NovelToon NovelToon

Madu

Episode 1

Pagi ini, cuaca terasa sangat cerah. Pohon-pohon rindang seperti menyambut kedatangan langkah kakiku. Derap kaki kecilku seolah mengundang serpihan angin

untuk datang dan membelai ujung jilbab panjangku. Aku duduk dibawah pohon yang lumayan rindang. Setidaknya sambil menunggu jam kuliah dimulai. Aku memang terbiasa tidak langsung menuju kelas dan lebih suka datang lebih awal hanya untuk duduk menikmati suasana pagi dikampus.

"Assalamualaikum Aisyah,". Aku yang asyik membuka buku sontak mendongak menuju asal suara.

"Waallaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh,". Jawabku dengan ramah. Orang yang memberikan salam ternyata Azizah, teman kelasku.

"Sudah dari tadi kah kamu Syah?,".

"Emm.. tidak kok, baru aja aku buka buku mata kuliah skripsi pak Doni,".

"Oh iya, aku kira sudah lama. Kamu sudah makan Syah?,".

Aku menggeleng kan kepala, yang berarti memberikan jawaban belum. Sebenarnya aku sudah berniat untuk puasa dihari kamis ini, lagian sudah menjadi kebiasaanku berpuasa Sunnah setiap Senin dan Kamis. Tapi aku enggan menjelaskan atau sekedar memberi tahu kepada Azizah bahwa aku sedang berpuasa. Bukannya apa-apa, aku tidak mau pahala laparku hilang karena adanya unsur sombong tanpa aku sadari.

"Mau makan ke kantin tidak yuk?. Mumpung masih ada waktu sebelum perkuliahan dimulai?,". Ajak Azizah kepadaku.

"Emm... aku ngga bisa, maaf yah,".

"Oh iya, kamu pasti lagi puasa sunnah ya?. Ini hari apa si?. Bukannya ini hari Jum'at ya Syah? ,". Tanya Azizah kebingungan. Karena dia mengira kalau hari Ini adalah hari Jumat.

"Mana ada hari Ini hari Jumat Zah?. Ini hari Kamis. Kamu ini maunya cepet-cepet hari Ahad aja ya?. Hehehe,". Aku meledeknya.

"Hah?. Iya kah hari ini hari Kamis?,".

"Iya Azizah bawel,". Aku tersenyum.

"Hahaha, astaghfirullah, aku terlalu banyak memikirkan skripsi, sampai lupa hari,". Sanggah dia sok membela diri.

"Kamu bisa saja ngeles nya, bilang aja kebanyakan mikirin mas Dani ya kan?,". Godaku pada nya. Azizah memang sangat naksir dengan mas Dani. Mahasiswa fakultas teknik yang juga terkenal sangat pandai itu. Bahkan bisa dibilang kalau Azizah itu sangat mengidolakan dan terobsesi pada mas Dani.

"Asiyah, kamu nggak boleh julid, inget loh, ukhty-ukhty ngga boleh nakal,". Canda nya sambil meledekku. Dia memang sering meledekku, memanggilku ukhty ukhty yang dalam bahasa Arab artinya adalah saudariku. Aku tak keberatan dengan ledekan itu. Lagi pula itu sudah menjadi kebiasaan anak-anak pada umumnya, kalau melihat perempuan dengan jilbab panjang dipanggil ukhty-ukhty, apalagi aku yang lengkap dengan selembar kain diwajah. Aku sendiri tidak tahu, apakah mereka tau arti dari kata ukhty?.

"Sekali-kali nakal dan ledekin kamu ngga papa kan?. Haha...,". Sanggahku sambil lari meninggalkan Azizah. Takut kalau-kalau dia tiba-tiba mencubit ku. Aku tipe manusia yang paling benci dengan namanya dicubit. Bagiku, lebih baik di pukul, atau diapakan gitu dari pada dicubit. Rasanya dicubit itu sakitnya nggak hilang-hilang. Bahkan aku sering reflek memukul orang yang mencubit ku sambil menangis. Entahlah aku ini kenapa.

"Asiyah, jangan kabur kau ya, aku tau kau kabur karena takut aku cubit kan?. Hahahaha,". Dia ikutan mengejar ku yang lari terbirit-birit menuju ruang kuliah.

Aku lumayan tersengal-sengal nafasnya. Aku bisa dikatakan sangat jarang berolahraga. Astaghfirullah.. bagiku, membereskan dan membersihkan rumah membantu Umi itu sudah dinamakan olahraga. Ternyata itu belum cukup, itu sangat terbukti dengan pola nafasku yang masih ngos-ngosan. Padahal lari hanya jarak pendek saja.

Aku melihat azizah juga datang dari balik pintu dengan keringat didahi dan nafas tersengal-sengal sepertiku. Aku hanya nyengir dibalik cadarku. Nampaknya Azizah mengetahui kalau aku menertawakan dia yang masih berusaha mengatur nafasnya. Dia lantas duduk di sampingku. Aku masih dalam posisi siaga, takut tiba-tiba dia reflek mencubit ku.

"Gila ya Syah, keliatan banget kalo gue ga pernah olahraga. Hahaha,".

"Hahaha... sama aku juga, ga pernah olahraga. Lari dikit langsung ngos-ngosan kayak habis lari maraton,".

"Syah, kamu yakin masih kuat puasa?. Habis lari-lari?,".

"Aku nyengir dan mengangguk pelan,". Walaupun sebenarnya tenggorokan lumayan kering.

Azizah menggeleng pelan, dia tau kalau aku cengar-cengir. Walaupun tidak langsung terlihat karena tertutup cadar. Azizah dan teman-teman yang lainnya biasa melihat ekspresiku lewat kedua bola mataku.

Aku memang sudah memutuskan memakai cadar dari kelas 3 SMA. Alhamdulillah sampai sekarang aku menginjak semester 6. Banyak suka duka dibalik semuanya. Lagi-lagi aku bersyukur Allah masih memberikan hidayah untukku agar bisa tetap Istiqomah dengan pakaian ini.

"Serius Syah, kadang gue ngiri sama elu. Elu udah cantik, pinter, solihah. Hmm... kapan ya Syah gue bisa kaya elu?,". Celoteh Azizah dengan tatapan menerawang ke arah pintu.

"Apaan si kamu Zah, jangan berlebihan gitu. Aku ngga cantik, biasa aja, pinter juga engga. Pas-pasan,". Aku menghela nafas panjang.

Kadang sedih, ketika banyak temen dan saudara yang mengira diriku adalah orang yang solihah, orang yang baik. Padahal dibalik itu semua, aku tetap seorang manusia pendosa yang Allah tutupi aib-aib nya.

"Astaghfirullah,". Ucapku lirih.

"Kenapa Syah?. Aku salah ngomong yah?,". Sorry ya kalau gue salah ngomong Syah.

"Apaan si zah, siapa yang salah ngomong?,". Tanyaku menatap wajah Azizah bingung.

"Lah itu tadi elu nyebut gitu,".

"Hahaha... emang kalau orang istighfar harus karena ada kesalahan orang lain dulu gitu?,". Aku terkekeh mendengar apa yang di ucapkan Azizah.

"Hahaha... sialan. Ya engga juga Syah. Elu mah. Gue ngambek nih,". Rengek dia.

"Eits.... ga boleh ngambek. Nanti mas Dani ngga suka loh?. Hahaha,". Aku kembali meledekinya.

"Asiyah!!. Jangan mulai lagi. Jangan kenceng-kenceng dong elu bilang nya. Kan berabe kalo banyak yang denger,". Wajahnya manyun.

"Emang kenapa kalo banyak yang denger Zah?. Bukannya seneng ya?, kan bisa jadi viral?,". Aku terkekeh.

"Hahaha.... masalahnya, bukan itu Syah. Gue si suka-suka aja jadi viral. Lumayan kan bisa jadi artis sementara. Hahaha,".

Aku geleng-geleng kepala mendengarkan celoteh Azizah yang begitu pedenya.

"Terus apa masalah nya dong?,". Tanyaku lagi.

"Masalah nya nih ya, gue kasih tau ke elu. Nanti tuh ya Syah, gue jadi banyak saingannya. Secara elu tau sendiri kalo mas Dani itu terkenal dikalangan kaum hawa yang kecentilan kan?,". Jawabnya penuh dengan keseriusan.

Aku berusaha menahan tawa mendengar jawaban Azizah barusan. Tapi aku gagal. Aku akhirnya tertawa sambil memegangi perut ku yang kram.

"Banyak saingan?,". Hahahaha.

Lagi-lagi aku kembali tertawa.

"Aisyah... serius ini ih, jangan tertawa mulu,". Nampaknya Azizah mulai kesal dengan ulahku. Aku sontak langsung menghentikan tawaku.

"Iya iya iya, maaf-maaf. Tapi kok buat aku mas Dani B aja ya?,". Jawabku dengan nada yang di serius-seriuskan takut Azizah makin ngambek.

"Ya iyalah, buat elu mah mas Dani biasa aja. Secara elu kan sukanya sama pak ustadz yang alim gitu ya kan?,". Hahaha, terdengar suara tawa Azizah.

"Ih apaan si, ya nggak ustadz juga kali,".

Tiba-tiba ruang kelas semakin penuh dengan mahasiswa-mahasiswa dan selang beberapa menit, dosen pengajar matakuliah skripsi yang tak lain pak Doni datang memasuki kelas. Mengucapkan salam kepada mahasiswanya dan mulai mengajarkan materi-materinya.

Aku, Azizah dan mahasiswa yang lainnya fokus dengan kuliah pak Doni. Karena mata kuliah ini adalah nyawa bagi mahasiswa pejuang S1. Bahkan sering jadi momok menakutkan SKRIPSI.

Episode 2

Pulang kuliah, tepatnya pukul 5 sore. Aku meminta Azizah untuk menemaniku membeli jajanan untuk berbuka puasa. Karena kebetulan, Azizah ternyata juga sedang ingin mencari sesuatu untuk dibawa pulang. Katanya untuk teman mengerjakan tugas.

"Syah... kita mau naik apa ke pasar jajan nya?,".

"Bagaimana kalau pake becak saja Zah?,".

"Apa?!, becak Syah?!!,". Azizah memekik.

Aku bingung melihat ekspresi aneh nya. Kenapa sekaget itu mendengar kata becak?. Apa dia tidak pernah pakai becak?. Gumamku dalam hati.

"Iya becak Zah?, kenapa si?,". Tanyaku bingung.

"Hehe... ngga papa si, tapi apa iya harus becak Syah?. Nggak pakai grab car atau taksi aja gitu Syah?,". Mukanya seperti memelas, memohon, dan menggaruk kepalanya yang menggunakan jilbab motif batik yang tidak gatal itu.

"Jangan bilang kamu ga pernah pake becak Zah,". Tanyaku setengah menyelidik.

"Heheh... ya pernah si, tapi itu jaman orok Syah. Jaman gue masih ingusan,". Jawabnya sambil cengengesan.

"Udah jangan bawel, nanti mas Dani marah. Masa naik becak aja ga mau. Hehe,". Aku menarik tangan Azizah dan memanggil bapak tukang becak. Tak menunggu waktu lama, becak datang. Azizah juga ikut membuntuti aku sambil manyun-manyun ngga jelas. Rasanya ingin tertawa. Tapi aku menahannya.

"Pak ke pasar jajan yang deket simpangan Sudirman ya,". Ucapku pada bapak tukang becak itu.

"Baik mbak,". Jawab tukang becak datar.

Sepanjang perjalanan, aku sangat merasakan kebahagiaan. Entahlah, aku mudah sekali bahagia hanya karena hal-hal kecil yang bagi orang lain justru memalukan. Contohnya naik becak seperti sekarang ini. Bagiku naik becak itu mengasyikan. Selain bisa menghirup udara sepuasnya, juga bebas melihat sekeliling tanpa ada sekat. Sangat berbeda ketika menggunakan alat transportasi lainnya, seperti mobil, atau motor. Laju nya terlalu cepat, bagiku itu sangat tidak menikmati perjalanan.

"Syah... ,". Panggil Azizah.

"Iyah Zah...,". Jawabku.

"Syah... kamu ga ada niatan untuk menikah muda?,". Tanya nya dengan mata kosong.

Aku sontak langsung mengalihkan pandangan ke arah Azizah duduk. Apa-apaan dia. Tiba-tiba menanyakan hal konyol seperti itu kepada ku. Nikah muda?, jadi istri di usia muda?, masih kuliah?. Sama sekali aku tidak pernah membayangkannya walau sedikit.

"... Plakk...,". Tanganku memukul bahunya.

"Aaww.... apa-apaan si lu Syah. Kok gue di pukul?!. Ditanya bukannya jawab malah mukul,". Jawab nya agak kesal karena kaget aku pukul.

"Hehehe... aku cuman memastikan kalo kamu nannya kaya gitu masih dalam keadaan sadar, lagian ada-ada saja. Tiba-tiba tanya masalah sensitif, ga ada angin ga ada halilintar,". Ucapku.

"Yaelah Syah, itu bukan masalah sensitif, elunya aja yang terlalu fokus dengan kuliah. Lagian usia kita udah hampir menginjak 22 tahun,". Jelasnya.

Aku merenungi apa yang di katakan oleh Azizah. Nampaknya benar, selama ini aku emang terkesan sangat cuek dengan hal-hal yang berbau asmara atau dengan lawan jenis. Bukan berarti aku ngga normal loh ya. Hanya saja selalu aku merasa belum saatnya memikirkan itu. Lagi pula, Abi dan Umi belum pernah menanyakan masalah menikah. Apalagi di usia muda. Aku melamun.

"Heeehhh ....!!, malah ngelamun,". Seru Azizah membangunkan kesadaran ku.

"Yeehh... siapa yang melamun si. Aku lagi memikirkan sesuatu yang penting. Hehehe,".

"Apa itu apa Syah?. Oh ya, aku tau. Jadi kamu sudah memikirkan rencana untuk nikah muda?. Wahhh... cepat sekali respon kamu Syah. Sama siapa Syah?,".

Azizah nyerocos begitu saja tanpa henti. Sampai aku mendengar suara tertawa bapak becak di belakang sana. Mungkin ini bapak merasa aneh, atau bahkan lucu melihat tingkah dan pembicaraan aku dan Azizah. Dan bener saja. Baru aku bergumam, bapak itu tiba-tiba memberikan pendapatnya tanpa aku dan Azizah minta.

"Iya ngga ada salah nya neng, nikah muda kan ibadah. Apalagi perempuan bercadar kaya eneng banyak tuh yang masih usia 19 tahun, 20 tahun sudah pada punya suami. Katanya si buat menghindari hal-hal zina. Tapi bagus lah, jadi kan katanya kalo orang nikah, pegang tangan suami atau istri aja dapat pahala. Jadi ibadah nya banyak neng,". Ucap bapak tukang becak itu.

"Nahh... dengerin tuh Syah. Lagian elu kan sering ikut pengajian yang tak jarang bahas masalah rumah tangga. Masa elu ga ada ketertarikan buat nikah muda?,".

Lagi-lagi aku diam saja, dan lebih milih menikmati perjalanan sambil dengerin Azizah dan bapak tukang becak saling ngobrol ngalor ngidul.

"Ayok Syah turun. Sudah sampe,".

Sergah Azizah kepadaku. Dan benar saja, ternyata sudah sampai di pasar jajanan yang kami tuju.

"Kok cepet banget Zah?,". Tanyaku polos.

"Cepet darimana nya Syah. Elu aja dari tadi ngelamun Mulu. Gue ngobrol banyak sama bapak tukang becak juga elu ga dengerin kan?,".

Aku cuman bisa nyengir saja sambil mengiyakan semua apa yang dikatakan Azizah kepadaku. Emang sedari tadi aku hanya melamun dan menikmati semilir angin. Entah apa yang aku pikirkan saat itu, yang jelas nyaman dan tenang sekali rasanya.

Pasar jajanan terlihat sangat ramai. Setiap hari Senin dan Kamis selalu ramai. Karena di lingkungan kampus alhamdulillah banyak juga mahasiswa dan mahasiswi yang menjalankan puasa sunnah, dan tidak bisa dibayangkan ketika bulan suci ramadhan datang. Rasanya semua manusia bertumpah ruah di pasar ini.

Pasar jajanan selain apa aja ada dan tersedia, harganya pun terjangkau. Bahkan relatif sangat murah untuk ukuran anak kuliahan. Apalagi dengan kualitas rasa seenak itu, nggak kalah dengan jajanan dimall-mall atau toko-toko ternama.

"Syah... elu mau beli apa buat buka puasa?, nanti biar gue aja yang ngantri. Elu duduk aja di kursi,". Tangannya memberikan arahan kepadaku agar aku duduk dikursi bawah pohon yang memang disediakan untuk duduk.

"Ngga usah Zah, aku ikut antri aja ngga papa,".

"Jangan lah, elu kan lagi puasa. Perut elu kosong. Nanti kalo elu sampe pingsan gara-gara ngantri panjang. Gue juga yang repot kan?. Hahaha,".

"Enak aja. Aku kuat kok Zah, lagian kasian kamu antri sendirian,".

"Kamu mau nitip, atau aku ngambek,". Kali ini nada Azizah setengah mengancam. Bukan setengah lagi. Tapi memang mengancam.

"Yasudah iya,". Jawabku mengalah dan menyerah,". Aku ingin roti pai coklat, jus mangga, sama salad buah, kalau ada kurma boleh deh yang kemasan kecil saja ya. Hehe..,". Makasih Azizah sayang.

"Oke siap, udah sana elu duduk aja. Tungguin gue. Jangan tinggalin gue kaya mantan-mantan gue yang dulu,". Sambil nyengir dan mulai baris antri.

Aku cuman bisa tersenyum, dan lagi-lagi menggeleng-gelengkan kepala kecil karena ulah Azizah. Sedikit bercerita tentang Azizah. Dia gadis kelahiran Cirebon, dan sekarang dia merantau diSolo untuk kuliah.

Dari awal semester, dia sangat ramah kepadaku. Bahkan tidak pernah sedikitpun menunjukkan wajah tidak suka karena penampilanku yang asing dan berbeda dari yang lainnya. Dia satu-satunya orang yang selalu bisa bikin aku tersenyum, bahkan tertawa tanpa sadar. Karakter dia memang sangat jauh berbeda dari pada aku. Dia tipe orang yang cuek, apa adanya, dan tidak mudah tersinggung, dan satu lagi cukup bawel.

Azizah sudah aku anggap seperti keluarga sendiri. Dia juga sudah sering main kerumahku. Karena memang aku asli kelahiran Solo dan rumahku tidak terlalu jauh dari kampus tempatku kuliah. Abi dan Umiku bahkan adikku yang kecil sudah sangat akrab dengan Azizah. Aku selalu bersyukur sama Allah, karena telah mempertemukan aku dengan Azizah.

Azizah datang, mengangkat kedua tangannya yang penuh dengan kantong kresek. Dia seolah-olah menunjukkan bahwa dirinya seperti sosialita yang sedang bawa banyak belanjaan mewah.

Aku terkikik melihat ulahnya.

Episode 3

Waktu menunjukkan pukul 20:00, dan aku masih duduk di meja belajar, tak bergeming setelah menunaikan sholat isya. Ada banyak hal yang membuat aku betah berlama-lama dimeja belajar, apalagi kalau bukan tugas-tugas kuliah. Bagiku mengerjakan tugas-tugas seperti mendapat tantangan tersendiri.

Tiba-tiba handphone berkedip

ternyata ada pesan WhatsApp yang masuk, kuliahat itu pesan dari grup kelas.

Kurang lebih bunyinya seperti ini.

"Assalamualaikum, diberitahukan kepada teman-teman semester 6, bahwa mulai besok setiap hari Jum'at akan diadakan mata kuliah wajib yang harus diikuti mahasiswa semester 6. Mata kuliah itu adalah mata kuliah bahasa Arab. Info dari pak dekanat bahwa pengajar baru besok sudah bisa menyampaikan materinya, dan pengajar merupakan lulusan S2 Madinah. Untuk jam nya menyusul. Demikian info yang dapat saya sampaikan. semangat .... !! TTD : Dekanat Fakultas Farmasi,".

Banyak sekali chatt-chatt yang bermunculan, dari yang merutuki, yang senang, bahkan sampai yang marah-marah hebat, dan lagi-lagi aku biasa saja. Bahkan cenderung tertarik dengan pelajaran bahasa arab.

Azizah WA :

"Syah... kenapa si mesti ada matakuliah wajib. Mana hari Jumat lagi. Kan biasanya kita bisa pulang lebih cepat. Sumpah gue betek Syah. rasanya pengen ngamuk sama pak dekan,".

Ternyata Azizah pun termasuk dalam kelompok yang ngamuk-ngamuk. Hanya dia tidak menyampaikan langsung di grup kelas.

To Azizah :

"Yasudah dinikmati saja. Kan kampus kita latar belakangnya emang lebih menonjolkan sisi-sisi keislaman. Jadi mungkin dengan adanya matakuliah bahasa arab. Bisa menjadikan kita manusia-manusia yang lebih baik lagi,".

Azizah WA :

"Ya iya si. Tapi kenapa harus rutin coba. Kan ngga ada hubungannya sama jurusan kita gitu loh,".

To Azizah :

"Walaupun ga ada hubungannya sama jurusan kita, setidaknya ada hubungannya dengan kita yang beragam muslim. Bukankah Al-Qur'an juga di tulis dengan bahasa arab?. Bahasa nabi kita Muhammad Shalallahu allaaihi wassalam juga bahasa arab?,".

Azizah WA :

"Iya iya ukhty ustadzah. Mau curhat malah dicerahamin. Hmmm... yaudah deh. Jangan lupa ngerjain tugas buat besok. Biar aku tinggal nyontek. Oke ukhtiy cantik. Haha... bye-bye. Aku mau tidur. Sampai ketemu besok,".

Aku cuman senyum-senyum membaca deretan jawaban dari Azizah. Anak ini memang paling aneh tapi baik.

To Azizah :

"Oke selamat tidur anak baik. Semoga mimpi indah. Jangan lupa berdoa,".

Aku kembali tenggelam dalam tugas-tugas yang begitu mengasyikkan bagiku. Tiba-tiba aku kembali teringat dengan pertanyaan konyol Azizah sewaktu menuju ke pasar jajanan. Nikah muda?. Kenapa selama ini aku tidak pernah kepikiran untuk itu?. Bahkan sekarang usiaku hampir menginjak 22 tahun?. Hmmm.

Teringat kembali, ketika pertengahan semester 4. Banyak sekali yang datang menemui Abi. Menyampaikan niatan untuk ta'aruf denganku, bahkan ada pula yang langsung membawa kedua orang tuanya datang menemui Abi dan Umiku. Aku sempat ketakutan. Bisa-bisanya ada laki-laki seberani itu. Seberani itu?. Bukannya itu malah baik?.

Laki-laki yang baik akan langsung serius menikahi, bukan memacari. Tapi ini?, aku masih semester 4, dan nikah?. Sama sekali tidak terpikirkan diotakku untuk menikah secepat itu.

Melalui Abi, aku dengan tidak enak menolak laki-laki yang datang kerumah dan memiliki niat baik nan mulia. Bukannya sombong. Tapi jujur, diri ini memang merasa belum pantas untuk menjadi istri. Apalagi menjadi seorang ummah (ibu). Masih banyak Kekurangan, banyak maksiat dan dosa yang aku perbuat. Astaghfirullah.

Tak terasa air mataku menetes. Mengingat semua dosa-dosa yang telah kuperbuat.

"Ya Allah, Ampuni Aisyah,". Ucapku lirih.

Aku lantas mengaktifkan handphone ku, saat sendu seperti ini, kebiasaanku adalah mendengarkan lantunan ayat suci Al-Quran (murottal). Entah kenapa, ayat-ayat Allah begitu sangat menenangkan. Jadi teringat ayat Allah yang artinya,

" ....... Hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (Qs. ar-Ra’du: 28)

Tidak ada musik di hp ku. Karena aku sendiri tidak suka mendengarkan musik. Aku lebih suka mendengarkan murottal. Bahkan terkadang sampai tertidur.

Sekarang waktu menunjukkan pukul 22:00.

"Sudah lumayan larut,". Gumamku.

Aku lantas keluar kamar dan menuju dapur. Aku ingin makan salad buah yang tadi belum sempat aku makan.

"Belum tidur mbak?,". Tanya Abi yang tiba-tiba muncul dibelakang ku. Aku hampir saja melempar salad yang ada di tanganku.

"Astaghfirullah Abi... Aisyah kaget sekali Bi... ya Allah,".

"Hehe.. maafkan Abi ya, mengagetkan. Tadi Abi baru selesai mengerjakan tugas kantor. Mau kedapur, ingin ambil air minum. Malah ada kamu,". Jelas Abi.

"Kasih suara atuh Bi, biar Aisyah tau kalau ada orang...," Pintaku merajuk.

"Loh, Abi sudah bikin bunyi-bunyian loh. Hehe... tapi kamu terlalu fokus dengan salad buah itu. Kenapa belum tidur mbak?,".

"Hehehe... begitu kah Bi?. Maafin Aisyah Bi. Malah nyalah-nyalahin Abi. Aisyah masih belum selesai mengerjakan tugas kuliah Bi. Masih ada beberapa yang belum selesai,".

"Terus lapar ya?. Malam-malam makan salad. Ngga takut Gendutan?,". Tanya Abi sambil meledekku.

"Iya Bi, lapar. Maklum otak nya kan buat berfikir keras. Jadi lapar deh. Hehe... Aisyah anti gendut seperti Umi,".

Umiku memang tidak bisa gendut. Makan banyak atau sedikit. Berat badan tetap segitu saja. Seperti belum punya anak. Aku jadi iri.

"Yasudah... kalau sudah selesai, lekas istirahat mbak. Kalau sudah capek jangan di paksakan nggih,".

"Nggih Abi,". Jawabku patuh.

Abi berlalu meninggalkan aku dimeja makan yang memang diletakkan dekat dengan dapur. Umi dan adikku Aldi sudah tidur dari tadi. Abi emang laki-laki hebat. Abi sering begadang hanya untuk menyelesaikan tugas-tugas dan amanah-amanah dari kantor. Kadang terbersit dalam hati dan pikiran, aku ingin punya laki-laki seperti Abi.

Laki-laki yang lemah lembut, penuh kasih sayang, setia, dan bertanggung jawab dengan keluarga.

"Semoga Allah membalas kebaikan dan pengorbanan Abi untuk Aisyah, Umi, dan Aldi dengan hannah yang indah. Aamiin ya Allah ya Rabb,". Pintaku lirih.

Aku lantas menuju ke kamar. Setelah menyantap habis salad buah 300 ml seorang diri. Kembali kemeja belajar dan kembali pula bergulat dengan tugas-tugas yang hampir selesai.

Besok ada mata kuliah tambahan bahasa arab. Itu artinya harus menyiapkan catatan baru. Terutama buku dasar belajar bahasa arab. Jika tidak salah, Abi punya buku itu.

Besok saja lah, aku tanyakan ke Abi. Lagi pula tadi nampaknya Abi sangat kelelahan.

Pukul 00:00 tepat. Semua tugas-tugas kuliah telah selesai kukerjakan. Sekarang waktunya untuk mengistirahatkan tubuh dan otak. Karena biar bagaimanapun kita tidak boleh dzolim kepada diri sendiri.

Aku ambil wudhu dan berbaring di kasur. Rasanya sangat nikmat. Setelah berjam-jam duduk.

"Bismillah, Bismika Allah'humma'ammutuu'waahya....,".

Kubaca doa akan tidur, mematikan lampu dan terlelap dipelukan sang malam.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!