“Ma, apakah dia nampak cantik dan sudah pantas mendapatkan harga mahal sekarang?” tanya Emma setelah menuruni anak tangga rumah ini dengan tangan yang mengandeng Ava-adik tirinya.
Seorang perempuan paruh baya yang sudah menunggu kedatangan mereka berdua pun mulai menatap setiap jengkal tubuh Ava-anak tirinya yang malang. Kemalangan itu membuatnya harus di jual malam ini. Tragis sekali.
“Sayang, kamu sungguh pintar sekali memoles si dekil ini hingga menjadi princess begini,” puji Maria pada putri kandungnya. Maria merasa puas ketika melihat anak tirinya begitu cantik jelita, ia akan mendapatkan uang banyak malam ini.
Ava membuka mulutnya lebar ketika ia mengerti apa alasan Mama dan juga Kakak tirinya bersikap baik padanya seharian ini, mereka berdua ingin menjualnya pada seorang lelaki hidung belang. Ava pikir jika ia menyayangi Mama dan juga kakak tirinya dengan sepenuh hati maka keduanya akan luluh serta menyayanginya, tapi itu hanya anggan-anggan bodoh yang pernah terpikir di benak Ava selama ini.
“Aku tidak mau dijual, kenapa harus aku dan bukan Emma saja,” kata Ava dengan berani, ia harus berontak sekarang.
Mendengarkan bantahan dan kata-kata lancang dari anak tirinya itu membuat darah Maria mendidih seketika, ia mengangkat tangannya dan bersiap menampar anak tiri kurang ajar itu, tapi Emma segera menggenggam tangan Maria, menghentikan apa yang akan Mamanya itu lakukan.
“Ma, lelaki tua itu tak akan suka jika wanitanya memiliki bekas tamparan di pipi dan Emma juga takut jika lelaki tua bangka itu akan membatalkan perjanjiannya, nanti kita juga yang rugi besar, apa salahnya jika bersabar sebentar saja demi untuk mendapatkan tumpukan uang,” ujar Emma mencoba untuk menenangkan hati sang Mama yang kini sedang dikuasai dengan berjuta emosi.
“Kamu benar juga, Mama bisa bersabar demi uang,” kata Maria. Perempuan paruh baya itu menarik dalam nafas dari hidung lalu menghembuskan dari mulut.
“Ava, aku sudah pernah melakukan hubungan dengan kekasihku, jadi aku sudah tak virgin lagi! Kamu yang masih bersegel lebih pantas dijual dengan harga yang mahal, kami juga nanti akan memberikan bagianmu, apa salahnya menjual kesucian itu pada seorang lelaki tua, dia juga tak akan mampu bermain lama dan mungkin akan kelelahan setelah memasukkan miliknya beberapa inci saja.” Ava merinding seketika setelah mendengarkan apa yang Emma katakan barusan, saudara tiri yang kejam dan juga tak memiliki hati, jika ia tahu lebih awal, maka sudah bisa dipastikan jika Ava akan kabur dari rumah ini. Tapi semua sudah terlambat dan Ava harus menghadapi semua ini.
***
“Ava, kau harus melayani lelaki paruh baya itu dengan baik, jika sampai kau membuatnya kecewa maka akan aku pastikan jika kau akan menderita selama sisa hidup kamu,” ancam Maria pada Ava ketika mereka baru saja menjejakkan kakinya di salah satu hotel bintang lima di negara ini.
“Ma, Ava minta tolong, jangan lakukan ini pada Ava,” kata Ava dengan air mata yang sudah menganak sungai di kedua pelupuk matanya. “Ava juga Putri Mama sama seperti Emma,” ujar Ava mencoba membujuk perempuan angkuh yang ada di hadapannya sekarang.
“Kau hanya anak tiri, jadi jangan samakan dengan Emma karena dia kesayanganku,” ujar Maria dengan jujur tanpa perduli dengan sakit hati yang sekarang sedang anak tirinya itu rasakan.
Ava Charolline. Wanita berusia 22 tahun, memiliki wajah cantik natural dengan kulit putih polos dan bibir ranum, tinggi sekitar 160 cm. Mamanya meninggal ketika melahirkannya kemudian ketika usianya menginjak 5 tahun, sang Papa menikah dengan Maria-mama tirinya sekarang.
Sejak dari kecil Maria selalu bersikap baik pada Ava ketika ada Papanya, tapi ketika sang Papa pergi bekerja, maka Maria dan juga Emma akan menjadikan Ava sebagai pelayan dan kerap menyiksanya. Ketika usia Ava genap menginjak 20 tahun sang Papa yang sudah sakit-sakitan akhirnya meninggal dunia, lelaki kesayangan Ava itu meninggalkan hutang yang begitu banyak hingga membuat Mama dan juga saudara tirinya semakin menyiksa Ava tanpa henti dan puncaknya sekarang ini. Maria yang memang bekerja di club malam mendapatkan tawaran dari seorang lelaki paruh baya untuk mencari gadis lugu yang masih bersegel, terpikirkan Ava yang memang tak pernah menjalin hubungan dengan lelaki lain.
Setelah turun dari dalam mobil terlihat ada sekitar lima pengawal yang melangkah menghampiri Maria, Ava dan juga Emma dengan wajah datar dan baju serba hitam. Tubuh Ava gemetar karena ketakutan sebab ini untuk kali pertama ia menghadapi situasi mencekam seperti ini
“Ma, jangan jual aku,” pinta Ava untuk yang kesekian kalinya. Maria menulikan pendengaran dan membutakan mata hatinya, yang ada di dalam pikirannya hanyalah uang saja.
“Apakah Anda yang bernama Nyonya Maria?” tanya salah satu pengawal dengan suara beratnya. Suara itu terdengar mengancam di telinga Ava hingga membuat bulu kuduknya meremang dengan begitu sempurna.
“Ya, saya kemari ingin menemui Tuan Sam,” jawab Maria santai. Ia sudah terbiasa melihat banyak jenis lelaki hingga tak merasa panik sedikitpun.
“Mari kami antar untuk menemui Tuan Sam.” Pengawal itu langsung melangkah di hadapan Maria, Ava dan juga Emma. Sedangkan keempat pengawal yang lain berjalan di belakang ketiga wanita itu.
“Masuklah ke dalam, karena Tuan Sam sudah menunggu kalian,” kata salah satu pengawal setelah mengetuk pintu bercat putih tulang di hadapannya, kemudian membuka pintu tersebut dan mempersilahkan ketiga wanita untuk masuk ke dalamnya.
“Ma, Ava tidak mau,” kata Ava yang masih tidak bergerak di posisinya sekarang.
“Kau mau mati? Tidak lihat jika banyak pengawal yang menjaga tempat ini,” kata Maria dengan nada suara yang setengah tertahan di tenggorokannya.
“Ayo masuk.” Emma langsung menyeret Ava masuk ke dalam ruangan presidential sweet hotel ini.
Lelaki paruh baya yang berusia sekitar 68 tahun itu melihat ke arah Ava, tatapan itu menyelidiki dan terlihat dengan sangat jelas jika wanita bergaun putih tulang itu nampak gemetar sekarang. Gaun putih tulang yang sekarang sedang Ava kenakan seakan menunjukkan kesuciannya.
“Apakah dia wanita yang akan kau jual padaku?” tanya Tuan Sam dengan melangkah mendekati Ava. Lelaki itu tak berkedip sama sekali ketika melihat bunga yang baru mekar di hadapannya ini-Ava maksudnya.
“Ya, Tuan Sam, di adalah anak tiri saya dan bisa saya jamin jika dia masih segel, bahkan tak pernah memiliki teman lelaki ataupun teman kencan,” kata Maria dengan tersenyum manis.
“Ava begitu baik hati dan masih suci, Tuan Sam akan menyukainya,” sambung Emma mencoba untuk mempromosikan saudara tirinya agat terjual dengan harga yang mahal.
“Akan aku beli dia dengan harga 2 milliar, tapi setelah itu ia akan menjadi milikku,” kata Tuan Sam yang memang sudah tertarik pada Ava.
“Ma, jangan,” kata Ava pada Maria dengan tatapan mengiba. Lagi dan lagi Maria menulikan pendengarannya membuat Ava seakan menelan pil pahit sekarang.
“Tentu saja saya sangat setuju karena Anda menaikkan harganya dua kali lipat dari perjanjian awal,” kata Maria dengan wajah berbinar bahagia.
“Hubungan kalian akan putus setelah menandatangani perjanjian, kalian bukan lagi keluarga dan si cantik akan ikut bersamaku lalu menikah,” kata Tuan Sam pada Maria.
“Tentu tidak jadi masalah bagi kami, ambil saja Ava dan berikan uangnya,” kata Maria serakah.
Maria dan juga Emma mendorong Ava ke dalam pelukan Tuan Sam. Seorang lelaki memberikan secarik kertas pada Maria dan dengan tak sabaran perempuan itu langsung menandatangani surat perjanjian tersebut secepat mungkin, setelah mendapatkan uang 2 milliar yang telah Tuan Sam janjikan, Maria dan juga Emma langsung melangkah keluar dari ruangan hotel ini dengan hati gembira tanpa perduli dengan rintihan tangis Ava. Mama dan saudara tiri yang kejam.
Tubuh Ava mulai bergetar sekarang, ia tak berani mengangkat pandangannya sedikitpun seakan lantai marmer hotel ini lebih menarik untuk ia pandangi. Suara sepatu pantofel berjalan semakin mendekatinya, Ava ingin mengangkat kakinya dan berlari keluar dari ruangan ini, tapi hal itu tak akan mungkin karena ada sekitar 3 lelaki dengan tubuh kekar menjaga pintu itu, ketiganya seakan ingin memastikan jika Ava tak bisa kabur dari ruangan terkutuk ini.
Mata Ava tertutup dengan sempurna sesaat ketika ia melihat sepasang sepatu pantofel berwarna hitam mengkilat berhenti tepat di hadapannya.
“Tu-tuan, saya akan lakukan apapun, menjadi pelayan Anda pun akan saya lakukan, tapi mohon jangan sentuh saya,” pinta Ava dengan suara yang bergetar di ujung lidahnya. Ia tak berani membuka mata ataupun mengangkat pandangannya, kepalanya tertunduk dan bulir air mata itu jatuh di kedua pipinya, lalu di susul dengan isak tangis yang terdengar memilukan sekali.
“Aku tak akan menyentuh kamu,” kata lelaki paruh baya itu dengan mengusap kepala Ava dengan gerakan yang lembut. Tuan Sam merasa kasihan dengan Ava.
Ava membuka mata, mengangkat pandangannya hingga bertemu tatap dengan Tuan Sam. “Ap-apa maksud Anda, Tuan?” tanya Ava pada Tuan Sam ketika ia sudah mendapatkan keberaniannya untuk buka suara. Ava melihat Tuan Sam tersenyum manis padanya, senyuman itu terasa begitu menenangkan hati dan tak seperti senyuman mesum pada lelaki hidung belang di luar sana, semoga saja firasat Ava ini benar adanya.
“Aku memang mencari seorang gadis untuk menikah, tapi bukan untuk menikah denganku melainkan dengan putraku,” kata Tuan Sam pada Ava.
Sebenarnya apa yang terjadi pada lelaki paruh baya ini? Kenapa ada linangan air mata yang seketika menyelimuti manik mata indah itu ketika ia menyebutkan kata ‘putraku’ ataukah anak Tuan Sam adalah lelaki lumpuh? Sehingga harus di jodohkan seperti ini, ataukah mungkin putra Tuan Sam adalah seorang lelaki cacat? Demi apapun semua pertanyaan itu terngiang-ngiang di benak Ava, tapi ia tak bisa menemukan jawabannya.
Beberapa jam kemudian.
“Ma, kita mendapatkan begitu banyak uang sekarang, kita tak perlu bekerja di club malam lagi karena uang ini sudah akan membuat kita hidup enak selamanya,” kata Emma setelah membuka koper berisikan uang di dalamnya.
“Mama akan memanjakan diri mulai sekarang dan Mama akan membeli apapun yang di inginkan, tidak disangka jika Ava laku dengan harga yang mahal, jika tahu kalau gadis itu bisa menghasilkan uang sebanyak ini, maka akan Mama jual sejak dari dulu,” kata Maria dengan pemikiran rakusnya. Hanya uang saja yang ada didalam pikiran Mama dan juga anak itu. Memalukan sekali.
‘Tuan Ansell Amero merupakan anak tunggal dari Tuan Sam Amero melangsungkan pernikahan hari ini di salah satu gedung pencakar langit yang ada di negara ini, seorang perempuan cantik yang namanya tidak pernah disebutkan di media manapun menjadi pengantin Tuan Ansell, kabar terbaru yang kami dapatkan mengatakan jika nama mempelai wanita Tuan Ansell bernama Nona Ava Charolline,’ itulah berita yang terdengar di televisi yang ada dalam ruangan tamu rumah Maria.
Maria dan juga Emma saling menatap satu sama lain ketika mereka mendengarkan nama yang tidak asing di telinganya kini. Keduanya pun segera menyentak pandangan mereka ke arah televisi yang ada di hadapannya, gambaran Ava bersanding dengan seorang lelaki tampan nan gagah di pelaminan, terdapat Tuan Sam juga di arah lain yang kini sedang tersenyum pada kedua mempelai.
Gambaran di televisi menunjukkan jika altar pernikahan di hias dengan begitu indah dan juga glamor serta gaun pernikahan yang Ava kenakan kini digadang-gadang memiliki harga di atas 3 milliar. Sungguh pernikahan yang begitu megah dan juga indah, pernikahan orang terpandang di negara ini langsung menjadi tranding topik di media sosial.
“Ma, apakah Emma sekarang sedang salah lihat?” tanya Emma pada Maria sembari mengucek matanya dengan posisi yang masih tidak bergeming menatap ke arah televisi di hadapannya.
“Tidak, Sayang. Mama juga melihat hal yang sama,” jawab Maria. Anak dan juga Mama itu saling menatap satu sama lain dengan wajah yang masih nampak begitu shock.
***
Ava masuk ke dalam kamar pengantin, maniknya menyusuri setiap sudut ruangan ini. Terdapat kelopak bunga mawar merah yang menghiasi bagian atas ranjang, terdapat juga sepasang angsa putih mainan di atas ranjang itu, seakan menunjukkan jika sepasang pengantin baru akan melakukan hal semestinya di atas sana, lilin aroma terapi dengan bentuk love juga nampak menghiasi bagian bawah jendela.
Semua ini seperti mimpi, pernikahan ini bagaikan mimpi. Impian Ava sejak kecil adalah menikah dengan seorang pangeran tampan dan di saksikan oleh begitu banyak orang serta akan menjadi pernikahan paling berkesan yang pernah ada, kini semua itu sudah terwujud dalam sekejap mata, tapi ada yang aneh! Lelaki paruh baya itu membelinya tadi pagi dan siang harinya seluruh acara pernikahan telah di gelar dengan begitu sempurna bagaikan telah di rancang jauh-jauh hari. Ava merasa ada yang ganjil dengan pernikahan ini, tapi ia tak tahu itu apa.
“Apa yang sedang kau lakukan di dalam kamarku? Sekarang keluarlah!” suara bariton penuh perintah itu membuat lamunan Ava buyar seketika.
Ava memutar tubuhnya, melihat ke arah seorang lelaki tampan yang masih mengenakan tuxedo berwarna hitam. Ya, itu adalah lelaki yang mengucapkan janji pernikahan bersamanya tadi. Wajah lelaki itu begitu datar sekali, sorot mata dingin itu mampu membekukan semua benda yang ada di dalam ruangan ini, membuat sekujur bulu halus yang ada di tubuh Ava meremang dengan begitu sempurna.
“Tu-tuan Sam yang mengantarkan saya masuk ke dalam ruangan ini,” jawab Ava. Kedua tangannya saling menggenggam satu sama lain, bulir keringat dingin mulai keluar dari pori-pori kulitnya dan membuat buku-buku tangannya basah.
“Aku bilang keluar, ya keluar sekarang!” suara teriakan lelaki itu mengguncang telinga Ava hingga membuatnya terjingkat dan semakin gemetar.
“Sa-saya akan segera keluar sekarang, Tuan,” kata Ava dengan tubuh yang bergetar tak karuan. Suaranya sampai terdengar gagap karena rasa takut yang begitu besar sedang menyelimuti tubuhnya.
Ava berjalan cepat menuju pintu, ia tak memperhatikan jika kakinya menginjak gaun yang sedang ia kenakan hingga membuatnya hampir saja terjatuh dan beruntung Tuan Ansell langsung meraih pinggangnya. Rahang kokoh yang nampak begitu tegas dengan bakal janggut yang nampak samar bisa Ava lihat begitu jelas, wajah lelaki itu begitu tampan sekali bak dewa yunani, mungkin Ava salah mengira jika lelaki ini begitu kejam, buktinya Tuan Ansell menyelamatkannya ketika hendak terjatuh
“Kalau jalan itu hati-hati! Kau bukan anak kecil yang baru saja belajar berjalan.” Sembur Tuan Ansell sembari menghempaskan tubuh Ava menjauh darinya.
“Aku bakar semua pemikiran yang tadi sempat memenuhi benakku, sikapnya bukan seperti dewa yunani, tapi lebih pantas di sebut dewa maut," maki Ava pada sosok tampan di hadapannya dalam hati. Ava yang sabar.
Ava melanjutkan langkah kakinya untuk keluar dari ruangan kamar ini, tapi sialnya ia tak bisa membuka pintu di hadapannya. Ava mengutuki nasibnya yang tidak beruntung sekarang. Ia memberanikan diri untuk memutar kepalanya menghadap ke arah Tuan Ansell, lelaki itu melihatnya dengan tatapan setajam belati yang baru saja di asah.
“Tu-tuan Ansell, pintunya tak bisa saya buka,” kata Ava dengan kepala yang tertunduk. Menatap lantai jauh lebih menyenangkan dari pada harus menatap lelaki yang belum satu hari ini resmi menjadi suaminya.
“Ini pasti rencana si tua bangka itu,” umpat Ansell kesal. Ansell merasa dehidrasi, ia langsung menyambar air mineral yang ada dalam jangkauannya untuk menghilangkan rasa haus. “Kenapa aku bisa sangat ceroboh sekali! Bisa saja Papa menaruh obat perangsang di dalam minuman ini,” batin Ansell. Kenapa ia baru memikirkan itu setelah meneguk habis air mineral dalam gelas yang ia genggam sekarang.
“Tu-tuan bagaimana ini?” tanya Ava dengan kening yang sudah di basahi keringat dingin.
Tuan Ansell tidak menjawab, lelaki itu diam menatap ke arah Ava, mulai berjalan mendekati Ava dengan langkah gontai. Ava berjalan mundur kebelakang setelah ia menyadari jika ada yang tidak beres dengan lelaki di hadapannya sekarang. Mata Tuan Ansel merah menyala, lelaki itu seakan sedang membelai setiap inci tubuhnya dengan tatapan menginginkan itu.
“Ada apa dengannya? Kenapa dia menatapku seperti seorang binatang yang kelaparan,” batin Ava yang mulai merasa terancam.
Ava yang terus melangkah mundur tidak menyadari jika kini tubuhnya sudah terjerembah pada dinding ruangan ini. Tuan Ansell melangkah menghampirinya dan langsung menaruh kedua tangannya di dinding memerangkap tubuh kurus Ava.
Ava semakin gemetar ketakutan, detak jantungnya seakan hendak lepas da kodratnya sekarang, Ava menggengam kedua tangannya yang sudah berkeringat dingin sejak dari tadi, berdoa supaya ada orang yang menyelamatkannya, tapi suasana tenang dan juga damai seakan meleburkan apa yang Ava pikirkan sekarang.
“Tu-tuan, mohon menjauhlah,” pinta Ava pada Tuan Ansell. Ava merasakan aroma nafas mint membelai wajahnya, jarak keduanya begitu dekat sekarang, hal itu membuat Ava merasa tidak nyaman.
“Menjauh? Kau adalah wanita pilihan si tua bangka itu! Kau sudah resmi menjadi istriku sekarang temani aku.” Tuan Ansell mengendong tubuh Ava ala bridal style membanting perempuan itu ke atas ranjang dengan kasar dan langsung menuntaskan hasratnya secara membabi buta.
***
Tuan Ansell membuka matanya, ia melihat seorang gadis cantik sedang tertidur lelap dalam dekapannya, gadis ini adalah istrinya-wanita pilihan sang Papa! Jika saja sang Papa tidak mengancam akan mencoret namanya dari daftar ahli waris, maka sudah di pastikan jika Ansell akan menolak perjodohan ini. Semua gara-gara bar-bara, kekasihnya itu berani sekali memutuskan hubungan mereka ketika hari pernikahan dan semua persiapan telah di lakukan, jika saja kekasihnya itu tak memutuskan hubungan mereka secara sepihak sudah bisa di pastikan jika Ansell akan menjadi lelaki yang paling bahagia di dunia ini karena ia bisa menikahi wanita yang selama ini selalu menghuni relung hatinya.
Perempuan dalam dekapannya mulai membuka mata, Ansell berpura menutup manik matanya seakan ia belum bangun.
“Astaga! Apa yang telah aku lakukan, dia merenggut kesusian aku begitu saja,” geturu Ava dengan suara serak khas orang bangun tidur. Ava juga menangis semalaman hingga ia akhirnya jatuh pingsan karena tak bisa mengimbangi permainan suaminya yang begitu brutal semalam, entah berapa ronde lelaki itu mengulangi hal yang sama hingga membuat tubuh Ava remuk redam pagi harinya.
“Bodoh! Kau itu istriku mana mungkin kejadian semalam kau anggap aku sedang merenggut kesuncianmu,” batin Tuan Ansell di dalam hatinya. Ia memprotes ucapan Ava tapi hanya didalam hatinya saja.
“Aku tak bisa membiarkannya melihat tubuh polosku, aku harus segera ke kamar mandi sebelum ia membuka mata. Maria, Emma! Aku berjanji suatu saat akan membalas dendam pada kalian berdua, kalianlah yang membuatku ada di posisi ini.” Setelah bergumam Ava mulai melangkah turun dari dalam ranjang. Ava berjalan perlahan karena menahan rasa nyeri di bawah sana. Sungguh sekujur tubuhnya terasa begitu kaku sekali.
"Aku sudah melihat setiap inci tubuhmu, jadi kenapa masih mencoba menyembunyikannya," protes Tuan Ansell di dalam hati. Tuan Ansell mungkin terlihat diam dan selalu menatap Ava dengan manik tajam, tapi sesungguhnya lelaki itu tipe orang yang suka protes di dalam hati.
Ava melihat ada baju yang tergeletak di atas meja, ia mengetahui jika itu adalah baju wanita, tanpa ragu Ava langsung membawa baju itu masuk ke dalam kamar mandi.
“Siapa Maria dan siapa Emma?” tanya Ansell pada dirinya sendri. Lelaki itu mulai menyandarkan tubuhnya di sandaran ranjang dengan mengusap dagunya yang di tumbuhi bakal janggut.
Tuan Ansell melihat ke arah Ava yang sudah jauh lebih segar setelah keluar dari kamar mandi, wanita itu nampak cantik natural meskipun tak mengenakan make up di wajahnya, kulitnya juga putih asli walaupun tak melakukan perawatan sedikitpun. Shith! Kenapa Ansell bisa menggagumi lelaki pilihan sang papa, ini tidak boleh. Wanita ini pasti sama seperti wanita lainnya yang menikahinya hanya karena harta saja.
Ava melihat ke arah Tuan Ansell yan mulai beranjak berdiri dari posisi duduknya, selimut putih yang tadi sempat menutupi tubuh lelaki itu tiba-tiba melorot ke lantai, membuat Ava menjerit karena melihat tubuh Tuan Ansell yang polos tanpa sehelai benangpun.
“Kenapa berteriak jika semalam kau sudah menyentuh setiap inci tubuhku,” kata Tuan Ansell dengan wajah tanpa dosa. Lelaki itu bahkan tak merasa malu sedikitpun ketika tubuhnya di lihat oleh Ava. Mungkin karena Tuan Ansell sudah terbiasa melakukan permainan kuda lumping dengan banyak wanita.
“Saya tidak melakukan hal itu! Anda yang memaksa saya,” jawab Ava tidak setuju.
“Sama saja.” Usai bicara Tuan Ansell melenggang masuk ke dalam kamar mandi.
“Tentu saja berbeda, kau yang memaksa aku Tuan," kata Ava dengan berani ketika melihat pintu kamar mandi telah tertutup.
“Ulangi sekali lagi!” titah Tuan Ansell dengan kata-kata mengancam. Sebenarnya tadi Ansell belum menutup sempurna pintu kamar mandi sehingga ia masih bisa mendengarkan begitu jelas apa yang Ava ucapkan di belakangnya.
“Ti-tidak Tuan, ma-maafkan atas kelancangan saya,” jawab Ava dengan kepala yang tertunduk takut. Keberanian yang hanya sebesar biji beras itu langsung melebur begitu saja.
Tuan Ansell menarik seulas senyuman sangat tipis sekali ketika melihat perubahan sikap Ava yang menurutnya lucu. Lucu! Sepertinya Tuan Ansell perlu pergi ke rumah sakit guna untuk memeriksakan kondisi penglihatannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!