"Emeli, bisakah kau ikut bersamaku dan Clara untuk fitting baju pengantin? Aku sangat membutuhkan bantuan mu. Aku yakin penilaian dan pilihan mu tak pernah salah.
Setelah membaca pesan masuk dari Justin, entah kenapa hatinya begitu nyeri membayangkan sahabat sekaligus pujaan hatinya akan menikah dengan wanita yang di cintainya. Ia seakan tak rela jika Justin bersanding dengan Clara yang tak lain teman sekampus-nya dan juga Justin. Mereka sudah lulus beberapa tahun yang lalu dan bekerja di tempat yang berbeda, kecuali Justin dan Emeli. Mereka selalu berada di tempat yang sama di sepanjang hidup mereka ini.
Keduanya sudah seperti lem yang seakan tak bisa terlepas satu sama lain. Jika bukan Justin yang mencari Emeli, maka Emeli lah yang mencari Justin. Hal itu seakan mendarah daging bagi keduanya. Jadi tak heran jika semua orang dan kedua orang tua mereka selalu menggoda mereka agar menjadi sepasang kekasih. Tetapi hal itu tak akan terjadi karena justin seakan membangun benteng beton antara dirinya dan Emeli.
Setiap harinya, Emeli menahan rasa sedih di hatinya ketika setiap malam Justin tak henti-hentinya menceritakan tentang sang pujaan hatinya. Gadis itu berusaha sekuat mungkin agar pertahanan-nya tidak jatuh. Sekuat tenaga dia bersikap tegar dan dewasa. Tak ada yang mengetahui jika Emeli mencintai Justin. Semua orang maklum dengan keakraban sahabat tapi mesra itu. Tak jarang Clara cemburu dan mengeluh pada Justin agar tak terlalu dekat lagi dengan Emeli.
"Tring." Suara deringan itu membuat Emeli terkejut dan sadar dari lamunannya. Ia segera menghapus air mata kesedihannya. Emeli tersenyum ketika melihat panggilan masuk dari Justin.
"Klik." Emeli mengangkat panggilan itu. Sebelum ia berucap, Justin sudah mengomel terlebih dahulu di ujung sana.
"Kenapa kau tak membalas pesanku! Kau tau kan aku paling tak suka di abaikan!" Nadanya terdengar kesal, bukannya takut justru Emeli tertawa lucu.
"Kenapa kau tertawa? Apakah ada yang lucu!" ucapnya sangat ketus membuat tawa Emeli berubah menjadi senyuman.
"Maaf Jus, kau itu sangat lucu!" Jawabnya dengan panggilan kesayangan. Justin yang mendengar panggilan yang selalu di sematkan Emeli padanya selalu merasa jengkel pada gadis itu.
"Ceria, ceria. Sekalian saja kau memanggilku Jus Tomat!" Nadanya masih terdengar jengkel di pendengaran Emeli.
Jika Emeli mempunyai panggilan kesayangan untuk Justin, sama halnya dengan Justin yang juga mempunyai panggilan kesayangan untuk Emeli. Ceria, panggilan kesayangan itu tersemat karena Emeli adalah gadis yang sangat ceria dalam situasi apa pun. Jadi tak heran gadis yang suka tersenyum itu di kenal dengan panggilan Ceria. Tepat-nya bukan panggilan sih, tetapi sebuah ejekan dari Justin hingga menular ke yang lainnya.
"Baik Jus, kapan kau akan pergi fitting bajunya?" Tanya Emeli tak ingin bertele-tele membuat Justin di ujung sana terkekeh sebab senang dengan pertanyaan Emeli.
"Bukan aku, tapi kita bertiga yang akan pergi!" ucap Justin penuh penekanan membuat Emeli hanya bisa menghela nafas dengan senyuman yang masih terukir di bibirnya.
"Sore nanti aku dan Clara akan menjemput mu di teras depan. Jangan lupa berdandan cantik ya, agar ada yang naksir. Aku tak rela jika menikah sendiri!" ucapnya dengan nada ketus di ujung kalimat.
"Kau ini ada-ada saja. Baiklah Jus. Aku tunggu ya," ucap Emeli ingin mengakhiri pembicaraannya.
"Oke, terima kasih seceria mentari!" Ejek Justin membuat Emeli berdecak kesal. Justin tertawa puas setelah memutuskan sambungan teleponnya.
"Anak ini! Huh, menyebalkan!" Gumamnya pelan lalu segera menyimpan handphone miliknya.
Sore pun tiba, kini terlihat Justin dan Clara sudah menunggu Emeli di dalam mobil. Emeli yang telah siap segera menetralkan hatinya sebelum masuk ke dalam mobil. Ia berusaha sekuat mungkin menahan cemburu lantaran pujaan hatinya duduk berdua di kursi kemudi bersama kekasihnya, sedangkan ia duduk di kursi penumpang.
"Kau ini lama sekali!" Omel Justin melirik Emeli dari kaca spion lalu menjalankan mobilnya menuju butik.
Emeli hanya tertawa mendengar ocehan yang sering di peruntukan untuknya itu.
"Biasalah namanya Ibu negara, wajar saja jika lama!" Canda Emeli membuat Clara terlihat tak suka mendengar ucapan nya. Emeli menatap Justin sekilas lalu menatap Clara,
"Iyakan Clara?" Tanya Emeli dengan senyum yang selalu menghiasi wajah cantiknya.
"Iya Ceria," ucapnya tertawa terpaksa pada Emeli. Ia berusaha menyembunyikan ketidaksukaannya pada sahabat calon suaminya itu.
"Apa tak ada yang memujimu sehingga kau memuji dirimu sendiri!" Cetus Justin tersenyum smirk. Emeli mengerucutkan bibirnya lantaran sebal dengan ucapan yang di lontarkan Justin.
"Kau ini selalu saja tak bisa membuatku senang!" Ketus Emeli membuat Justin terkekeh geli sebab merasa puas menggoda sahabat galak nan perhatiannya itu.
"Bukankah aku membicarakan fakta?" Ejeknya lagi dengan satu alis yang terangkat.
Di sepanjang perjalanan terlihat Clara hanya diam dan tak ingin ikut nimbrung dengan pembicaraan kedua sejoli itu. Walaupun sedari tadi Emeli dan Justin sudah mengajaknya berbicara, Clara tetap menjawab dengan singkat dan seadanya. Hingga Justin dan Emeli lelah mengajaknya berbicara.
"Mari turun," ucap Justin segera berjalan ke pintu sebelah kemudi lalu membukanya untuk Clara. Clara segera turun dari mobil dengan bibir yang tersenyum.
"Terimakasih sayang," ucap Clara sembari tersenyum anggun membuat Justin tersenyum senang.
"Jangan begitu sayang, ada Emeli. Kasihan, dia jomblo!" Ejek Justin membuat Emeli menatapnya dengan tajam.
"Hahaha." Tawanya lepas membuat Emeli bertambah kesal.
"Hilangkan wajah jelek mu itu Ceria! Ayo masuk," ucap Justin segera menggandeng tangan Clara dan memasuki butik.
Emeli yang berjalan di belakang keduanya terlihat fokus menatap tangan Justin dan Clara yang saling menggenggam. Hatinya benar-benar sangat sakit dan terluka. Ia ingin menangis tetapi ia menahannya. Karena tak mau hatinya semakin sakit, Emeli memutuskan menyelip pasangan itu, membuat Justin berdecak kesal.
"Kau ini selalu saja menggangu moments romantis kami!" ucap Justin bermaksud bercanda tetapi tidak dengan Emeli yang menganggap hal itu serius. Emeli yang sangat dewasa memilih diam dan tak menanggapi ucapan yang menyakitkan itu.
"Selamat datang pengantin kesayanganku, mari masuk," ajak Rina sang pemilik butik yang tak lain ialah desainer ternama di kota itu.
Emeli, Justin dan Clara di giring menuju ruang fitting. Setelah berada di sana, Rina segera memerintahkan beberapa anak buahnya untuk mengeluarkan desain terbaiknya. Emeli yang tak berbuat apa-apa hanya bisa duduk termenung di sopa sembari memperhatikan kegiatan orang-orang di depannya.
"Mari cepat coba," ucap Rina dengan sangat heboh-nya membuat Clara yang badmood langsung mengangguk bahagia.
Karena tak sabar untuk mencoba gaun-gaun pengantinnya, Clara pun segera masuk ke ruang ganti terlebih dahulu. Di ruang fitting itu terdapat dua ruang ganti sehingga Justin juga ikut mencoba outfit pernikahannya.
"Bagaimana Ceria? Apakah pakaiannya terlihat bagus di tubuhku?" Tanya Justin sembari berputar membuat Emeli langsung menilai sembari berpikir. Mata gadis itu menyipit dengan tangan yang memegang dagunya.
"Bagus, tapi sepertinya ada yang kurang," ucap Emeli membuat Justin mengerutkan keningnya.
"Apa?" Tanyanya bingung membuat Emeli tersenyum smirk.
"Kurang, sebab tidak ada aku sayang," sambung Clara sudah keluar dari ruang ganti membuat semua orang yang berada di sana terpanah melihat kecantikan gadis itu.
"Bagaimana Emeli? Sudah serasi belum?" Tanya Clara mencoba membuat Emeli kesal. Clara dengan sengaja merangkul tangan Justin dengan mesra seakan ingin melihat reaksi Emeli.
"Bagus, kalian terlihat sangat serasi dan mengagumkan." Satu kata itu berhasil membuat kedua calon pengantin itu tersenyum.
Rina pun menyetujui ucapan yang di lontarkan Emeli. Kata-kata yang keluar dari mulutnya berhasil membuat hatinya yang rapuh kembali merasakan sakit.
Setelah melakukan fitting pakaian pernikahan, kini ketiganya memutuskan untuk pergi jalan-jalan sebelum kembali ke kediamannya masing-masing.
"Apa pasar malam sudah buka jam segini?" Tanya Emeli sembari melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 18:00 wib.
"Tentu saja sudah buka," sahut Justin sembari mengarahkan mobilnya memasuki kawasan pasar malam yang terlihat sudah ramai walaupun masih sore.
Clara terlihat sangat senang melihat pasar malam itu. Ini adalah momen yang ia tunggu bersama Justin.
"Ayo sayang," ajak Justin yang di angguki Clara.
Emeli yang masih berada di dalam mobil menerbitkan senyumnya dengan nafas yang di hembuskan secara perlahan. Ia tak bisa membayangkan jika dirinya menjadi nyamuk bagi sepasang kekasih itu.
"Huh, malas sekali rasanya aku untuk turut." Gumamnya pelan dengan tubuh yang sudah menyandar di dinding kursi.
"Tok-tok-tok," suara gedoran Justin mengagetkan Emeli membuat gadis itu langsung menolehkan wajahnya ke arah jendela.
"Cklek." Justin membuka pintu secara mendadak membuat Emeli yang bersandar terjatuh.
"Hahaha." Bukannya membantu, sahabat tak ada akhlak itu malah menertawainya.
"Jus!" Teriak Emeli sangat kesal membuat Justin langsung menyodorkan tangannya untuk membantu Emeli bangkit.
Emeli meraih tangan Justin untuk bangkit dari tanah. Setelah berhasil bangkit, Emeli segera membersihkan pakaiannya yang di tempel pasir.
"Cepatlah ceria," ucap Justin yang sudah menyusul Clara dan meninggalkan Emeli.
"Duluan," ucapnya yang langsung mendapatkan anggukkan dari Justin.
Wajah tak senang Clara berubah ceria ketika Justin meninggalkan Emeli di belakang.
"Sayang kita ke sana yuk," ajak Clara yang di setujui Justin.
Sembari melangkah, Clara menatap sekilas ke arah Emeli yang juga menatapnya sembari tersenyum. Ia tak membalas senyum Emeli, membuat Emeli merasa gelagat tak enak di hatinya.
Menyusahkan, kenapa sih Justin mengajaknya! Batinnya kesal sembari menerbitkan senyum paksa pada calon suaminya itu.
Tau begini, aku tidak ikut tadi. Sebegitu benci kah Clara padaku? Padahal aku sama sekali tak merebut calon suaminya walaupun kenyataannya aku juga mencintai calonnya, Batinnya masih memperhatikan Justin dan Clara yang hampir hilang dari pandangannya.
Karena tak ingin kehilangan jejak, Emeli segera menyusul sepasang kekasih itu. Iya berusaha memberikan jarak di antara dirinya dengan dua orang di depannya. Sepanjang jalan ia hanya bisa menutupi kesedihannya dengan wajah yang sangat ceria.
Semua orang di tegur dan di sapa oleh Emeli. Tak jarang ada beberapa orang yang meminta nomor handphonenya agar bisa berteman. Emeli adalah salah satu orang yang sangat asih di ajak bicara dan berteman. Semua orang sangat nyaman dengannya. Jangankan dari kalangan muda, dari kalangan tua saja banyak teman Emeli. Tak tanggung-tanggung, kakek-kakek pun di temaninya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!