NovelToon NovelToon

Bodyguard Cool Rasa Pacar

Bad Girl

Tak…tak…tak…

Terdengar bunyi langkah kaki yang rapat mendekat ke arah meja makan. Semua sudah berkumpul di ruang makan bersiap sarapan pagi.

Hari ini ada jadwal kuliah pagi, bukan Biru namanya jika tidak terlambat, apalagi jika ada kuliah pagi. Biru menarik kursi makan yang ada di samping, melemparkan tasnya di meja dengan sembarangan. Bundanya melihat sambil menggelengkan kepalanya, sementara Papanya hanya diam seribu bahasa melihat tingkah putrinya yang dari hari ke hari semakin brutal itu di matanya.

“Pelan-pelan, jangan terburu-buru,” ujar Ganis menuangkan air di gelasnya. Terlihat Biru dengan tergesa mengunyah rotinya, terlihat penuh di mulutnya. Dia berusaha menjawab perkataan Bundanya, tapi tidak mampu dan alhasil hanya mengangguk-angguk kecil. Tangannya mengambil segelas susu dan meneguknya.

Meski sudah kesiangan, tapi Biru masih menyempatkan sarapan bersama keluarganya karena dia merasa sangat lapar setelah semalam tidak makan malam. Dia baru sampai di rumah jam 2 dinihari. Ok, memang anak super nih bocah.

“Biru berangkat dulu ya Bun, udah telat banget,” Biru mengambil tasnya, berdiri dan segera mencium pipi Bundanya dan juga Papanya. Ganis menghela nafas panjang melihat tingkah Biru, sedangkan Papanya sama saja, tetap saja diam.

“Hati-hati, jangan ngebut bawa mobilnya,” Ganis mengingatkan. Biru yang sudah berjarak beberapa langkah mengangkat jempol tangan kanannya sambil terus melangkah tanpa menjawab dengan ucapan.

Biru samba di garasi, membuka pintu mobil warna merahnya, begitu pintu terbuka Biru melemparkan tasnya sembarangan.

“Saya antar Non,?” tawar salah satu sopir keluarganya, laki-laki setengah baya itu hanya ditatap oleh Biru.

“Nggak usah, Pak Bud di rumah saja duduk manis ya…aku bisa nyetir sendiri,” jawabnya lalu tersenyum nakal, sejatinya Pak Budi adalah sopir yang disiapkan khusus oleh keluarganya untuk Biru. Hanya saja, setelah beberapa kali disopiri Pak Budi kemana-mana, Biru merasa tidak bebas dan tidak bisa sesuka hatinya. Alhasil Pak Budi berasa nganggur.

“Bye Pak Bud….selamat bersantai….,” Biru menyalakan mobilnya dan bergerak meninggalkan garasi sambil melambaikan tangan pada sopirnya itu. Tidak lupa tangannya mencari kacamata hitam yang dia simpan di dashboard, sebuah kacamata dengan merk ternama itu sudah nangkring di hidungnya.

Suara dentuman musik yang keras menemaninya sepanjang perjalanan menuju kampus elit di kota ini. Sungguh gadis metropolitan sekali.

Rambut panjang dibiarkan menjuntai dengan warna pirang, mata bening, hidung mancung, dan juga bibirnya yang sexy. Sesekali Biru mengeluarkan suaranya menirukan nyanyian yang sedang dia dengarkan meskipun suaranya sumbang. Sesekali juga dia mengangguk-anggukan kepalanya mengikuti alunan lagu. Biru melirik jam tangannya, sudah hampir 15 menit dia terlambat.

“Shiit, ini lampu merahnya lama banget sih,”

Tin…tin…tin….

Biru membunyikan klakson berkali-kali, padahal apa yang dilakukan itu tidak ada artinya, karena mobil di depannya juga sedang berhenti terkena lampu merah juga.

“Hahhh…. Siapa sih yang buat lampu merah begini, lama amat,?” gerutunya. Dan akhirnya warna hijau juga, Biru segera mengikuti laju mobil yang ada di depannya. Begitu ada kesempatan, Biru bergegas menyalip mobil tersebut dengan kecepatan tinggi.

“Wowwww,” ujarnya  merasa senang, tangannya terkepal ke atas.

Terlihat dari jarak agak jauh, seorang petugas tengah  melambatkan laju mobilnya. Untung saja Biru yang merasa memiliki jiwa pembalap, merasa sebagai salah satu keponakan pembalap itu bisa mengendalikan mobilnya dengan baik dan berhenti dengan mulus tepat di hadapan petugas yang menghadangnya.

“Selamat pagi Nona,” ujar salah satu petugas sambil memberikan hormat. Biru yang sudah terburu-buru pun tidak bisa berkutik, dia menurunkan kaca mobilnya dan melihat ke arah luar.

“Pagi pak,” jawabnya sembari melepas kacamata hitamnya. “Ada yang salah pak,?” tanya Biru percaya diri.

“Bisa tunjukkan surat-suratnya Nona,?” petugas tersebut menengadahkan tangannya hendak meminta surat kendaraan dan lain-lain untuk diperiksa.

Biru bergegas membuka tasnya, mencari barang yang diminta. Sedetik…dua detik…tiga detik….hingga akhirnya dan mengeluarkan isi tasnya, yang dicari tidak ada.

Biru masih santai, dia membuka dashboard mobilnya dan mencari-cari, tidak ada juga.

“Bagaimana Nona,?” petugas itu memastikan. Biru pun tersenyum meringis.

“Pak…saya lupa bawa,” Biru menggaruk kepalanya, sambil mencoba mengingat-ingat di mana dompetnya berada. Dan….kemungkinan tertinggal di kamarnya, di salah satu tasnya yang dia bawa semalam.

“Wah…silahkan keluar Nona, dan saya kasih surat tilang,”

“Pak….wow…pak…please pak, saya ada kok surat-suratnya,” Biru mencoba bernegosiasi, dia mengedipkan matanya ke arah petugas dengan harapan petugas tersebut terpana olehnya.

“Silahkan keluar Nona,” ujarnya lagi. Biru akhirnya keluar dari mobilnya.

“Jadi begini pak, saya mau kuliah pak, terus terburu-buru pak, ini saya sudah terlambat, jadi…,”

“Nona tahu apa kesalahan Nona,?” tanya petugas saat berhadapan dengan Biru yang masih berdiri dengan gaya anggunnya itu.

“Apa pak kira-kira,?”

“Nona mengendarai mobilnya terlalu kencang tanpa mempedulikan keadaan sekitar, ini bisa membahayakan Nona dan juga orang-orang sekitarnya, dan lagi Nona tidak ada surat kendaaan juga,”

“Ada pak, tapi lupa pak, lagian saya sudah telat pak…saya harus ujian…,” Biru menangkupkan kedua tangannya berharap mendapatkan amnesti dari petugas, wajahnya diupayakan semelas mungkin. “Ya pak ya…please…tidak akan saya ulangi lagi pak,” Biru memohon.

Ini bukan pertama kalinya Biru kena tilang, mungkin sudah berpuluh kali karena keteledorannya itu.

“Jadi gini aja pak,” Biru membuka pintu mobilnya dan mengambil ponselnya di sebelah tasnya. Biru membuka M-bankingnya dan segera berbisik ke petugas.

“Berapa nomor rekening Bapak,?” Biru berbisik, lirih sekali.

“Apa jadi Nona mau menyuap saya,?”

“Buk…bukan begitu maksudnya pak…bukan…ini bukan suap menyuap, ah bapak kayak nggak tahu aja,” Biru masih bernegosiasi.

“Siapa nama Nona,?” ujarnya dengan nada tegas. Biru mendengus, usahanya gagal. Petugas itu mencatat nomor polisi mobilnya di surat tilang. Biru pun ya sudahlah….kena tilang untuk keberapa puluh kalinya.

“Lain kali kalau sudah salah, jangan buat salah lagi dengan menyogok petugas,” pesannya dengan ramah.

“Siap pak,” jawab Biru di balik kemudinya. Tangannya menyimpan surat tilang di dalam dashboard dan bergegas meninggalkan petugas tersebut.

“Sial sekaliiii,” Biru kembali mengenakan kacamata hitamnya, dan dengan tanpa dosanya dia kembali menggeber laju kendaraannya hingga melebihi kecepatan normal yang disarankan.

            Celana jeans ketat warna navy, atasan kemeja warna putih bersih dengan kerah Victoria lengan pendek. Sepatu warna putih dengan hak tinggi di kakinya, menambah kesan sexy bagi Biru. Kacamata hitam masih menempel di wajahnya saat dia turun dari mobilnya.

Meskipun sudah telat 30 menit, dia masih saja berjalan santai menuju kelasnya. Yang akan dia lakukan setelah masuk kelas adalah meminta maaf dengan wajah memelas kepada dosen pengajar dan mengatakan kalau dia kena tilang.

Sepanjang perjalanannya dari tempat parkir ke kelasnya, hampir semua mata tertuju padanya. Iya, sejak baru pertama kali masuk ke kampus ini, dia sudah menjadi primadona, menjadi gadis yang paling hits dan paling dicari kaum adam di sini. Hampir semua mengaguminya dan menginginkan menjadikannya pacar. Biru mengibaskan rambutnya, bau parfum begitu semerbak bagi orang yang ada di dekatnya.

“Pagi Biru….sendirian aja nih,” sapa salah satu mahasiswa laki-laki. Biru tak menghiraukannya dan terus saja berjalan dengan anggun.

Biru mengetuk pintu kelasnya dan bergegas masuk.

“Oh shiiiit,” pekiknya saat tahu hanya ada mahasiswa di dalamnya, tidak ada dosen. Semua mata tertuju padanya. Biru mendekat ke arah kursi yang sudah dipersiapkan oleh teman-temannya untukknya.

Rupanya, karena ada kepentingan mendadak, dosen kuliah jam pagi ini izin. Tahu begini dia tidak akan ngebut dan mendapatkan tilang. Biru menghela nafas, mengambil cermin yang dipegang temannya, membenahi make up dan juga rambutnya. Benar-benar hari sial.

She is "Biru"

“Gila lo pada, kenapa nggak bilang kalau dosennya nggak ada sih?” Biru menyembur Ros dan Luna, sahabatnya. “Gara-gara aku gugup, nih dapat surat cinta lagi akutuh,” Biru mengeluarkan surat tilang yang dia letakkan di tasnya. Sudah berpuluh kali dia mendapatkan surat cinta itu, dan berpuluh kalinya dia mendapatkan cermah gratis dari Bundanya, sedangkan Papanya mah sudah angkat tangan.

Gantian abangnya yang menceramahinya, namun tetap saja tidak dia gubris. Dia anggap sebagai angin lalu saja, baginya ditilang ya ditilang saja. Tidak akan menghabiskan uang sakunya barang sehari. Amaaan….

“Weh…ketilang lagi, nggak bosen apa nilang lo mulu,?” ujar Ros, si gadis berambut lurus sebahu itu.

“Bodok ah mungkin petugasnya suka sama gue,” gumam Biru. Yang nyatanya itu enggak sama sekali, karena dengan kedipan matanya yang penuh pesona pun tadi tidak mampu meluluhkan hati bapak petugasnya. “Gue mau ke toilet dulu,” Biru bangkit dari kursinya.

“Mau ngapain?” tanya Luna.

“Sarapan, gila lo pada emang ya pertanyaannya, nggak mutu dan nggak berfaedah,” Biru meninggalkan Luna dan Ros, tapi akhirnya mereka membuntuti Biru yang sudah mendekati pintu kelas.

“Tungguu…ikut, mau touch up,” ujar Ros dengan centilnya.

Tiga cewek cantik, tapi tetep ya itu ketua gengnya adalah Biru. Nggak ada obat, betapa terkenalnya dia seantero kampus ini. Mereka mengenal siapa Biru, dari keluarga mana Biru berasal dan juga wajahnya yang rupawan menambah daya magis buat kaum adam mendekatinya.

Biru mematut wajahnya di cermin, memperbaiki lipstiknya.

“Nanti malam jadi kan,?” tanya Luna si gadis berambut lurus panjang, tak kalah cantik, tak kalah seksi. Mereka bertiga benar-benar menguasai kampus.

“Jadi lah,” jawab Biru.

Iya, ini adalah kebiasaan Biru dan gengnya untuk sekedar party. Tiada hari tanpa party, tiada hari tanpa senang-senang dan hura-hura. Bernar-benar mereka merasa menikmati masa mudanya dengan bahagia tanpa beban hidup. Mereka bertiga adalah anak orang kaya, jadi untuk urusan finansial, mereka tak pernah ada masalah.

Hampir tiap hari Biru pulang dinihari, bahkan sampai subuh pun pernah. Terkadang untuk menghindari omelan dari keluarganya, Biru menginap di salah satu apartemennya dan bilang jika dia sedang mengerjakan tugas kelompok. Bukan hal yang sulit baginya.

Kartu kredit aman, no limit. Benar-benar Biru hidup dalam gelimang harta.

“Party sampai pagiiii,” ujar Biru pada teman-temannya.

                        Benar saja, karena terbiasa menghilang setelah kuliah usai. Biru membawa baju ganti yang akan dia

kenakan untuk pergi ke club nanti. Dengan tanktop warna hitam dan juga celana di atas lutut menambah kesan sexynya, begitu juga dengan Ros dan Luna.

Suara dentuman musik memekakkan telinga. Mereka sudah berada di area club malam, musik dari DJ pun benar-benar membuat mereka lupa daratan. Tidak lengkap rasanya jika mendengar dentuman musik tanpa minum-minuman cap oleng.

Biru menepi dan duduk di kursi yang menghadap bartender, gelas sloki sudah diisi untuk ketiga kalinya.

“Hai…sendirian aja nih?,” gumam seorang laki-laki muda yang duduk di sampingnya, Bitu hanya melirik sebentar lalu mengabaikannya. Siapa cowok yang nggak ingin menggodanya? hampir semua yang ada di sana mencoba peruntungan untuk bisa dekat dengannya.

Biru meneguk minuman cap olengnya lalu meletakkan gelasnya, dan tanpa menghiraukan cowok yang menyapanya. Biru bergegas kembali ke lantai untuk berjoget bersama teman-temannya. Cowok itu menatapnya sambil menyeringai sinis.

Di tengah asyiknya berjoget, Biru menyenggol tubuh seseorang, dan itu seorang gadis juga, tapi bukan Rosa tau Luna.

“Kalau mau asyik-asyik nggak usah senggol-senggol orang donk,” ujar gadis dengan rambut cepak itu, tato memenuhi lengan kanannya.

“Apaa,?” Biru berteriak, karena dia tidak mendengar suara dari gadis itu.

“Budeeeek lo ya….?” pekik gadis berambut cepak itu.

“Kenapaaa,?”

“Lo itu nggak usah senggol-senggol,!” gertaknya, kali ini Biru mendengarnya.

“Gue nggak sengaja, sorry,” ucap Biru santai, tubuhnya masih saja mengikuti alunan musik keras itu.

Tiba-tiba tangan gadis berambut cepat itu menarik tangan Biru dan mengajaknya menjauh dari lantai party.

“Eh…eh…kenapa ini,?” Biru mencoba menarik tangannya, mencoba melepaskan dirinya cari cengkraman gadis itu.

“Nih gue ingetin, lo anak baru kemarin sore nggak usah merasa sok jago ya di sini,!” ujarnya sambil mengacungkan jari telunjuknya, dekat wajah Biru.

“Eh…lo jangan nyolot ya, gue nggak sengaja dan gue sudah minta maaf, lagian lo juga nggak kenapa-napa,” Biru nggak mau kalah dan ikut ngegas.

“Eh belagu benar nih anak kemarin sore,” gadis berambut cepak itu menarik rambut Biru dan mencoba membanting Biru. Karena Biru bukan anak yang alim dan kalem, dia pun tak mau kalah. Dia ikut menjambak rambut gadis itu, meskipun agak susah karena rambutnya cepak. Kukunya yang panjang berhasil mencakar pipi gadis itu.

“Auwww,” pekik gadis itu. Menyadari tangannya sudah melukai pipi gadis itu, Biru tertawa menyeringai.

“Hah…masih berani lo lawan gue?” Biru masih mencengkeram rambut gadis itu. Gadis itu yang ternyata kewalahan melawan Biru masih mencoba meraih rambut Biru dan ingin menarik sekuatnya.

“Hah…nggak bisa…nggak bisa, lo itu keciiiil….kalah nih sama aku,” Biru merasa senang karena dia dianugerahi tubuh tinggi semampai.

Akhirnya Biru mendorong tubuh gadis berambut cepak itu mudur, dan akhirnya gadis itu tersungkur dengan wajah berdarah karena cakaran Biru.

“Lo nggak usah cari masalah sama gue,” gertak Biru sambil berdiri di depan gadis yang masih terduduk itu. “Pergi sono sebelum nyawamu melayang di tangan gue,” ujarnya mengusir gadis itu. Merasa lawannya tidak sepadan, gadis itu pun ngeloyor pergi sambil menahan amarah di hatinya.

                        Biru baru saja keluar dari toilet, membersihkan tangannya serta membasuh wajahnya. Untung saja dia dalam kondisi sadar, jika dalam kondisi mabuk, dia tidak akan  bisa mengalahkan gadis itu, Meskipun kecil tetapi tenaganya kuat juga. Biru menata rambutnya yang acak-acakan karena ditarik oleh gadis yang tadi.

“Brengs*k banget tuh cewek,” gumamnya sambil menyisir rambutnya menggunakan tangan.

“Dari mana aja lo,?” Ros mendapati Biru baru saja keluar toilet.

“Iya, kita cari-cari. Kirain lo udah balik duluan,” imbuh Luna. Biru melihat kedua sahabatnya itu bergantian.

“Tuh ngeberesin kutu,” jawab Biru enteng.

“Hah kutu,? siapa maksud lo,?” tanya Ros heran, dia mengikuti langkah Biru meninggalkan toilet.

“Yok balik yok,” ajak Biru. Luna dan Ros pun mengikuti apa perintah Biru dengan patuh. Mereka berpapasan dengan  gadis berambut cepak yang tadi, masih berada di area parkir. Biru menatap gadis itu dengan sinis, begitu juga gadis itu.

“Lo ada masalah sama dia,?” tanya Ros.

“Kenapa emang? dia duluan yang cari gara-gara,” Biru menjawab, tangan kanannya membuka pintu mobil. Ros juga membuka pintu mobil depan, sedangkan Luna mengekor di barisan belakang kursi kemudi.

“Dia itu anak dari salah satu pengusaha yang ada di sini,” ujar Ros dengan mimik serius.

“Serius lo Ros,?” tanya Luna.

“He em,” Ros mengangguk.

Tapi Biru nampak santai-santai saja. Toh dia tidak akan takut walau dia anak siapa, karena dia merasa tidak salah.

“Semoga nggak ada laporan aneh-aneh setelah ini,” Ros berharap walau hatinya merasa cemas.

“Udah…aman…lagian dia yang cari gara-gara,” Biru memang nggak ada lawan.

Tepat jam 3 pagi mobil mereka meninggalkan area club malam, mereka memutuskan untuk menginap di apartemen Biru. Dan alasan yang dia gunakan adalah mengerjakan tugas. Yap…salah satu alasan yang sangat ampuh.

Semoga suka....please bantu like dan vote ya...

Sudut Biru yang Lain

Semua berjalan aman, kartu kredit aman, party aman, semua masih baik-baik saja sesuai dengan apa yang direncanakan oleh Biru. Alasan mengerjakan tugas pun tertutupi dengan baik.

Dan kuliah sore hari ini pun menambah keamanaan bagi Biru setelah semalam hingga dinihari dia party. Biru mengucek matanya, tangan kanannya meraba sekitarnya mencari benda pipih untuk melihat jam berapa sekarang. Lampu kamarnya masih menyala, dan dia menebak ini sebenarnya sudah siang.

Tangan Biru menemukan benda yang dicarinya, dilihatlah layar ponselnya, sudah menunjukkan pukul 11 siang. Pantas saja perutnya terasa sangat lapar karena dia belum sarapan. Biru bangkit dari posisinya, melihat sekeliling sudah sepi. Kiranya Luna dan Ros sudah pulang duluan. Ah kebiasaan, mereka pulang tanpa izin. Setiap kali dia memarahi temannya itu, pasti mereka akan dengan kompak mengatakan mereka sudah bilang mau pulang, hanya saja Biru yang benar-benar tidur seperti orang mati, tidak tahu sama sekali.

Biru menyeret kakinya ke kamar mandi untuk bergegas membersihkan diri, tubuhnya terasa lengket meskipun sudah menggunakan AC di ruangan. Biru membasahi rambutnya dan berlama-lama di kamar mandi.

Setelah selesai, Biru mengganti bajunya dengan baju ala-ala anak manid. Dia sudah menyimpan banyak baju di apartemennya, untuk mengantisipasi hal-hal penting menurutnya. Selepas siap, Biru bergegas turun menuju parkir dan bersiap pulang. Mau nyari makan di jalan pun malas rasanya jika sendirian.

                        Baru saja mesin mobil menyala, suara dering ponselnya terdengar nyaring.

Mario Calling

Segera Biru menerima panggilan tersebut, ya…dia adalah kekasih hati Biru, pangeran dengan sejuta pesona menurutnya. Bagi Biru dialah laki-laki yang tidak tergantikan. Tampan, keren, macho, beken, siapa yang tidak tahu dia. Dia adalah Mario, si most wanted di kampus ini. Jika Biru adalah gadis impian para kaum adam di kampusnya, maka Mario adalah cowok impian bagi kaum hawa. Mereka mulai dekat sejak 2 tahun yang lalu. Biru tertarik pada cowok tampan itu. Dan mereka baru jadian sekitar beberapa bulan yang lalu.

“Iya beb…lagi di jalan ini,” ujar Biru dengan suara lembut. “Kamu sudah pulang,?” tanya Biru, karena beberapa hari kemarin sang pujaan hati mengatakan sedang berada di luar kota ikut papanya mengurus bisnis di sana.

“Ok beb..ketemu sore nanti di kampus ya,” ujar Biru girang. Setelah sejak kemarin dia tidak berhasil menghubungi Mario, chat dan telepon tidak ada respon.

Biru nampak senang akhirnya setelah beberapa hari dia akan bertemu dengan Mario.

                        Biru mematikan mesin mobilnya dan meninggalkan begitu saja mobilnya di garasi, Pak Budi bersiap

mengecek mobil tersebut dan membersihkannya.

“Bundaaaaa,” teriak Biru saat melihat Bundanya sedang duduk di ruang keluarga sambil menonton acara di televisi.

“Hum…baru pulang anak Bunda,” ujar Ganis melihat anak gadisnya yang cantik itu duduk menghambur di sebelahnya.

“Hu um, baru bangun, mandi terus pulang…mau makan….aku lapaaar,” ujarnya sambil

mengelus perutnya.

“Makan sana, sudah siap,” ujar Ganis menatap putrinya lekat.

“Bunda sudah makan,?”

“Sudah barusan, nungguin kamu kirain nggak pulang,”

“Ya udah deh, aku makan dulu ya Bun,” Biru mengecup pipi Bundanya. Ganis hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya melihat tingkah putrinya itu. Lalu dia melanjutkan menonton acara di televisi.

                        Biru bersiap pergi ke kampus untuk kuliah sore, seperti biasa setelah mobil siap Pak Budi akan

menunggu Biru di tempatnya.

“Pak….aku bisa nyetir sendiri, Ok?” Biru mengingatkan.

“Non…itu surat tilang lagi,?” tanya Pak Budi yang menemukan surat tilang yang sudah dia letakkan begitu saja di mobilnya.

“Iyes, surat tilang….diurus ya Pak Bud,” jawab Biru dengan santainya sambil melempar senyum.

“Baik Non,” Pak Budi sudah sangat hafal.

Biru tancap gas meninggalkan parkiran rumahnya menuju kampus. Kali ini telinganya sedang ingin mendengarkan salah satu aliran lagu kesukaannya, dangdut koplo. Beuh terasa nikmat di telinganya selain lagu dari DJ yang biasa dia dengarkan saat party di club. Tentu saja ini dia rahasiakan dari para sahabatnya dan juga pacarnya. Dia merasa gengsi jika dia menyukai lagu aliran dangdut ini.

Biru nampak berjoget ria sambil terus mengemudi, sekiranya hari ini tidak mepet sehingga dia tidak mengendarai kendaraan dengan kecepatan super.

“Hallo Bebbbb,” Biru melambaikan tangan begitu dia tiba dan memarkirkan mobil mewahnya, dia berjalan mendekat ke arah Mario dan dua kawannya.

Biru bergegas duduk di samping Mario yang nampak biasa saja terhadapnya.

“Kalian baru sampai,?” tanya Biru pada Mario, Sean dan juga Lukas.

“Nggak lah beb, kita mau balik, udah nggak ada jadwal,” jawab Mari, Sean dan Lukas mengangguk sambil tertawa kecil.

“Lah…aku baru mau kuliah, ya udah aku ikut kamu beb,”

“Beneran nih,?” tanya Mario sambil tersenyum tipis, melirik ke arah Lukas dan Sean.

Biru mengangguk mantap, tidak masalah baginya jika harus meninggalkan kuliah barang sekali saja. Tentunya bukan sekali saja dong, karena nyatanya Biru sering banget bolos. Bahkan nilainya banyak yang D karena kebandelannya.

“Ya udah hayuk, mobil tinggal sini aja beb,” ajak Mario. Tanpa berpikir panjang, Biru segera masuk ke dalam mobil Mario, dia duduk di samping Mario yang mengemudi. Sedangkan Lukas dan Sean berada di mobil yang lain.

                        Seperti biasanya, Mario mengajak Biru ke area balapan. Mereka akan berada di sana hingga jalanan yang letaknya di dareah pinggiran yang sepi itu tak ada lagi yang melewati. Dan mereka akan menggunakannya sebagai arena balap liar. Sungguh orang kaya yang gabut, karena sejatinya mereka sanggup menyewa sirkuit untuk sekedar balapan.

Mereka akan nongkrong di sana dan ngobrol ngalor ngidul nggak jelas sembari menunggu malam tiba.

Biru duduk di dekat Mario yang sedang asyik merokok. Inilah salah satu kebiasaan yang tumbuh di kala Biru mengenal Mario. Dulu dia tidak suka nongkrong di area seperti ini. Karena Mario lah dia akhirnya suka berada di situasi seperti ini, termasuk dugem.

Kuliah sore terlewat begitu saja, dan lagi-lagi dia menyandarkan nasibnya pada seorang teman yaitu Jennara. Di mana biasanya dia minta tolong Jennara untuk sekedar meminta contekan tugas. Kalaupun dia punya dua sahabat, Luna dan Ros, itu sama saja. Sejatinya mereka juga tidak bisa diandalkan.

Jennara yang seorang mahasiswa biasa-biasa saja itu hanya manut saja dan merawa tidak keberatan untuk sekedar memberikan contekan pada Biru untuk mengerjakan tugas. Biru tidak mau terlau nyolok jika kuliahnya benar-benar berantakan.

                        Sementara itu, di rumahnya sedang rebut gegara Papanya baru saja mendapatkan laporan dari

koleganya jika Biru baru saja membuat ulah.

“Gimana sih mas,?” tanya Ganis dengan wajah cemasnya. “Kok bisa,?” tanyanya pada suaminya itu dengan wajah galau. Berkali-kali dia mengelus dadanya saat mendengar penuturan dari suaminya.

“Ah rasanya kok tidak mungkin,” Ganis masih memungkiri saat mendengar rentetan cerita itu dari Saga, suaminya.

“Aku juga baru mendengar sepihak, tapi kalau nggak segera dikroscek, takutnya kita malah yang dapat masalah. Di mana anak itu,?” tanya Saga datar.

“Belum pulang,”

“Jam segini belum pulang,?” Saga melihat jam dinding, sudah menunjukkan pukul 12 malam.

“Berandal kecil itu,” geramnya.

                        Dan yang dicari dan menjadi pembahasan panas di rumahnya itu kini sedang berteriak-teriak girang

karena kembali Mario juara saat balapan liar. Biru bertepuk tangan bahagia tanpa memikirkan apa yang sedang terjadi di sana.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!