"Ayah bangun." teriak Alvin dan Syifa sambil menangis, sedangkan ibu mereka sudah tidak sadarkan diri karena merasa tertekan kehilangan suami yang sangat dia cintai.
"Kalian sabar, kalian berdua harus ikhlas menerima semua ini, masih ada ibu kalian yang harus kalian perhatikan." ucap seorang ibu yang memang tetangga yang paling dekat dengan rumah mereka.
Rumah bu Lala memang tidak terlalu jauh dari rumah mereka, jadi bu Lala tahu apa yang sedang terjadi di rumah mereka.
Syifa pun menghapus air mata nya, lalu melihat ke arah ibu nya, "Bu, bangun bu, ibu jangan begini, ibu masih ada aku dan Alvin yang akan menemani ibu." ucap Syifa sambil berusaha menyadarkan ibu nya.
Alvin terus menangis sambil menatap jasad ayah nya yang sudah terbujur kaku di hadapan nya.
"Ayah, aku berjanji akan mengabulkan keinginan ayah, ayah mau kita membuat rumah besar kan yah? Ayah mau melihat aku sukses kan yah? Dan aku berjanji, aku akan menjaga ibu dan kakak." gumam bathin Alvin sambil menghapus air mata nya.
"Dek, tolong pindah kan ibu ke kamar, kakak mau ngurus jasad ayah." ucap Syifa kakak nya Alvin.
"Baik kak." ucap Alvin lalu menggendong ibu nya dan membawa nya ke dalam kamar.
Syifa dan Alvin pun mengurus jasad ayah nya di bantu para tetangga sekitar, sedangkan ibu mereka di temani ibu Lala.
Ayah mereka pun sudah di makam kan dan kini Alvin dan Syifa menghampiri ibu nya yang sudah mulai sadar.
"Nak, ayah kalian." ucap bu Salma sambil menangis.
"Sudah bu, ikhlaskan semua nya, ibu harus tenang, ibu masih ada aku dan kakak yang akan selalu menemani ibu." ucap Alvin sambil memeluk ibu nya sambil terus menenangkan nya.
"Benar yang di katakan adek, kita berdua akan selalu menjaga ibu." ucap Syifa yang ikut memeluk ibu nya.
"Benar apa yang dikatakan mereka berdua bu, ibu beruntung punya anak yang sangat menyayangi ibu, ya sudah kalau begitu saya permisi pulang, jaga ibu kalian ya." ucap bu Lala.
"Iya bu, makasih ya bu, sudah menemani ibu saya." ucap Syifa.
"Iya nak sama-sama." ucap bu Lala lalu pergi meninggalkan rumah mereka.
*
*
Tiga bulan berlalu dari kepergian sang ayah, kini bu Salma sudah bisa mengikhlaskan kepergian suami nya dan hidup bersama kedua anak nya.
"Tidak ada cara lain, aku harus pergi ke kota untuk mewujudkan semua keinginan ayah." gumam bathin Alvin.
Mereka memang tinggal di rumah sederhana yang hanya ada dua kamar saja, selama ini Alvin sering tidur di ruang tengah karena ngga kebagian kamar.
Jangan kan ponsel mahal dan canggih, ponsel biasa pun mereka tidak punya, apalagi ayah mereka yang sering sakit-sakitan membuat mereka harus menjual apa yang bisa mereka jual untuk berobat sang ayah.
"Apa yang sedang kamu lamunkan dek?" tanya Syifa sambil menepuk pelan bahu Alvin.
"Kak, aku ingin pergi ke kota, aku ingin mencari kerja di sana, aku ingin mewujudkan semua impian ayah." ucap Alvin.
"Kamu yakin dek?" tanya Syifa.
"Aku yakin kak, aku ingin menjadi orang sukses, aku ingin membangun rumah yang besar untuk kalian, aku ingin mewujudkan semua keinginan ayah." jawab Alvin dengan sungguh-sungguh.
"Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya bu Salma dari belakang mereka.
"Ini bu, adek ingin pergi ke kota, dia ingin mencari kerja di sana." jawab Syifa.
"Kamu mau meninggalkan ibu dan kakak kamu nak?' tanya bu Salma.
"Aku ingin menjadi orang sukses bu, dan aku ingin mewujudkan semua impian ayah, salah satu nya ingin membuat rumah yang besar buat kalian." jawab Alvin.
Bu Salma terdiam, dia bingung karena dirinya ngga ada uang buat bekal dan ongkos anak nya pergi ke kota.
"Boleh kan bu, kalau aku pergi ke kota?" tanya Alvin dengan penuh harap.
"Nanti kita bicarakan lagi dek, sekarang kita istirahat." ucap Syifa.
"Baiklah, besok kita bicarakan lagi, dan aku ingin secepat nya pergi ke kota." ucap Alvin lalu pergi ke kamar kakak nya untuk tidur.
Semenjak ayah nya meninggal, Alvin tidur di kamar kakak nya, sedangkan kakak nya sendiri tidur bersama ibu nya.
"Nak, adek kamu ingin ke kota tapi ibu ngga punya uang untuk bekal dan ongkos dia." ucap bu Rahma pelan.
"Ibu tenang saja, biar aku yang mencarikan uang buat adek." ucap Syifa.
"Kamu mau cari kemana dek, pergi ke kota membutuhkan banyak uang." ucap bu Salma.
"Aku akan pinjam sama bang Bima." jawab Syifa.
"Kenapa harus sama dia nak? kamu cari pinjaman ke yang lain saja." ucap bu Salma yang mengetahui tabiat Bima yang kasar.
"Ke siapa lagi bu? Di kampung ini yang banyak uang nya hanya bang Bima seorang." jawab Syifa.
"Tapi ibu ngga mau terjadi apa-apa sama kamu nak." ucap bu Salma.
"Ibu tenang saja, aku yakin bang Bima ngga bakalan ngapa-ngapain aku." ucap Syifa menenangkan ibu nya.
"Ya sudah terserah kamu saja, maaf kan ibu ya nak, ibu sudah membuat kalian menderita, ibu tidak bisa menyenangkan kalian selama ini." ucap bu Salma sambil meneteskan air mata nya.
"Ibu ngga boleh bicara seperti itu, kita berdua sudah sangat bahagia sekali menjadi anak ibu selama ini." ucap Syifa sambil memeluk bu Salma.
"Makasih ya nak, sudah mau mengerti keadaan ibu selama ini." ucap bu Salma.
"Iya bu, sekarang ibu istirahat, besok pagi aku akan menemui bang Bima." ucap Syifa.
Bu Salma pun membaringkan tubuh nya dengan perasaan antara sedih dan bahagia.
Sedih karena ngga bisa membahagia kan ke dua anak nya, Bahagia karena dia memiliki dua orang anak yang begitu mengerti dan menyayangi nya.
"Aku harus memberanikan diri menemui bang Bima, apapun persyaratan nya akan aku penuhi asalkan dia mau meminjamkan uang nya buat ongkos dan bekal adek ke kota." gumam bathin Syifa sambil menatap langit-langit kamar nya yang sudah kusam.
Bima adalah seorang pria kaya di kampung itu, dia sudah punya istri, tapi dia masih selalu menggoda wanita cantik terutama Syifa, tapi selama ini Syifa selalu menghindar dari Bima.
Syifa tahu kalau Bima menyukai dirinya, tapi mau bagaimana lagi, ini semua demi adik nya yang ingin merubah keadaan mereka, demi adik nya yang ingin mewujudkan semua keinginan ayah mereka, maka dia rela melakukan apa saja buat mendapatkan uang nya, termasuk dirinya menemui Bima secara langsung.
Syifa pun terus bergelut dengan pikiran nya hingga dia pun kini tertidur dengan lelap.
Pagi hari seperti biasa bu Salma menyiapkan sarapan buat ke dua anak nya, walaupun hanya nasi goreng atau pun cuma dadar telur, tapi mereka selalu lahap menyantap nya.
"Bu, apa ibu mengizinkan aku pergi ke kota?" tanya Alvin di sela makan nya.
"Iya nak, ibu mengizinkan nya, tapi tunggu ibu dan kakak kamu mendapatkan uang untuk ongkos dan bekal kamu ya nak." jawab bu Salma.
"Maaf kan aku ya bu, sudah menjadi beban buat ibu, aku berjanji kalau aku akan mewujudkan semua keinginan ayah, dan akan membuat kalian berdua hidup bahagia." ucap Alvin.
"Kamu jangan bicara seperti itu, semua ini sudah menjadi kewajiban ibu sebagai orang tua." ucap bu Salma.
"Bu, kak, kalian ngga usah repot-repot mencari uang buat bekal aku, kalau cuma buat ongkos aku punya kok dari hasil aku nabung selama ini." ucap Alvin.
"Dek, hidup di kota itu keras, kalau kamu ngga punya pegangan kamu mau jadi apa di sana, kakak ngga mau kamu menderita di sana." ucap Syifa.
"Benar kata kakak kamu nak, kamu tunggu siang nanti ya, kita akan menjual perhiasan yang kita punya buat bekal kamu." bu Salma memang punya perhiasan, tapi yang dia punya hanya anting yang dia pakai saja.
Syifa menatap ke arah bu Salma, Syifa tahu kalau ibu nya tidak punya banyak perhiasan.
"Tapi itu buat bekal ibu dan kakak di sini." ucap Alvin yang merasa ngga enak dengan ibu dan kakak nya.
"Kamu jangan memikirkan ibu dan kakak kamu nak, kamu fokus saja sama cita-cita kamu, semoga kamu jadi orang sukses dan membuat perubahan hidup untuk kita semua." ucap bu Salma.
"Makasih bu, kak, kalian berdua adalah orang yang sangat aku sayangi, aku akan membahagia kan kalian berdua." ucap Alvin sambil tersenyum kepada ibu dan kakak nya.
"Ya sudah kalau begitu ibu dan kakak pergi dulu ya nak." ucap bu Salma.
"Iya bu, hati-hati."
Bu Salma dan Syifa pun pergi meninggalkan Alvin sendirian.
Mereka berdua berjalan kaki menuju rumah nya Bima, tapi di tengah perjalanan mereka bertemu sama orang yang mereka cari.
Bima yang kala itu sedang melintas sambil mengendarai mobil nya seketika berhenti ketika melihat wanita cantik incaran nya.
Bima pun langsung menghampiri bu Salma dan Syifa yang sedang memandang ke arah nya.
"Kalian berdua mau kemana?" tanya Bima basa basi.
"Kita sebenar nya mau ke rumah bang Bima, tapi ternyata bang Bima nya mau pergi." jawab Syifa sambil menunduk.
"Ada apa gerangan mau bertemu saya?" tanya Bima sedikit senang karena di cari-cari sama wanita pujaan nya.
"Bagaimana kalau kita duduk di sana nak, soalnya ngga enak bicara sambil berdiri begini." ucap bu Salma sambil menunjuk sebuah gubuk kosong tempat para anak muda santai di sore hari.
"Baiklah, silahkan." ucap Bima.
Mereka bertiga pun berjalan dan duduk di gubuk itu.
"Begini nak, kami ingin bertemu nak Bima mau pinjam uang, itu juga kalau nak Bima mau kasih kami pinjam." ucap bu Salma dengan sopan.
Bima pun terdiam sambil menatap Syifa dengan penuh damba.
"Pinjam uang? Buat apa?" tanya Bima.
"Buat bekal dan ongkos Alvin adik saya, dia ingin pergi ke kota." jawab Syifa jujur.
"Butuh berapa?"
"Lima juta saja, tapi kami bayar nya secara mencicil ya bang." ucap Syifa.
"Kesempatan tidak datang dua kali, dan saat ini adalah kesempatan buat aku mendapatkan kamu Syifa." gumam bathin Bima dengan sedikit tersenyum.
"begini saja, bagaimana kalau saya kasih sekarang lima sepuluh juta, tapi kamu harus mau menikah dengan saya dan uang ini ngga usah kalian bayar." ucap Bima sambil memberikan uang sebanyak sepuluh juta yang dia ambil dari dalam tas nya.
Syifa menatap ibu nya, dia merasa bingung dengan permintaan Bima.
"Kita pinjam lima juta saja nak, dan nanti kita bayar secara mencicil." ucap bu Salma.
"Saya ngga bakal kasih kalian pinjam, karena saya ngga mau kalian mencicil nya, jadi terserah kalian, mau menerima tawaran dari saya atau tidak." ucap Bima sambil memasukan uang nya kembali.
Bu Salma dan Syifa pun terdiam, mereka bingung harus kemana lagi mencari pinjaman uang, sedangkan yang punya banyak uang hanya Bima seorang, yang lain pun ada yang kaya seperti Bima, tapi mereka ngga bakal ngasih pinjam mereka dengan keadaan mereka seperti sekarang.
Bima pun berdiri lalu kembali menuju mobil nya dan ingin melanjutkan lagi perjalan nya.
"Bu, aku terima saja ya permintaan nya bang Bima," ucap Syifa sambil menatap punggung Bima.
"Tapi nak, kalau kamu menerima permintaan nya, berarti kamu menjadi istri ke dua nya." ucap bu Salma dengan tatapan sendu nya.
"Aku rela bu yang penting kita mendapatkan uang nya untuk Alvin pergi ke kota." ucap Syifa.
"Tapi nak."
"Sudah lah bu, percayakan semua nya sama Syifa, Syifa akan baik-baik saja." ucap Syifa sambil menggenggam kedua tangan bu Rahma.
Bima pun masuk dan ingin melajukan kembali mobil nya, tapi samar-samar mendengar seseorang memanggil nya.
"Bang Bima, tunggu." teriak Syifa sambil sedikit berlari menghampiri Bima ke arah mobil nya.
"Kamu tidak akan bisa menolak nya Syifa, dan kamu akan tunduk sama aku," gumam Bima sambil melihat Syifa yang sedang menghampiri nya lewat kaca spion mobil.
"Ya apa kamu memanggil saya?" tanya Bima sambil membuka pintu mobil nya.
"Iya bang." jawab Syifa yang kini sudah berdiri di hadapan Bima.
"Kenapa? apa kamu mau menerima tawaran saya tadi?" tanya Bima dengan bibir tersenyum.
"Iya saya mau menjadi istri nya bang Bima, tapi dengan syarat menikahi saya setelah kepergian Alvin, dan saya tetap tinggal di rumah ibu saya, karena ibu saya ngga ada yang menemani." jawab Syifa.
"Baiklah, cuma itu kan persyaratan nya?" tanya Bima.
"Iya bang." jawab Syifa sambil mengangguk.
"Kapan adik kamu berangkat?" tanya Bima.
"Kalau ngga sore ini mungkin besok dia berangkat." jawab Syifa.
"Baiklah kalau begitu minggu depan kita menikah, dan ini uang yang kamu minta saya tambahin jadi lima belas juta, tapi ingat, jangan coba-coba melarikan diri dari saya." ucap Bima sambil memberikan uang sebanyak lima belas juta.
Syifa pun mengambil uang itu dengan air mata yang sudah turun di pipi nya, dia ngga menyangka hidup nya akan menjadi istri kedua dari orang yang tidak dia sukai.
"Aku harus kuat dihadapan ibu dan Alvin, aku tidak mau mereka melihat aku bersedih." gumam bathin Syifa sambil menghapus air mata nya.
"Nak, apa keputusan kamu sudah benar, kamu tahu kan dia itu sudah punya istri?" tanya bu Salma setelah kepergian Bima dari hadapan nya.
"Aku akan menerima konsekuensi nya bu, tapi aku mohon ibu jangan bilang-bilang sama adek ya? Biar ini akan menjadi rahasia kita berdua saja, aku takut adek malah menolak dan pergi tanpa membawa uangnya." ucap Syifa.
"Baiklah kalau itu kemauan kamu, ibu hanya bisa mendo*a kan kalian, maaf kan ibu ya nak, ini semua karena ibu yang tidak bisa mencukupi kalian berdua." ucap bu Salma.
"Sudahlah bu, jangan di bahas lagi, kita jalani saja, apapun yang terjadi kita lalui bersama-sama." ucap Syifa.
"Baiklah nak, kalau begitu ayo kita pulang."
"Bu, kita kasih adek lima juta cukup ngga? sisa nya kita simpan buat jaga-jaga." ucap Syifa.
"Insya Allah cukup nak." jawab bu Salma.
Mereka berdua pun kembali ke rumah nya dengan membawa uang sebesar lima belas juta.
"Ibu sama kakak kemana ya? Kok lama banget sih." gumam Alvin.
"Dek, kakak pulang." teriak Syifa sambil membuka pintu rumah nya.
"Darimana sih kak, kok lama banget?" tanya Alvin.
"Dek, ini buat bekal kamu pergi ke kota." ucap Syifa, dia sengaja ngga menjawab pertanyaan adik nya.
"Ini uang darimana kak? Kalau pun ibu menjual perhiasan nya, ngga mungkin sebanyak ini uang nya, perhiasan ibu kan cuma cincin nikah dari ayah, jumlah nya juga kalau di jual ngga mungkin segini?" tanya Alvin.
Ya, harta berharga milik bu Salma satu-satu nya hanya cincin nikah nya yang masih melingkar di jari manis nya, bu Rahma selalu mempertahankan cincin itu karena itu salah satu peninggalan suami nya.
"Tadi kakak sama ibu bertemu sama teman kakak, dan dia kasih pinjam kakak uang, sudah kamu terima saja, kapan kamu berangkat dek?" Syifa pun balik bertanya.
"Besok pagi saja kak, biar bisa bersama-sama kakak dan ibu dulu sebelum aku pergi." jawab Alvin.
"Kamu di sana hati-hati ya nak, jadilah orang baik dan jujur, jangan sampai kamu mengambil yang bukan hak kamu." ucap bu Salma.
"Iya bu, pesan ibu akan selalu aku ingat." ucap Alvin.
"Kakak do*a kan kamu jadi orang sukses, dan bisa mengabulkan semua yang di impikan ayah." ucap Syifa.
"Iya kak, dan untuk uang ini, nanti aku bayar beserta bunga nya." ucap Alvin.
"Sudah, kamu ngga usah memikirkan uang ini, kamu pakai saja, uang ini urusan kakak." ucap Syifa.
"Andai kamu tahu dek, uang itu dari mana, mungkin kamu akan marah besar dan membatalkan kepergian kamu." gumam bathin Syifa.
"Maafkan ibu nak, ibu sudah membohongi kamu, tapi mau bagaimana lagi, ibu ngga tega melihat tekad pada diri kamu." gumam bathin bu Salma.
*
*
Pagi hari nya bu Salma di sibuk kan membuat sarapan dan makanan buat bekal Alvin yang akan berangkat pagi ini ke kota besar mengejar impian nya.
"Banyak amat bu masak nya?" tanya Syifa sambil melihat kearah makanan.
"Iya nak, sekalian buat bekal Alvin nanti." jawab bu Salma
"Semoga adek jadi orang sukses ya bu." ucap Syifa.
"Aamiin."
"Pagi bu, pagi kak." ucap Alvin yang sudah terlihat rapih dengan tas yang dia gendong.
"Pagi nak."
"Pagi dek."
Wah sudah cakep adek nya kakak ini, pasti banyak perempuan kota yang tergila-gila." ucap Syifa sambil tersenyum.
"Apa sih kak, mana ada yang mau perempuan kota sama adek yang kehidupan nya saja pas-pas san begini." ucap Alvin.
"Kamu jangan begitu nak, perempuan kota ngga semua begitu, pasti ada salah satu nya yang mau menerima pasangan apa adanya." ucap bu Salma.
"Benar kata ibu, nanti kamu pulang sekalian bawa calon adik ipar ya dek." ucap Syifa.
"Jangan lupa ya nak, kamu ngga perlu malu dan gengsi dengan keadaan kita di sini, karena wanita yang menerima kita apa adanya pasti akan selalu bertahan di sisi kamu, yang penting kamu selalu jujur dalam segala hal." ucap bu Salma.
"Iya bu, ya sudah kalau gitu aku berangkat ya bu, kak, tunggu aku pulang dengan membawa kesuksesan." ucap Alvin.
"Bawa makanan ini nak, siapa tahu di perjalanan nanti kamu lapar." ucap bu Salma sambil memberikan makanan yang sudah dia bungkus.
"Makasih bu." ucap Alvin sambil mengambil bungkus makanan dari tangan ibu nya.
"Do*a kan aku ya bu." ucap Alvin lalu mencium telapak tangan dan memeluk serta mencium wajah ibu nya.
"Hati-hati ya dek, ingat selalu sama kakak dan ibu di sini." ucap Syifa lalu memeluk dan mencium seluruh wajah adik nya itu.
"Iya kak, aku titip ibu." ucap Alvin lalu pergi meninggalkan mereka berdua karena ojek yang dia pesan sudah menunggu.
Bu Salma dan Syifa pun berpelukan sambil menangis, karena merasa sedih di tinggalkan pergi oleh Alvin.
Sungguh berat hati Alvin meninggalkan dua wanita yang sangat dia sayangi, tapi tekad dan keinginan yang besar membuat dia harus tegar dan tetap melangkah.
Sepanjang perjalanan Alvin terus teringat akan ibu dan kakak nya, selama dia hidup baru kali ini dirinya berpisah jauh dengan ibu dan kakak nya.
"Bu, kak, aku akan membuktikan nya kepada kalian dan mendiang ayah, aku akan berusaha menjadi orang sukses dan bangun rumah besar buat kalian, dan uang yang kakak pinjam ini, nanti aku ganti sepuluh kali lipat.' gumam bathin Alvin dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Tekad dan impian yang kuat membuat semangat nya luar biasa, Alvin memang baru berusia dua puluh lima tahun sedangkan kakak nya berusia dua puluh tujuh tahun, tapi kedewasaan Alvin melebihi dari Syifa kakak nya.
Perjalanan nya ke kota besar membutuhkan waktu yang lama, karena jarak dari kampung nya ke kota besar memang sangatlah jauh dan bisa di tempuh selama dua hari perjalanan lewat jalur darat.
Alvin bukan ngga mau naik kereta api yang sedikit lebih cepat dari bus, tapi dia memilih naik bus dengan alasan biar irit.
Alvin ngga mau menghambur-hamburkan uang nya, karena dia tahu kalau uang yang dia terima dari kakak nya itu uang hasil dari pinjaman.
Alvin malah berpikir kalau uang itu terpakai maka dia akan langsung mengganti nya.
Lelah dalam perjalanan dan juga terus teringat sama ibu dan kakak nya, Alvin pun memutuskan untuk tidur.
Alvin tertidur sambil terus mendekap tas dan makanan yang ibu nya berikan tadi sebelum berangkat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!