Bab 1: Salah sasaran
🌻H 4 P P Y R 3 4 D I N G🌻
🌹✨💞✨🌹
Dea Zalmira Grandra. Wanita cantik berusia 22 tahun berada di semester akhir. Dua tahun lalu pindah ke Jakarta. Kerjaan kedua orang tua mewajibkan nya mau tidak mau untuk pindah.
Bunda dan Ayahnya tidak bisa membiarkan putri semata wayang mereka tinggal seorang diri di kota B.
Tidak memiliki keberanian untuk menolak, dan memang dasar Dea wanita baik, penurut tidak banyak bantah selalu mengutamakan keinginan keluarga daripada dirinya.
"Dea, bantu Bunda angkat kue di oven," dengan suara tinggi meneriaki putri nya bergegas menuju dapur.
"Iya Bunda," sahut nya dari luar taman belakang sedang membaca buku, meletakkan di atas meja.
"Jangan lupa sekalian matikan kompor nya."
"Iya Bunda."
Rumah Dea sederhana tidak besar tidak kecil, pas untuk tinggal bertiga. Taman belakang kecil di penuhi tanaman hias yang langkah.
Dapur menjadi tempat favorit Dea dan Bunda. Dimana banyak perlengkapan masak makanan berat dan juga makanan ringan.
Bunda selain menjadi Ibu rumah tangga juga memiliki kesibukan tersendiri yaitu menerima orderan makanan dan pesanan kue, tapi dalam bentuk kecil bukan besar. Karena modal pas-pasan jadi tak mampu mengembangkan bakat.
Ukuran dapur tak besar, dua oven pemanggang di letakkan di atas kompor. Meja masih penuh dengan cangkang telur yang belum di bersihkan.
Plastik bungkusan bahan kue berserakan di meja dan hiasan kue.
Tidak ada art di rumah kecil mereka, Bunda lebih suka melakukan semua sendiri tentu nya bersama Dea.
"Bunda, kue ini mau di antar ke mana?" tanya Dea setelah mengeluarkan kue yang sudah matang dari oven.
"Tidak. Itu untuk atasan Ayah mu. Hari ini sedang ulang tahun," jawab Bunda.
"Kapan di berikan? bukannya Ayah sudah ke kantor sekarang?" tanya Dea lagi bingung.
"Ayah memang sudah ke kantor. Tapi kue nya bukan di berikan ke kantor melainkan ke rumah atasan Ayah."
"Lalu siapa yang mengantar nya?"
"Kalau Dea sedang tidak sibuk, bisa bantu Bunda antar ke alamat atasan Ayah?"
"Bisa Bunda. Dea ganti pakaian dulu."
Rumah kecil memiliki 3 kamar tidur, dua toilet dan dua kamar mandi. Kamar Dea berada di dekat taman belakang.
----------------
"Bagaimana, apa kau sudah mendapatkan apa yang ku inginkan?" tanya Brayen pada pria di sebelah nya.
"Sudah sebentar lagi juga datang. Jangan terlalu kasar Bos. Kasihan masih segel," ucap nya dan di sambut tertawa oleh teman-teman lainnya yang ikut duduk.
"Hahaha... Parah loh. Kapan tobat nya sih Brayen? jangan banyak PHP in wanita nanti kau nya kena karma. Emangnya mau?" ledek Jery bingung menggeleng kepala dengan sikap sahabat satu nya ini.
"Jangan khawatir. Tidak ada wanita yang berani melakukan seperti yang saya lakukan sekarang atau wanita yang melakukan itu akan ku buat menyesal," yakin Brayen tersenyum percaya diri.
Dia segera bangkit dari duduk mendengar bunyi bel.
"Kalian ke taman belakang cepat. Saya ingin bersenang-senang sebentar," senyum nakal Brayen berjalan meninggalkan mereka.
"Dasar.... "
"Ya sudah ayo kita pindah. Jangan menganggu kesenangan nya," ajak teman lain kepada teman lainnya.
Cekrek...
Pandangan Brayen seketika diam seperti patung tak mengatakan sepatah kata. Bibir terasa membeku.
Bunyi bel rumah nya ternyata menandakan kedatangan bidadari cantik. Wanita di depan sekarang sangat menggoda dari wanita yang pernah di temui sebelum.
Rambut di gerai, bulu mata lentik, hidung mancung, bibir tipis seindah warna delima. Sempurna satu kata menggambarkan cantik wajah wanita tersebut.
"Kau sangat cantik," tanpa aba-aba Brayen menarik wanita tersebut ke dekapan nya.
"Hei, lepaskan! siapa anda?" berontak wanita tersebut tidak nyaman di peluk pria apalagi yang tidak di kenal.
"Aku pria yang akan memuaskan mu hari ini. Jangan takut aku akan melakukan dengan lembut," tidak sopan Brayen mengelus area sen***** wanita tersebut.
"Anda sangat tidak sopan! lepaskan! saya bukan wanita seperti itu," marah nya tidak terima di kata wanita panggilan.
"Jangan malu sayang. Di sini hanya ada kita berdua. Tidak perlu bersikap jaim lagi. Tunjukkan semua sikap sesungguh mu," kata Brayen.
Tangan nya mengelus naik di balik pakaian. Bibir mulai meng****p tengkuk leher wanita tersebut.
Langkah kaki perlahan masuk mengarah ke kamar tamu dekat pintu. Ciuman tak di lepaskan. Harum tubuh wanita tersebut sangat tenang.
"Bunda, Ayah... tolong... aku tidak mau seperti ini," tangis nya menjerit dalam hati.
"Auwh... "
"Kita akan bersenang-senang sayang. Aku menyukai harum tubuh mu, semua milik mu aku suka," senyum Brayen mendorong tubuh wanita tersebut ke kasur.
"Ku mohon jangan lakukan ini. Aku bukan wanita panggilan seperti yang kau katakan. Aku kesini hanya di minta Ayah ku memberi kue sebagai hadiah ulang tahun atasan Ayahnya ku bernama Pak Pointer," tangis wanita tersebut tidak lain Dea.
Menangis sejadi-jadinya takut pria yang membawa paksa nya melakukan yang tidak seharusnya di lakukan.
Lehernya kini sudah penuh dengan tanda kepemilikan.
"Ayah?" kaget Brayen seketika tersadar. Mengingat ulang wajah wanita yang di minta menemani pagi nya.
Tangan nya mengelus wajah Dea lembut. Pandangan lurus tak berkedip. Kedua mata terpesona pada bibir pink menggoda.
"Hmmpt... "
Dea terkejut menggeleng kepala sebagai tindakan menolak. Namun Brayen tetap melakukan malah semakin dalam.
Kedua tangan meremas kuat selimut. Kamar yang nuansa cantik putih. Menjadi saksi aksi pria gila melakukan sesuatu yang belum pernah Dea lakukan.
"Manis. Siapa namamu? aku akan membayar mu asal kau temani pagi ku hari ini," percaya diri Brayen.
"Cih... Anda pikir saya wanita apaan? saya bukan wanita panggilan. Meski hidup pas-pasan saya tidak merasa kekurangan! silakan cari wanita di luar sana yang memang memiliki hobi sana dengan anda!" marah Dea.
"Perkataan yang sangat di ragukan. Banyak wanita berkata sama dengan mu tapi ujungnya berakhir kasur tempat menyenangkan," kata Brayen.
"Itu wanita yang anda kenal. Sedangkan saya tidak anda kenal," Dea mendorong kuat tubuh pria di depan dan segera bangun.
Tatapan tajam, air mata masih tersisa di wajah. Namun semua tidak membuat pria tersebut merasa bersalah melainkan tersenyum.
"Aku ingin mengenal mu sekarang, bagaimana?" tantang Brayen bangkit meraih tangan Dea ingin menjauhi nya.
"Lepaskan! anda sangat tidak sopan. Saya bisa melaporkan anda ke polisi!" bentak Dea marah tangannya di genggam erat.
"Silakan lakukan apapun yang ku suka. Tapi setelah berurusan dengan polisi aku akan menikahi mu," ucap Brayen santai tersenyum.
"Mimpi! mati pun saya tidak akan mau menikahi dengan anda. Cepat lepaskan saya," tarik Dea terus berusaha melepaskan diri.
...Bᴇʀsᴀᴍʙᴜɴɢ......
...✨____________ 🌼🌼_______________✨...
Bab 2: Memaksa
🌻H 4 P P Y R 3 4 D I N G🌻
🌹✨💞✨🌹
"Menarik. Aku jadi ingin tau seberapa kuat kau terus menolak ku sayang," goda Brayen mencium tengkuk Dea.
"Lepaskan!"
Tenaga Dea terkuras habis menghadapi tingkah keras kepala pria tersebut. Berusaha kabur dari dekapan nya tidak pernah berhasil.
Ruangan kini sudah tidak berbentuk, banyak benda melayang di buat Dea. Tapi tidak di pedulikan Brayen, dia malah tersenyum membiarkan saja memandang wajah kesal Dea.
Entah kenapa pertama kali bertemu wanita tersebut hati nya tersentuh, bergetar dan bahagia.
Lantai penuh barang tergeletak.
"Buka pintu nya, saya ingin keluar. Kenapa anda terus menghalangi saya? kita tidak saling kenal, ini pertemuan pertama tapi kenapa kau seolah mengenal ku?" marah Dea tidak suka di perlakukan seperti tahanan oleh pria yang duduk menyilang kaki di tepi kasur.
"Aku akan membuka pintu untuk mu setelah pembicaraan kita selesai. Dan ubah nama panggilan mu itu. Nama ku Brayen bukan anda," kata Brayen tidak suka mendengar panggilan Dea untuk nya.
"Saya tidak peduli nama anda. Sekarang buka pintu nya saya ingin keluar."
"Semakin kamu ngotot ingin keluar, semakin suka saya ingin bersamamu sayang."
"Duduk lah di sini, aku tidak akan bersikap di luar batas tanpa ijin mu. Aku hanya ingin mengenal mu lebih dalam."
"Tidak. Saya tidak mau," tolak Dea tidak sudi.
"Ya sudah kalau seperti itu kita di sini sampai besok. Aku tidak keberatan malah senang di temani wanita cantik seperti mu," senyum Brayen menjatuhkan diri di kasur, kedua tangan di rentang mengelus kasur.
Melihat hal itu, Dea jadi geram. Bisanya pria yang menahan nya bersikap santai tanpa rasa bersalah.
Dengan langkah berat, mau tidak mau harus di lakukan. Satu persatu kaki melangkah maju mendekati pria tersebut.
Hati tidak tenang, deg-degan, seketika itu tangan nya ditarik hingga terjatuh menimpa Brayen.
Wajah kedua berdekatan tangan melingkar menahan pinggang. Tatapan dalam membalikkan tubuh dalam hitungan detik mengunci pergerakannya.
"Apa yang anda lakukan? jangan macam-macam. Saya akan membenci anda berani menyentuh," ancam Dea gugup.
"Aku tidak memiliki banyak macam. Hanya satu macam sayang," menyelipkan anak rambut ke samping daun telinga, Brayen mengelus pipi lembut mengemaskan itu.
"Mulai hari ini kamu adalah kekasih ku," putus Brayen sepihak.
"Tidak saya tidak mau. Siapa anda memaksa saya seperti ini," protes Dea menolak mentah.
"Mau tidak mau harus mau. Kamu tidak memiliki pilihan lain sayang. Dan sudah berapa kali aku katakan panggil namaku bukan anda. Sekali lagi masih tetap maka kita akan langsung melakukan malam pertama di sini," menakut-nakuti Dea yang di tebak tidak mau hal itu terjadi.
Dea terdiam. Dia tidak memiliki pilihan lain untuk saat ini. Keberadaan nya sangat memojokkan.
"Oke. Baik, saya mau. Sekarang lepaskan biarkan saya pulang," ucap Dea. "Setelah ini kita tidak akan pernah bertemu. Semoga ini pertama dan terakhir," doa nya dalam batin. penuh harap.
"Pilihan yang tepat. Mulai hari ini kamu adalah kekasih ku," bahagia Brayen.
Cup.
Satu kecupan melayang di kening wanita nya.
Di luar ruangan teman-teman satu geng Brayen pada bertanya-tanya saling pandang memandang wanita di depan mereka.
Brayen saat ini bersama wanita mana? sedangkan wanita yang di sewa bersama mereka.
Bibi datang membawa minum mempersilahkan wanita yang baru datang beberapa menit untuk minum.
"Brayen bersama siapa di dalam? kenapa dua jam tidak kunjung keluar? apa dia menyewa wanita lain lebih mempesona dari ini?" lirik Jery pada wanita di samping dengan suara pelan agar tidak terdengar oleh nya.
"Entahlah. Mungkin seperti. Tapi siapapun wanita yang di sewa Brayen saat ini pasti memuaskan," kata Egin.
"Sudah jangan bisik-bisik. Lihat orang nya sudah datang," tegur pria satu nya lagi bernama Fredo.
Dari arah depan kedua orang beda jenis kelamin saling bergandengan tangan. Ralat, tepatnya Brayen sih pria itu terus menggandeng tangan Dea.
Ke empat pria teman satu geng Brayen di buat melongo. Baru sekali ini mereka secara live melihat seorang Brayen menggandeng wanita begitu mesra, setau mereka Brayen adalah tipikal pria yang tidak suka bermesraan di luar dari kata ranjang.
Jika sudah seperti ini berarti dapat di tebak di antara kedua sedang menjalin hubungan serius.
"Brayen, siapa wanita ini?" tanya wanita sewaan Brayen menunjuk wanita di samping pria pujaan nya.
"Dia Dea. Kekasih ku," jawab Brayen santai memperkenalkan.
"Kekasih? bagaimana bisa? bukannya kau jomblo?" kaget nya tentu tidak percaya.
"Memang kenapa? apa ada yang salah kalau saya sudah memiliki kekasih?" tanya Brayen menggeleng kepala melihat ekspresi wanita di depan nya berlebihan.
"Guys. Kenalkan Dia Dea, kekasih ku. Mulai hari ini Dea akan menjadi anggota baru di keluarga kita dan kalian wajib menghormati serta melindungi Dea dari bahaya, mengerti?" tegas Brayen merangkul Dea erat.
Hal gila tidak pernah di pikirkan Dea terjadi sungguh waw. Membayangkan saja tidak pernah sekarang malah kejadian, kata-kata rasanya tidak sanggup untuk di keluarkan.
Berdiri di tengah-tengah semua orang yang memandang tajam, Dea merasa tidak nyaman. Pandangan lekat seolah dirinya adalah mangsa, AC mengeluarkan dingin suhu mendadak panas.
"Brayen aku ingin pulang sekarang," bisik Dea tidak nyaman terus berada di sini di pandang aneh.
"Sebentar sayang, aku masih ingin kamu di sini," sahut Brayen tidak mengizinkan sang kekasih pulang awal.
"Jangan memaksa ku seperti ini. Aku tidak suka Brayen. Jika tidak ingin mengantar ku tidak masalah. Aku bisa ojol," tidak peduli Dea lebih keras tidak takut pada Brayen.
Tentu mendengar ancaman Dea, Brayen tidak berani menolak. Hati dan pertahan terasa lemah, goyang jika sudah menyangkut Dea.
Satu hal yang belum pernah di rasakan kini di rasakan. Seorang wanita menjadi kekuatan sekaligus kelemahan. Amazing.
"Baiklah aku akan mengantar mu."
"Tunggu... sebelum itu, wanita sewaan mu harus di suruh pulang. Jika masih mau menjadi pacar ku ikut aturan ku. Jangan berdekatan dengan wanita manapun atau berhubungan badan di belakang ku. Berani melanggar aku akan marah besar tidak mau bertemu dengan mu selama nya," serius Dea wajah terpancar kesungguhan tidak menunjukkan palsu peduli.
Menanggapi dengan senyum tak jelas, Dea menaikan alis bertanya.
"Ada apa? aku sedang tidak memberi lelucon untuk apa tersenyum?"
"Sepertinya aku benaran jatuh cinta padamu, kamu hanya milik ku, tidak akan ku lepaskan sekali berada di dekapan ku," ucap Brayen bahagia. Dia tidak menganggap perkataan Dea ancaman tapi kata-kata peringatan seseorang yang takut kehilangan.
...**Bᴇʀsᴀᴍʙᴜɴɢ**......
...**✨\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_ 🌼🌼\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_✨**...
Bab 3: Di pertemukan oleh takdir
🌻H 4 P P Y R 3 4 D I N G🌻
🌹✨💞✨🌹
Setelah hari itu, Dea mengarahkan alamat palsu pada Brayen. Seminggu sudah kedua tidak pernah ketemu.
Brayen marah besar, karena sudah di bohongi Dea kekasihnya itu. Tidak terima semua permainan wanita tersebut. Dia mengerahkan semua anggota nya mencari Dea. Namun hasilnya nihil.
Ternyata wanita yang di paksa menjadi kekasih nya itu tidak mudah di selidik. Brayen jadi uring-uringan tidak jelas.
Lingkungan kampus sunyi mendadak rame saat geng all Stars memasuki area kampus. Suara histeris para wanita tergila-gila pada geng tersebut berteriak mengalahkan toa masjid dan toa keliling di jalanan.
"Brayen, apa kau sudah mendapat alamat wanita mu?" tanya Egin menoleh.
"Belum, wanita itu sangat licik. Aku berjanji setelah bertemu nanti tidak akan membiarkan nya lolos lagi," janji Brayen bertekad.
"Sabar bro. Dia melakukan itu karena tidak menyukai mu. Jadi kau harus mengerti, lupakan wanita itu masih banyak wanita lain yang bahkan rela untuk kau sentuh," kata Egin memberi saran.
Brayen melotot kan mata mendengar perkataan teman nya. Bagi nya Dea wanita langkah, dengan perbuatan yang terang-terangan menghindar tidak mau berhubungan dengan nya, Brayen jadi ingin memiliki wanita tersebut.
Bukan sekedar mengikat untuk mainan, tapi lebih. Sorotan mata para wanita, mereka berbicara sambil berjalan semakin di pandang lapar oleh kaum hawa.
Namun bukan Brayen dkk, kalau mempedulikan kaum hawa yang mengagumi mereka.
"Sekali lagi kau berbicara seperti itu. Siap-siap pindah planet kau," tegas Brayen seperti seorang pemburu siap menerkam mangsa.
"Hehehe... ampun Bos... gitu aja sensi," ucap Egin tersenyum receh.
"Sudah mending kita ke kantin saja," ajak Fredo menyudahi, lalu kembali berjalan pergi.
Di sisi lain seorang wanita sedang duduk bersama kedua wanita menikmati makanan. Salah satu dari ketiga wanita tersebut menikmati makanan sambil mendengar gurauan dua wanita di samping.
Situasi saat ini makin tidak terkendalikan, suara bising dari luar di tambah kantin mendadak menjadi tempat konser begitu menganggu.
Kantin yang biasa damai dan nyaman tidak seperti biasa lagi.
"Ada apa sih? kok para wanita pada teriak kayak gak ada kerjaan deh," ngedumel salah satu wanita, merasa terganggu.
"Yaps... betul 100% akurat mendukung, mereka udah seperti orang lagi demo karena gak dapat sembako," tempat wanita satunya lagi di sebelah.
"Sudah gak usah di peduli kan. Biarin saja mereka lakuin yang di suka, mending kita lanjut makan saja," ajak wanita di tengah antara kedua wanita tersebut.
"Lanjut sih pasti lanjut, tapi ini sangat menganggu. Mana bisa makan dengan tentram dengan suara bisik. Lagi pula aneh deh... tumben-tumbenan kantin kita berubah jadi tempat konser?" bingung wanita pertama protes, dia adalah Evi.
Telinga panas ingin meledak, kepala sakit, pusing, teriakan menggelegar tidak ada tanding nya dari siapapun.
Makin kesini suara bisik makin terdengar jelas.
"Yah sudah kalau begitu biar nyaman kita pindah saja di taman belakang," ajak Dea. Tidak masalah makan di mana saja, asal bersih.
"No, untuk apa kita harus pergi?" protes Evi tidak terima usulan sahabat nya Dea.
"Benar. Kita gak buat keributan jadi tetap di tempat dan seharusnya pergi itu orang-orang yang membuat kantin ini berubah jadi tempat konser," kata Julia satu pikiran dengan Evi. Kedua menentang keras Dea.
"Ya sudah terserah kalian saja."
Tidak ada yang harus di bicarakan lagi. Sepertinya semua percuma, Dea kembali melanjutkan makan tidak peduli suara bisik. Berbeda dengan kedua sahabat nya tidak bisa bersikap seperti Dea yang acuh malas tau.
Pandangan kedua sahabatnya itu lekat dan lurus pada kerumuman terjadi.
Mata membulat lebar saat celah ruang perlahan terbuka. Ciptaan sang kuasa yang sempurna, satu kata berhasil menghipnotis kedua wanita tersebut.
"Ini bukan mimpi kan? ada pangeran di depan kita?" terpesona Evi tidak bisa berkata-kata lagi.
"Aku pun sama. Dea coba kau cubit kita. Apakah semua ini mimpi atau nyata," kata Julia mata tidak berkedip.
Dea asyik mengunyah makanan, menggeleng kepala. Pandangan masih fokus ke makanan belum mengarah ke depan.
Dari arah lain, seorang pria menjatuhkan pandangan pada sosok wanita yang seminggu ini di cari. Pencariannya sudah seperti di kata orang gila.
"Brayen ada apa?" tanya Fredo di samping.
"Lihat di depan," jawab Brayen, langkah kaki panjang cepat.
Perasaan tak menentu, campur aduk. Hentakan kaki berima maju terus mendekat.
"Hai sayang," sapa Brayen langsung duduk merangkul wanita tersebut.
Betapa terkejut wanita yang dirangkul itu. Makanan hampir di telan bulat-bulat. Wajah berubah pucat. Rangkulan posesif depan umum sangat membuat nya tidak nyaman.
"Aku merindukan mu sayang. Lama tidak bertemu."
Cup.
Ciuman kening depan umum menjadi sorotan semua orang, kaum hawa rame-rame patah hati melihat itu.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Dea, wajah terlihat panik, gugup, takut pada situasi menegangkan.
"Kenapa? apa tidak boleh aku menemui kekasih ku sendiri? kita sudah seminggu tidak bertemu."
"Aku ingin memberi mu hukuman kecil. Pulang nanti ikut dengan ku," tambah nya lagi dengan berisik.
"Jangan aneh-aneh. Aku tidak mau ikut dengan mu."
"Apa kalian teman nya Dea? apa boleh saya bawa Dea pergi?" tanya Brayen menoleh kedua wanita terpesona oleh ketampanan mereka.
"Tentu boleh, silakan bawa saja. Kami tidak memiliki hak untuk melarang," senyum Evi malu-malu.
Lengan menyenggol, sambil mencubit kuat paha sahabat nya Dea.
"Auwh..." ringis Dea langsung menoleh samping.
"Hehehe... pergilah. Kau punya satu hutang pada kita," bisik Evi.
Brayen menggandeng tangan Dea pergi, wanita itu tidak bisa menolak. Banyak nya pasang mata tertuju pada mereka sangat membuat nya tidak tega.
Sebelum pergi Brayen meminta ke empat sahabat nya untuk duduk bersama kedua sahabat Dea.
"Naik," menyodorkan helm. Brayen menatap wanita di depan.
"Tidak, aku tidak mau. Jika kau ingin berbicara kita berbicara di sini saja tidak perlu kemana-mana," tolak Dea, helm tidak di ambil.
"Sayang, ambil helm nya atau ku pakai kan?" tanya Brayen tegas namun lembut.
"Aku tidak mau dua-dua nya. Katakan sekarang di sini atau aku pergi," tak kalah tegas Dea, menyikapi pria di depan membutuhkan banyak kekuatan.
"Oke, fine. Tapi tidak di sini. Kita bicara di belakang taman," ajak Brayen menggandeng tangan Dea membawa pergi.
Kembali kedua menjadi sorotan dan topik berita panas di kampus. Brayen notebase orang kaya dan terkenal di kampus selalu menjadi idola untuk semua kaum wanita kini menggandeng seorang wanita biasa dari sisi derajat kekayaan.
"Ok."
...**Bᴇʀsᴀᴍʙᴜɴɢ**......
...**✨\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_ 🌼🌼\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_✨**...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!