"Alhamdulilah Mas hari ini hari pertama kamu kerja sebagai manager, semangat kerjanya Mas." Ujar Atika yang sedang merapihkan dasi suaminya.
Mereka sudah menjalani rumah tangga yang ke 5 tahun dan mendapat kabar bahagia istrinya sedang mengandung 5 bulan, begitu juga dengan suaminya yang di angkat sebagai manager oleh atasannya membuat keluarga mereka semakin bahagia karena rezeki yang datang bertubi-tubi.
"Mas berangkat dulu ya sayang, tolong jaga anak kita," dengan mengecup kening sang istri kemudian Aris masuk kedalam mobil dan melambaikan tangannya.
Setelah kepergian sang suami Atika mulai menjalani aktifitasnya walaupun sedang hamil muda tak menghalanginya untuk mengerjakan pekerjaan rumah, Aris sering menyuruh istrinya untuk memperkerjakan seorang art agar ada yang membantunya di rumah namun Atika menolaknya ia tak ingin mendengar cacian dari ibu mertuanya yang sering datang ke rumah dengan mengatai dirinya istri pemalas.
Aris mulai menjalani meeting di hari pertamanya ia adalah seseorang kepercayaan keluarga Hartono, sebelumnya Aris ditawari untuk memimpin perusahaan Hartono sebagai CEO di perusahaannya tapi dengan satu syarat Aris harus menikahi putrinya namun Aris menolaknya karena ia pria yang sudah beristri oleh karena itu Aris hanya diangkat menjadi manager sedangkan ia yang membuat perusahaan Hartono semakin maju.
"Pagi Mas Aris," sapa Nadia anak tunggal dari pak Hartono.
"Pagi juga Bu Nadia," Menjawab sapaan Nadia dengan sopan dan membungkukkan badannya.
"Mas Aris panggil saya Nadia saja, saya masih muda dan belum menikah,"
"Maaf Bu Nadia saya tidak enak dengan panggilan itu, karena Bu Nadia ini atasan saya,"
Bagaimana Nadia tak terpesona dengan Aris yang tampan dan sopan ia sangat mengidamkan pria seperti Aris walaupun ia tahu bahwa Aris pria yang sudah beristri namun keinginannya menjadi wanita yang ingin dinikahi Aris, ia tak peduli jika harus menjadi istri ke dua.
"Em Mas nanti siang aku ingin mengajak mu makan siang, apakah kamu mau."
"Tentu saja Bu, apapun yang ibu suruh akan saya turuti karena ini perintah pak Hartono untuk mengawal Ibu kemana saja." Ya pak Hartono lah yang menyuruhnya untuk mengawal putrinya sekaligus managernya dengan begitu mereka akan semakin dekat dan rencananya akan segera berhasil.
Pak Hartono sangat menginginkan Aris menjadi menantunya demi kebahagiaan putri satu satunya karena itu juga permintaan Nadia pada sang ayah bahwa ia mencintai bawahannya.
"Terima kasih Mas Aris, tunggu sebentar disini ya Mas aku akan membuatkan kopi untuk mu." Aris ingin menolaknya akan tetapi Nadia bersikeras untuk melakukannya, ia pergi keruang office girl untuk membuatkan kopinya tak lama kemudian ia membawa secangkir kopi.
"Ini Mas di minum ya kopinya,"
"Terima kasih Bu Nadia, saya jadi malu sudah merepotkan Ibu."
"Tidak Mas, justru aku senang bisa membuatkan kopi untuk mu," ucapnya dengan senyuman yang manis.
Aris akui Nadia memang cantik dan perhatian akan tetapi ia tak mungkin mencintainya karena ia sadar memiliki istri yang sudah menemaninya bertahun tahun ia tak mungkin meninggalkannya begitu saja apalagi ia akan segera menjadi seorang ayah yang sudah sejak lama ia inginkan.
***
Atika sedang santai di ruang tamu setelah semua pekerjaannya terselesaikan, ia meluruskan kakinya yang terasa pegal.
"Ah rasanya pegal sekali pinggulku, tapi aku bahagia karena aku bisa mengerjakan rumah walaupun aku sedang mengandung, sehat sehat ya bayi ku." Gumamnya dengan mengelus perut yang sudah terlihat.
Atika tak menyadari Bu Mirna ibu mertuanya datang kerumah tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Bu Mirna melihat Atika yang sedang santai membuatnya tak suka.
"Enak ya jadi istri diam dirumah dengan santai, sedangkan anak saya harus bekerja untuk menghidupi anak orang." Seketika Atika langsung berdiri setelah mendengar ucapan ibu mertuanya.
"Ibu... maaf saya baru saja selesai membereskan pekerjaan rumah Bu,"
"Pekerjaan rumah itu gampang gak capek, lihat anak saya yang mati matian kerja sampai malam buat menghidupi kamu. Harusnya kamu membantu anak saya bekerja." Sergahnya.
Atika hanya bisa mengelus dadanya serta menelan pahitnya cacian dan makian dari mulut ibu mertuanya.
"Saya lagi mengandung Bu, mana mungkin saya kerja dengan perut besar,"
"Alasan saja kamu Atika, sudah hidup menumpang tapi tak mau membantu suami mu. Saya ingatkan lagi pada mu kalau kau mau hidup bersama anak saya jangan hidup seenaknya saja, harus sadar diri kamu!"
Begitu sakitnya kata kata ibu mertua yang menusuk hatinya, ia hanya bisa pasrah tak bisa melawannya.
Bu Mirna tak suka jika menantunya hanya diam dirumah, ia ingin menantunya ikut andil dalam mencari uang. Padahal nafkah itu kewajiban suaminya bagaimana pun jika suaminya tak mampu menafkahi istrinya maka ibu dari suami harus membantunya begitulah dalam agama kecuali ibu dari suami sudah sepuh dan tak bisa bekerja maka kita lah sebagai anak yang harus mengurusnya. Namun tidak dengan bu Mirna dia masih muda dan sehat tapi ia tak mau anaknya menafkahi menantunya karena menurut dirinya bahwa menantu itu orang lain. Padahal menantu perempuan itu rela meninggalkan orang tuanya demi mengabdi pada suaminya.
"Gimana Mas makanannya, enak gak?" Tanyanya pada Aris.
"Ya ini enak Bu, terima kasih sudah mengajak saya makan siang,"
"Mas kalau diluar jangan panggil aku ibu dong, panggil saja Nadia dan kamu juga jangan terlalu formal kalau bicara di luar sama aku."
"Ah iya kalau begitu saya panggil Nadia saja,"
"Nah, gitu dong Mas,"
Setelah selesai makan siang mereka kembali ke mobilnya untuk pulang, disepanjang perjalanan Nadia terus saja menggenggam tangan Aris dengan lembut sehingga membuat Aris gugup, ia ingin melepaskan genggaman itu tapi ia sadar Nadia adalah atasannya ia ingin memberikan yang terbaik untuk atasannya.
Hari sudah malam namun suaminya belum menunjukkan batang hidungnya membuat Atika khawatir, ia menatap jam yang sudah pukul 11 malam dan ia juga sudah beberapa kali menghubunginya namun ponsel suaminya tidak aktif.
"Ya Allah mas Aris kemana? semoga mas Aris tidak kenapa napa, aku sangat khawatir."
"Saya permisi untuk pamit Tuan," ucapnya dengan menyalami tangan pak Hartono.
Aris berada di rumah pak Hartono ia di ajak makan malam dengan keluarganya pak Hartono, Aris terpaksa ikut makan malam agar tidak mengecewakan pak Hartono, padahal dengan acara makan malam ada maksud lain yang pak Hartono rencanakan.
"Mas terima kasih ya sudah mau makan malam bersama keluarga ku,"
"Ya sama sama, maaf aku sudah merepotkan mu,"
"Sama sekali tidak merepotkan ku mas justru aku sangat bahagia, terima kasih ya mas tetaplah seperti ini," Aris memberikan senyuman manisnya pada Nadia lalu ia pamit untuk pulang.
Seharian ini Aris tidak menghubungi istrinya dirumah, ia terlalu fokus pada atasannya sehingga ia melupakan sang istri yang menunggu kepulangannya.
Samar samar Atika mendengar suara mobil yang memasuki garasinya, lalu Atika bangun dari tidurnya dan menemui suaminya yang sudah berada di depan pintu.
"Mas Aris," dengan mata yang berkaca kaca, Atika langsung memeluknya.
"Mas aku merindukan mu, aku sempat khawatir karena sudah malam mas masih belum pulang,"
Aris membalas pelukan istrinya lalu ia mengecup keningnya, ada rasa bersalah pada Atika karena ia membiarkannya tanpa memberi kabar.
"Mas minta maaf sudah membuat mu khawatir,"
"Kalau gitu ayo masuk Mas, diluar sangat dingin."
"Iya sayang," dengan telaten Atika melayani suaminya menyiapkan air hangat untuk mandi dan juga menyiapkan sarapan malamnya yang sudah ia masak tadi, setelah selesai dengan rutinitasnya lalu Aris merebahkan dirinya di tempat tidur sambil mengecek ponselnya yang baru saja ada pesan masuk.
'Selamat malam mas, selamat tidur jangan lupa mimpi indah' begitulah isi pesat chat dari Nadia, tanpa sadar Aris tersenyum membacanya lalu ia menghapusnya agar istrinya tak curiga.
"Mas makan malamnya sudah aku siapkan, ayo makan dulu mas," ajaknya.
Aris masih menatap layar ponselnya.
"Mas makan malamnya sudah siap,"
"Em apa sayang,"
"Mas aku sudah menyiapkan makan malam dari tadi aku memanggilmu loh, Mas nya malah fokus sama ponsel terus, memangnya ada sesuatu ya?"
"Tidak, ini hanya soal pekerjaan saja. Mas masih kenyang Atika, karena tadi Mas sudah makan malam bersama klien." Wajah Atika seketika langsung bete mendengar pernyataan suaminya, kini usahanya sia sia untuk makan malam bersama padahal ia sudah susah payah untuk menyiapkan masakannya. Tadi pagi ia pergi ke pasar dengan ojek, ia tak peduli dengan cuaca panas bahkan perutnya yang serasa kram ia abaikan dulu demi mendapatkan udang segar di pasar karena Aris sangat menyukai udang.
"Ya sudah Mas kalau gitu aku mau tidur duluan, rasanya mataku sudah ngantuk,"
"Iya sayang tidur lah,"
Cup... Aris memberi kecupan pada kening istrinya dan juga perut istrinya yang sudah terlihat bulat.
Atika membelakangi Aris yang masih fokus dengan ponselnya, tak terasa air matanya menetes begitu saja tanpa sepengetahuan suaminya. Ia juga tak tahu kenapa semenjak hamil ia sering sensitif dan gampang menangis.
Aris masih asyik bertukar chat dengan Nadia hingga pada waktunya malam menjelang pagi baru lah Aris mengakhiri percakapannya lewat chat.
'Aku mencintai mu Mas' chat terakhir yang telah Aris baca lalu ia menghapusnya sebelum istrinya bangun.
"Ayah hari ini sepertinya mas Aris akan masuk siang," ucap Nadia.
"Memangnya ada apa nak, kenapa dia harus masuk siang?"
"Semalam Nadia saling bertukar chat sampai menjelang pagi yah, mas Aris pasti masih ngantuk kalau masuk pagi,"
"Ya sudah Ayah izinkan dia masuk siang ini, semua demi kamu nak, apapun yang membuat mu bahagia akan Ayah lakukan," Nadia memeluk ayahnya dengan erat, ia terus saja mengucapkan kata terima kasih kepada sang ayah yang selalu mengerti perasaannya.
"Sepertinya Mas Aris sudah mulai menyukai ku yah,"
"Baguslah kalau begitu, teruslah dekati dia sampai ia mencintai mu."
"Itu memang tujuanku Ayah, tak apa apa jika mas Aris menjadikan ku istri kedua asal aku menikah dengan nya ayah, sungguh aku sangat mencintainya."
"Apapun yang kamu inginkan maka akan ayah lakukan nak, Ayah janji akan membahagiakan mu dengan keinginan mu."
Semenjak kepergian sang istri, pak Hartono terlalu memanjakan anaknya sehingga apapun yang Nadia inginkan ia pasti akan menurutinya walaupun itu salah yang terpenting anaknya hidup bahagia.
***
"Mas bangun... ini sudah siang,"
"Aku masih ngantuk Atika,"
"Memangnya mas tidur jam berapa? ini sudah siang mas hampir jam 10." Seketika Aris langsung bangun dari tidurnya dan melihat ponsel yang berada di atas meja.
"Astaga aku kesiangan Atika! bagaimana ini." Dengan cepat Aris pergi ke kamar mandi untuk menjalankan rutinitasnya, ia juga tidak sarapan pagi karena sudah sangat siang. Ini yang kedua kalinya Aris mengabaikan masakan istrinya bahkan ia tidak pamit pada Atika.
'Ya Allah kenapa hatiku tidak enak, kenapa sekarang mas Aris sedikit berbeda. Jagalah hati suamiku disana ya Allah, aku sangat mencintainya, aku tak ingin kehilangannya semoga mas Aris selalu setia pada ku. Maafkan aku yang sudah berfikiran buruk tentang suamiku, aku hanya takut dirinya berpaling'
Aris masuk ke kantor dengan nafas yang masih terengah-engah, ia sangat takut jika pak Hartono akan memarahi dirinya. Setelah sampai ruang kerjanya Aris melihat Nadia yang sedang duduk di meja kerjanya.
"Bu Nadia, maaf saya datang terlambat."
"Tidak apa apa mas, lagian aku sudah minta izin pada ayah. Kenapa mas Aris tidak membaca pesan ku?"
"Maaf, aku tak melihat pesan dari mu, aku hanya melihat jam menunjukan pukul 10 jadi aku langsung cepat cepat datang kesini." Nadia tersenyum menertawakan aris.
"Mas kamu ini ada ada aja, lagian tak apa apa kau datang siang, aku sudah meminta izin pada ayah." Nadia berdiri dari tempat duduknya lalu ia berjalan ke arah Aris, di genggam nya tangan Aris dengan kelembutan.
"Aku mencintai mu mas," ucapnya, lalu ia memeluk Aris yang masih diam mematung yang tiba tiba mendapat pelukan dari Nadia.
"Apa maksud mu Nadia," ucapnya dengan gugup.
"Aku mencintai mu mas, aku tahu kau sudah beristri tapi bagiku kau segalanya, aku tak apa apa jika harus jadi istri kedua mu mas."
Cup dengan berani Nadia mengecup bibi Aris singkat, Aris mengepalkan tangannya hasratnya ingin membalas kecupan Nadia namun ia tahan ia tak boleh gegabah dalam melakukan sesuatu.
"Em kalau gitu aku mau mengecek berkasnya dulu Bu," Nadia tersenyum melihat kegugupan Aris, ia sangat bahagia karena Aris tak menolaknya.
***
Atika sedang sendirian di taman belakang, ia memikirkan suaminya yang tak kunjung memberi kabar. Wanita cantik yang masih berusia 30 tahun itu baru kali ini dirinya merasa kesepian setelah suaminya mulai sedikit berubah, sebelumnya Aris sangat romantis ia selalu memanjakan istrinya bahkan ia sering memperlakukan istrinya dengan baik.
"Mas aku rindu, entah kenapa akhir akhir ini aku sering merindukan mu." Gumamnya, kemudian Atika mengambil ponselnya dan mencari nama suaminya lalu ia menekan tombol hijau untuk menghubunginya.
Akan tetapi nomor telepon tidak aktif, Atika menaruh ponselnya kembali dengan perasaan kecewa. Ia melanjutkan aktifitasnya kembali agar tidak termenung memikirkan sang suami.
"Lebih baik aku menanam bunga saja, sepertinya sudah lama aku tak menanamnya lagi.
"Kak Atika!" Panggil seseorang yang baru saja datang, dia adalah adik dari suaminya yang bernama Intan.
"Intan, sejak kapan kau disini?" Atika dan juga Intan saling berpelukan melepas rasa rindu yang amat dalam.
"Baru saja kak, aku memanggil kakak dari tadi tapi tak ada yang menyahut. Rupanya kakak berada disini."
"Ya kakak lagi asyik menanam bungan, sejak kapan kamu pulang kesini Tan?"
"Kemarin kak, aku sudah selesai magangnya jadi aku ingin menemui kak Atika kesini."
Intan adalah adik dari suaminya, ia sangat menyayangi kakak iparnya walaupun ibunya tidak menyukai Atika, namun Atika masih memiliki Intan yang baik padanya.
"Kak kita makan diluar yuk, udah lama nih ga makan bareng,"
"Boleh deh lagian kakak juga sudah lama tidak makan diluar,"
"Ya sudah ayo kak, kebenaran aku bawa mobil punya ayah."
"Ya sudah tunggu sebentar kakak mau cuci tangan dulu."
Mereka berdua pun pergi ke restoran tempat yang biasa mereka kunjungi dulu, jaraknya tak jauh dari tempat kerjanya Aris.
"Kak mau pesan apa? hari ini aku yang akan traktir kakak,"
"Wah asyik... kakak bisa makan gratis," ujarnya dengan penuh kebahagiaan karena adik iparnya ini sudah dewasa dan sudah bisa berbagi.
Mereka berdua sangat menikmati makannya sambil mengobrol tentang kehamilan Atika yang sudah lama Intan tunggu ingin segera mempunyai keponakan dari kakak iparnya itu.
"Jaga kesehatan ya kak, aku menunggu keponakan ku yang masih dalam perut sepertinya pasti akan lucu," ucapnya dengan ekspresi gemas pada perut Atika.
"Sabar dong sebentar lagi juga pasti akan launching, mas Aris juga sangat menunggu kelahiran anaknya, pasti mas Aris sangat bahagia karena sudah menunggu 5 tahun lamanya." Entah kenapa menyebutkan nama suaminya ada rasa sedih dalam hatinya.
Intan tak sengaja melihat seseorang yang di kenalnya, ia memperhatikan dari kejauhan. Intan tak menyangka melihat kakak lelakinya yang sedang bersama dengan seorang wanita yang menggandeng tangannya. Namun tidak dengan Atika, ia tak melihat suaminya karena ia duduk membelakanginya.
'Itu kan kak Aris! kenapa kak Aris jalan sama seorang wanita, ya tuhan bagaimana ini? aku tak mau kak Atika melihatnya, aku kasihan pada kak Atika yang sedang mengandung'
Intan mencari cari agar kakak iparnya tidak melihat suaminya yang sedang bersama wanita namun bisa saja Aris beralasan bahwa yang bersama dengannya adalah atasannya tapi sepertinya mereka sangat romantis seperti bukan atasan dan bawahan melainkan seperti seorang kekasih.
Ya, perlahan Aris sudah mulai nyaman dengan Nadia karena ia lebih sering banyak waktu bersama Nadia dari pada istrinya.
"Aduh kak! perut Intan sakit sekali, pulang yuk kak."
"Loh ini kan makanannya masih banyak Tan, sayang loh,"
"Tak apa apa kak, nanti kita beli lagi ya. Intan gak kuat ini sakit sekali."
"Ya sudah ayo kalau gitu kita ke dokter," ajaknya.
Namun Atika merasa aneh dengan mimik wajah Intan yang seperti ketakutan, ia tidak seperti terlihat orang yang sedang kesakitan.
'Akhirnya selamat ya tuhan, lihat saja kak Aris aku akan marah pada mu jika bertemu dengan mu'
"Loh ini kan jalan pulang Tan, katanya kamu mau ke dokter?"
"Gak jadi kak, sakit perut ku tiba tiba saja hilang."
"Kamu ini ada ada saja Intan,"
"Hehehe maaf ya kak, kalau gitu intan traktir bakso pinggir jalan mau?" Mata Atika langsung berbinar sudah sejak lama Atika ingin makan bakso pinggir jalan di karenakan suaminya sibuk terus Atika tidak berani untuk mengajaknya.
"Sudah lama kakak menginginkan bakso pinggir jalan Tan, akhirnya kamu yang ajak kakak."
"Memangnya kak Aris tidak pernah ajak kakak?"
"Mas Aris sibuk kerja terus bahkan tiap hari mas Aris selalu pulang malam, jadi kakak tidak tega berbicara pada mas Aris."
"Ya ampun kak lain kali ngomong saja kalau sesuatu jangan di pendam nanti anaknya ngidam loh."
"Ya gimana lagi Tan, kakak tak mau mengganggu istirahat mas Aris karena mas Aris tak pernah libur."
Intan merasa kasihan pada kakak iparnya, rasanya ia ingin segera bertemu dengan kakaknya dan ingin memarahinya karena sudah berani menyianyiakan Atika, Intan sangat menyayangi Atika ia sudah menganggapnya kakak kandung sendiri. Sudah sejak kecil Intan sangat menginginkan kakak perempuan karena ia menginginkan teman curhat sesama perempuan dan pada akhirnya Intan memiliki kakak ipar perempuan yang sangat ia sayangi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!