NovelToon NovelToon

Menikahi Dokter Cantik

Bab 1 ~ Prolog

Pernikahan.

Seharusnya kosakata semacam itu tidak pernah muncul di kehidupannya yang membosankan. Gadis berparas cantik berusia dua puluh sembilan tahun bernama lengkap Clea Vendela itu sudah bosan dengan kata-kata sampah seperti itu.

Ia tidak mau mendengar apapun lagi.

Inginnya seperti itu.

Sungguh.

Namun alur hidup terkadang punya jalannya sendiri. Ia punya keinginan, tapi keadaan juga punya kenyataan.

Kata kutukan yang selalu di sebutkan oleh ibunya itu nampaknya bukan hanya sekedar isapan jempol belaka. Terbukti dengan datangnya undangan makan malam untuk dirinya yang dikirim oleh pria yang akan menjadi pendamping hidupnya kelak. Dan itu menjadi bukti paling nyata bahwa perjodohan itu benar-benar ada. Sesuatu yang jelas tidak ia inginkan.

Apalagi hubungan percintaannya baru saja kandas beberapa bulan yang lalu setelah ia terang-terangan di campakkan oleh pria yang berjanji akan menikahinya. Dengan kata lain, ia masih patah hati dan ia bahkan mulai menyerah mengharapkan cinta.

Namun keinginan untuk hidup damai hanya dengan dirinya sendiri, sepertinya hanya ilusi.

Antusiasme ibunya membuatnya tidak berdaya.

"Bersikaplah baik kepadanya, Cle," celetuk Elise, ibu Clea, saat memasuki kamar tidur putrinya. Wanita bertubuh ramping yang tampak cantik dalam balutan piyama tidur itu berjalan menghampirinya dan melihat hasil riasan yang Geanna aplikasikan pada wajah cantik putrinya. Setelah melihat hasilnya dan tampak puas, ia mendudukkan diri di tempat tidur luas yang biasa Clea tiduri.

Clea tersenyum sambil memasang ekspresi lugu terbaiknya. Ekspresi yang biasa ia andalkan ketika ibunya meminta sesuatu yang tidak ingin ia berikan. Ekspresi yang biasanya berhasil dengan gemilang. "Kapan aku pernah bersikap tidak baik kepada siapapun, Mom?" tanyanya. Sebagai seorang Dokter Anak di sebuah rumah sakit ternama, cukup tabu untuk mengatakan omong kosong tentang 'kebaikan' dengannya.

Ia adalah yang paling baik. Namun definisi 'baik' yang ia maksud mengacu pada keramahan, kesopanan, kedisiplinan serta adab.

"Aku serius," Elise menggeram. Kali ini ia menolak mentah-mentah untuk dipengaruhi. "Aku tahu seperti apa dirimu ketika pikiranmu dipenuhi sesuatu." Sesuatu yang penuh intrik dan siasat. Seperti membuat ulah atau menggagalkan acara makan malam.

"Memang apa yang aku pikirkan?" tanyanya, acuh. "Kau berkata seolah kau sangat mengerti diriku dan tahu apa yang kupikirkan." Padahal, tidak ada orang yang lebih tahu tentang ia selain dirinya sendiri.

"Jangan bercanda tentang ini, Cle," ujar Elise. "Aku ingin kau menganggap pertemuan dengan Damian Adelard secara serius." Damian Adelard, adalah putra bungsu keluarga Adelard. Seorang pebisnis muda yang mapan, tampan, dan seseorang yang sangat cocok mendampingi Clea setelah gadis malang itu dicampakkan oleh kekasihnya.

Clea mendesah, melupakan pergi bersama Moana ke pusat perbelanjaan untuk membeli beberapa bikini padahal mereka sudah merencanakannya sejak jauh-jauh hari.

Lagi pula sulit meyakinkan ibunya bahwa kesepakatan dengan keluarga Adelard tidak akan menjadi kesepakatan terbaik tahun ini. Jika ia berhasil membujuk mereka, ia tidak akan sedrepresi ini. Setidaknya, mungkin ia masih bisa mencari kesenangan di luar sana bersama sahabat terbaiknya.

"Siapa Damian Adelard, Mom?" tanya Geanna. Ia yang semula diam, angkat bicara. Raut wajah ingin tahu terlihat jelas di wajahnya. Baru pertama kali ia mendengar nama itu disebutkan oleh ibunya, dan itu membuatnya penasaran.

"Calon kakak iparmu," jawab Elise. "Memangnya siapa lagi?"

"Oh benarkah?" Kali ini Clea bereaksi.

Elise mengangguk. "Ya, kenapa?"

"Tidak apa-apa. Aku hanya tidak berpikir jika dia bernama Damian." sahutnya, enteng. Ia tidak menunjukkan sedikitpun ketertarikan. Sedari awal ia memang tidak ingin tahu tentang sosok pria yang di gadang-gadang akan menjadi suaminya. Baginya, tahu atau tidak tahu, tidak ada bedanya.

Tiba-tiba Geanna terkekeh. "Bahkan nama calon suamimu saja kau tidak tahu, masih berharap hidup bahagia selamanya?" cibirnya. Ia tidak mengerti lagi. Jika tidak mau, kenapa tidak bilang 'tidak mau'? Jika tidak suka, kenapa tidak bilang 'tidak suka'? Jika memang 'tidak', kenapa masih memaksakan diri untuk bilang 'iya'? Apa kakaknya ini idiot?

"Geanna, hentikan!" Elise memberikan gerakan menutup mulut sebagai instruksi agar Geanna tidak banyak bicara di saat seperti ini. Tindakan yang dia lakukan bisa menyebabkan kebakaran karena di sulut di lahan kering. Clea sedang bimbang, dan jika gadis penurut itu mendapat provokasi-provokasi dari orang yang mendukungnya, gadis penurut itu juga bisa menjadi seorang pembangkang.

"Kenapa? Kenapa dengan ucapanku? Apa ada yang salah? Apa yang aku katakan benar, kan? Clea memang tidak tahu apapun. Entah itu namanya, figurnya, profesinya, ataupun kepribadiannya. Itulah masalahnya, Mom." Sebagai informasi, di antara semua anak ibu dan ayah, Geanna adalah yang paling pandai memprovokasi dan paling pandai memutuskan tali persaudaraan. "Bagaimana jika ternyata Damian pria brengsek? Bagaimana jika dia pria tua berperut buncit, keriput, berkepala botak, berpikiran mesum, menjijikan, tukang selingkuh. Bagaimana jika Damian pria seperti itu? Siapa yang akan bertanggungjawab untuk masa depannya? Bukankah itu tidak masuk akal?" lanjutnya, protes besar-besaran.

Geanna adalah satu-satunya di keluarga yang tidak akan menerima perjodohan dari orang tuanya. Dan sebagai seorang pembangkang keluarga, ia selalu melakukan perannya dengan baik dan maksimal.

Clea tersenyum masam. Apa yang Geanna katakan sepenuhnya benar. Bagaimana jika ternyata pria bernama Damian itu jenis pria seperti yang Geanna sebutkan? Itulah ketakutan yang tidak pernah berani ia lontarkan, sesuatu yang tidak mungkin ia keluhkan kepada orang tuanya.

"Geanna." Nada suara Elise naik beberapa oktaf. "Jangan bicara sembarangan! Damian tidak seperti itu. Dia pria yang tampan dan muda. Berbeda jauh dengan apa yang kau sebutkan." Elise menyanggah tuduhan tak berdasar yang Geanna berikan pada calon suami Clea. Baginya, perkataan Geanna sudah sangat berlebihan dan terlalu jauh menyimpang dari fakta.

"Kau hanya sedang menghiburnya, kan?" Geanna melemparkan tanya kepada ibunya.

"Aku tidak pandai menghibur," jawab Elise. Daripada dibilang pandai menghibur, ia lebih suka disebut pemarah. "Sekarang hentikan semua omong kosong ini!" Pandangannya berpindah dari Geanna ke Clea. "Dan Clea, kau serius lah sedikit!" Suaranya melunak saat berbicara dengan Clea, berbeda saat ia berbicara dengan Geanna.

Keadaan hening untuk sementara waktu.

"Baik, Mom. Aku akan sangat serius," ujar Clea pada akhirnya. "Tapi aku ingin tahu kenapa kau begitu bersemangat menjodohkan ku dengan keluarga itu. Apa menjalin hubungan dengan mereka memberimu keuntungan lebih yang tidak bisa didapatkan dari orang lain?" Selain itu, ia tidak bisa memikirkan alasan lain lagi. Pikirannya sudah buntu, penuh dengan segala hal tentang 'perjodohan' dan serba-serbinya.

"Cle, dengar, tidak semua hal yang aku dan Daddymu lakukan hanya tentang uang," ujarnya. "Terkadang, ada satu titik dimana aku dan Daddymu ingin kau bahagia."

"Pfft." Mendengar ini, Geanna yang sedang memberikan sentuhan akhir pada rambut Clea, terkekeh.

Mendengar kekehan Geanna, sebelah alis Elise terangkat. "Kenapa kau tertawa?" tanyanya.

Geanna menghentikan kekehannya. "Memang aku tidak boleh tertawa?"

"Bukan tidak boleh tertawa, tapi apa yang kau tertawakan adalah sesuatu yang tidak patut ditertawakan," jawab Elise. Memang bagian mana dari perbincangannya dengan Clea yang terdengar lucu? Ditertawakan oleh putrinya sendiri, ia menjadi kesal.

"Mom, jangan terlalu galak, kau akan cepat tua," timpal Geanna.

Elise cemberut. "Kau berisik sekali."

"Bukankah aku mirip denganmu?" Geanna mengedipkan mata dengan genit.

Perdebatan masih belum berakhir bahkan setelah Clea selesai. Tidak ingin terlibat dengan mereka lagi, Clea mengambil kunci mobilnya dan diam-diam pergi.

Bab 2 ~ Pertemuan Pertama

Ketidakberdayaan yang pada akhirnya memaksa gadis berparas cantik bernama lengkap Clea Vendela untuk datang ke sebuah restoran mewah di pusat Kota.

Keputusasaan juga membuat tangannya gemetar dan jantungnya berdegup kencang saat mendorong pintu kaca Restoran dan mengambil resiko untuk memasuki Entspannen Sie Sich untuk bertemu dengan seorang pria bernama Damian Adelard.

Nama restoran itu lumayan sesuai tapi tidak benar-benar meyakinkan. Maksudnya, Clea tidak menyukai nuansa yang terlampau romantis mengingat ini hanyalah pertemuan antara dua orang yang berada dalam hubungan perjodohan.

Clea tidak tahu siapa Damian. Ia tidak tahu pria seperti apa dia, apakah seperti yang Geanna gambarkan atau seperti yang ibunya gambarkan?

Apakah dia pria yang menyebalkan?

Atau.. apakah dia pria yang pandai merayu dan bertutur manis?

Apapun itu, Clea masih saja dipenuhi ketakutan. Takut akan hubungan antara pria dan wanita. Takut akan ketidakcocokan. Ketidakcocokan yang pada akhirnya tetap akan di paksakan sejauh apapun ketidakcocokan di antara ia dan Damian.

"Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?" Sapaan hangat seorang pelayan menyambut kedatangan Clea sembari membungkukkan badan. Pelayan adalah seorang wanita berpostur tinggi dengan seragam berupa kemeja dan rok span.

"Saya mencari Damian Adelard," ucap Clea. Matanya melirik sekilas. Restoran tampak sepi. Lantai pertama hanya beberapa meja yang terisi. Dan dari beberapa orang itu, tampaknya mereka adalah pasangan yang sedang makan malam.

Nuansanya nyaman, damai dan tenang. Musik yang mengiringi adalah alunan piano yang di mainkan oleh seorang pria muda. Jika Clea bisa menyimpulkan, tempat ini sepertinya di peruntukan khusus untuk pasangan yang benar-benar berkencan. Kalaupun tidak, mungkin keluarga yang hangat dan penuh cinta. Benar-benar kebalikan dari Clea yang harus bertemu dengan orang asing untuk membicarakan pernikahan.

"Silahkan ikuti saya," pelayan mengantar Clea ke lantai dua.

Clea mengikuti dalam diam.

Setelah melewati beberapa meja kosong, mereka naik tangga dan setelah mencapai lantai dua, mereka tiba di suite pintu kedua.

Pintu ruangan di dorong dan pelayan mempersilahkan Clea untuk masuk.

Clea melangkah masuk kemudian pintu tertutup kembali.

Aroma anggur yang ringan dan halus mencapai hidung Clea. Gadis cantik itu mendongak dan apa yang memasuki garis pandangnya adalah siluet seorang pria.

Pria itu mengenakan setelan jas serba hitam. Di tempat duduknya, dia menyesap anggur dengan tenang saat dia berbicara di telepon.

Clea menarik napas sedikit, lalu akhirnya menghentikan tatapannya dan mempercepat langkahnya saat ia berjalan. Ia mendudukkan diri di kursi lembut di seberang pria itu, meletakkan tasnya di kursi samping dan hendak melihat ke atas ketika secara tak terduga, pria di seberangnya juga melirik pada saat yang sama.

Pria itu sangat tampan dengan mata yang dalam seperti lautan, membawa kedalaman dan kebijaksanaan yang luar biasa di dalamnya. Dia juga memiliki hidung runcing, bibir tipis, dan aura yang luar biasa mulia di sekelilingnya, namun itu cukup low-profile dan tidak ditampilkan secara mencolok. Pria itu tampak pendiam dan dia menunjukkan kelembutan dan sikap apatis.

Untuk sesaat, mereka berbagi momen linglung.

Clea dengan sangat cepat kembali ke akal sehatnya. Wajahnya yang cantik dan sedikit memerah tercengang sesaat saat kekaguman murni melintas di matanya yang jernih.

Pria ini agak karismatik.

Damian memandang Clea sekali, dan sesuatu juga melintas sebentar di matanya yang tak terduga. Ia sedikit mengangguk pada Clea saat ia berkata dengan jelas kepada orang di telepon. “Adapun cara mengatasinya, lakukan sesuai keinginanmu.” Suara rendahnya seperti cello, jauh, sangat menawan, dan sangat menenangkan telinga.

Dengan satu kalimat itu, Damian mengakhiri panggilannya.

Sebenarnya demi kencan buta kali ini, ibunya terus mengomelinya melalui panggilan telepon. Setiap tiga sampai lima menit, wanita itu akan mengingatkannya tentang pertemuan ini. Awalnya, ia ingin melarikan diri untuk bernafas, tetapi teleponnya tidak berhenti berdering.

Tak berdaya, Damian hanya bisa menghadiri pertemuan ini untuk menghentikan ibunya dari kegilaannya.

Damian menatap Clea yang duduk di depannya dengan tenang.

Gadis itu mengenakan gaun ​​dan memiliki penampilan yang halus dan elegan. Rambutnya yang panjang dan indah ditata sedemikian rupa, sementara beberapa helai tipis jatuh di dahinya dengan cara yang sulit diatur. Gadis itu memiliki mata yang jernih dan tampak cukup menawan.

"Perkenalkan, saya Clea, Clea Elisabeth Vendela. Putri kedua dari keluarga Vendela." Clea melakukan perkenalan singkat ketika ia melihat Damian menyimpan ponselnya. Clea berbicara dengan tenang. Sedikit serak kering mewarnai suaranya yang menyegarkan.

Ibunya baru saja mengatakan bahwa orang yang diatur untuk ia temui adalah anak dari rekan bisnis ayah. Ibu memberitahunya bahwa dia terlihat cukup baik dan memiliki temperamen yang baik. Untungnya dari apa yang ibu dan Geanna deskripsikan, pria itu seperti yang ibunya deskripsikan. Meski tidak ada cinta, menikah dengan orang seperti ini juga tidak akan rugi. Begitu pikirnya.

Damian dengan sopan menyajikan segelas anggur untuk Clea. Wajahnya yang tampan tampak tenang saat ia berkata, "Selamat datang, Nona Clea. Saya Damian, Damian Adelard."

Clea tersenyum. Ia mengambil gelasnya, menyesap sedikit isinya, kemudian bertanya, "Apa kau menunggu lama?"

"Tidak, aku baru saja tiba," jawab Damian sederhana. Kemudian, jari-jarinya yang panjang menunjuk ke buku menu di sampingnya. “Mau pesan sesuatu untuk dimakan? Aku tidak punya referensi. Silahkan pilih apapun yang kau suka."

Clea mengangguk pelan. Ia tahu apa artinya itu. Maksud dari kalimat kedua adalah bukan Damian yang memesan tempat ini. Menunjukkan secara langsung jika datang ke pertemuan ini bukanlah keinginannya. Namun siapa pula yang menginginkan pertemuan ini? Jika bukan karena desakan orang tuanya, Clea juga enggan datang. Jadi sebenarnya mereka memiliki nasib yang sama.

"Apa yang ingin kau pesan, Nona?" Damian mengulangi pertanyaannya.

Clea melirik buku menu sekilas kemudian dengan ringan menggelengkan kepala dan berkata dengan lembut. "Tidak perlu. Aku tidak lapar."

Sebelah alis Damian terangkat. Sebuah senyum samar muncul di bibirnya. "Karena kebetulan aku juga tidak lapar, bagaimana jika kita langsung ke intinya saja?"

Clea terkejut pada awalnya, namun detik berikutnya ia mengangguk. "Tentu saja. Lakukan apapun yang kau inginkan."

"Kalau begitu, aku akan mengatakan apa yang aku pikirkan tanpa ragu," Damian mendapatkan kepercayaan diri untuk mengatakan apa yang ada dalam pikirannya.

Meski tidak percaya diri Clea akan menerima gagasannya, namun Damian tetap akan membicarakan perihal penting yang sedari tadi ia pikirkan. Lagipula, dari cara Clea memandangnya, gadis itu juga tampak tidak ingin memiliki hubungan dengannya. Lebih tepatnya, mungkin mereka berdua berada di perahu yang sama.

"Silahkan, aku tidak keberatan."

"Apa kesan pertamamu melihatku?" tanya Damian. Ia menatap Clea, menunggu jawaban. Ia akan mencoba peruntungannya di sini. Bagus jika mereka satu pemikiran, satu visi dan satu misi, segalanya akan menjadi jauh lebih mudah.

Bab 3 ~ Tidak Menyukai Kerumitan

Pertanyaan Damian membuat Clea diam untuk sejenak.

Ia tidak tahu mengapa Damian menanyakan pertanyaan ini.

Kesan apa yang ia miliki saat melihat Damian?

Pertanyaan itu memaksa Clea untuk menatap Damian dan mengawasinya lekat. Setelah beberapa saat, ia buka suara. "Kau tampan," ujarnya, jujur. Bagaimanapun kesan pertama Clea saat melihat Damian, pria itu memang tampan. Tidak hanya tampan, tetapi juga kharismatik.

Terlepas dari apakah mereka akan menikah atau tidak nantinya, jika menikah dengan orang seperti dia, ia yakin tidak akan rugi. Lagipula jika ia menolak menikah dengan pria ini, orang tuanya tidak akan berhenti menjodohkannya. Dan pria yang akan orang tuanya atur untuknya di kemudian hari belum tentu setampan ini. Jadi saat ada peluang meski hanya sedikit, ia tidak akan melewatkannya.

Apakah ia egois?

Tidak.

Itu adalah bagian dari mempertahankan diri. Ia hanya sedang mempertahankan diri dari kemungkinan yang lebih buruk.

Dahi Damian berkerut. "Selain itu?"

"Kau mapan."

Damian terkekeh. "Benarkah?"

Clea memutar bola matanya. "Kurasa." Ia ingat betul bahwa apa yang Geanna katakan kebalikan dari apa yang ibu katakan. Pria itu tampan, dan dari pakaian yang Damian kenakan, harganya jelas tidak murah. Jadi, pria itu jelas mapan secara finansial. Kalaupun kurang mapan, ia juga bukan orang yang kekurangan atau tidak punya uang. Ia punya tabungan dan investasi di beberapa tempat. Jadi jika kemungkinan terburuknya Damian bukan pria mapan, ia akan mendukungnya.

"Kau tidak yakin?" tanya Damian.

Clea terdiam. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Pada dasarnya ia memang tidak yakin. Namun ia takut menyinggung pria ini jika berkata jujur.

"Kau tidak menyelidiki tentang aku?" Damian kembali bertanya.

"Eh, itu.. apakah aku harus?"

"Tentu," Damian mengangguk. "Kita akan menikah. Kau tidak mungkin tidak tahu tentang pria seperti apa yang akan kau nikahi, bukan?" Nadanya sedikit mencibir.

"Ah, aku tidak tertarik untuk mencari tahu. Lagipula aku juga tidak ingin tahu," Clea menjawab acuh. Seperti yang ia katakan, setelah hubungannya dengan mantan kekasihnya kandas, ia tidak tertarik dengan pria manapun. Begitu juga dengan perjodohan ini, ia juga tidak tertarik.

Jadi, tidak perlu menyelidiki apapun.

Tetapi setelah bertemu dengan Damian, jika ia tetap harus menikah dan tidak punya pilihan lain, menikahi Damian bukan ide yang buruk. Kalaupun tidak ada cinta, memandang wajahnya sudah cukup membuatnya puas.

Damian memutar gelasnya sebelum menyesap anggurnya lagi. "Jawaban yang sangat menarik. Kau gadis yang jujur." Damian hanya tidak menduga Clea sangat santai bahkan terkesan tidak peduli tentang dirinya, tentang pria yang akan menikah dengannya.

Berbeda dengan dirinya.

Meski hanya sedikit, ia meminta seseorang untuk menyelidiki tentang gadis yang akan menjadi istrinya, yang mungkin akan menjadi ibu untuk anak-anaknya, itu sebabnya ia ingin tahu dan ingin memastikan jika sosok itu bukan tipe gadis pembuat onar. Untungnya Clea tidak tampak seperti pembuat onar atau ia akan memikirkan seribu alasan untuk membatalkan perjodohan.

"Haruskah aku menganggapnya sebagai pujian?"

"Masih terlalu dini untuk menganggapnya sebagai pujian."

Clea menaikan sebelah alisnya. "Apakah berarti di kemudian hari kau akan lebih sering memujiku?" Ia tidak ingin kehilangan momen untuk menggoda Damian.

Damian meletakan gelas anggurnya. "Jangan berpikir terlalu jauh. Bisa saja kebalikannya."

"Haish." Clea mendesis. "Kau benar-benar menyebalkan. Aku hanya bercanda. Kenapa kau serius sekali?" Ia tidak menyangka ada manusia seserius ini. Hidupnya pasti membosankan.

Senyum kecil tersungging dari bibir Damian.

Jika ada orang yang membenci perjodohan, maka Damian berada pada urutan pertama. Mendengar kata perjodohan saja, ia benci setengah mati. Tapi entah kenapa ia justru berakhir dijodohkan dengan wanita asing yang tidak pernah dia kenal.

Clea, Clea Elisabeth Vendela.

Nona kedua keluarga Vendela.

Awalnya ia ingin membuat skema tentang pembatalan perjodohan yang seharusnya di setujui oleh Clea dan akan di eksekusi oleh gadis itu pula. Namun setelah bertemu Clea secara langsung, ia pikir gadis itu tidak buruk. Selain lugas, gadis itu apa adanya dan yang terpenting tidak merepotkan seperti gadis centil yang terkadang ia temui.

Clea juga gadis pertama yang tampak tidak memiliki harapan kepadanya. Berbeda dengan gadis lain yang berharap akan ia nikahi pada pertemuan pertama, Clea benar-benar berbeda. Gadis itu sederhana, tidak terobsesi, tidak memiliki ambisi. Gadis itu hanya tampak menilai dirinya secara fisik, mengukur dirinya yang tampak di permukaan dan tidak peduli tentang dirinya selain ketampanannya. Gadis yang mungkin akan cocok menjadi partner hidupnya untuk beberapa waktu.

Tidak materialistis dan santai.

Mendengar Clea mengatakan ia menyebalkan dan terlalu serius, mau tidak mau ia tersenyum. Kenyataannya ini hanya sebagian kecil tentang dirinya, bukan dirinya yang sebenarnya.

Sebagai seorang pebisnis, licik adalah karakter bawaannya.

Ia licik, kejam dan juga egois. Ia jauh lebih menyebalkan dari yang Clea pikirkan. Namun ia tidak berencana untuk mengatakan atau menunjukkannya.

Ia ingin Clea mengetahuinya sendiri seiring berjalannya waktu tanpa ia harus memberi tahu. Lagipula terlalu merepotkan baginya yang tidak menyukai kerumitan.

"Eh, kau tersenyum?" tanya Clea ketika melihat senyum kecil tersungging dari bibir pria tampan yang duduk di depannya.

"Ya?"

"Apa aku pernah memintamu untuk tidak melakukan itu?"

"Apa?" Damian yang semula kebingungan, semakin bingung.

"Wajahmu menakutkan jika tersenyum," ucap Clea. Damian terlalu tampan. Berapa banyak gadis yang akan jatuh di bawah kakinya jika tersenyum seperti itu? Ketampanan benar-benar racun.

Seolah Clea pantas berkata begitu, Damian mengabaikannya dan hanya menggelengkan kepala.

"Aku tidak percaya ini," Clea mulai bergumam.

"Apa?" tanya Damian sembari menatap Clea lekat.

"Maksudku, bagaimana denganku? Apakah menurutmu aku tidak buruk? Kalau aku tidak salah menebak, bukankah kau punya rencana untuk membatalkan perjodohan kita? Kau tidak berpikir kita cocok menjadi suami istri, kan?" Tanpa sadar Clea mengatakan semua yang berhasil ia tangkap dari sosok tampan di depannya, termasuk skema tentang pembatalan pernikahan. Ia tidak menduga pertemuan pertama mereka menjadi seperti ini. Maksudnya ia pikir Damian akan mengusahakan dan mengupayakan banyak hal untuk menghentikan ini.

Namun pria itu tidak tampak akan menggagalkan perjodohan. Pria itu justru tampak sangat santai. Amat, sangat santai seolah perjodohan mereka hanya hal sepele yang tidak sekalipun terlintas dalam benak.

"Aku hanya tidak menduga kau terlalu banyak bicara."

Clea berpikir sejenak. "Lupakan! Aku memang seperti ini." Clea mengibaskan tangan. "Aku hanya ingin bertanya, bagaimana kau akan membatalkan perjodohan kita? Aku tahu kau punya rencana. Apapun itu, aku akan menghargainya. Kebetulan aku sama sepertimu, tidak menyukai kerumitan."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!