarapan, jadi selesai sarapan selesai juga bekal yang sudah tertata rapi di atas meja makan untuk di bawa ke kantor.

"Enggak usah Sar, mas udah gak ada waktu lagi." sahutnya sedikit berteriak.

Aku yang sudah membuka kotak bekal makanpun menjadi kecewa mendengar jawaban dari suamiku, segera ku taruh wadah bekal makan itu di samping rice cooker lalu kembali ke meja makan untuk mengantar suamiku berangkat bekerja.

Ada sedikit rasa kecewa saat mas Ridwan menolak untuk membawa bekal yang sudah ku masakan untuknya, tapi ya sudah lah mungkin memang dia terburu buru tak ada waktu lagi untuk sekedar menungguku menyiapkan bekal untuknya.

"Ya udah mas kalo mas gak mau, hati hati ya mas kalo di jalan. Jangan ngebut ngebut, pelan pelan aja yang penting sampai ke tujuan dengan selamat. Salim dulu." ucapku mengulurkan tangan pada mas Ridwan.

"Iya iya." jawab mas Ridwan mengulurkan kembali tangannya padaku.

Ku temani mas Ridwan sampai di teras rumah, penampilannya hari ini seperti biasanya terlihat rapi dan gagah. Tak salah rasanya aku memilih mas Ridwan untuk menjadi suamiku, pria yang baik, sabar, pekerja keras, tak pernah menuntutku untuk ini itu meskipun pernikahan kami telah menginjak lima tahun belum di beri momongan, ia juga seorang laki laki yang memiliki paras tampan dan gagah. Aku selalu bangga memiliki suami yang nyaris sempurna di mataku, perlu orang lain ketahui jika selama lima tahun pernikahan mas Ridwan tidak pernah sekalipun memukulku saat marah.

Tin!

Mas Ridwan mengklakson mobil saat mobil yang ia kendarai mulai meninggalkan bagasi secara perlahan.

"Hati hati.." teriakku lagi sambil melambaikan tangan kananku.

"Iya.." mas Ridwan membuka pintu kaca mobilnya sembari melambaikan tangan.

Setelah mobil suamiku keluar dari gerbang, aku segera menutup gerbang. Tak lupa mengunci pintu rumah agar tidak ada orang masuk saat aku berberes pekerjaan rumah tangga yang biasa di lakoni oleh pasukan ibu ibu rumah di seluruh pemjuru dunia ini termasuk aku sendiri, lalu berjalan kembali ke dapur untuk mencuci piring dan beberapa alat dapur yang kotor setelah ku gunakan untuk memasak tadi.

Sesampainya di dapur, ku raih benda pipih berbentuk persegi empat milikku yang tergeletak di samping kotak makan tadi.

Jemariku dengan lihai membuka aplikasi berwarna hijau, di sana terdapat pesan dari sahabatku yang bernama Sinta. Semalam dia sudah berjanji padaku mengajak barengan ke Mall mencari kado unruk teman kami yang akan menikah besok, dengan santai ku baca dua pesan darinya yang sudah masuk beberapa menit lalu.

'Sar, maaf ya.. Hari ini kayanya aku nggak bisa keluar sama kamu, aku harus jemput mama di bandara. Dia mau datang dan menginap di rumah untuk beberapa hari, kalo aku tinggal keluar sama kamu nanti mamaku sendirian di rumah.' pesan terkirim pada pukul 06.47 wib.

'Kamu cari kado sendiri gak apa apa kan? Aku cari sendiri aja sambil nemenin mama jalan jalan ke mall nanti malam, sekalian mau nyenengin mama biar bisa belanja banyak.' pesan terkirim pada pukul 06.49 wib.

Kenapa semuanya mengecewakan hatiku hari ini? Suamiku tidak mau sarapan dengan alasan tidak ada waktu padahal aku sudah bangun dari subuh untuk berbelanja ke pasar karena tak pinya stok ayam, lalu Sinta mendadak tidak bisa menemaniku keluar mencari kado.

"Huuuuuffftt..."

Aku menarik nafas dalam dalam, ya sudah lah mau gimana lagi. Toh tidak semua hal bisa berjalan sesuai keinginanku bukan?

Aku segera menekan tulisan ketik pesan di aplikasi hijau tersebut untuk membalas pesan Sinta.

'Oh, ya udah Sin kalo gitu. Ngak apa apa kok, have fun bareng mama ya. Salam juga buat mama!' tulisku pada pesan singkat aplikasi berwarna hijau yang langsung bercentang dua pada pukul 07.04.

Baru saja ku klik tombol play pada aplikasi music, tiba tiba sebuah pesan masuk dari Sinta.

'Oke besti!' jawabnya, tepat pada pukul 07.05.

Segera ku letakan ponselku di tempat penyimpanan bumbu bumbu dapur agar tidak terkena cipratan air dari wastafel.

Setelah selesai mencuci piring dan alat alat masak lainnya, aku berjalan menuju ke meja makan. Aku akan sarapan dulu sebelum melakukan pekerjaan rumah lainnya seperti biasanya, segera ku raih piring putih dan sendok yang sudah ku siapkan di meja makan untuk mas Ridwan tadi. Lalu ku isi piringku dengan nasi, ku lihat tampilan oporku hari ini sangat lezat menggoda. Di atas potongan ayam dan kuah kuning opor ku taburi potongan bawang merah, bau rempah dari opor ini juga tercium enak karena masih sedikit berasap karena baru matang.

"Kasian sekali mas Ridwan tak bisa mencicipi enaknya opor ini karena harus meeting sepagi ini, sampai sampai tidak sempat menunggu bekal. Apa enaknya nanti siang ku bawakan saja ya, bekal dari rumah biar dia bisa makan siang sama opor." ucapku pada diriku sendiri setelah memasukan sesendok nasi pada mulutku.

Ting!

Suara ponselku berbunyi.

Aku segera meraih benda pipih berbentuk persegi panjang itu yang sudah menyala layarnya dan terdapat nama My Husband bertanda love merah di belakangnya, di sana terpanjang jelas pesan masuk aplikasi hijau itu adalah pesan dari suamiku.

'Sar, hari ini mas lembur kayanya. Banyak banget kerjaan soalnya. Jadi gak usah nunggu mas buat makan malam, kamu tidur duluan aja ya.'

Isi pesan yang baru saja aku baca, aku mengerutkan dahiku. Ku lihat jam pada atas layar ponselku, jam masih menunjukan pukul 07.17. Apa mas Ridwan sudah sampai di kantor dalam waktu kurang dari 20 menit? Pikirku.

Padahal jarak rumah kami dan kantor biasa di tempuh mas Ridwan sekitar 30-40 menit perjalanan, tergantung macet atau tidaknya. Mas Ridwan biasa berangkat pukul 7.15 dari rumah, sedang jam kerjanya masuk pukul 08.00 wib.

"Ah, mungkin hari ini jalannya tidak sepadat biasanya jadi mas Ridwan bisa sedikit mengebut." gumanku tanpa ingin mengotori fikiranku negan fikiran yang negatif.

'Pulang jam berapa mas?' balasku pada pesan yang di kirim mas Ridwan.

Ku letakan kembali ponselku, lalu melanjutkan makan opor yang masih hangat dan lezat ini.

Chapter 2

Setelah selesai menata makanan di wadah bekal berbentuk kotak, aku segera meraih tas yang tersusun di laci dapur. Ku ambil satu tas berwarna navi, ku masukan kotak nasi berwarna hitam dan satu kotak sedikit kecil berwarna hitam juga yang berisi potongan buah apel dan melon sebagai buah pelengkap. Tak lupa sendok garpu dan juga sebotol susu coklat ke dalam tas tersebut, karena di kantor suamiku tentu terdapat air mineral jadi aku tidak perlu membawakan suamiku air putih lagi.

"Akhirnya beres juga!" gumanku tersenyum sembari mengusap usapkan kedua tanganku.

Hari ini aku sangat bersemangat karena akan mengantar bekal makanan ini ke kantor suamiku, opor adalah makanan favorit suamiku sejak dulu makanya aku sering memasak ini saat mas Ridwan libur kerja di hari minggu. Hanya saja akhir akhir ini suamiku jarang libur setiap hari minggu, setiap ku tanya selalu saja alasannya sama yaitu lembur karena banyak pekerjaan menumpuk dan proyek yang harus di selesaikan cepat waktu. Lalu aku bisa apa selain mengiyakan saja? Andai saja kami memiliki momongan, pasti putri kami akan merengek setiap hari minggu meminta ayahnya untuk menemaninya pergi jalan jalan di akhir pekannya.

Ah, membayangkan hal itu membuatku tersenyum senyum sendiri tanpa sadar.

Aku segera membawa tas kotak makan itu ke meja makan, melatakannya di atas sana. Lalu segera masuk ke kamar untuk mandi.

Sebenarnya aku tidak pernah mandi sesiang ini, biasanya aku akan mandi jika selesai memasak, mencuci piring, dan menyapu. Jadi setelah mandi hanya perlu menjemur pakaian saja, karena sebelum mandi tinggal memencet tombol mesin cuci agar selesai saat sudah mandi. Tapi hari ini berbeda, tadi selesai menyapu ku lihat rumput rumput liar di taman nampak tidak rapi. Jadi sengaja aku memotong rumpung tersebut agar terlihat rapi kembali dan mencabut ramput rumput kecil yang tumbuh di paving pinggir rumah.

Selesai mandi dan berdandan, aku segera keluar kamar tapi tak lupa memakai parfum agar tetap segar dan juga wangi.

Hari ini aku mengenakan dres berwarna maroon dengan pajang rok di bawah lutut, nampak terlihat cocok di tubuhku yang langsing dan terlihat mencolok bersih di kulitku yang putih. Jam kecil berwarna hitam juga bertengger di pergelangan tangan kiriku, nampak manis dengan cincin pernikahanku dan mas Ridwan di jari manisku.

"Cangtip!" gumanku memutar tubuhku di depan cermin kamar.

Aku memang rutin merawat tubuhku, bagiku tubuh adalah aset agar rumah tangga tetap romantis dan harmonis. Tapi tidak tau prinsip orang lain, itu hanya pendapatku saja.

Ceklek!

Ku buka pintu kamarku, tak lupa menguncinya.

Langkah kaki ku kemudian menuruni satu persatu anak tangga menuju meja makan, kemudian ku raih tas yang sudah ku siapkan tadi lalu berjalan menuju bagasi.

Di rumah ini, aku hanya hidup berdua dengan suamiku. Tidak ada asisten rumah tangga maupun sopir, aku selalu menanamkan prinsip harus bisa menjadi wanita serba bisa dalam segala hal. Selagi aku bisa mengerjakan sendiri, kenapa harus meminta bantuan orang laian alias asisten rumah tangga bukan?

Kami memiliki dua buah mobil, satu mobil milik mas Ridwan berwarna putih dan satu mobil milikku berwarna merah.

Kehidupan rumah tangga kami alhamdulillah termasuk berkecukupan tidak kekurangan apapun selama aku menjadi istri mas Ridwan, hanya saja Tuhan masih belum memberi kami momongan.

Jam sudah menunjukan pukul 11.47 tapi aku masih terjebak macet di area sekitar kantor mas Ridwan, padahal 13 menit lagi mas Ridwan sudsh istirahat siang. Aku datang ke mari tidak memberi tahu suamiku karena tadi dia tidak lagi membalas pesanku, pesanku juga masih centang satu mungkin dia sangat sibuk hingga mematikan data selulernya.

Cit!

Tepat pukul 11.59 aku berhasil sampai tepat waktu di area parkiran kantor mas Ridwan.

Aku memarkirkan mobilku di dekat pintu keluar, karena pikirku aku tidak akan lama hanya mengantar makanan saja lalu langsung pergi ke mall untuk mencari kado pernikahan temanku besok.

Ku raih kotak bekal makan di jok samping kiriku, saat hendak membuka pintu mobilku tiba tiba aku melihat suamiku membuka pintu mobilnya yang sedang terparkir tak jauh dari tempat mobilku terparkir.

"Itu kan mas Ridwan, mau ke mana dia? Apa iya dia mau mencari makan di luar?" gumanku.

Lalu aku meraih tas jinjing berwarna maroon senada dengan bajuku hari ini, ku rogoh ponselku untuk segera menelfon mas Ridwan agar dia tidak jadi membeli makanan di luar.

Tut.. Tuuuutt... Tut..

"Hallo Sar." ucap mas Ridwan dari seberang sana.

"Hallo mas, kamu mau ke mana? Ini aku bawain kamu bekel makanan loh, aku udah ada di parkiran gak jauh dari mobil kamu." ucapku sembari terus mengamati mobil mas Ridwan yang masih belum beranjak.

"Hah?" jawab mas Ridwan.

"Kok hah sih mas jawaban kamu?" tanyaku.

"Iya maksud mas kenapa kamu gak bilang dulu kalo mau datang ke kantor bawain bekel, kan mas jadi kaget kalo kamu udah ada di sini." jawab mas Ridwan.

"Ya kan biar suprize mas, lagian tadi aku pikir kamu pasti sibuk kan karena meeting kerja pagi pagi." jawabku dengan nada lembut.

"Ya udah kalo gitu, kamu di sebelah mana biar mas samperin?" tanya mas Ridwan.

"Biar aku aja yang samperin kamu mas, sekalian aku mau keluar parkiran soalnya mau cari kado di mall buat dateng ke acara nikahan temen aku besok. Kamu bisa temenin aku kan mas?" tanyaku sembari menyetir mobil keluar dari barisan.

"Besok malem ya?" tanya mas Ridwan dengan nada berbeda.

"Iya mas, kenapa? Mas lembur lagi ya besok?" tanyaku sembari menyetir menuju tempat mas Ridwan berdiri.

Tok Tok Tok!

Mas Ridwan mengetuk pintu mobilku.

Segera ku taruh ponselku dan membuka kaca jendela mobil untuk memberikan tas kotak bekal kebpada suamiku, tapi aku tidak bisa turun karena di belakangku sudah ada mobil yang mengantri untuk keluar. Maklum saja, jam istirahat jadi para karyawan akan keluar untuk mencari makan siang.

"Ini mas, maaf ya aku gak turun." ucapku sembari menyodorkan tas kotak bekal pada suamiku.

"Iya sayang gak apa apa, makasih ya udah anterin makan siang buat aku. Lovyu!" ucapnya lalu melambaikan tangannya.

"Lovyu too." ucapku lalu menutup kaca jendela dan melakukan mobilku keluar area kantor suamiku.

Ku raih kembali ponselku yang masih terhunung oleh panggilan telpon suamiku.

"Hallo, mas?" ucapku memastikan mas Ridwan masih stay pada poselnya.

"Gimana mas? Besok bisa kan?" tanyaku lagi.

"Em.. Gimana ya sayang, besok kayanya mas gak bisa." ucap suamiku.

"Yah, mas.. Masa' ijin gak lembur sehari aja gak boleh sih mas di kantor kamu itu?" sahutku dengan nada yang agak kecewa.

Tentu saja aku sedikit kecewa, mas Ridwan akhir akhir ini selalu lembur tak ada waktu luang lagi untukku bahkan sekedar mengobrol setelah bekerjapun sekarang jarang karena pulangnya yang larut malam malam.

"Ya kan lembur gak tiap hari, sayang." jawabnya dengan nada santai.

"Gak tiap hari gimana sih mas, orang mas akhir akhir ini terus terusan lembur kok." sahutku tak mau kalah.

"Ya udah, liat besok dulu yaa.. Kalo mas bisa dan dapet ijin, mas gak akan lembur dan akan temenin kamu dateng ke nikahan temen kamu. Tapi mas gak bisa janji lo, oke?" ucap mas Ridwan.

"Hemm..." jawabku kesal, pun aku meragukan ucapannya jika besok tidak lembur.

Chapter 3

Hari ini mod ku benar benar tidak baik, bukan hanya karena Sinta yang gagal mengajakku datang ke sini tapi juga mas Ridwan yang tidak mau menemaniku besok.

Bug!

"Ah, sudah lah!" ucapku sembari menutup pintu mobilku.

Aku berjalan memasuki bangunan yang full dengan ac ini.

Nyess!!

Langsung terasa dingin saat menginjak masuk ke dalam mall setelah berjalan dari arah parkiran yang panas dan terasa ungkep.

Tujuan utamaku menuju lantai 2, di area lantai dua terdapat barang barang rumah tangga seperti kompor, panci, presto, belender, sendok piring, gelas dan lain lain.

Sebenarnya semalam aku kefikiran untuk mencari kado bad cover, tapi karena Sinta tak jadi menemaniku jadi aku beralih menuju rak set cangkir keramik yang di lengkapi dengan sebuah teko.

Di bagian ujung, mataku tiba tiba tertuju pada sebuah set kopi. Ku lihat ada sebuah set cangkir kopi berwarna putih dengan kombinasi berwarna emas di area gagangnya dan area pinggirnya yang membuat cangkir maupun teko tampak mewah dengan isian satu buah teko berukuran sedang, 4 cangkir kopi, dan 4 tatakan cangkir yang terbuat dari keramik semua.

"Bagus." gumanku sembari melihat teko yang ku pegang.

Tanpa berfikir panjang lagi, aku segera memanggil seorang mbak mbak pramuniaga yang sedang berdiri tak jauh dari tempatku.

"Mbak!" ucapnya sembari mengangkat tanganku.

Wanita cantik berbalut seragam berwarna orange itu mendekat ke arah ku.

"Iya kak, ada yang bisa saya bantu?" ucapnya tersenyum ramah ke arah ku.

"Iya mbak, tolong bungkus yang ini ya." jawabku menunjuk teko yang tadi telah ku lihat.

"Oh, baik kak. Apa ada yang lain lagi?" tanyanya masih dengan ekspresi yang sama.

"Udah itu aja mbak, tapi sekalian minta tolong di bungkusin buat kado bisa kan?" tanyaku.

"Bisa kok kak, saya bawa ke kasir dulu ya kak." jawabnya.

Akupun mengangguk, lalu mengikuti langkahnya dari belakang.

"Barangnya satu set teko keramik ya kak?" tanya seorang kasir yang baru saja melihat teko milikku.

"Iya mbak." jawabku.

"Apa ada tambahan barang yang lainnya kak?" tanyanya lagi.

"Enggak mbak, tapi di bungkus buat kado ya mbak." jawabku.

"Baik kak, set teko dengan harga empat ratus sembilan puluh sembilan ribu rupiah di tambah kertas kado plus biaya bungkusnya lima ribu rupiah ya kak, totalnya lima ratus empat ribu rupiah. Mau di bayar cas atau debit kak?" ucap kasir teraebut.

"Debit aja mbak." jawabku sembari membuka dompet untuk mengeluarkan kartu atm ku.

Tak berselang lama, pesananku sudah selesai. Ku tenteng sebuah paper bag berwarna hijau tua itu di tangan kanan ku, sedangkan di tangan kiriku bertengger sebuah tas jinjing berwarna maroon.

Tujuanku selanjutnya ke lantai empat, di sana terdapat roti favoritku yang biasa aku beli saat sedang jalan bersama Sinta ataupun bersama mas Ridwan.

Roti B*y, Ya.. Aku akan pergi ke sana untuk membeli beberapa biji.

Ku lihat tempat ini tampak ramai pemgunjung yang sedang menikamati sepotong roti dan secangkir kopi maupun teh.

Setelah selesai mendapatkan sekotak roti, rencanaku akan langsung kembali ke rumah. Tapi tiba tiba aku melihat Sinta yang sedang duduk di sebuah kursi salah satu restoran cepat saji yang ada di depanku, aku segera menghampiri Sinta yang sedang duduk sendirian tapi di atas meja terdapat segelas lemon tea dan segelas kopi juga beberapa makanan cepat saji lainnya.

"Sin, kamu ke sini juga?" tanyaku menepuk pundak Sinta.

Dia tersentak saat mendengarku, wajahnya terlihat kaget mengetahui keberadaanku di sini.

"Eh, Sari. Kok kamu di sini?" ucapnya sembari menaruh ponselnya di atas meja.

"Iya, kan aku udah bilang mau cari kado buat besok. Kamu sendiri kok ada di sini? Katamu mau jemput mama kamu di bandara?" tanyaku mentap Sinta yang matanya terlihat sedang mencari seseorang.

"Iya Sar, aku emang jemput mama di bandara tapi udah tadi pagi." jawabnya.

"Oh, tau gitu aku bareng kamu aja kalo ke sini jam segini mah. Emang kamu ke sini sama siapa?" ucapku mentap Sinta yang penasaran dengan ekspresi wajahnya.

"Hah? E, sama mama aku. Tapi kagi ke kamar mandi orangnya." jawab Sinta gugup tapi masih bisa tersenyum.

"Mama kamu minum kopi?" tanyaku penasaran, bagaimana mungkin mamanya yang sudah berumur malah memesan secangkir kopi.

"Oh iya, emang mama aku suka kopi kok." Sinta tersenyum menatapku.

"Sin." Tiba tiba suara mas Ridwan muncul dari belakangku, tapi memanggil nama Sinta.

"Eh, mas Ridwan.. Oh, jadi kamu di anter sama suami kamu ya Sar?" tanya Sinta menatapku.

Aku menoleh menatap mas Ridwan, benar saja yang ada di sampingku sekarang memang mas Ridwan. Bagaimana mungkin suamiku ada di sini, sedangkan ini sudah masuk jamnya bekerja.

"Loh, mas? Kamu kok ada di sini sih? Bukannya kamu lagi sibuk kerja?" tanyaku.

Ku kihat ekspresi wajah mas Ridwan tampak bingung dan juga terkejut, tapi dia berusaha menetralkan wajahnya kembali.

"Iya sayang, mas emang sengaja ikutin kamu ke sini. Mas penasaran kamu ke mall sendirian mau ketemu siapa, ternyata ketemu sama Sinta." jelas mas Ridwan cepat.

Untung lah jawaban mas Ridwan masuk akal, aku sudah hampir berfikir negatif jika Sinta dan mas Ridwan sedang janjian bersama di sini.

Ah, aku benci fikiran negatif yang selalu tiba tiba masuk ke dalam fikiranku ini!

Padahal kan memang mas Ridwan sengaja mengikuti aku ke sini, mungkin takut istrinya bertemu laki laki lain. Tentu saja mas Ridwan akan menyapa Sinta jika bertemu dengannya, Sinta kan sahabatku dan mas Ridwan sangat tau betul kedekatan kami juga Sinta sering datang ke rumahku jadi wajar saja jika mereka terlihat akrab.

"Oalah mas mas, kamu ngapain juga ngikutin aku sampek ke sini. Nggak percaya banget emang sama aku?" tanyaku mentap suamiku itu.

"Ya bukan kaya gitu sayang, habisnya tadi kamu ke kantor cuman bawain bekel doang kan gak turun dari mobil ya siapa juga yang gak curiga." jawab mas Ridwan.

"Ha ha ha ha ha.. Ada ada aja sih kamu mas, aku ke sini itu sendirian. Sinta juga lagi sama mamanya kok, kebetulan aku ketemu di sini makanya aku samperin tapi ini mau langsung pulang kok aku." ucapku.

Tak sengaja aku menoleh menatap Sinta, ekspresi wajahnya berubah sedikit cemberut.

"Oh, jadi gitu. Ya udah kalo gitu kamu cepetan pukang gih. Mas mau balik lagi ke kantor sekarang." jawab mas Ridwan.

"Ya udah mas, ayo ke parkiran bareng." ucapku menarik tangan mas Ridwan.

"Kamu duluan aja sayang, mas mau beli minuman benatar. Haus banget, bentar lagi juga ada meeting soalnya biar agak fresh." ucap mas Ridwan.

Aku mengerutkan alisku saat mas Ridwan melepas genggaman tanganku.

"Oh gitu, ya udah deh mas. Aku pulang dulu sekarang." jawabku.

"Iya Sar, hati hati di jalan. Aku juga pamit ya Sin, maaf lo sudah salah faham sama kamu. Ku kira tadi Sari bertemu siapa di sini." ucap mas Ridwan kemudian berlalu pergi, Sinta hanya mengangguk.

"Aku pulang dulu ya Sin, titip salam buat mama kamu ya!" ucapku menepuk pundak Sinta.

"Iya Sar, hati hati ya. Jangan ngebut!" ucap Sinta.

"Siap bos!" ucapku lalu menoleh ke arah suamiku tadi berjalan, tapi jejak mas Ridwan sudah hilang.

Tanpa berfikir panjang lagi, aku segera berjalan pulang menuju ke tempat parkir.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!