NovelToon NovelToon

All About You (Semua Tentang Kamu)

Karania Mauren Alexandria

Tengah malam, di sebuah kota ternama New York.

Suara deru bising motor yang siap melaju memecah heningnya gelap malam. Begitu kibasan kain oleh sang wanita, 5 motor balap itu melaju dengan kencang nya menyusuri jalanan sunyi jalan raya kota. Motor hitam metanik telah berhenti tepat digaris finish menandakan ia the Winners. Dibalik helm ia trsenyum bangga, tak lama 4 Motor balap itu juga berhenti di dekatnya

"Gila! Gue salut sama bakat balap lo Kar," ucap salah satu dari mreka yang sudah melepas helmnya. Karania tersenyum bangga.

"Biasa saja, tidak perlu memuji berlebihan." Wanita itu angkat bicara

"Nih kemenangan Lo, Girl!" ucap seorang laki-laki yang menyerahkan amplop kuning berisikan uang pada Karania dengan senang hati perempuan itu menerimanya.

"Makan gaesss!" teriak Karania pada komplotannya.

"Yeah, kami sudah menanti traktiran dari tadi!" canda salah satu dari mereka

"Oke cabut sekarang!" ucap Karania memberi kode pda teman-teman lelakinya.

"Oke bro kita pamit, see next time gaess!" teriak Karania melambaikan tangannya sebelum ia jauh dari tempat itu.

...............

Karania menuju sebuah caffe siap saji 24 jam langganan mereka setiap malamnya. Kelima remaja itu bersenandung ria, empat laki-laki satu wanita siapa lagi kalau bukan Karania.

--

Disebuah rumah bernuansa eropa terlihat seorang pria paruh baya sedang mondar mandir di ruang tamu, sesekali ia melirik arloji di pergelangannya dan menatap pintu utama rumah itu.

"Dia keluyuran lagi, hukuman sama sekali tidak mempan untuknya!" cercahnya geram.

"Sudah, Pa. Sebentar lagi Kara pasti pulang kok," ucap Jessika menenangkan suaminya.

"Bagaimana aku bisa tidak memikirkannya? Dia satu-satunya anak kita, Ma. Mau ditaruh dimana wajah Papa tidak bisa menjaganya, dia anak perempuan bukan laki-laki seharusnya dia sudah ada di kamar jam segini tapi nyatanya anak itu kembali keluyuran. Tidak ada pilihan lain selain hukuman terberat untuknya," ucp Samuel--ayah Karania. Jessika hanya bisa diam dan menunduk jika suaminya itu sedang marah ia tak berani berbuat apa-apa lagi

--

"Sepi loh 1 minggu gak ada Lo!" ucap Kevin sambil makan

Deg.

Karania termangu seperti ada getaran aneh di dalam dirinya ketika mendengar kata-kata itu tertuju pada dirinya. Aliran darahnya terasa panas tapi kulit jemarinya terasa dingin menyengat.

"Kangen kalian sama Gue?"

"Yaiyalah kangen, Lo kan jenderal andalan kita!" sahut Lion. Mereka tertawa terbahak-bahak tidak dengan Karania.

"Tidak lucu sama skali!" rutuk Karania kembali menyuap sedikit demi sedikit hidangan di hadapannya, tapi Kevin memandanginya dengan seulas senyuman yang tersungging di bibirnya membuat Karania kikuk di tempat.

Mata Karania terbelalak sempurna saat ia tak sengaja melirik arloji hitam di tangan kanannya .

"Whaaattttt?" pekiknya histeris.

"02:17" gumamnya, "mampus gue." Imbuhnya lagi seraya menepuk pelan jidatnya.

'Argggh kenapa bisa lupa? Pasti di rumah bonyok bakalan marah-marah nih. Mampus gue!' berontak batinnya.

"Lo kenapa, Kar?" tanya Yoseph.

"Ho-oh, buru-buru amat!" sahut Yoseph dan diangguki oleh Lion.

Mereka hanya menatap Karania yang buru-buru memasang jaket hitamnya kembali dan menaruh uang beberapa lemar di atas meja itu.

"Gue harus pulang sebelum pagi!"

"Gue anterin?" tawar Kevin. Karania kembali merasakan detak jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

"Emmm tidak perlu, aku tidak ingin Papa tambah marah melihatku dengan laki-laki."

"Jika aku sekali-kali ke rumahmu berkenalan dengan orang tuamu, boleh?"

Karaniatersenyum menanggapinya. Berbeda dengan ketiga teman mereka yang sedang melahap makanan itu, mreka berdehem bergantian sesekali kedip-kedip mata dan melirik Karania dan juga Kevin scara bergantian.

"Apa-apaan sih kalian bertiga, ganggu aja!" dumel Kevin.

"Ah?" Karania terperangah mendengar penuturan Kevin barusan. Menurutnya itu suatu hal yang membuatnya happy untuk saat ini.

"Yasudah gaess Gue duluan!" pamit Karania.

"Hati-Hati" teriak Kevin. Karania berbalik dan tersenyum sekilas menanggapi.

"See you tomorrow, Jenderal!" teriak serempak dari teman-teman Karania karena perempuan itu sudah mulai menghilang dari balik kaca pembatas. Mereka teriak-teriak tidak peduli dengan sekeliling yang terpenting Happy itu prinsip Geng mereka.

"Ekhem ekhem, dah mulai deketin Jenderal kita Lo yaaa?" goda Lion pada Kevin disertai seringaian jahil teman-temannya.

"Berisik Lo semua!" kesal Kevin.

"Gue kasih saran nih yaaa, mending cepetan diresmiin dari pada keduluan orang. Gue liat-liat sih dia juga gimanaaa gitu sama Lo," nasehat Lion.

Kevin tampak berpikir.

'Ada benarnya juga sih,' batinnya.

"Hadeh nasib gue nih, padahal Gue juga love sama jenderal kita," ucap Yoseph dengan ekspresi sok sedihnya.

"Lebay Lo! Awas Lo kalau macem-macem!" ancam Kevin dengan membuat gerakan menggorok leher pada leher Yoseph yang membuat lelaki itu sedikit bergidik.

"Seram Lo, tapi kalau dia milih Gue Lo jangan nangis, ya!" canda Yoseph kembali dengan ledakkan tawa teman-teman mereka.

"Bisa diem gak kalian? Atau gue masukin kalian kedalam got di depan sana biar 'Is dead' bareng-bareng!" Ketiganya geleng-geleng kepala.

"Makanya diam. Bantu mikir buat ngeresmiin jenderal jadi pacar gue," imbuh Kevin.

"Kayaknya gak gampang deh," sahut Yoseph.

"Bener tuh." Lion ikut bicara.

"Emang kenapa coba?" Heran Kevin.

"Kenapa lagi kalau bukan masalah Bokapnya?" cecar Lion.

"Bener juga sih, tapi itu urusan belakangan yang penting dia bisa jadi pacar gue dulu!"

"Terserah saja!"

.

.

"Mampus gue! Percuma kalau lompat lewat jendela kamar kalau ruang tamu terang pasti Papa stand bay nungguin gue kayak kemarin. Mati gue diomelin lagi," gerutu Karania saat di depan pagar tinggi rumahnya. Ia turun dari motor dan membuka gembok pagar itu dengan kunci cadangan miliknya setelah itu ia bergegas membawa masuk motornya ke garasi dengan mendorong setelah ia menutup pelan kembali pagar besi yang tinggi itu. Ia sengaja mendorong motornya agar orang tuanya tidak mendengarnya harapan Karania orang tuanya sedang tidur nyenyak.

Pelan-pelan Karania membuka pintu utama rumah nuansa eropa itu dan dia memunculkan sedikit kepalanya untuk melihat sekeliling.

"Huffttt... sepi. Syukur deh papa-mama dah tidur" gumam Karania pelan ia mengusap dadanya lega dengan santai ia masuk ke dalam rumah itu dan menutup rapat pintu kmbali, tapi saat ia berbalik ia dikejutkan dengan kehadiran pria paruh baya dihadapannya.

Karania menggigit bibir bawahnya, karena takut ia menunduk dan merutuki kecerobohannya pulang terlalu pagi.

"Dari mana kamu?" Suata datar itu sudah dipastikan papanya itu marah besar terlihat dari ekspresi wajahnya.

"Emh... aku...."

"Keluyuran lagi?" bentak Samuel. Ia mengembuskan napas lelah menghadapi sikap buah hati semata wayangnya ini.

Karania gugup bukan main, dia tdak berani mendongak menatap Papanya, tiba-tiba ancaman papanya 1 bulan lalu terngiang di benak Kara. 'Bodoh! Kenapa aku bisa lupa dengan ancaman papa kemarin? Akkhh sial, dia akan menjodohkanku dengan pria pilihannya jika aku ketahuan keluyuran lagi. Mampus gue!' dumel Karania di hati. Ia mencoba mendongak menatap papanya.

"Pa, Kara--"

"Maaf? Sudah berapa kali kau mengatakan itu di depan Papa? kau kemarin berjanji tidak akan pergi tanpa izin Papa lalu sekarag apa, Dear? Papa kecewa sama kamu!"

"Tapi kan, Pa... Kara juga pengen bebas di masa remaja ini, Pa. Kara--"

"Bebas bergaul dengan Geng motor yang ugal-ugalan tidak jelas itu kesukaanmu?"

Karania terdiam dia tdak brani berucap lagi krena kali ini Papanya benar-benar terlihat marah besar.

"Papa malu dengan kelakuanmu ini, Kar. Papa mendidikmu agar jadi orang baik-baik itu karenanya papa nurutin mau kamu, Dear. Coba kau mengerti itu. Kau saat ini sudah tahap akhir sekolah berpikirlah sedikit dewasa. Semua nilaimu sangat buruk, Papa sangat malu menerimanya dari gurumu. Laporan kenakalanmu saja sudah menumpuk. Apa yang ada di dalam otakmu itu? Ugal-ugalan? Nongkrong tidak jelas? Seharusnya kau bersyukur dengan keadaannu yang serba lengkap dan seharusnya kau memanfaatkannya dengan baik tidak dengan seperti ini. Benar-benar mengecewakan." Samuel memijat pelipisnya lelah.

"Sudah, Pa. Pelan-pelan gak usah dikerasin nanti Papa sakit dan yang ada dia juga gak nurut." Jessika mengelus punggung suaminya.

"Dear, mengertilah kami menyayangimu. Menurutlah banggakan kami orang tuamu tidak dengan kekecewaan seperti ini," ucap Jessika menasehati

Karania yang masih tertunduk mendengarkan kata-kata orang tuanya dia manggut-manggut bertanda mengerti, tapi berbanding terbalik dengan hatinya, 'Jika ada perintah yang tepatnya dibantah!' serunya di hati.

"Berikan kunci motormu," ucap Samuel menengadahkan tangannya di hadapan Karania yang membuat perempuan muda itu mendongak menatap papanya.

"Papa mau ngapain?"

"Cepat! Berikan saja!"

Karania pun dengan ragu-ragu menyerahkan kunci motornya pada Samuel.

"Besok pagi kau tidak perlu kemana-mana. Kau ikut Papa dan tidak ada penolakan sedikit pun. Apapun yang Papa lakukan kau tidak bisa membantah karena ini kesalahanmu sendiri mengingkari janjimu. Bereskan barang-barangmu kau akan tinggal di Tokyo. Cepat pergi tidur dan jangan coba-coba untuk kabur dari hukuman Papa!" Setelah mengatakan itu Samuel berlalu bersama sang istri meninggalkan Karania sendiri yang bingung mencoba mencerna setiap kata dari Papanya.

"Bereskan barang-barangmu kau akan tinggal di Tokyo. Tidak ada penolakan karena kesalahanku sendri? Jangan coba-coba kabur dari hukuman! Apa maksud papa?" gumam Karania. Ia tak mau ambil pusing, langsung saja ia pergi menuju ruang pribadinya menghempaskan tubuhnya pada kasur.

"Tidur nyenyak hari ini, besok kan kata Papa gak perlu sekolah. Ah papa menyenangkan tau saja dia aku malas sekolah," gumam Karania. Dia melempar jaket ke sembarang arah dan juga ia melempar kemeja cokelatnya ke arah sofa dan menyisakan tanktop dan Branya yang berwarnakan hijau muda.

"Papa hanya mengancamku," ucap Karania acuh dengan perkataan Papanya tadi ia langsung bersiap untuk tidur.

...Bersambung......

Andreas Jhone Smith

Saat tatapan mata ini mengarah padamu darah ini seakan terhenti mengalir..

Panas dingin disekujur tubuh, detak jantung pun menggebu-gebu seakan ingin menghampirimu..

'Aku menyukaiMu'

'One love see'

***

Sebuah ruang tamu yang dihuni beberapa orang saat ini tampak begitu hening. Tidak ada suara satu pun yang terdengar.

"Nak, Paman tidak terlalu memaksamu dan orang tuamu juga begitu, tapi paman begitu berharap padamu," ucap Samuelmenatap sosok laki-laki muda lawan bicaranya saat ini.

"Ya, Andreas. Ayah hanya ingin kau belajar untuk bertanggung jawab. memang kali ini bukan tanggung jawab main-main, tapi Ayah mendukungmu," sahut Brandon--sang ayah.

Suasana semakin hening dengan tatapan wajah tegang dan serius, tak ada yang bercanda lagi saat ini berbeda saat awal tadi. Dua wnita paruh baya dan laki-laki setengah baya itu saling bertatapan tegang.

Mreka begitu serius menanti kata-kata dari mulut lelaki cool yang sedang duduk di hadapan mereka. Ia tampak menimbang-nimbang keputusan yang tepat sesekali ia melirik orang tuanya yang mendukungnya dan juga Samuel, pria baya yang juga sudah ia anggap Ayah baginya.

Samuel menyodorkan ponsel miliknya pada Andreas.

"Ini putri paman, namanya Karania. Foto itu saat ia berpenampilan normal geser ke kanan dan itu ulahnya yang sulit dirubah. Aku sangat berharap kau bersedia, Nak." Andreas tampak memperjelas perhatiannya saat ini pada layar benda persegi panjang itu.

"Dia putri paman?" tanggap Andreas. Samuel mengangguk seperkian detik kembali hening.

Ada sedikit senyuman di bibir Andreas saat ia memperjelas foto Karania. 'Menarik!' gumam batinnya.

"Apa keputusanmu, Andreas? Paman tau kamu pasti malu menikah muda, bukan? Seperti katamu dulu, tapi paman sangat memohon pdamu agar bersedia mengawasi putri semata wayang paman. Mungkin kau bisa sdikit leluasa padanya jika kami menikahkanmu meskipun kau masih menyandang mahasiswa dan putri paman juga masih Senior High School. Kami akan memindahkan kalian ke Tokyo. Harapan paman kau tidak mengecewakan paman, tapi jika kau tidak menyukainya paman tidak memaksa," ujar Samuel. Andreas menanggapinya dengan senyuman.

"Paman juga orang tua bagiKu dan juga Ayah bunda menyetujui ini lalu apa alasanku untuk menolak kehendak kalian," ucap Andreas dengan santai. Dua pasang irang tua itu tersenyum mendengar jawaban dari Andreas.

"Kau yakin, Nak?" tanya Ayahnya sekali lagi dan Andreas hanya mengangguk

"Putri paman susah diatur jika terlalu keras padanya maka dia tdak akan menurut dan malah sebaliknya, tapi jika terlalu lemah dia akan melunjak. Jadi, nasehat paman, bersabarlah menghadapi kenakalannya paman ingin kau bisa membuatnya sedikit bersikap dewasa dan berpikir lebih jernih."

"Baiklah, Paman!"

"Tunggu apa lagi? Kita segera ke gedung untuk ritual sakral dan urusan Karania biar saya yang mengurusnya, dia tidak akan bisa menolak," ucap Samuel yang sudah beranjak dari duduknya.

"Sebentar lagi kita akan besanan," ujar Brandon--ayah Andreas yang bersalaman ala kerabat dengan Samuel dan begitu juga dengan Jessika dan Hanna--ibunya Andreas.

"Terima kasih sudah bersedia dengan permintaan paman. Kita akan bertemu lagi nanti siang," ucap Samuel sebelum berlalu dari ruangan itu ia menepuk pelan bahu Andreas.

.

.

"Mama, Kara gak mau pake gaun! Jelek tau." Karania merengek pada mamanya yang memaksanya menggunakan gaun putih tulang tanpa lengan, hanya kain transparan terpasang di bagian atas gaun itu.

"Mama gak mau tau pokoknya kamu harus pake ini. Cepat sana ganti!" tegas Jessika yang mendorong Karania ke kamar mandi untuk berpakaian.

"Maaa, gak mau!" rengek Karania cemberut.

"Cepat! Setelah 5 menit harus sudah keluar!" Mau tidak mau tetap mau Karania mengganti pakaiannya.

Sebuah senyuman tersungging di bibir Jessika ketika ia melihat putri kesayangannya keluar dari kamar mandi yang sudah memakai gaun pilihannya.

"Tuh kan cantik, sayang!" Jessuka mengitari putrinya seraya tersenyum sedang Karania menampakkan wajah badmodnya.

"Cantik darimana coba? Susah sih iya," dumel Karania

Jessika hanya tersenyum, dia menarik Karania untuk duduk di depan meja rias dan perempuan muda itu hanya bisa pasrah saja.

...Bersambung.......

Hukuman

Sulit wajah ini berpaling darimu

Entah ada apa dan kenapa

Rasanya hnya ada dirimu disorot pandang mataku

Mungkinkah aku jatuh cinta?

***

"Turuti pinta Papa Dear untuk kali ini saja jangan membuat papa kecewa lagi sudah cukup papa menahan kekecewaan dengan tingkahmu yang tak berguna itu. Sore ini juga papa akan mengantarmu ke Airport menuju Tokyo. Papa harap kau tidak akan keberatan dengan orang kepercayaan papa yang akan mengawasimu setiap waktu," ucap Samuel pada putrinya yang duduk bersedekap di kursi penumpang samping istrinya, terlihat Karania acuh tak acuh pada ayahnya ia pun tak melirik pada ibunya yang berada tepat di sampingnya ia hanya memperhatikan sekitar lewat kaca mobil sambil mengunyah permen karet di mulutnya.

Penampilan Karania kali ini benar-benar seperti seorang wanita sungguhan, tapi kelakuan tomboynya sulit diubah seperti saat ini, meskipun ia menggunakan gaun, tapi satu kakinya tetap ia lipat bertumpu pada kaki kirinya untung saja gaunnya panjang. Jessika dan Samuel hnya geleng-geleng kepala melihatnya.

"Pa, Ma, Membosankan sekali siihh, ini kapan sampai nya?Pak sopir cepat sedikit kenapa?" dumel Karania.

"Bersikap sopan pada siapapun, Kara. Pak Manta memang sopir, tapi jangan terlihat membentaknya jika kau menyuruhnya," sahut Samuel melirik tajam putrinya. Mulut Karania komat kamit mengikuti ucapan papanya meski tanpa suara.

"Sebentar lagi kita akan sampai. Bersikap sopan pada tamu papa!"

'Tamu papa? ngapain?' bisik Karania di hati, seperti ada kejanggalan dengan keadaan saat saat ini.

"Ngapain juga Kara harus ikut kalian cuma pengen ketemu teman papa gitu? Mending Kara--"

"Ugal-ugalan?" sergah Samuel. "Kau itu wanita bukan laki-laki. Papa sangat tidak suka kau selalu berlaku seperti itu, Papa harap setelah hari ini kau bisa berubah!"

"Maksud papa?"

"Sudahlah, Pa. Tidak perlu mengencangkan uratmu," nasehat Jessika pada suaminya lalu ia beralih menatap putrinya.

"Kau akan mengerti nanti, sopanlah pada tamu kami, Kara!"

Karaniamengembuskan napas jengah. Ingin rasanya ia kabur saja dari sisi orang tuanya, tapi ada rasa bersalah juga jika ia sampai melakukan hal itu.

"Ma, Kara lepas highelsnya, ya? Sakit nih pake sepatu aja kalok gak ada mulus aja deh," rengek Kara pda Mamanya yang menatapnya. Jessika tersenyum melihat Karania meringis kesal akibat harus berpenampilan sesuai keinginan Jessika.

"Kau bleh melepasnya setelah acara nanti!"

"Tapi, Ma! Ini tidak mudah buatku. Ayolah, Ma!" rengek Kara memohon. Ia menggoyang-goyangkan lengan ibunya berharap ada kata 'IYA' tapi sebaliknya Jessika menghiraukan rengekan putrinya itu.

Sanuel tersenyum dengan tingkah Karania yang dari tadi merengek-rengek minta ganti baju dan sepatu. Itulah sifat Karania yang membuat Samuel smakin menyayangi putri semata wayangnya itu, terkadang Kara selalu bermanja pada Papanya dia tidak segan-segan minta gendong saat Samuel pulang kerja meskipun bobot idielnya sudah melewati masa anak-anak, tapi ia tetap suka bermanja pada Samuel maupun Jessika sang istri.

"Pa, kapan sampainya? Kara gak sabar pengen pulang!" rengek Karania kali ini pada Papanya.

"Kau sdah besar, sayang! Jangan merengek seperti kekanak-kanakan!" sergah Samuel. Karania menampakkan wajah kesalnya pada Samuel.

"Jangan bersikap seperti ini saat acara nanti berlangsung. Tersenyumlah atau fasilitasmu Papa sita!" Seketika Karania menampakan sebuah senyum dari bibir indahnya walau nampak terpaksa, 'Lebih baik tersenyum dari pada tanpa fasilitas,' pikirnya.

"Bagus! Jangan berpikir ancaman Papa tidak berlaku, Papa akan menghukummu segera. Jadi bersiaplah dan jangan membantah apapun atau kau akan Papa kurung di kamar satu tahun dan hidup tanpa fasilitas layak. Papa tau kau tak bisa tanpa fasilitas dari Papa," ucap Samuel tanpa menatap anaknya yang komat kamit tak karuan.

'Menyebalkan!' batin Karania mengomel.

.

.

"Pa, Ma tempat apa ini? Aku tak suka di sini. Aku tunggu Papa sama Mama di luar aja deh," ucap Karania yang hendak berbalik arah kembali menuju parkiran padahal mereka sdah mulai memasuki bangunan megah itu.

"Jangan macam-macam, Kara!" seru Papanya garang dan mau tidak mau Karania terpaksa menurut.

"Papa Mama gak lama, kan?" tanya Kara sambil mengekori orang tuanya menuju ruangan itu lebih dalam.

...Bersambung.......

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!