NovelToon NovelToon

Takdir Cinta Tak Diduga

Bab 1.

"Sudah jam dua belas malam, tapi adikmu belum juga pulang. Bisakah kamu membantu Ayah mencarinya?" ucap Martin Jayanegara kepada sang putra dari balik telepon yang terhubung.

"Baiklah, Ayah tunggu saja di rumah, jangan berpikir macam-macam!" jawab Mike dingin dengan suara baritonnya yang khas. Sekilas terdengar seperti suara seorang raja dari negeri antah barantah.

Ya, begitulah Mike, dia tumbuh menjadi pribadi yang pendiam dan kaku seperti tumpukan salju di kutub utara. Dia tidak akan mudah mengeluarkan suara sebelum orang lain yang memulainya, dia juga sangat tertutup seperti brangkas yang terbuat dari seribu lapisan baja.

Mike Jayanegara merupakan putra sulung dari Martin Jayanegara yang sejatinya dikenal sebagai orang yang sangat berpengaruh di kota B. Dia terkenal karena kedermawanan serta jiwa sosial yang begitu tinggi.

Namun sayang sikap Martin tidak diwarisi oleh Mike. Pria berusia tiga puluh tahun itu cenderung tertutup meski tangannya selalu memberi tanpa ada yang mengetahui.

Begitu juga sikapnya terhadap sang adik yang tak lain adalah Moana Jayanegara, gadis yang baru berusia dua puluh tahun dengan kepribadian manja dan penuntut, keduanya tidak terlihat seperti kakak beradik.

...****************...

"Jane, aku harus pulang sekarang. Ini sudah terlalu malam, aku takut Ayah akan marah jika tau bahwa aku belum pulang. Lagipula kepalaku rasanya berat sekali, minuman apa yang baru saja kau berikan padaku?" racau Moana di tengah hingar bingarnya suasana klub malam yang dia kunjungi.

Bau alkohol merebak di mana-mana, suara teriakan bertabrakan dengan bunyi musik yang memekakkan telinga.

Tidak ada lagi rasa malu menyelimuti, semua seakan larut di dalam dunia yang akan membawa mereka ke jurang neraka.

Bersentuhan dengan orang asing sepertinya sudah menjadi kebiasaan di tempat itu, bahkan aktivitas mesum dibiarkan merajalela begitu saja.

"Tunggu sebentar, Moa! Katanya mau mencari hiburan, kita bahkan belum sempat berkenalan dengan pria-pria yang ada di sana." Jane menunjuk segerombolan pria tampan yang tengah duduk di seberang mereka.

"Lain kali saja, mood ku sudah hilang. Aku benar-benar pusing, Jane. Aku ingin pulang dan tidur sepuasnya." Moana mencoba bangkit dari duduknya, namun pergerakannya tiba-tiba terhenti saat tiga orang pria datang mendekati.

Tatapan ketiga pria itu nampak tajam seperti segerombolan macan liar kelaparan. Seketika nyali Moana menciut, meski dalam keadaan mabuk dia masih sadar akan bahaya yang tengah mengancam.

Saat Moana mencoba menghindar, tiba-tiba bahunya merasakan sentuhan tangan yang mencengkeram cukup kuat. Tentu saja gadis itu terkejut dan reflek meraih gelas yang ada di atas meja.

Craang...

Seketika serpihan beling kaca berserakan di dasar lantai sesaat setelah Moana melempar gelas itu ke kepala pria yang berdiri di belakangnya.

"Ja*lang sialan!" umpat pria bertubuh tinggi kekar itu sembari mengusap dahinya yang mengeluarkan cairan berwarna merah pekat. Moana bergidik ngeri dengan pandangan mengabut, kepalanya semakin pusing usai mendengar teriakan dari mulut pecundang itu.

"Menarik, sepertinya gadis ini ingin bermain-main dengan kita." seru pria lainnya seraya mengikis jarak dengan Moana.

"A-apa yang kau lakukan? Menjauhlah dariku!" pekik Moana dengan suara bergetar ketakutan. Dia termundur ke belakang, namun tiba-tiba punggungnya membentur pria lain yang sudah berdiri mengelilinginya.

"Apa mau kalian? Tolong jangan ganggu aku!" pinta Moana dengan raut memohon.

"Hahaha... Jangan sok jual mahal di depan kami, kami tau persis bagaimana karakter wanita sepertimu. Apa kau pikir kami tidak sanggup membayarmu? Ayo, katakan berapa hargamu!"

Plaaak...

Tangan Moana seketika melayang dan mendarat di pipi pria yang baru saja menawar dirinya, dia merasa jijik dan marah mendengar penghinaan itu. Seumur-umur tidak ada seorangpun yang berani merendahkannya seperti itu, apalagi jika tau siapa dia sebenarnya.

"Hahaha... Benar-benar menggairahkan, ayo bawa dia! Aku ingin lihat seberapa besar nyalinya menolak kita."

Salah seorang pria mencengkeram tangan Moana kasar dan menariknya dengan paksa.

"Bajingan, lepaskan aku! Aku bukan wanita seperti itu, kalian akan menyesal jika tau siapa aku sebenarnya. Ayahku tidak akan pernah melepaskan kalian semua, kalian-"

Bruuk...

Belum sempat Moana menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba cengkraman pria tadi terlepas dari tangannya. Moana sontak terkejut melihat siapa yang sudah berdiri di hadapannya.

Tanpa mempedulikan Moana yang tengah menatapnya sayu, pria itupun tak mau melewatkan kesempatan untuk menghajar pria yang telah berani menyentuh adiknya.

Ya, pria itu adalah Mike, saudara laki-laki Moana yang tadi mendapatkan perintah dari Martin untuk mencari putri kesayangannya.

Sebenarnya Mike sudah sedari tadi berada di klub itu, bahkan sebelum Martin menghubunginya untuk mencari keberadaan Moana.

Mike sengaja diam tanpa bertindak, dia ingin melihat seberapa besar nyali sang adik dalam menghadapi keempat pria keparat tersebut.

Mike merasa kesal, dia sebenarnya ingin sekali menyeret paksa Moana karena terlalu berani menginjakkan kaki di tempat maksiat seperti itu.

Dengan kemarahan yang sudah memuncak hingga ubun-ubun, Mike melayangkan bogem mentah ke wajah keparat itu. Tidak hanya satu, tapi dia dengan santainya menghadapi keempat pria itu sekaligus.

Seketika suasana di tempat itu menjadi kacau tidak terkendali. Para pengunjung berhamburan menjauhkan diri dari kursi yang tiba-tiba melayang dan meja yang dibuat jungkir balik oleh Mike. Dia seperti kesetanan dan mematahkan sebelah tangan dari salah seorang pecundang tersebut.

"A-ampun, tolong lepaskan aku!"

Melihat temannya berteriak kesakitan, tiga diantara mereka langsung berlarian meninggalkan tempat itu dengan muka yang sudah babak belur.

"Ma-maafkan aku, aku janji tidak akan melakukannya lagi!"

Bruuk...

Mike melepaskan tangan pria itu sembari menendangnya dengan kuat. Tubuh pria itu seketika terbanting di bawah kaki meja dengan kepala membentur lantai.

"Lihat wanita itu baik-baik!" Mike mengarahkan jari telunjuknya ke muka Moana. "Barang siapa diantara kalian yang berani mengganggunya, maka jangan salahkan aku jika mematahkan tangan kalian seperti yang baru saja aku lakukan!"

Suara Mike menggema dengan tegas dan lantang. Semua orang yang mendengar itu bergidik ngeri ketakutan.

Para pengunjung yang menyaksikan kejadian itu hanya diam sembari mengarahkan pandangan mereka kepada Moana yang masih membeku di tempatnya berdiri.

Gadis itu sepertinya syok berat usai melihat sang kakak yang baru saja menyelamatkannya dari keempat monster tadi.

"Ayo, ikut aku!"

Mike meraih pergelangan tangan Moana dan menyeretnya meninggalkan tempat jahanam itu. Setibanya di samping mobil, Mike membuka pintu dan mendorong Moana hingga terjatuh di atas jok.

"Jika sekali lagi aku melihatmu menginjakkan kaki di tempat seperti ini, maka bersiaplah untuk kehilangan kedua kakimu!" geram Mike dengan tatapan tajam menakutkan. Moana hanya diam sambil menelan liur dengan susah payah. Dia merasa aneh melihat tingkah Mike yang jauh berbeda dari biasanya. Seumur-umur baru kali ini Mike membelanya di depan khalayak ramai.

Setan apa yang tengah merasuki kakaknya itu? Sejak kapan Mike peduli padanya?

Selama ini dia seperti hidup sendiri tanpa pernah merasakan kehadiran sosok sang kakak yang tiba-tiba membelanya, bahkan mematahkan tangan penjahat itu tanpa belas kasih.

Meski sikap Mike terlihat sangat janggal di mata Moana, dia hanya bisa diam sembari menundukkan kepala. Dia sadar akan kesalahan yang sudah dia lakukan, dia tidak memiliki keberanian untuk membela diri.

Setelah Mike masuk dan duduk di bangku kemudi, Moana menjatuhkan diri di jok belakang, kepalanya sangat pusing hingga tanpa sadar tertidur sepanjang perjalanan menuju rumah.

Bab 2.

Glug...

"Aaah..."

Moana menjerit kencang saat tubuhnya tiba-tiba tenggelam di dalam sebuah bathtub yang terisi penuh dengan air dingin.

Ya, saat tiba di depan kediaman Martin, Moana masih belum sadar sehingga mau tidak mau Mike terpaksa memikulnya seperti karung semen.

Mike memutar kran air sesaat setelah tiba di kamar mandi yang ada di kamar Moana dan melempar tubuh adiknya itu sampai basah kuyup dan kesulitan menyeimbangkan diri. Moana bahkan dibuat sesak saat tak bisa menghirup udara.

"Apa kau sudah gila? Beginikah caramu memperlakukan adikmu sendiri? Kakak seperti apa kau ini?" teriak Moana sesaat setelah kesadarannya berangsur pulih, dia pun dengan cepat melompat keluar dari bathtub.

Bukannya kasihan, Mike malah tertawa cengengesan melihat rupa adiknya yang menyedihkan. "Hehehe... Adik?" Mike semakin mempertegas tawanya dan melangkah mendekati Moana yang tengah menggigil kedinginan.

Seketika tatapan Mike terlihat sangat tajam seperti predator liar yang menangkap keberadaan mangsa, terlebih saat sorot mata Mike tertuju pada gundukan kembar yang tercetak jelas di dada Moana.

"Hey, apa yang kau lihat?" ketus Moana menyadari tatapan Mike yang nampak sangat mesum. Tentu saja Moana kesal karena tidak seharusnya seorang kakak menatap adiknya seperti itu.

"Berapa kali harus ku katakan padamu?" Mike mencengkeram dagu Moana, bibir mungil berwarna merah jambu itu menonjol indah, membuat Mike seketika menelan ludah dengan susah payah.

"Sekali lagi aku tegaskan padamu, jangan mimpi untuk memanggilku dengan sebutan itu! Aku bukan kakakmu dan aku tidak sudi memiliki adik sepertimu." tukas Mike dengan garis bibir sedikit terangkat.

Mendengar itu, mata Moana tiba-tiba menyipit seiring tetesan air yang masih menempel di wajahnya. "Lalu untuk apa menyelamatkan aku dari para bajingan itu? Kenapa tidak kau biarkan saja mereka menyentuhku?"

Deg...

Terkejut mendengar ucapan yang keluar dari mulut Moana, Mike pun memperkuat cengkeramannya, Moana meringis merasakan sakit akibat kasarnya perlakuan sang kakak. "Aaaw..."

"Serendah itukah dirimu? Apa kau benar-benar ingin merasakan sentuhan seorang pria?" geram Mike dengan gigi bergemeletuk, darahnya mendidih mendengar ucapan Moana yang seakan bersedia dijamah oleh para keparat tadi.

Ya, seperti seekor singa buas kehausan, tanpa pikir Mike pun mendaratkan bibirnya di bibir Moana yang masih basah. Mike mengulumnya bak permen dan mengesapnya kuat, mata Moana seketika membulat karena terkejut lalu memukul wajah Mike hingga aksinya terhenti.

Plaak...

"Dasar binatang, kakak tidak tau diri, beraninya kau mencium bibir adikmu sendiri." teriak Moana lantang dengan tatapan menyala dibakar api kemarahan. Tanpa ragu, Moana pun mengangkat dengkulnya hingga mendarat di belahan paha Mike.

"Aaakh..."

Mike meringis kesakitan dengan tangan yang spontan menyentuh area pribadinya. Tidak hanya memerah, mata Mike bahkan berair dibuatnya.

"Ingat, jika kau tidak mau mengakuiku sebagai adikmu, maka akupun tidak akan pernah menerimamu sebagai kakakku. Jauhi aku, tidak perlu sok peduli dan ikut campur dalam urusanku!"

Setelah mengatakan itu, Moana berjalan mencapai pintu. Setelah membukanya, dia pun mengusir Mike dari kamar mandi miliknya. Dia bahkan bersumpah tidak akan pernah mengakui Mike sebagai saudaranya.

...****************...

Di sebuah villa yang terletak di wilayah puncak, Mike duduk di balkon kamar ditemani sebotol minuman yang selalu setia menjadi sahabat disetiap malamnya.

Dalam hati Mike merasa bersalah karena terlalu keras terhadap Moana, akan tetapi dia terpaksa melakukan semua itu untuk meredam perasaan yang sudah lama tumbuh di hatinya.

Ya, di mata dunia Mike Jayanegara dan Moana Jayanegara memang tercatat sebagai sosok kakak beradik. Namun pada kenyataannya, Mike hanya menyandang nama belakang tersebut tanpa adanya ikatan darah diantara mereka.

Dua puluh satu tahun yang lalu, Mike ditemukan dalam keadaan yang cukup memprihatinkan setelah tragedi naas yang menimpa keluarganya.

Martin yang terkenal sebagai sosok dermawan dan belum memiliki anak, pada saat itu sangat tertarik untuk mengadopsi Mike dan menjadikannya putra satu-satunya penerus kejayaan Jayanegara.

Seiring berjalannya waktu, Martin akhirnya mendapatkan hadiah dari ketulusan kasih sayang yang dia curahkan pada Mike. Istri Martin dinyatakan hamil disaat usia Mike menginjak delapan tahun, tepat satu tahun setelah Mike resmi menjadi putra angkat Martin dan Sofie istrinya.

Meski sudah memiliki putri kandung dari pernikahannya dengan Sofie, namun Martin tidak pernah membedakan Mike dengan Moana. Di mata Martin, Mike tetaplah putra sulungnya yang sangat dia sayangi, begitupun dengan Moana yang merupakan ratu di hidupnya.

Akan tetapi kenyataan tersebut tidak pernah terungkap hingga detik ini. Martin menyimpan rapat semuanya dari Moana, dia tidak ingin putrinya menganggap Mike sebagai orang asing di tengah-tengah mereka.

Namun siapa sangka Mike sendirilah yang berusaha menjauhkan diri dari Moana setelah menyadari ada benih-benih cinta yang tumbuh di hatinya.

Mike sadar perasaannya terhadap Moana salah meskipun dia tau bahwa Moana bukanlah adik kandungnya. Mike tidak ingin mengecewakan Martin yang terlalu berjasa atas pencapaian yang dia raih saat ini.

Ya, Mike berhasil menjadi seorang pengusaha muda dengan hasil jerih payahnya sendiri. Dengan bakat yang dia miliki, dia pun tak kalah sukses dari sang ayah yang sudah lebih dulu menguasai berbagai bisnis.

Mike tidak ingin bergantung pada kejayaan yang dimiliki Martin, dia sadar bahwa Moana lah yang lebih berhak mendapatkan itu semua.

Ditengah kegalauan pikiran yang menusuk-nusuk dalam hati, air mata Mike tiba-tiba jatuh mengingat semua yang terjadi hari ini.

Sadar atau tidak, dia merasa sangat bersalah telah membuat Moana semakin membencinya. Mike tau apa yang dia lakukan tadi tidaklah benar, tidak seharusnya dia terbawa emosi sehingga tanpa pikir mencium bibir Moana.

Semakin Mike memikirkan kejadian itu, semakin berdenyut kencang pula nadinya. Entah apa yang akan terjadi jika Martin tau akan hal ini?

Selama ini Mike sudah berusaha keras menepis perasaannya terhadap Moana. Akan tetapi semua usahanya berujung sia-sia, semakin dia mencoba menjauh, maka semakin kuat rasa itu membelenggu hatinya.

Mike bahkan sudah mencoba membuka hati untuk wanita lain, lagi-lagi usahanya sama sekali tidak membuahkan hasil.

Mike sendiri bingung harus bagaimana menghadapi ini. Dua tahun ke belakang dia sengaja meninggalkan rumah demi menjaga batasannya. Akan tetapi bayangan Moana selalu saja menghantui pikirannya.

Bolehkah Mike meminta agar dirinya kembali ke masa itu? Kenapa harus Martin yang mengadopsi dirinya? Dan kenapa harus Moana yang masuk mengisi kekosongan hatinya?

Tidak bisakah sekali saja Mike memilih apa yang terbaik untuk dirinya? Dia tidak bisa membohongi perasannya, dia sangat mencintai Moana meskipun hanya dalam diam.

"Maafkan aku, Moa. Aku menyayangimu, aku tidak pernah membencimu, aku terpaksa melakukan ini demi kebaikan kita berdua. Aku tidak mungkin mengecewakan Ayah, dia terlalu berjasa dalam hidupku. Mana mungkin seorang kakak pantas mencintai adiknya sendiri, perasaan ini jelas salah. Aku tidak bisa menjadi kakakmu, aku takut tidak akan sanggup mengendalikan rasa ini. Aku tidak ingin terjebak terlalu dalam,"

Mike memejamkan mata perlahan, deru nafasnya memburu seiring detak jantung yang berdegup sangat kencang. Rasanya benar-benar ngilu, sulit mengendalikan diri jika sudah berhadapan dengan gadis itu.

Apakah cinta sekejam ini? Kenapa dia harus datang jika pada akhirnya tidak bisa memiliki? Salahkah jika Mike mencintai Moana yang sejatinya bukanlah adik kandungnya?

Bab 3.

"Pulang jam berapa kamu semalam?" tanya Martin pada Moana di tengah heningnya suasana ruang makan.

"Jam satu," jawab Moana sembari terus menyantap sarapan paginya.

Martin menghentikan suapannya dan mematut Moana dengan tatapan kesal. Bukannya meminta maaf, Moana malah terlihat seperti tidak melakukan kesalahan sedikitpun.

"Apa pantas anak gadis sepertimu pulang semalam itu?" sergah Martin tersulut emosi.

"Jangan lebay Ayah, aku ini sudah dewasa, aku bisa menjaga diriku sendiri." ketus Moana mengerucutkan bibir.

"Apa kamu yakin? Bukankah kamu ditemukan di klub malam oleh kakakmu? Jangan pikir Ayah tidak tau apa-apa tentang kamu!"

"Dasar ember! Awas saja, aku akan membalas mu karena sudah berani mengadukan ku pada Ayah!" batin Moana merutuki Mike yang dia anggap sebagai pria bermulut lemes. Dia yakin bahwa bujang lapuk itulah yang membeberkan kejadian semalam pada sang ayah.

"Iya, aku mengaku salah. Aku tidak akan mendatangi tempat itu lagi," ucap Moana dengan tatapan memelas, dia tau Martin tidak akan tega memarahinya terlalu keras.

"Ayah pegang kata-katamu barusan. Jika kamu berulah lagi, maka jangan salahkan Ayah menindak mu dengan tegas!"

Moana yang sudah kesal setengah mati, kemudian meninggalkan meja makan tanpa permisi. Dia menyambar sebuah tas yang tergeletak di atas sofa dan meraih kunci mobil dengan perasaan marah berapi-api.

Setelah berhasil menaiki sebuah mobil sport yang baru saja dihadiahkan Martin untuknya, Moana memacu laju kendaraan itu menuju perusahaan Mike. Dia tidak akan tinggal diam dan membuat perhitungan dengan kakak brengseknya itu.

Hanya butuh waktu sekitar lima belas menit bagi Moana untuk sampai di gedung itu. Setelah memarkirkan mobil, dia pun turun dan berjalan terburu-buru menuju ruangan yang ada di lantai sembilan.

Tidak hanya matanya yang memerah dibakar api kemarahan, namun tangannya ikut mengepal karena sudah tidak sabar ingin menghajar kakak laki-lakinya itu.

Braak...

Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Moana menekan kenop dan membanting pintu itu dengan kasar. Seketika pandangannya mengedar mendapati ruangan yang kosong tanpa sosok yang dia cari.

"Mike, dimana kau? Keluarlah, aku akan membunuhmu detik ini juga!" sorak Moana yang sudah tidak bisa lagi mengendalikan kemarahan.

Akan tetapi usaha Moana tidak membuahkan hasil sama sekali. Ruangan itu benar-benar kosong tanpa penghuni, tidak ada seorangpun berada di ruangan itu.

"Maaf Nona, Tuan Mike hari ini tidak ke kantor." ucap seorang wanita dari ambang pintu yang masih terbuka.

Moana seketika terperanjat dan berbalik dengan cepat. "Siapa kau?" tanyanya mematut wanita berpakaian rapi itu dengan seksama.

"Aku Trisa, aku sekretaris baru Tuan Mike. Sepertinya Tuan Mike sedang tidak enak badan, aku ditugaskan meng-handle pekerjaan untuk hari ini." jawab sekretaris muda itu.

"Sakit?" Moana mengerutkan kening bingung.

"Iya Nona, aku rasa demikian." angguk Trisa mengiyakan.

Seketika seringai tipis melengkung di sudut bibir Moana. "Hehe... Bila perlu mati saja sekalian." umpatnya dalam hati. Moana sangat senang mendengar kabar itu.

"Baiklah, terima kasih atas infonya."

Setelah mengatakan itu, Moana meninggalkan ruangan Mike dan melenggang dengan senyum penuh kemenangan. Dia merasa senang karena tidak perlu mengotori tangannya untuk menghajar pria itu, ternyata Tuhan lebih cepat bertindak dari pada dirinya.

...****************...

"Kenapa Tuan minum lagi? Bukankah dokter sudah melarang Tuan mengkonsumsi minuman beralkohol? Kenapa Tuan begitu keras kepala?" ucap pelayan laki-laki yang sudah lama mengabdikan diri pada Mike. Dia merasa kasihan melihat tuannya yang selalu saja menyiksa diri sendiri.

"Hehe... Lalu apa yang bisa aku lakukan? Minum atau tidak, aku akan tetap mati sesuai vonis dokter. Perasaan ini lebih berbahaya daripada minuman itu, aku tidak sanggup lagi menahannya. Ini terlalu menyakitkan, dadaku rasanya sesak setiap kali menyembunyikannya." terang Mike.

"Tapi bukan begini caranya. Tuan masih muda, masih banyak gadis lain yang bisa menerima Tuan dengan tulus. Kenapa tidak Tuan coba membuka hati dan melupakan Nona Moa?"

"Tidak semudah itu, Moa terlalu berharga bagiku. Aku bisa hidup sampai detik ini hanya karena dia, dan aku juga akan mati membawa perasaan ini untuknya. Aku hanya ingin melihatnya bahagia sebelum ajal menjemput ku, apa yang salah dengan ini?"

"Tidak salah, tapi-"

"Kalau begitu biarkan saja semuanya mengalir apa adanya. Aku sudah cukup bahagia dalam keadaan seperti ini, kau tidak perlu mengkhawatirkan aku!"

"Hmm... Aku mengerti,"

Disaat Mike tengah terbaring lemah di rumah sakit. Moana tiba di villa yang ditempati Mike selama dua tahun terakhir. Moana sengaja mendatangi tempat itu untuk menertawakan Mike atas karma yang dia terima.

Tanpa menunggu lama, Moana yang baru turun dari mobil langsung berjalan menuju lantai dua. Tepat mendekati kamar satu-satunya yang ada di lantai itu.

Sesaat setelah pintu terbuka, Moana terpaku dalam keterkejutan yang sama sekali tidak dia sangka. Mata Moana membulat sempurna mengamati satu persatu gambar yang terpajang di kamar itu.

Ya, selain potret dirinya, tidak ada lagi gambar lain yang tertata rapi di kamar itu. Semua terlihat lengkap dari foto Moana bayi hingga dewasa seperti sekarang ini. Tentu saja Moana bingung memikirkan maksud sang kakak yang memajang potretnya seindah ini, bahkan menghiasnya dengan sangat apik.

"Apa-apaan ini?" gumam Moana sembari mengayunkan langkahnya menyisir setiap sudut dinding. Dia benar-benar tidak mengerti tujuan Mike melakukan ini semua.

"Adikku yang manis, kamu begitu lucu diusia ini." tulisan itu tergores indah di foto Moana saat masih bayi.

"Adikku yang nakal, kamu membuatku selalu menjadi bulan-bulanan Ayah. Beliau selalu memarahiku hanya karena aduanmu yang menyudutkanku." lagi-lagi ada goresan tinta di foto Moana sekitar berusia lima tahun.

"Dari kecil, aku ingin sekali memiliki seorang adik perempuan yang cantik dan lucu. Pada akhirnya, Tuhan mengabulkan permintaanku. Aku sangat menyayangimu, aku akan melakukan apa saja demi membuatmu bahagia." terdapat tulisan lain di foto Moana sekitar berusia sepuluh tahun.

Seketika tangan Moana bergetar ketika menyentuh goresan tinta tersebut. Hatinya mencelos, dia tidak tau bahwa selama ini Mike sangat menyayanginya. Tapi kenapa sikap Mike sangat berbanding terbalik dengan apa yang dia tulis?

"Diusia ini, aku menyadari ada yang salah dengan perasaanku. Aku juga tidak mengerti kenapa rasa itu bisa muncul di hatiku. Tidak seharusnya aku mencintaimu sedalam ini, kakak seperti apa aku ini?" Moana tersentak kaget membaca tulisan yang tergores di gambarnya saat sudah menginjak usia remaja.

"Maafkan aku, Moa. Aku bukannya tidak menyayangimu, aku hanya takut tidak bisa mengendalikan perasaan ini. Rasanya terlalu menyakitkan, aku terpaksa berpura-pura membencimu, aku tidak ingin mengecewakanmu dan ayah kita. Kalian orang-orang baik, kalian sudah membuatku merasakan bagaimana pentingnya arti sebuah keluarga. Aku berhutang budi pada kalian,"

"Disisa umurku ini, aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Aku ingin kamu mendapatkan laki-laki yang tepat, aku akan sangat bahagia jika adik kesayanganku bahagia. Hanya itu yang aku harapkan dalam hidup ini, aku pun akan pergi dengan tenang setelah memastikan bahwa kamu bahagia bersama pria yang kamu cintai."

"Maafkan kakakmu ini, Moa. Aku hanya seorang pengecut yang tidak berani menghadapi kenyataan. Suatu saat nanti kamu akan mengerti betapa berharganya kamu di hidupku. Cintaku padamu tidak akan pernah luntur meski alam memisahkan kita."

Duaar...

Moana tiba-tiba terhenyak di sisi ranjang dengan pandangan menggelap dan tubuh gemetaran. Dia berusaha keras memahami semua tulisan yang baru saja dia baca, akan tetapi semua terasa sulit untuk dimengerti.

Dengan perasaan kacau tak menentu, Moana meninggalkan kamar itu sembari berlari kencang tanpa arah tujuan. Dia harus mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang kini berputar-putar di kepalanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!