NovelToon NovelToon

Love Melody

Bab 1

Gadis mungil yang memiliki kulit putih, dan berambut panjang itu terlihat sedang melakukan aktifitas pagi nya di hari libur. Sefanya Arkhava merupakan putri tunggal yang terlahir dari keluarga Arkhava kesukaannya di bidang musik membuat ia ingin menjadi seorang pianis profesional namun keinginannya selalu di tentang oleh papa nya yang merupakan seorang guru matematika.

Tapi Sefa tidak menyerah begitu saja, ia tetap melanjutkan hobi nya itu walau harus sembunyi-sembunyi dari papa nya. Lain hal nya dengan sang mama yang selalu mendukung apa yang menjadi cita-cita putrinya itu.

Selesai olahraga, Sefa duduk di kursi taman dengan memasang earphone di kedua telinganya, ia memejamkan mata dengan jemari yang bergerak mengikuti irama lagu yang di dengarnya. Di rasanya matahari mulai meninggi dan cukup panas Sefa kembali beranjak bergegas kembali ke rumah.

"Wangi banget, masak apa ma?" Tanya Sefa yang telah masuk kedalam rumah.

"Biasa, masak makanan favorit kamu." Sahut Merry sang ibu.

"Cepat bersihkan dirimu habis itu kita makan." Sahut Merry kembali.

Sefa hanya mengacungkan jempolnya dan melenggang masuk ke kamarnya. Setelah selesai membersihkan dirinya Sefa kembali keluar dan menuju ruang makan untuk menemui mama nya. "Tumben rapi banget, mau pergi keluar kah?" Tanya Merry yang melihat putri nya berdandan tak seperti biasanya.

"Iya ma, ada beberapa barang yang ingin aku beli untuk besok." Sahut Sefa seraya memasukkan sendok berisi makanan ke mulutnya.

"Ahh iya mama lupa besok kamu sudah kembali ke sekolah."

"Belajar yang rajin jangan belajar hal yang gak penting." Celetuk papa Sefa yang baru saja datang.

"Sefa anak yang rajin, apa maksud mu bicara seperti itu?"

"Kamu pikir aku gak tau dia selalu menghabiskan waktu nya dengan piano? Itu hanya buang-buang waktu!" Sahut Aidan.

"Apa menjadi seorang pianis begitu hina bagi papa? Sampai papa melarang ku untuk bermain musik?"

"Papa seorang guru Sefa! Harusnya kamu bisa mengikuti jejak papa mu!"

"Hm, akan ku pikirkan setelah lulus sekolah nanti. Sefa pergi dulu ma, pa." Ucap Sefa yang langsung pamit untuk pergi.

Gadis itu melangkahkan kakinya keluar rumah. Sefa tinggal di area perumahan dengan tetangga yang sangat ramah terhadapnya. Gadis yang terkenal ceria itu selalu menyapa setiap orang yang berpapasan dengan nya, tidak hanya itu ia juga selalu menyapa orang-orang yang sedang berada di luar rumah.

Senyum ceria yang selalu ia pancarkan bisa menyejukkan hati siapa pun yang melihatnya. Aura kecantikan natural yang di milikinya membuat semua orang sangat senang untuk melihatnya. Tak heran jika Sefa menjadi rebutan para cowok di sekolahnya.

Sampai di sebuah toko, gadis itu mengambil beberapa alat tulis untuk memulai sekolahnya esok hari, tak lupa juga ia mengambil satu buah buku panduan musik untuk mendalami bakat nya dalam bermusik. "Walau papa gak setuju, aku tetap gak akan menyerah." Gumam Sefa seraya memeluk buku itu sebelum ia membayarnya.

Sial nya setelah di depan kasir saat Sefa akan membayar semua belanjaannya, ia lupa dengan satu hal yaitu dompet yang tertinggal di dalam kamarnya. "Aishh.. bodoh! Kenapa aku bisa melupakannya?" Gumam Sefa. Ia tidak sadar akan hal itu karena Sefa pergi ke toko itu dengan berjalan kaki.

"Emm.. maaf kak, sepertinya aku tidak jadi membeli itu." Ucap Sefa seraya mengeluarkan senyum nya.

Dengan rasa malu Sefa mengucapkan itu, namun tidak ada pilihan lain selain ia membatalkan semua belanjaannya. Tapi tidak hanya sampai disitu, disaat Sefa telah selesai bicara dengan kasir, seorang pria dari belakang Sefa datang memberikan sebuah kartu pada kasir itu untuk membayar beberapa belanjaannya.

Gadis itu sedikit bergeser ke arah kanan dan melirik sekilas orang yang berdiri di sampingnya. Ia pun pergi meninggalkan toko itu dengan tangan yang kosong "Sefa.. Sefa... Kenapa bisa ceroboh sih sampai harus ketinggalan dompet." Gumamnya dengan langkah yang mulai menjauh dari toko tadi.

"Hey kau!!" Teriak seseorang memanggil Sefa.

Gadis itu menoleh ke belakangnya dan melihat siapa yang memanggilnya atau ia hanya salah mendengar. Terlihat seorang pria yang berdiri tepat di belakang Sefa dengan dua tentengan yang berisi beberapa buku di tangan kanan dan kirinya. Sefa melirik kesamping kanan kiri namun ia tidak mendapati satu orang pun yang berada disana.

"Aku?" Tanya nya sambil menunjuk dirinya.

"Ya, kamu." Sahut pria itu seraya menganggukkan kepalanya.

Gadis itu kembali melangkah untuk menghampiri pria yang memangilnya tadi.

"Apa kita saling mengenal?" Tanya Sefa begitu saja.

"Tidak." Sahut pria itu.

"Lalu untuk apa kau memanggilku?"

"Ohh ini punya mu." Pria itu menyodorkan satu tentengan di tangan kanan nya.

Sefa yang tak mengerti mengerutkan kening nya sambil melihat tentengan yang di berikan pria asing itu. "Bukankah tadi kau ingin membeli ini?" Tanya pria itu. Seketika Sefa teringat dengan pria yang berdiri di sampingnya tadi. Ya, dia adalah pria itu yang mungkin membayarkan semua belanjaan Sefa. Ohh tidak, mereka tidak saling kenal jadi untuk apa pria itu membayar semuanya?

"Ini memang barang yang ingin ku beli tadi, tapi kenapa kamu membawanya?" Tanya Sefa setelah melihat beberapa barang di dalam tote bag.

"Ambil saja, aku lihat kau sangat menyukai semua itu." Pria itu pun pergi melewati Sefa yang masih berdiam diri di tempat.

Sementara dengan gadis itu hanya memutar tubuhnya dan menatap punggung pria yang telah membayarkan semua belanjaannya itu. "Siapa orang itu? Sepertinya dia bukan siswa di sekolah ku, anehnya kenapa dia mau membayarkan semua belanjaan ini? Padahal kenal aja enggak." Gumam Sefa yang masih dengan tatapan sama meski orang itu telah hilang dari pandangan nya.

Tanpa pikir panjang lagi Sefa bergegas kembali ke rumah karena awan mulai gelap menandakan akan segera turun hujan. Belum juga sampai ke rumah, hujan pun mulai turun dengan cukup deras, akhirnya Sefa memutuskan untuk berteduh di sebuah halte bus yang kebetulan kosong.

Entah ini kebetulan atau sebuah takdir, lagi-lagi Sefa bertemu kembali dengan pria tadi dia ikut berteduh di tempat yang sama dengan nya. "Loh dia lagi? Bukankah tadi dia telah pergi?" Batin Sefa sambil diam-diam melirik cowok di sampingnya.

Berbeda hal nya dengan pria itu yang anteng menatap tetes demi tetes air hujan. Dia duduk di halte tersebut dan mengambil buku serta pulpen dari dalam tas nya. Sefa yang masih berdiri agak depan mencoba menghiraukan pria itu sejenak tapi tidak dengan pikirannya yang begitu kepo mengenai orang yang kini telah duduk di belakang nya.

Akhirnya Sefa mundur beberapa langkah dan duduk di samping pria asing itu dengan mata yang melihat ke arah buku yang di pegang pria tersebut.

"Bagaimana kamu..."

"Mampir minimarket."

"Apa yang kau...."

"Sebuah lirik."

"Belum sempat aku menyelesaikan pertanyaan ku kenapa sudah dia jawab? Sungguh tidak sopan." Batin Sefa.

Di rasa hujan sudah mulai berhenti, Sefa kembali beranjak dan menadahkan tangannya. Hanya gerimis kecil yang tersisa akhir nya gadis itu kembali melangkah setelah pamit oada pria itu. Oops... Ada yang lupa, Sefa lupa menanyakan naman dan meminta alamat pria itu untuk mengambilkan uang yang telah di habiskan nya untuk membeli beberapa barang.

Gadis itu berniat untuk kembali namun ketika ia berbalik, pria yang ingin di temui nya kembali telah berada tepat satu langkah di belakang Sefa hingga membuat gadis itu tidak sengaja menabrak si pria dan hampir terjatuh, untung nya dengan sigap pria itu menahan Sefa hingga terjadi kontak mata yang secara langsung dari keduanya.

***

Bab 2

Keesokan harinya, seperti biasa Sefa bersiap untuk pergi ke sekolah nya setelah liburan semester yang cukup lama. Setelah selesai memakai seragam gadis itu menguncir rambut nya dengan hiasan jepitan kecil di samping kiri dan kanan tak lupa dengan poni lurus yang telah ia rapikan hingga terkesan seperti boneka barbie.

Memiliki tubuh yang kecil dengan wajah yang manis banyak orang luar yang mengira jika Sefa masih anak SMP. Tapi baginya ucapan itu telah biasa ia dengar hingga tak masalah untuknya.

Sekiranya semua telah rapi, gadis itu mulai melangkahkan kakinya keluar dari kamar dengan membawa tas di bahu kirinya. Sefa melangkahkan kakinya menuju ruang makan untuk menemui kedua orangtuanya.

"Pagi ma, pa..." Ucap Sefa menyapa kedua orangtuanya.

"Apa rok mu tidak terlalu pendek?" Tanya papa nya yang telah menjawab sapaan Sefa.

"Ohh ini.. aku terlalu nyaman dengan rok ini, sehingga rasanya tidak tega untuk menggantinya." Sahut Sefa.

"Bukan, tapi kamu sengaja memotongnya lagi jadi lebih minim benar kan?" Ujar papa nya kembali.

"Ehh... Udah sih pa, aku nyaman kok seperti ini."

"Sudah jangan berdebat terus, Sefa habiskan sarapan mu dan cepatlah berangkat sebelum kamu terlambat. Biarkan papa mu mau protes seperti apapun kamu gak perlu menanggapinya." Ucap sang mama yang selalu membela putri nya itu ketika debat dengan papanya.

Setelah selesai sarapan Sefa pamit pada kedua orangtuanya. Ia berjalan menuju halte bus dengan penuh semangat karena ini hari pertamanya kembali ke sekolah.

Ruang yang pertama di masuki Sefa ketika sampai di sekolah bukan lah kelas melainkan sebuah ruangan musik yang lengkap dengan semua alatnya. Entah kenapa rasanya begitu nyaman bagi Sefa saat berada disana.

Gadis itu duduk di kursi depan sebuah piano, jari lentiknya perlahan bermain dengan irama nada yang indah dan berhasil menarik perhatian seseorang ketika mendengar nya. Tanpa Sefa sadari seseorang sedari tadi memperhatikannya dari ambang pintu dengan sebuah senyuman yang di pancarkan nya.

"Nada yang indah." Gumam orang tersebut yang kemudian pergi menuju ruangan lain.

Tanpa terasa bell masuk telah berbunyi, sayang sekali Sefa harus berpisah dengan hobi nya untuk sementara demi mengikuti pelajaran lainnya. "Nanti aku kembali, kau baik-baik lah disini." Ucap Sefa pada piano yang baru saja di mainkan nya.

2 jam pelajaran bahasa telah selesai, kini saat nya masuk kedalam pelajaran seni dimana itu yang menjadi pelajaran favorit Sefa. Semua murid di kerahkan masuk ke ruangan musik untuk praktek, sungguh kesempatan untuk Sefa karena bisa menggali bakatnya kembali.

Namun ternyata dugaan Sefa kali ini salah, karena guru yang datang membawa sebuah alat musik biola dimana itu bukan keahlian Sefa tapi yang namanya belajar mau tidak mau ia harus mengikuti nya dengan baik.

Tunggu... Seperti ada yang ganjal ketika Sefa melihat guru seni yang masuk ke ruangan itu. Sefa langsung memutar pikirannya kilas balik satu hari sebelum ia masuk sekolah. Pertemuan dengan pria asing di sebuah toko buku serta halte bus.

Benar mata elang nya tidak mungkin salah melihat walau menggunakan pakaian yang 100% berbeda namun tetap saja gadis itu masih bisa mengenali sosok pria yang kini telah berdiri di dalam ruangan itu. Sedikit penjelasan pria itu berikan pada semua murid yang berada disana, beruntungnya hampir semua murid menyukai guru tersebut. Ya, hampir, karena hanya Sefa yang masih sibuk dengan pikirannya yang entah berada dimana.

"Kau... Yang di tengah sana bisa perhatikan kedepan sebentar?" Tegur sang guru pada gadis yang masih melamun.

"Aku?" Tanya Sefa yang menunjuk dirinya sendiri.

"Ya, kamu siapa lagi yang melamun disini kecuali kamu."

"Ohh tunggu, kamu bukannya pria yang kemarin di toko buku dan halte bus itu kan?" Tanya Sefa yang secara tiba-tiba.

"Kita belum pernah bertemu sebelumnya dan tolong lebih sopan ketika bicara dengan seseorang yang lebih tua darimu." Sahut pria itu dengan ekspresi seolah tak peduli.

"Ck, menyebalkan sekali jelas-jelas dia pria yang kemarin pake sok gak kenal awas saja kamu." Gumam Sefa di tengah -tengah gemuruh sorakan dari teman-teman nya.

"Makanya jangan sok kenal dan sok akrab sama orang, jelas-jelas dia guru baru disini." Celoteh salah satu siswi di ruangan itu.

Tatapan sinis langsung di keluarkan Sefa pada gadis yang telah mengatainya itu. "Apa lihat-lihat? Gue cantik ya? Emang bawaan sejak lahir." Sambung gadis itu kembali ketika Sefa menatapnya.

"Iya Lo cantik kalo dilihat dari lubang sedotan di atas gunung!" Sahut Sefa yang di akhiri dengan senyuman.

Melihat kedua hadis itu terus berseteru membuat sang guru kembali menegur Sefa. Ohh tidak bukan hanya dia tapi juga keduanya, ia menghampiri kedua gadis itu dan melihat name tag Sefa yang terpampang di dada sebelah kanan nya.

"Hey! Apa yang kau lihat?" Ucap Sefa yang langsung menutup gunung kembar miliknya dengan tangan nya.

"Sefanya Arkhava, jadi itu nama mu?" Tanya guru tersebut di saat pikiran Sefa telah traveling.

"Jika iya lalu kenapa?" Tanya balik Sefa dengan ketus.

"Ku tandai kamu." Sahut sang guru dengan senyuman sinis.

"Baik semuanya kembali perhatikan kedepan." Pria itu kembali melangkah ke depan dan membimbing semua murid nya.

Lain hal nya dengan Sefa yang masih dongkol dengan pria di depan itu. Bisa-bisanya sikap dia berubah dalam satu hari sungguh hal yang tidak bisa di biarkan untuknya.

Sempat terpikir dalam benak Sefa karena ia belum mengembalikan uang orang itu yang menjadikan sikap nya berbeda dari sebelumnya. "Masa cuma gara-gara itu sih?" Gumam Sefa yang masih diam di tempat ketika semua telah berhamburan keluar karena pelajaran telah selesai dan saatnya istirahat.

Langkah guru itu terhenti ketika melihat Sefa yang masih duduk di tempatnya ia berbelok menghampiri gadis itu yang masih berkutat dengan pikirannya.

"Kau tidak lapar?" Tanya sang guru yang menampakkan wajahnya di depan Sefa.

"Astaga!" Ucap Sefa yang kaget karena tingkah gurunya.

"Aku bukan setan kenapa kau kaget seperti itu?"

"Iya tapi kelakuan mu seperti setan wahai pak guru!" Sahut Sefa yang langsung beranjak dan bergegas pergi.

Namun langkah gadis itu terhenti ketika sang guru menyerukan namanya. Ia kembali menghampiri Sefa ketika gadis itu telah berbalik.

"Ini kartu nama ku, kau bisa menemui ku kapan saja." Sahut pria yang masih cukup muda itu yang kemudian pergi meninggalkan Sefa begitu saja.

"Sinting kali ya tuh guru satu, heran bisa-bisanya sekolah elit kayak gini menerima guru modelan kayak dia." Gerutu Sefa yang kemudian melihat kartu nama pria itu.

Kalandra Ghiffari, nama itu yang tertulis dalam kartu nama yang di genggam Sefa. "Cakep juga ternyata namanya, sayang gak sesuai sama kelakuannya." Sambung Sefa yang kemudian pergi ke kantin.

****

Bab 3

Siang itu, suasana kantin cukuplah ramai sampai hampir semua tempat duduk di penuhi oleh siswa-siswi disana. Sefa yang baru saja tiba bersama dengan temannya hanya terdiam melihat keramaian di kantin sana. Rasanya sungguh malas untuk Sefa makan disana jika suasana seperti itu. Tidak seperti biasanya entah kenapa hari ini tiba-tiba kantin penuh dan sebagian dari mereka merupakan seorang siswi.

Sefa hendak memutar balikkan tubuhnya dan pergi dari sana, namun suara seseorang berhasil mengurungkan niat Sefa hingga membuatnya menoleh. Terlihat sosok guru yang perfeksionis menghampiri Sefa dengan membawa satu tempat makan di tangannya. Ia melihat sekeliling dan mengabaikan mereka yang memperhatikannya.

"Bukan kah kau ingin makan?"

Sefa mengangkat sebelah alisnya menatap heran pria yang berdiri di depannya itu. Sampai Rania yang berdiri di samping Sefa pun menyimpulkan bahwa guru satu itu ada niat terselubung untuk mendekati Sefa, ia berbisik pada gadis di sampingnya itu agar tidak masuk kedalam perangkap guru yang berdiri di depannya.

Sepertinya pemikiran Rania tidak ada salahnya menurut Sefa karena dari kemarin ia terus di pertemukan dengan Kalandra si pria asing. Apa lagi jika bukan sengaja ia membuntuti kemana Sefa pergi, mungkin yang ada di otak Sefa guru itu adalah pria mesum yang ingin menculiknya atau melakukan hal lain terhadapnya.

Sefa bergidik ngeri membayangkan itu semua sendiri dengan tatapan masih mengarah pada Kalandra. Sementara dengan pria di depannya itu melambaikan tangan nya tepat di depan wajah Sefa yang terlihat melamun.

"Hello girl, aku bicara denganmu."

"Sorry kita gak kenal." Ucap Sefa membalas perlakuan Kalandra sewaktu di kelas tadi.

Gadis itu pun menarik temannya dan pergi dari tempat ramai itu menuju ke tempat yang cukup sunyi. Tak hentinya Sefa menggerutu sepanjang jalan walau ia bicara begitu pelan namun masih bisa di dengar oleh Rania yang posisinya saat ini berada di samping gadis itu.

"Heran deh sama kalian berdua." Ucap Rania yang secara tiba-tiba setelah Sefa duduk di salah satu kursi depan kelas.

"Maksud mu?"

"Sebenarnya saling kenal gak sih? Secara dia guru baru disini tapi sikap kalian seolah sudah pernah bertemu sebelumnya."

Sefa menghela nafasnya sebelum ia memberitahukan pertemuan nya dengan Kalandra sehari sebelum masuk sekolah. Sungguh sulit di percaya apa yang di ucapkan Sefa barusan itu karena begitu jarang pertemuan yang kebetulan seperti mereka.

"Jangan-jangan dia benar mengincar kamu lagi Fa, ihh ngeri kamu harus lebih hati-hati dengan dia." Ujar Rania yang memiliki pemikiran seperti itu.

"Entah lah, tapi sifatnya kemarin sama hari ini beda banget."

Sefa menjelaskan bagaimana pertemuan pertama nya dengan Kalandra kemarin mulai dari cara berpakaian, bicara serta perlakuan terhadapnya. Penjelasan Sefa membuat Rania semakin berpikir keras dan sosok guru musik itu seolah menjadi misteri bagi kedua gadis itu.

**

Sepulang sekolah, seperti biasa Rania di jemput oleh kekasihnya lain halnya dengan Sefa yang masih menikmati masa lajang nya sampai saat ini, ia hanya ingin fokus pada karirnya sebagai pianis di banding memikirkan pria yang hanya akan mengganggunya, begitulah pemikiran Sefa saat ini.

Sefa berjalan seorang diri menuju gerbang sekolah, suasana hari itu sudah cukup sepi karena bisa dibilang Sefa yang paling terakhir keluar kelas setelah pelajaran terakhir. Tin... Tinn... Suara klakson mobil hampir saja membuat Sefa terjatuh karena kaget nya. Benar, ia berjalan dengan setengah melamun memikirkan beberapa hal yang telah di lewatinya.

Mobil itu berhenti tepat di samping Sefa, terlihat kaca jendela yang perlahan terbuka dan menampakkan seorang pria yang duduk di depan setir mobil dengan penampilan yang cukup menarik layaknya anak muda lainnya. Tanpa

Sadar Sefa membuka sedikit mulutnya dengan mata yang tanpa berkedip menatap pria yang berada di dalam mobil tersebut.

"Masuklah." Ucap Kalandra yang menyuruh Sefa untuk masuk kedalam mobilnya.

Gadis itu masih terdiam dengan mulut yang menganga, Kalandra yang melihat ekspresi gadis itu menghela nafas nya pelan dan kemudian keluar dari mobil. Ia membuka pintu sebelahnya dan mendorong pelan Sefa hingga sampai masuk kedalam mobilnya.

Setelah di dalam barulah Sefa sadar dan hendak berteriak namun dengan segera Kalandra menutup rapat kaca mobilnya serta melaju dengan cepat. Perasaan Sefa mulai campur aduk tidak menentu, percuma dia berteriak karena tidak akan ada yang mendengarnya. Akhirnya Sefa memberanikan diri untuk membuka suaranya dan menanyakan kemana Kalandra akan membawanya pergi.

"Tenang saja aku tidak akan menculik mu." Ucap Kalandra dengan santainya.

"Tapi ini sama saja dengan penculikan, kau memaksa ku masuk tanpa seizin ku."

"Siapa suruh kau bengong di luar seperti tadi?"

"Apa karena wajah ku yang tampan kau sampai terkesima?"

Sefa langsung mengalihkan pandangannya yang semula menatap jalan menjadi menatap pria di sampingnya ia mengerutkan sebelah alisnya menatap heran pria aneh itu. "Kau bilang apa barusan? Apa aku tidak salah dengar?"protes Sefa. Walau pada kenyataanya memang tidak bisa di pungkiri jika apa yang di katakan Kalandra benar adanya tapi gadis itu tidak ingin mengakui semuanya karena itu bisa menjadikan Kalandra semakin besar kepala.

"Ehh.. ehh... Sepertinya aku tidak asing dengan jalan ini." Ucap Sefa yang memperhatikan kemana arah mobil yang di kemudian Kalandra.

"Rumah mu, apa kau sudah lupa jalan pulang?"

"Tapi bagaimana kau bisa tahu arah jalan ke rumah ku? jangan-jangan benar lagi apa yang di katakan Rania."

"Huh? Bicara apa teman mu itu?"

"Kau seorang pria mesum yang mengincar ku sejak lama."

Ciiittt... Kalandra menginjak rem mobil nya dengan tiba-tiba dan membuat Sefa hampir terbentur ke depan karena oleh nya. Disitu Sefa memarahi Kalandra dengan suara lantang nya dengan tempo yang cukup cepat seperti seorang rapper sampai pria itu menutup mulut Sefa dengan tangannya hingga membuat gadis itu berhenti mengoceh.

"Benar-benar gak waras teman kamu itu, ya kali orang ganteng plus keren gini di kata orang mesum." Ujar Kalandra yang lagi-lagi menyombongkan dirinya dengan tingkat kepedean yang diluar batas.

"Ya habisnya gerak-gerik mu seperti orang mesum." Ucap Sefa dengan suara pelan.

"Dasar gadis amnesia." Kalandra menyentil dahi Sefa pelan namun berhasil membuat gadis itu sedikit meringis dan mengusap-usap dahinya.

Kalandra atau biasa di panggil Alan itu kembali melajukan mobilnya hingga sampai tepat di depan rumah Sefa, tanpa mampir terlebih dulu pria itu langsung kembali melaju meninggalkan beberapa pertanyaan yang berputar di kepala Sefa. Gadis itu berbalik dan melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah dengan pikiran yang masih bingung seperti orang yang habis terhipnotis.

****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!