NovelToon NovelToon

DUA HATI SATU cinta

1. Kejadian Yang Tak Terlupakan

Di malam yang dingin serta dibawah guyuran hujan yang deras, Karisma harus mencari pinjaman uang untuk pengobatan ibunya. Sejak ayahnya pergi meninggalkan ibunya, Dewi selalu sakit-sakitan.

Mungkin karena merasakan sakit yang teramat dalam karena di tinggal oleh suami yang begitu ia cintai. Meski raganya terkadang kuat, tapi hatinya selalu terluka. Luka itu seperti luka menganga yang akan terasa perih saat teringat kejadian itu.

Sudah beberapa bulan terakhir Dewi selalu jatuh sakit. Terkadang ia mencoba menyembunyikan kesakitannya dihadapan Karisma anaknya. Saat itu Karisma memang masih sangat kecil, tapi sekarang Karisma sudah tumbuh menjadi wanita dewasa.

Sebagai wanita dewasa Karisma tahu betul jika ibunya sangat-sangat terluka karena pengkhianatan suaminya.

uhuk.. uhuk..

"Ibu tidak apa-apa? Sejak tadi ibu batuk terus, badan ibu juga panas sekali," ujar Karisma yang sejak tadi merasa khawatir saat melihat ibunya terbatuk. Karisma juga memegang dahi ibunya yang sangat panas.

"Tidak nak, ibu tidak apa-apa," jawab Dewi yang selalu saja menyembunyikan rasa sakitnya.

uhuk.. uhuk..

Lagi-lagi Dewi terdengar terbatuk. Sekuat apapun ia menahan rasa sakitnya, tapi sekarang Dewi tidak bisa menahannya lagi. Tenggorokonnya begitu lelah karena seharian terus saja merasakan batuk.

Ibunya terus saja terbatuk hingga ia mengeluarkan sedikit darah. Karisma merasa sangat khawatir dan cemas ketika melihat darah itu keluar dari mulut ibunya.

"Kita harus pergi ke dokter Bu," lirih Karisma.

"Tidak nak, ibu tidak apa-apa. Lagipula nanti juga sembuh sendiri," ujar Dewi yang masih saja terbatuk.

"Tidak apa-apa bagaimana darah keluar dari mulut ibu."

"Tapi kita tidak punya uang untuk berobat nak," timpal Dewi lirih.

Karisma terdiam untuk sesaat, yang dikatakan ibunya memang ada benarnya juga. Untuk makan sehari-hari saja mereka selalu kekurangan. Sekarang dari mana mereka mendapatkan uang untuk pergi berobat.

Cukup lama Karisma terdiam. Karisma memang tidak mempunyai uang sepeser pun. Meminjam kepada tetangga sangatlah tidak mungkin karena mereka selalu meminjam uang.

Tak berapa lama akhirnya Karisma memutuskan untuk pergi menuju rumah ayahnya. Meski jaraknya cukup jauh tapi Karisma harus pergi mendatanginya untuk mendapatkan uang.

Sebenarnya dulu ayahnya pergi meninggalkan Dewi hanya untuk bisa menikah dengan wanita kaya raya. Di tengah derasnya hujan Karisma terpaksa harus pergi menemui ayahnya.

"Tunggu aku sebentar bu, aku akan mencari pinjaman," pamit Karisma sebelum ia bergegas pergi.

"Tapi mau kemana nak? di luar juga hujan," lirih Dewi sambil terus terbatuk.

"Tidak apa-apa bu, jangan khawatir. Ibu tunggu dirumah ya," ujar Karisma yang segera bergegas pergi meski di malam hari dan dibawah guyuran hujan.

"Tapi Karisma tunggu," teriak Dewi yang merasa tidak tega saat melihat anaknya harus mencari uang.

Entah akan pergi kemana, yang jelas Dewi merasa begitu khawatir. Apalagi diluar hujan turun begitu derasnya.

"Kamu akan mencari pinjaman uang kemana nak," gumam batin Dewi dengan mata yang berkaca-kaca. Sebenarnya Dewi merasa tidak tega tapi ia juga tidak bisa berbuat apa-apa.

Di tengah guyuran hujan Karisma berlari menuju rumah ayahnya. Cukup jauh memang. Tapi ia tidak memiliki pilihan lain karena untuk naik angkutan umum saja Karisma tidak memiliki uang.

Setelah berlari beberapa meter akhirnya Karisma tiba dirumah ayahnya. Badan yang basah kuyup dan suasana yang begitu dingin membuat Karisma menggigil. Sesampainya dirumah Karisma segera mengetuk pintu.

tok.. tok..

"Non Karisma? Silahkan masuk non," ujar bi Sari yang merupakan asisten rumah tangga ayahnya.

"Iya bi terima kasih," ucap Karisma sambil masuk ke dalam rumah meski badannya basah kuyup.

Karisma bergegas menuju ruang tamu dengan badan yang bercucuran air hujan. Bi Sari segera memanggilkan majikannya Hermansyah yang berada di lantai atas. Namun ternyata yang pertama datang justru ibu sambungnya yang bernama Laila dan juga ke dua anaknya yang bernama Sinta dan Ferdi.

"Eh, eh kamu ini mengotori rumah saya ya! Lihat tuh lantainya jadi kotor!" pekik Laila yang melihat lantai rumahnya penuh dengan jejak kaki yang kotor dan basah.

Karisma yang duduk di ruang tamu seketika terperanjat saat mendengar ibu sambungnya memarahinya.

"Sudah, sudah mah. Bi tolong bersihkan!" titah Hermansyah.

"Baik tuan,"jawab Bi Sari yang segera bergegas ke dapur untuk mengambil peralatan pel.

"Ada apa malam-malam begini ke rumah Karisma?" tanya Hermansyah sambil menautkan kedua halisnya.

"Ibu yah ibu sakit keras," jawab Karisma lirih.

"Lalu kenapa kamu tidak membawanya kedokter?" ujar Hermansyah yang masih belum mengerti dengan kedatangan anaknya.

"Justru karena itu aku ke sini yah. Aku ingin meminta uang untuk pengobatan ibu," lirih Karisma.

"Mah tolong ambilkan uang lima ratus ribu untuk Karisma," tukas Hermansyah kepada istrinya.

"Apa? lima ratus ribu? uang segitu mana cukup untuk berobat ibu. Belum lagi kami harus membayar kontrakan, bayar kuliah," timpal Karisma yang merasa tidak terima saat ayahnya hanya bisa memberikan uang sebesar itu. Padahal ayahnya sangatlah kaya raya.

"Hellow, sudah untung dikasih juga. Zaman sekarang mana ada uang gratis," ujar Laila yang merasa kesal.

"Sejak dulu ayah memang tidak pernah bertanggungjawab! ayah memang tidak pantas disebut ayah!" pekik Karisma yang tersulut emosi.

Mendengar anaknya berkata demikian membuat ayahnya tidak terima. Spontan Hermansyah menampar Karisma.

Plak! plak!

Tak hanya sekali Hermansyah menampar anaknya. Dia bahkan menampar anaknya di pipi kanan dan di pipi kiri Karisma hingga ia tersungkur ke lantai. Bahkan dipipinya terlihat begitu jelas bekas tamparan ayahnya.

"Apa yang kamu katakan? tidak pantas kamu mengatakan hal itu pada ayahmu sendiri!" pekik Hermansyah yang lagi-lagi menampar Karisma hingga bibirnya sedikit berdarah.

Sinta yang melihat kejadian itu pun merasa tidak tega dan ingin menghentikan perbuatan ayahnya.

"Ayah sudah hentikan! kasihan Karisma," lirih Sinta.

"Sudah biarkan saja, biar dia tahu rasa!" pekik Laila yang menghalangi anaknya Sinta.

Laila justru merasa sangat senang saat melihat suaminya menyakiti Karisma. Dia tersenyum senang saat menyaksikan Karisma yang di tampar berkali-kali.

"Ayah ini memang tega! Aku tidak sudi memanggilmu seorang ayah!" pekik Karisma sambil bergegas pergi.

"Sampai kapanpun aku tidak akan pernah melupakan kejadian ini!" pekik Karisma sambil bergegas pergi.

Karisma merasa sangat menyesal karena telah datang ke tempat yang salah. Karisma pikir ayahnya akan memberikan cukup uang untuk mengobati istrinya yang sedang sakit parah. Namun ternyata apa yang Karisma dapatkan, ia hanya mendapatkan siksaan dan makian dari keluarga ayahnya.

Masih di tengah guyuran hujan Karisma harus pulang dengan tangan kosong. Dia benar-benar kecewa dan merasa sangat sakit hati atas tindakan ayahnya kepada dirinya.

2. Hampir Kecelakaan

Di tengah guyuran hujan yang deras Karisma berlari sambil menahan rasa sakit hati atas perilaku ayahnya. Seumur hidupnya Karisma tidak akan pernah melupakan kejadian saat ayahnya menamparnya.

Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula, itulah yang Karisma alami. Bukannya uang yang Karisma dapatkan tapi justru siksaan, cacian bahkan makian yang ia dapat. Karisma terus saja berlari sampai akhirnya ia merasa begitu lelah.

Karisma menepi sebentar untuk beristirahat. Namun tiba-tiba ada sebuah mobil yang hampir saja akan menabrak Karisma.

tidid..

Terdengar suara klakson mobil yang seolah memberikan isyarat agar Karisma segera pergi dari tempat itu. Namun sayang karena laju mobil yang begitu cepat akhirnya Karisma terserempet mobil.

Supir yang ada di dalam mobil pun seketika keluar untuk melihat keadaan Karisma.

"Saya benar-benar minta maaf mba, saya tidak sengaja. Apa anda baik-baik saja?" tanya seorang laki-laki yang masih muda serta tampan.

"Iya saya tidak apa-apa, aduh.." ujar Karisma sambil memegangi tangan kanannya yang ternyata lecet karena terkena bahu jalan saat menghindari mobil itu.

"Coba saya periksa," tukas Reza sambil melihat tangan kanan Karisma yang lecet.

"Biar saya obati, tunggu sebentar," ucap Reza sambil bergegas menuju mobilnya untuk mengambil kotak P3K.

Reza setengah berlari dan segera mengobati luka pada tangan Karisma. Dengan sangat hati-hati Reza mulai mengusap dan membersihkan lukanya menggunakan alkohol.

Setelah itu Reza memberikan betadin pada tangan Karisma.

"Aduh," ujar Karisma yang merasa perih pada bagian tangannya.

"Maaf, tolong bersabar sebentar," timpal Reza.

Beberapa menit kemudian akhirnya Reza beres mengobati luka Karisma.

"Sekali lagi maafkan saya. Saya benar-benar tidak sengaja," ucap Reza yang kembali membuka pembicaraan.

"Ya tidak apa-apa, ini juga salahku karena tidak fokus saat berjalan," lirih Karisma dengan mata yang masih berkaca-kaca.

"Maaf sebenarnya anda mau kemana malam-malam begini, berbahaya bagi seorang wanita berada diluar," timpal Reza yang merasa sangat menyesal karena melakukan kesalahan ini.

Karenanya dia hampir mencelakai seseorang.

"Sebenarnya saya akan meminjam uang untuk berobat ibu saya. Namun ayah saya justru menyiksa dan menampar saya," lirih Karisma yang kembali teringat akan kejadian tadi.

Mendengar hal itu membuat Reza merasa iba. Dia benar-benar merasa kasihan pada Karisma.

"Kalau begitu biar saya yang akan mengantarmu pulang ke rumah," ucap Reza.

"Tidak usah repot-repot," timpal Karisma.

"Ini tidak merepotkan, anggap saja aku berhutang budi kepadamu."

Setelah berbicara seperti itu akhirnya Karisma mau diantar pulang oleh Reza. Walaupun sebenarnya merasa tidak enak tapi Karisma terpaksa menerima bantuannya karena perjalanannya masih sangat panjang.

Ditambah Karisma sangat mengkhawatirkan keadaan ibunya yang si tinggal seorang diri. Dengan kecepatan yang tinggi akhirnya Karisma tiba di rumah. Rumah kontrakan yang cukup sederhana.

"Ibu baik-baik saja?" tanya Karisma saat melihat ibunya yang setengah tertidur.

"Tidak, tidak apa-apa. ibu hanya mengantuk saja," ucap Ibunya lirih.

"Biar saya yang akan mengantar ibu ke rumah sakit," tawar Reza.

"Tapi kamu siapa?" selidik Dewi.

"Aku tidak sengaja akan menabrak anak ibu, tapi beruntung dia tidak apa-apa," jelas Reza yang mencoba menceritakan pertemuan nya dengan Karisma.

Dewi segera melihat keadaan Karisma dan beruntung dia tidak apa-apa. Tak berapa lama Dewi segera dibawa ke dokter untuk diperiksa.

Kekhawatiran Ibu

Beberapa bulan berlalu. Karisma masih tetap bekerja di sebuah restoran yang terkenal itu. Karisma mulai merasa kelelahan karena waktu kerja yang terus bertambah. Semakin hari pengunjung yang berdatangan pun semakin ramai.

Untuk itu semakin hari Karisma harus semakin memberikan penampilan terbaiknya. Bahkan semakin malam pengunjung pun semakin ramai berdatangan.

Yang berdatangan di tempat itu tidak hanya anak muda saja. Pasangan-pasangan muda bahkan orang tua pun masih banyak berdatangan. Karisma merasa senang karena banyak yang menyukai penampilannya.

Tak terasa hampir semalaman Karisma bekerja kini tiba saatnya Karisma untuk pulang. Entah berapa banyak lagu yang sudah dia nyanyikan, yang jelas hari ini begitu melelahkan. Karisma pulang menggunakan taksi online yang sebelumnya ia pesan.

Sementara saat menunggu taksi, dari kejauhan Ferdi seperti melihat Karisma yang berada di depan restoran. Ferdi terus memandang wanita itu dari dalam mobilnya dan benar saja ternyata dia tidak salah melihat.

"Itu seperti Karisma, tapi sedang apa dia disini?" gumam batin Ferdi saat melihat Karisma sedang berada di depan restoran yang cukup terkenal itu.

"Tapi emang gue pikiran, dia mau ngapain kek gue ga perduli," umpat Ferdi yang kebetulan saat itu sedang melintas di daerah tempat Karisma bekerja.

Tanpa menyapa atau menghampirinya, Ferdi segera meninggalkan tempat itu. Ferdi memang tidak pernah suka terhadap Karisma meski dia adalah adiknya. Mungkin karena hanya adik tiri yang membuat Ferdi tidak menyukai Karisma.

Seharusnya sebagai kakak yang baik Ferdi menghampiri Karisma dan mengantarkannya pulang. Jangankan mengantarkan pulang bahkan menyapanya pun tidak.

"Bukannya tempat ini terkenal dengan penyanyinya. Apa dia bekerja disini? ah sudahlah," gumam batin Ferdi lagi yang segera melajukan mobilnya dengan kecepatan yang tinggi.

Padahal Karisma tidak memiliki seorang kakak ataupun adik. Jika saja mereka akur mungkin kehidupan Karisma akan menjadi lebih indah. Tak berapa lama setelah beberapa menit menunggu akhirnya taksi Karisma datang.

Karisma segera menaiki mobil itu. Suasana yang semakin larut membuat jalanan terasa begitu sepi. Satu jam kemudian akhirnya Karisma tiba di halaman rumahnya.

"Terima kasih pa," ujar Karisma setelah turun dari mobilnya.

"Sama-sama neng," ucap supir itu sambil bergegas pergi.

Dewi yang sejak tadi menunggu kedatangan anaknya kembali terbangun saat mendengar suara mobil. Sejak tadi Dewi memang menunggu anaknya karena malam sudah semakin larut namun Karisma tak kunjung datang.

Entah sudah beberapa kali Dewi tertidur di ruang tamu. Namun untuk beberapa kali juga ia terbangun karena teringat dengan anaknya yang tak kunjung pulang. Bahkan waktu sudah menunjukan tengah malam tapi dimana Karisma.

Beberapa saat kemudian terdengar suara orang mengetuk pintu.

Tok.. tok.

"Assalamualaikum bu," ujar Karisma saat mengetuk pintu.

"Waalaikumsalam nak," jawab Dewi yang segera membukakan pintu.

"Kenapa jam segini baru pulang nak?" tanya Dewi sambil membawakan makanan dan minuman untuk anaknya.

"Tadi di restoran ramai sekali bu, makanya aku harus lembur," jawab Karisma yang segera menyantap makanan yang dibawa ibunya dari dapur.

Bekerja sejak sore sampai malam membuat Karisma merasa begitu lapar dan kelelahan. Ditambah perutnya begitu keroncongan karena ia tidak sempat makan. Sejak mulai bekerja Karisma terus saja bernyanyi.

"Ibu sendiri kenapa belum tidur? Kenapa harus nunggu aku bu?" tanya Karisma setelah menghabiskan makanannya.

"Ibu tidak bisa tidur nak. Sudah beberapa kali ibu mencoba memejamkan mata, tapi rasanya sulit sekali. Hati ibu tidak tenang memikirkan kamu yang belum pulang nak," tambah Dewi.

Mendengar hal itu membuat Karisma menjadi tidak enak pada ibunya. Gara-gara Karisma ibunya tidak bisa tidur nyenyak.

"Maafkan aku bu, gara-gara aku ibu jadi ga bisa tidur," ujar Karisma lirih.

"Tidak apa nak, ibu hanya merasa khawatir saja karena kamu belum pulang," tukas Dewi.

Sebagai seorang ibu, Dewi pasti akan merasa khawatir saat anaknya belum pulang. Meski anaknya sudah tumbuh dewasa tapi Dewi tetap merasa tidak tenang saat Karisma belum tiba di rumah.

Sementara di tempat lain Ferdi baru saja tiba di rumahnya. Dia segera bergegas menuju kamar Sinta hanya untuk berbincang sebentar.

tok.. tok..

"Sin, lagi apa? loe belum tidur?" tanya Ferdi sambil bergegas masuk ke dalam kamar Sinta.

"Belum kak, aku belum ngantuk. Ini lagi baca novel online," jawab Sinta yang sejak tadi anteng memegangi ponselnya sambil rebahan.

"Loe itu ya ga ada bosen-bosennya baca novel," pekik Ferdi.

"Biarin, rame tahu!" tukas Sinta.

"Eh loe tahu ga tadi gue liat Karisma di depan restoran yang terkenal itu. Ga tau deh lagi ngapain," ujar Ferdi sambil merebahkan tubuhnya di atas ranjang Sinta.

"Wah lagi ngapain kak? Terus kakak nanya ka Karisma?" tanya Sinta antusias.

"Males gue, nyamperin aja engga!" pekik Ferdi.

"Ih kakak kok gitu sama adik sendiri juga," lirih Sinta.

"Yeay, bagi gue cuma elo adik gue satu-satunya," tegas Ferdi.

Merasa kesal karena kakaknya berkata seperti itu, Sinta mengusir Ferdi dari kamarnya. Berbeda dengan Ferdi, Sinta tidak pernah membenci Karisma. Bahkan Sinta sudah menganggap Karisma sebagai kakak kandungnya sendiri.

"Awas loh ya besok kalau mau ikut," pekik Ferdi yang sudah berada di ambang pintu.

"Pokoknya kakak keluar. Biarin aku ga akan ikut juga!" tegas Sinta yang segera menutup pintu dan segera menguncinya dari dalam kamar.

Ferdi yang merasa kesal pun hanya bisa mengumpat sambil bergegas menuju kamarnya. Terkadang Ferdi merasa heran kenapa bisa-bisanya adiknya marah hanya karena gara-gara Ferdi tidak mengajak Karisma pulang.

"Dasar ya elo itu memang aneh!" umpat Ferdi.

Di dalam kamarnya Ferdi tak lantas cepat tidur, dia justru malah memainkan ponselnya dan menelpon sahabatnya Reza. Sejak kecil mereka sudah berteman dengan baik.

Bahkan hingga mereka tumbuh dewasa saat ini mereka masih berteman baik. Tak jarang Sinta pun selalu ikut bermain bersama mereka. Hingga akhirnya karena seringnya bertemu membuat Sinta menaruh perasaan pada Reza.

Keesokan harinya Reza sudah datang pagi-pagi sekali. Sinta yang melihat kedatangan Reza pun merasa senang. Hari ini Reza juga terlihat begitu rapi dan tampan.

"Wah kalian mau kemana sudah pada rapih begini?" tanya Sinta yang melihat kepergian mereka berdua.

"Kami mau jalan-jalan apa kamu mau ikut?" ajak Reza.

"Yah kok elu ngajak dia segala?" timpal Ferdi yang merasa keberatan.

"Biarin kali Fer, biar tambah seru!" tukas Reza.

"Ya udah kalau begitu aku siap-siap dulu ya," ujar Sinta yang merasa sangat senang dan segera menuju kamarnya untuk mengganti pakaiannya.

Sinta merasa sangat senang sekali karena hari ini dia akan pergi jalan-jalan dengan Reza dan juga kakaknya Ferdi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!