Aurora firdaus POV
Namaku Aurora firdaus. Taman samping sekolah adalah tempat favoritku, untuk sekedar bersantai sejenak seusai pulang sekolah.
Dibawah pohon besar nan rindang. Ku duduk dibawahnya tenang sambil mengasah bakatku bermain biola. Jemariku yang mungil menggenggam stik biola yang perlahan tergesek hingga menimbulkan bunyi padu. Lagu sweet child o' mine milik guns N roses, kupilih untuk latihan.
Visualisasi aurora firdaus memainkan biola
Entah mengapa suara gesekan yang ditimbulkan dari senar bow yang bersentuhan dengan senar biola 🎻 membuatku tenang. Kupejamkan mata, sekedar menghayati setiap kunci nada yang kumainkan agar sesuai dengan naskah yang kubawa.
Jarum jam yang terus berputar mengalihkan perhatianku. Kaget waktu berlalu begitu cepat. Lekas kurapikan kembali biola ke dalam tas.
Tanpa kusadari. Aku sudah dikepung dua pria bertubuh besar seperti algojo. Tanpa pemberitahuan salah seorang diantaranya mendorong tubuhku keras ke pohon besar. Aku merasakan bahuku seperti retak.
"Auchhh.." ringisanku kesakitan.
Aku menahan sakit akibat dorongan pria sangar yang kini berada dihadapanku. Mendongak karena ia begitu besar.
"Kau harus terima dipersunting tuan mustofa, juragan kami. Dengan begitu hutang mendiang orang tuamu LUNAS.." tukas pria sangar itu kasar.
Aku merasakan belitan lengannya pada pinggangku semakin mengencang. Bisa saja ia membuat pinggangku remuk seketika jika ia mau. Namun sepertinya itu tidak termasuk dalam perintah juragannya.
"Aku tidak mau menikah dengan tuanmu itu.." tukasku kesal tanpa memikirkan kemalangan yang pasti menimpaku karena membantah perintah tuannya.
Pria sangar yang satunya membanting biola kesayanganku ke tanah. Lalu menginjaknya hingga hancur berkeping-keping. Hal itu membuatku marah. 😈
Pria sangar itu meraih daguku. Mencengkeram dengan kekuatan penuh.
"Kau berani membantah perintah juraganku.."
Tiba-tiba tendangan panas dan pukulan keras dari arah belakang berhasil membuat pria sangar di hadapan ku jatuh tersungkur ke tanah.
Bimasakti nama pria yang bertindak sebagai pahlawanku. Merasa tak terima temannya terkapar. Pria sangar lainnya melayangkan pukulan keras kepelipis bima. Namun bima dapat menangkis serangannya dengan sigap, hingga berhasil melayangkan tendangan dan pukulan keras kearahnya,sampai sudut bibir pria sangar itu berdarah.
Deva mahenra as bimasakti sahabat aurora firdaus
Kaki bima mundur kebelakang satu tindak, sedang tangannya melancarkan satu rangkaian serangan untuk menangkis serangan dua pria sangar yang sedari tadi menyerangnya geram.
Berturut-turut bima berhasil mematahkan beberapa jurus yang pria sangar itu keluarkan. Kedua pria sangar itu berulang kali menghadiahi bimasakti dengan pukulan dan tendangan. Namun tetap saja tidak membuat bimasakti tumbang.
Bimasakti melancarkan tendangan sebanyak tujuh kali yang menyebabkan dua pria sangar itu terhuyung mundur dan babak belur. Perkelahian sengit itu terhenti karena dua cecunguk itu memilih menyerah dan pergi.
Aku berlutut sedih menyaksikan biola kesayanganku hancur. Kuraih serpihan biola yang tiada mungkin kembali seperti sedia kala.
Bimasakti berjalan kearahku sambil menyeimbangkan nafasnya yang sedikit tersengal karena menghadapi dua cecunguk yang mengajaknya bermain-main.
"Maaf, aku tak bisa menyelamatkan biola kesayanganmu.." terang bimasakti menyesal
"Mungkin sudah nasib biolaku hancur. Bahkan sepertinya nasibku pun akan sama hancurnya seperti biolaku.." terangku terus menatap biolaku yang hancur.
"Maksudmu??" Gumam bimasakti tak mengerti maksud ucapanku.
Sedikit intermezzo. Bimasakti dan aku bersahabat sejak kecil. Keakraban kedua orang tua kami membuat kami hidup selayaknya keluarga. Orang tua bimasakti memutuskan pindah rumah ke Australia mendampingi suaminya yang bekerja di negri kangguru tersebut.Sejak saat itulah kami tidak saling bersilaturahmi.
Setelah lulus sekolah bimasakti tinggal di jakarta. Bekerja dalam dunia showbiz. Kepopulerannya berhasil dikenal publik sebagai aktor terlaris tanah air.
"Sejak orang tuaku meninggal karena kecelakaan. Hidupku berubah drastis. Himpitan ekonomi membuatku bekerja lebih giat lagi untuk menopang hidup.." terangku tegar.
"Aku turut berdukacita. Karena kabar itulah, aku kesini memastikan keadaanmu.." tukas bimasakti khawatir.
"Seperti yang kau lihat bim, keadaanku begitu menyenangkan. Orang tuaku wafat meninggalkan hutang. Rentenir selalu datang ke rumahku menagih hutang.." terangku ironis
"Hutang, untuk apa??" Tutur bimasakti mengernyitkan dahi karena heran.
"Setahuku orangtuamu bukanlah orang yang berpendirian lemah, sehingga harus berurusan dengan lintah darat.." lanjutnya tegas
"Entahlah, yang aku tahu sekarang lintah darat yang bernama tuan mustofa itu bermaksud menjadikanku istri ketiganya. Dengan begitu hutang orang tuaku dianggap LUNAS.." terangku sambil menghela nafas panjang.
"Oo jadi karena itu, kedua cecunguk tadi menyerangmu.." ujar bimasakti mulai paham duduk permasalahan yang menimpaku.
"Hari sudah mulai gelap. Sebaiknya kita pulang. Nenekmu pasti menghawatirkanmu.." ujar bimasakti sambil merekatkan jaketnya ketubuhku yang terlihat begitu lusuh karena diserang kedua pria cecunguk itu.
📆📆📆
Kuletakkan taburan bunga disepanjang makam yang nisannya bertuliskan nama Sri rezeqi kencana dewi, yang tak lain adalah ibuku. Dan makam tepat disamping ibuku. Makam yang nisannya bertuliskan nama Cakrbirawa pancasona, yang tak lain adalah ayahku.
Sudah lebih dari seminggu sang pencipta mengambil orangtuaku. Membuat hidupku terasa semakin hampa. Kesedihan bahkan belum hilang dari hatiku.
"Ayah,ibu. Mengapa kalian pergi secepat ini dan membebaniku dengan hutang pada lintah darat, yang aku sendiri tidak tahu berapa jumlahnya.." tuturku mulai mengeluhkan kehidupanku sambil terus menaburkan bunga ke pusara makam.
"Kau tahu, bu. Tuan mustofa terus memaksaku untuk menerima pinangannya. Dengan begitu hutang kalian lunas. Pria tua renta itu memang menyebalkan.."
Aku terus menggerutu, tak perduli jika ku dianggap tidak waras karena berbincang seorang diri. Lagipula tak ada orang lain di pemakaman hari ini. Aku hanya ingin mencurahkan kekesalan pada mendiang orangtuaku.
Suara langkah kaki yang terdengar di telinga, membuatku terdiam sesaat. Ku palingkan wajah ke kanan dan ke kiri, tetapi tak menemukan siapapun.
Bulu kudukku berdiri, merasa takut karena aku tengah berada di area pemakaman. Lambat laun suara langkah kaki itu semakin mendekat. Ku pejamkan mata karena takut.
"Ayah, ibu. Aku memang merindukan kalian. Tapi tolong jangan temui aku setelah kalian menjadi hantu. Kalian kan tahu aku takut dengan makhluk tak kasat mata.."
Satu tepukkan pelan dipundakku, membuatku hampir menangis 😭. Aku benar-benar takut dengan makhluk halus.
"Apa kau yang bernama aurora firdaus?" Ujar suara yang terdengar lembut. Sudah dipastikan seorang wanita. Kunaikkan sebelah alis bersamaan dengan mataku yang perlahan mulai terbuka.
"Apakah hantu bisa bicara dan menepuk pundak??" tuturku bermonolog lirih.
Kutarik nafas dalam-dalam. Kembali ku pejamkan mata, lalu menengadahkan kedua tangan mulai membacakan ayat kursi supaya hantu 👻 itu pergi.
"Aurora??"
Suara itu kembali terdengar. Tetapi kali ini aku mengenal suara itu. Suara berat khas itu adalah bimasakti.
"Kami manusia, bukan hantu seperti yang kau kira??" Tukas bimasakti membuatku jadi malu sendiri. Apalagi mereka dengan santainya menertawakan sikap konyolku barusan. Yang bisa kulakukan hanya cengengesan tak jelas sambil menggaruk kepalaku yang tak gatal.
Mrs. Anastasia Laksani adalah ibu dari bimasakti. Ia lalu memelukku erat menguatkan ku dan turut berbelasungkawa.
"Aurora, tante turut berdukacita atas meninggalnya orang tuamu. Orangtuamu sahabat karibku yang terbaik. Aku tak menyangka sang khalik cepat memanggil mereka.."
"Terimakasih, tante.." tuturku berusaha tegar
"Tante sudah dengar masalah yang menimpamu sepeninggal orangtuamu dari bima. Ini kartu nama tante.." tukas mrs Anastasia menyerahkan kartu nama miliknya kepadaku, yang dengan antusias kuterima dengan senang hati.
"Tante sudah anggap kau sebagai keluarga. Jika perlu apa-apa datanglah kerumah. Bima dengan senang hati menerima mu..ujar mrs Anastasia dengan senyum manis di akhir kalimatnya.
"Terimakasih, tante.." ujarku tak enak hati.
"Bima akan mengatasi masalahmu dengan rentenir gila itu. Tapi maaf tante harus pergi ke Australia sekarang. Tante yakin bimasakti bisa menjagamu.." tukas mrs Anastasia tersenyum ramah sambil menepuk pundakku pelan sebelum pergi.
Cast.
Deva mahenra as Bimasakti Abraham
Patricia devina as Aurora firdaus
Setiap orang pasti pernah mengalami masa sulit
Dan yang mampu melewatinya hanya orang-orang bermental ksatria yang mampu terus berjuang mendapatkan hasil yang lebih baik..
Cobalah selagi masih ada kesempatan.
🛫🛫🛫
At Adisutjipto airport
17:00 P.M
Airport sore hari ini terlihat sangat ramai. Orang-orang berlalu lalang dengan tangan mereka yang menyeret koper dan sebagian ada yang membawa tas. Aku seperti melihat lautan manusia dihadapan ku.
Berbeda dengan orang-orang tersebut, aku tidak membawa apapun termasuk koper dan sebagainya. Hanya ponsel, sedikit uang,dan tiket pesawat untuk meninggalkan kota ini secepatnya.
Setelah kematian orang tuaku. Aku hidup dalam penderitaan. Obsesi tuan mustofa, lintah darat tua renta itu terhadapku memang sudah kelewat batas. Entah aku dijebak atau apa, sejauh yang kutahu orang tuaku tidak pernah berurusan dengan pinjaman bank atau lintah darat sekalipun.
Karena selama pria tua renta sialan itu, terus memaksaku untuk menerima pinangannya. Membuat hidupku selalu dalam ketakutan. Namun tidak berlangsung lama. Setelah mrs Anastasia Laksani ibunya bimasakti, yang amat murah hati melunasi semua hutang ke lintah darat sialan itu.
Aku tidak mau memikirkan semua keburukan itu lagi. Ku bulatkan tekadku untuk merantau. Mrs Anastasia laksani berbaik hati mengizinkan aku untuk tinggal di rumahnya bersama bimasakti dan sepupu bima lainnya selama aku di perantauan. Beliau sudah menganggapku seperti anaknya sendiri.
Pengumuman bahwa pesawat yang aku tumpangi sudah siap terbang. Aku berdiri dari tempat dudukku serta memakai topi dan masker sebagai perlindungan diri.
Ketika sudah sampai di pesawat dan duduk di kursi. Detik itulah aku bernafas lega serta menitikkan air mataku tanpa sadar.
"Setidaknya kota metropolitan adalah awal baru dari perjalanan hidupku.."gumamku bermonolog.
Ketika pesawat sudah lepas landas. Aku kembali menangis. Rasanya aku mulai merindukan mendiang orang tuaku.
🛬🛬🛬
At Soekarno Hatta airport.
1 jam 5menit perjalanan dari Adisutjipto airport ke Soekarno Hatta airport, membuatku jet lag. Aku masih bisa merasakan telingaku berdengung.
📱📲
"Kau terlambat..Aku sudah di bandara bima.." Ucapku ditelepon seraya terkekeh kecil.
Aku menerobos lautan manusia yang berlalu lalang dengan hati-hati. Tangan kananku memegang ponsel yang masih tersambung dengan bimasakti.
"Seharusnya kau mengabariku terlebih dahulu, jika kau memutuskan ke Jakarta hari ini.." ujar sahabatku menyesal karena tidak bisa menjemputku di bandara.
"Aku ingin lekas menjauh dari rentenir tua renta itu, yang selalu mencari celah untuk menjadikanku istri ketiga nya.."
"Bukannya hutang orang tuamu sudah lunas, mengapa si tua bangka itu terus menekanmu??"
"Entahlah, sinting!! Hal itulah yang membuatku nekat untuk merantau, menjauh darinya adalah solusi terbaik.." ucapku sambil menghela napas panjang lalu duduk di bangku tunggu bandara.
"Aku mencemaskan mu, sarapanmu yang semoga saja tidak kau lupakan.." gumam bima selalu menghawatirkan ku.
"Kau tidak perlu cemas, aku sudah mengisi perutku sebelum berangkat tadi.."
"Aku akan meminta yoga untuk menjemputmu di bandara.."
"Tidak usah aku bisa naik taxi.."tuturku keras kepala
"Kau tidak pernah berubah, masih saja keras kepala. Kepalamu memang terbuat dari batu.." tukas bima meledek. Aku tertawa kecil
"Aku tak mau merepotkankanmu lebih banyak lagi. Seluruh keluargamu amat berjasa kepadaku. Setidaknya biarkan aku mandiri mulai dari sekarang.." terangku
"Baiklah, jika itu maumu.." tukas bima mengalah.
Kota metropolitan kini terlihat seperti sehabis hujan. Genangan-genangan air terlihat hampir ada disetiap jalan. Aku duduk tenang di kursi belakang taxi sambil menopang dagu dengan tanganku dan asyik menikmati pemandangan kota metropolitan seusai hujan.
"Berhenti pak.." ucapku setelah sampai di taman suropati.
Kulangkahkan kakiku menuju taman mencari tempat kosong untuk ku duduki. Aku menyukai tempat ini. Rupanya akan kujadikan tempat ini sebagai tempat favorit saat ku bosan. Disini aku bisa melihat para seniman tengah memainkan saxopone dan biola 🎻.
Melihat biola itu, aku jadi teringat biola kesayanganku yang kuberi nama bubu.
"Sayangnya bubuku sudah hancur berkeping- keping dimusnahkan oleh antek-anteknya si rentenir tua bangka itu.." gerutuku dalam hati.
Sedikit demi sedikit angin sepoi-sepoi membelai wajahku. Bergabung dengan seniman biola, membuatku lupa waktu. Tak sadar hari sudah larut malam. Ponselku berdering nyaring. Tertera nama bimasakti di layar ponselku memanggil.
📱📲
"Kau dimana. Sudah selarut ini mengapa kau belum sampai ke rumahku??" Tukas bimasakti khawatir.
"Aku mampir ke taman suropati, sekedar menenangkan diri dan...." Ucapanku terpotong, begitu aku berbalik. Mendapati seorang pria yang memakai mantel, topi dan masker yang membuatku tak dapat melihat wajahnya dengan jelas. Namun siapapun dia setelah melihat sebuah pisau di tangan pria itu. Membuat diriku mundur menjauh.
"Sepertinya ada seseorang yang mencurigakan bersenjata tajam, memandang kearahku terus, bim..." tukasku sedikit takut.
"APAAAA??" Tutur bima panik.
"Kau mengenalinya??" Gumamnya lagi
"Tidak, bim. Tapi ia terus memandangku dengan tatapan marah.." tuturku makin ketakutan.
"Okay,, aku akan kesana. Kau tenang ya??"
"Aku takut, bim.."
"Baiklah aku sedang menuju kesana, jangan matikan panggilan. Tetap terhubung denganku.."
Pria misterius itu mulai mendekat kearahku. Dan disaat itu pula, aku berlari secepat mungkin. Aku terus berlari di malam yang pekat. Di tengah jalanan aspal.
Napasku tersengal, dan peluh membasahi wajahku. Aku terus berlari, menoleh ke belakang dan pria misterius tadi masih mengejar ku seraya berlari.
Aku menoleh kedepan. melihat ada sebuah cahaya yang memecahkan kegelapan jalanan, dan deru mesin mobil yang mengalahkan suara serangga. Dengan wajah berbinar. Kurentangkan tanganku, berdiri di tengah jalan hingga mobil pickup tua itu berhenti.
Aku tersenyum manis merekah, dan buru-buru ku dekati pintu bagian pengemudi lalu mengetuk kacanya dengan keras.
"Tuan! Tuan tolong aku!!" Ujarku dengan ketukan keras sambil menatap ke belakang. Pria misterius itu semakin mendekatiku.
Tak lama pintu mobil pickup itu terbuka, memunculkan seorang pria tinggi dan tegap dengan wajah yang sangat tampan yang masih dapat kulihat dalam kegelapan malam.
Pria gagah dan tampan dengan tatapan yang sangat tajam dan dingin. Pria itu masih diam, mata coklatnya yang tajam menatap mataku dengan tatapan misterius. Membuatku berdebar dan buru-buru memalingkan wajahku agar tak bertatapan.
"Ada apa??" Tanya pria itu. Suaranya rendah dan dingin. Begitu menggetarkan hati, membuatku semakin gugup
"Tolong aku, tuan. Seseorang misterius bersenjata tajam mengejarku.." ujarku dengan nada memohon.
Aku semakin panik dan takut. Pria misterius itu berlari mendekat kearah ku. Aku hendak berlari tapi pria bermobil pickup ini justru menahan tanganku. Membuatku tak bisa berbuat apa-apa. Tangan besar dan dingin menggenggamku erat.
"Tuan aku mohon tolonglah aku!!" pintaku lagi
Pria itu merunduk, mendekatkan wajahnya padaku. Membuatku harus memundurkan wajah karena napas hangat pria itu sampai menerpa wajahku. Tatapan tajam dari mata coklatnya menghunus mataku.
Terlambat pria misterius itu, berlari cepat kearahku dan berhasil menusuk perut bagian sampingku.
"Arrrggghh.." ringisku keras. Darah segar mengalir dari bagian perutku yang tertusuk pisau. Bibirku berubah kelu, wajahku pucat pasi hingga akhirnya penglihatanku kabur. Namun aku masih sadar dan masih menahan perih di perutku. Pisau masih tertancap dalam.
"Heiii..." teriak pria berpick up kearah pria misterius yang menusukku sudah berlari cepat, meninggalkan pisau di perutku.
Sepertinya pria berpickup ini hendak mengejar pria misterius yang menusukku. Namun ia urungkan melihat kondisi ku yang butuh pertolongan segera.
Pria itu membantuku duduk di samping kemudi. Diikuti olehnya yang kemudian memegang setir, menginjak pedal gas dan melajukan mobilnya.
Aku menghela napas, menyandarkan tubuhku dan memejamkan mata meski goncangan dari mobil pickup itu sangat terasa hingga menimbulkan rasa perih terdalam di bagian lukaku.
Aku menegakkan tubuhku dan menatap pria di sampingku dengan serius, karena tadi saat bertemu, pria itu mengenakan setelan kemeja rapi. Tapi saat ini hanya mengenakan kaos dan celana jeans. Dengan sigap ia relakan kemejanya berlumuran darah karena membendung darah segar yang terus mengalir dari perutku.
"Nama tuan siapa?" Tanyaku pelan menahan sakit
"Agung pratama.." jawabnya singkat.
Aku mengangguk mengerti. "Terimakasih telah menolongku.."tukasku lagi.
"Baru saja aku datang ke kota ini. Seseorang menyambutku dengan senjata tajam. Sungguh penyambutan yang istimewa.." ucapku ironis sambil terus memegangi pisau yang masih tertancap di perutku. Agung Pratama hanya diam sambil fokus menyetir menuju ke rumah sakit terdekat.
"Kau ini sinting atau apa?? Berhentilah bicara!! Bisa-bisanya kau mengoceh disaat kondisimu sekarat seperti ini.." bentak pria itu keras kepadaku.
Dengan penuh kepanikan. Agung membawaku memasuki areal rumah sakit. Semua pasang mata tertuju pada laki-laki itu lantaran tubuhnya penuh darah karena menggendongku yang bersimbah darah terkena luka tusuk senjata tajam. Semua orang tampak menduga-duga bahwa aku adalah korban begal.
Beberapa suster dan perawat mendatangi agung dengan tergesa-gesa menuju ke ruang unit gawat darurat. Mereka memindahkan ku ke ranjang dorong dan membiarkan para perawat membawanya.
Agung diminta segera keluar dari ruangan. Membiarkan aku ditangani tangan-tangan terlatih. Agung berjalan lesu pada koridor. Mondar-mandir tak tentu arah. Seakan perduli dengan kondisi keselamatanku.
Drrrttt..
Layar ponselku yang dipegang oleh agung bergetar. Tampak nama bimasakti melakukan panggilan.
📱📲
"Aurora, kau dimana?? Aku sudah sampai di taman suropati.."suara bima panik di telepon.
"Pemilik ponsel ini sedang berada di rumah sakit.." ujar agung
"Ini siapa? Dan bagaimana aurora bisa berada di rumah sakit?? tukas bima panik.
"Aku bripda agung pratama. Sebaiknya Anda lekas ke rumah sakit untuk menemuinya.." terang agung tegas.
"Baiklah aku menuju kesana.." tutur bimasakti, menghentikan panggilan teleponnya..
🚗🚗🚗
Bimasakti berusaha fokus menyetir. Ia tak mampu membayangkan betapa menderitanya aurora firdaus saat ini. Cengkeraman pada roda kemudi semakin mengerat. Hingga tanpa sadar bimasakti menginjak lebih dalam pedal gas mobil yang dikemudikannya sehingga mobil itu melaju secepat kibasan angin.
Butuh dua puluh menit bimasakti tiba di rumah sakit. Berlari melewati resepsionis lantas menuju ruang IGD. Dia tidak perlu bertanya mengingat rumah sakit ini pernah merawat dirinya saat sakit sepuluh hari.
Melewati lorong dengan bau obat yang semakin menyengat. Bimasakti berbelok kearah kiri, hingga akhirnya ruangan yang ia cari terlihat.
Tubuh agung pratama terasa lengket. Peluh bercampur darah memenuhi tubuh bagian atasnya. Hingga seorang suster terlihat menghampiri agung.
"Anda bisa mengurus administrasi terlebih dahulu, dokter segera mengoperasi pasien.." ucap suster ramah menyampaikan prosedural rumah sakit.
"Baiklah, suster.." ucap bima berjalan meninggalkan perawat, menuju ruang administrasi agar aurora firdaus segera ditangani lebih lanjut.
"Kau bripda agung pratama??" Tanya bimasakti sesampainya di ruang IGD. Pria itu hanya menjawab dengan anggukan kepala.
"Aku bimasakti, biar aku yang urus administrasinya.." terang bima sambil berjabatan tangan dengan agung.
🏥🏥🏥
Setelah urusan administrasi selesai, Aurora firdaus segera dipindahkan ke ruang operasi. Agung dan bima setia menunggu di depan ruang operasi, yang lampunya belum juga padam padahal sudah lebih dari 2 jam agung menunggu.
Lampu ruangan berubah padam. Tanda operasi sudah selesai. Tampak dokter muncul dalam balutan seragam kebesarannya. Hal itu membuat bimasakti dan agung berdiri dan menyapa dokter dengan rentetan pertanyaan. Sang dokter tampak memahami kegusaran dua pria tersebut.
"Operasi berjalan lancar. Pasien akan dipindahkan ke ruang perawatan. Tinggal menunggu pasien pulih.." terang dokter lalu pergi.
🏠🏠🏠
Bimasakti POV
Bimasakti tengah duduk santai sembari menikmati pemandangan sore hari dengan kolam renang di hadapan mereka. Anastasia Laksani menghampiri dan mengelus puncak kepala putranya itu dengan lembut.
"Bagaimana kabarmu, nak??" Tutur Anastasia lembut.
"Aku baik, mom. Bagaimana denganmu?"
"Seperti biasa.." tukas Anastasia lalu menurunkan tangannya dari puncak kepala putranya. Bimasakti mengalihkan tatapan dari mommynya.
"Aku dengar aurora ditusuk seseorang. Itulah yang membuat mommy datang kesini.."terang Anastasia khawatir.
"Aurora menjadi korban salah sasaran. Saat di bandara si pelaku penusukan sudah mengintainya. Ia pikir aurora adalah gadis yang disuruh tuannya untuk disakiti.." terang bimasakti
"Beruntung bripda agung pratama kebetulan berada di TKP lalu menolongnya. Sekarang tersangka sudah mendekam di penjara, bertanggung jawab atas perbuatannya yang konyol..." timpal bimasakti lalu menyeruput kopi double shoot favoritnya.
"Malang sekali nasib aurora. Harus menjadi yatim piatu di usianya yang masih muda. Berurusan dengan rentenir jahat. Dan sekarang ia malah dianiaya atas tindakan salah sasaran.." celoteh Anastasia khawatir
Bimasakti paham betul kekalutan Mommynya. Jauh-jauh dari Australia ke Indonesia hanya untuk menjenguk aurora firdaus, itu menandakan ia amat menyayangi aurora. Anastasia hanya memiliki anak semata wayang yaitu bimasakti. Maka dari itu Anastasia menganggap aurora sebagai anaknya. Karena ingin sekali memiliki anak perempuan.
"Mommy begitu khawatir akan keadaan aurora, membuatku iri. Sebenarnya anak kandung mommy, aku atau aurora??" Celetuk bimasakti meledek, diiringi gelak tawanya.
"Kau ini..." tukas Anastasia sambil mengacak-acak rambut bimasakti.
"Mommy tenanglah, selagi ada aku. Aurora akan baik-baik saja.." tutur bimasakti menggenggam erat tangan mommynya menenangkan.
"Bagaimana dengan aurora? Dimana dia?" Tanya Anastasia berusaha mencairkan suasana.
"Dikamarnya , tengah beristirahat.." Terang bima pelan.
"Bagaimana hubunganmu dengan penyanyi pop terkenal itu, siapa namanya??" Tukas Anastasia berusaha mengorek informasi tentang kisah romansa anaknya.
"Sherly cortez maksud mommy?? Baik.." jawab bima
Anastasia tersenyum pada pelayan yang membawakan air putih yang ia minta. Lalu meminumnya dengan tatapan yang terkunci pada putranya. Dia rindu saat-saat berdua dengan bima dan sepupunya yang lain.
"Mom.." tukas bima menatap mommynya. "Hmmm?" Tanya Anastasia membalas tatapan putranya itu.
"Sherly cortez...."
"Aku tahu, sayang. Sherly cortez mengidap Borderline personality disorder atau biasa disebut berkepribadian ambang.." potong Anastasia lalu menaruh gelas di meja bundar di hadapannya.
"Bagaimana mommy tahu, aku bahkan belum menceritakannya.." terang bima mengernyit.
Anastasia menggaruk pelipisnya
"Apakah yang media bilang itu benar, bahwa kau dan sherly sudah putus??"
"Itu memang benar tadinya.."
"Kenapa bisa putus??" Tutur Anastasia mengernyit.
"Kepribadian ambang sherly membuat emosinya berfluktuasi. Masalah kecilpun bisa menjadikan kami bertengkar hebat. Akhirnya putus.." terang bima curhat.
"Aku tulus menyayangi nya dalam kondisi apapun. Bahkan dalam kondisi genting sekalipun, aku berusaha mensupport bahkan berada di garda terdepan jika ada yang menyakiti sherly.." tukas bima dengan tatapan matanya yang menatap mata mommynya tegas, lalu seulas senyum tipis terukir.
"Dan aku akan tetap bersamanya. Aku sayang padanya. hubungan kami baik-baik saja ,mom.." tambah bima penuh penegasan.
***
Aurora POV
Aku terbangun mengerjapkan mataku sesekali agar lebih terbiasa dengan lampu-lampu yang menyilaukan mata. Kutatap langit-langit, aku terkesiap tak percaya dan aku merasa aneh.
"Mengapa aku berada di kamar semewah ini. Tidak ini pasti mimpi konyolku lagi.." celetukku bermonolog. Aku membuka pintu kamar dan menatap keluar ruangan.
"Masha Allah rumah ini benar-benar mengesankan. Tidak tidak!! Ini bukan rumah, melainkan istana termegah yang biasanya hanya kulihat dalam film animasi. Bahkan mimpi ini terlihat nyata.." celotehku berkelit dalam hati.
Aku berjalan mengelilingi seluruh ruangan dan menuruni tangga melingkar yang cukup panjang.
"Astaghfirullah, aku benar-benar menikmati mimpi ini karena mungkin hanya terjadi sekali seumur hidupku. Kapan lagi aku bisa merasakan kemegahan seperti ini?" gumamku lagi berkelit dalam hati.
Aku berjalan menelusuri tapak jalan yang menurutku masih bisa dikatakan sebagai lantai. Setelah berjalan lama, aku merasa aku tersesat. Cukup lucu sebenarnya, tapi kenyataannya memang begitu. Tersesat di sebuah istana.
Aku berjalan lagi sesuai naluriku, sampai berhenti di ruangan yang mungkin adalah ruang tamu. Seorang pria tampan dengan rambut acak-acakan sedang tertidur di sofa. Ada seorang pria lagi tengah duduk sambil bermain piano.
"Apa istana ini berpenghuni?" Celetukku dalam hati.
"Apa kondisimu sudah baikan? Perutmu apakah sudah tak terasa sakit??" Suara seseorang dibelakangku membuatku menegang
Perlahan aku menoleh kebelakang. Tampak seorang gadis cantik, tinggi semampai dengan rambut lurus bergelombang berada dibelakang ku.
"Kau siapa??" Tanyaku
"Aku Marsha Milan,yang tengah bermain piano itu rizqi Firmansyah milan dan yang sedang tidur di sofa itu yoga yurendra milan. Kami semua sepupu bimasakti.." terang marsha sambil menuntun langkahku menuju ruang belakang dekat kolam renang. Tempat dimana bimasakti dan mommy nya tengah berbincang hangat.
Perkenalan cast.
Antoni xie as bripda agung Pratam
Deva mahenra as bimasakti
Paramitha Rusady as Anastasia Laksani mommynya bimasakti
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!