Berawal dari Anisa menginap di tempat saudaranya yang berada di sebuah kota, yang membuat dia menjadi korban perkosaan seorang pemuda teman dari saudaranya.
Waktu itu Anisa tengah duduk bersantai di balkon, sendirian. Karena Dea, sepupunya sedang ada urusan di luar. Paman dan bibinya pun belum pulang bekerja.
Anisa terkaget-kaget melihat kedatangan Hendar teman dari kakaknya Dea yang bernama Deni.
"Permisi? eeh kau ada di sini! Deni ada gak?" tanya Hendar.
Anisa mengangguk sembari mengulas senyumnya dengan perasaan tidak enak, karena tuan rumah tidak ada di tempat! yang ada hanya dirinya saja.
Deni adalah putra sulung dari paman dan bibinya. Berteman dengan pemuda yang bernama Hendar. Dia seorang pemuda yang sudah bekerja di bagian marketing.
Dan Hendar itu lumayan tampan dan mapan juga, orang tuanya pun sangat baik dan tetanggaan dengan pamannya Anisa.
Namun sangat di sayangkan kalau pergaulannya Hendar kurang baik. Dia sering bergaul dengan pemuda yang suka minum dan main perempuan, juga suka menggunakan obat. Sehingga Hendar pun ikut terjerumus ke pergaulan bebas tersebut.
Anisa sudah bilang, kalau orang yang Hendar cari itu sedang tidak berada di tempat. Dan di rumah hanya ada dirinya sendirian.
"Maaf, Deni sedang tidak berada di tempat." Kata Anisa sambil berdiri di depan pintu.
Namun Hendar bilang tidak apa-apa, dia akan menunggu saja sampai Deni kembali. Keduanya mengobrol sembari menunggu Deni dan Dea balik.
Anisa membuatkan minuman buat mereka berdua. Karena mereka berdua pun memang sudah cukup lama saling kenal, membuat obrolannya pun menyambung satu sama lain.
Ketika Anisa berdiri di dekat pagar. Hendar memasukan sesuatu yang semacam serbuk gitu ke dalam gelas nya Anisa.
Bibir Hendar menyungging setelah memasukan sesuatu ke dalam gelasnya Anisa.
Minuman Anisa yang tinggal setengahnya itu. Anisa duduk lagi, beberapa saat kemudian Anisa sesap sisa minuman tersebut sampai tandas.
Lalu sesaat kemudian, kepala Anisa terasa pusing dan hendak pergi ke kamar dan istirahat.
"Aduh, kepala ku pusing sekali, maaf, aku tinggal dulu ya?" Anisa berdiri namun kakinya tidak mampu melangkah lagi.
Karena kepala Anisa terlalu berat dan pusing, penglihatan pun berkunang-kunang. Menjadikan penglihatannya pun tidak jelas.
Hendar diam-diam tersenyum melihat reaksinya Anisa yang tampak pusing itu. Ketika Anisa berdiri dan oleng.
"Kau kenapa Nisa? hati-hati dong!" Hendar berpura-pura tidak tahu apa-apa. Lantas langsung menangkap tubuh gadis cantik itu dengan tangannya.
Dibawanya ke kamar yang biasa Anisa pakai. Hendar membaringkan tubuh Anisa di atas tempat tidur. Di tatapnya dengan tatapan penuh rasa lapar.
Dari ujung kepala sampai ujung kaki, Hendar tatap tubuh Anisa dengan meneliti dan tidak sedikitpun lolos dari pandangannya.
"Aduh ... kepalaku pusing sekali." desis nya Anisa sambil memegangi kepala dan mata terpejam.
Hendar gegas mendekati pintu lalu menguncinya dari dalam. Lalu pemuda itu kembali ke dekat tempat tidur Anisa, kini obat semakin menjalar ke tubuhnya.
"Panas, kok tubuhku terasa panas sih?" gumamnya Anisa sambil bangun terduduk. Tubuh Anisa terasa panas dan gerah.
Hendar semakin menyunggingkan bibirnya, melihat Anisa mulai membuka kancing kemeja yang membalut tubuhnya tersebut.
Lalu Hendar merasa tidak tahan dan langsung menerkam mangsanya dangan buasnya.
Anisa baru tersadar setelah semuanya sudah kejadian, dia terbangun dengan sakit di tubuh dan di bagian inti nya. Di tambah lagi terkejut dengan adanya Hendar yang tertidur di sampingnya, setelah Anisa cek, pria itu bertubuh polos. Seperti dirinya.
Anisa menangis sejadi-jadinya, merutuki dirinya kenapa ini mesti terjadi? Lalu Hendar bangun dan bersikap seolah tidak ada apa-apa di antara mereka.
Gila, yang begini nih. Habis manis sepah di buang itu, ya seperti ini. Dengan santainya pria itu mengenakan pakaiannya lalu pergi begitu saja.
Anisa yang menangis sejadi-jadinya terbengong-bengong melihat pemuda brengsek tersebut. Menangis tiada guna, semua sudah terjadi. Dan Anisa sadar kalau ini tempat pamannya. Dia langsung bangkit dan membawa langkahnya ke kamar mandi.
Anisa melanjutkan menangisnya di kamar mandi, seiring air yang terus mengalir mengguyur tubuh.
Di sanalah awal mula kehancuran masa depan Anisa yang baru mau masuk kerja di perusahaan tempat sang ayah bekerja.
Semenjak kejadian itu, Anisa shock dan terpukul. Keceriaannya pun mulai hilang. Dan dia tidak berani bilang kalau dirinya sudah di gauli oleh seorang pemuda tetangga saudaranya.
"Kau itu mau masuk bekerja, tapi kok sampai sekarang belum juga!" tutur sang ibu yang bernama Farida.
"Aku malas, Bunda!" jawabnya Anisa tampak tidak bersemangat.
"Terus kapan kau akan masuk bekerjanya Nisa?" tanya sang ayah yang bernama pak Joni.
Anisa hanya melirik sekilas lalu menatap kosong entah kemana.
Kedua orang tua nya hanya saling pandang lalu menggeleng, merasa heran dengan sikap putrinya yang mulai berubah.
Satu bulan kemudian. Anisa pingsan dan setelah diperiksa oleh dokter, Anisa di nyatakan hamil.
Tentunya kedua orang tua Anisa terkaget-kaget bukan main, rasanya bagai di sambar petir mendengar berita tersebut.
Setahu mereka Anisa itu tidak mempunyai kekasih tidak pernah juga mengenalkan teman dekatnya pada keluarga.
Kemudian orang tua Anisa menekan putrinya untuk mengakui siapa pria yang sudah menghamilinya.
"Katakan, siapa yang sudah menghamili mu. Nak?" tanya sang bunda sambil menangis.
Pak Joni yang meluap-luap amarahnya ingin sekali menghajar putrinya itu sampai babak belur bila harus mengikuti ego. Tetapi di cegah sang istri, karena dengan cara itu tidak akan menyelesaikan masalah.
Anisa terisak, terkenang lagi kejadian ketika dia tersadar dan semuanya sudah terjadi.
"Bukan menangis! bilang? siapa yang sudah merenggut kesucian mu itu? orang yang sudah kurang ajar pada mu!" sergah sang ayah.
Dengan suara terisak dan terbata-bata, Anisa mengatakan yang dia tahu bersama Hendar. Di tempat paman dan bibinya itu.
Setelah Anisa mengatakan pada kedua orang tua nya, pak Joni beserta istri mau mendatangi Hendar untuk dimintai pertanggung jawaban.
"Kau harus ikut dengan kami dan tunjukan pria bejat mana yang sudah menanam kecebong di perut mu itu!" hardik pak Joni pada Anisa yang menunduk lesu.
"Ayo, Nak ... siap-siap kita pergi ke tempat bibi, paman mu! apa mereka tahu kejadian ini?" tanya sang bunda dengan lirih sambil mengusap air matanya yang menetes di pipi.
Anisa menggeleng lalu menjelaskan, kalau kejadian itu di sana tidak ada satu pun yang tahu. Karena kejadiannya ketika mereka sedang tidak berada di rumah, hanya berdua saja dan kejadiannya di luar kesadaran dirinya yang di kasih obat ....
...🌼---🌼...
Jangan lupa like komen dan subscribe juga agar mendapat notifikasinya.
"Kenapa kau tidak bilang secepatnya? dan laporkan? apa kah kau sendiri yang menyerahkannya!" sang ayah asal nyeleneh menuduh putrinya sendiri yang tidak-tidak.
"Demi tuhan Ayah, aku tidak seperti itu. Aku tidak menyerahkan kesuciannya padanya, hik-hik-hik." Kian menjadi tangisnya Anisa.
"Ayah ... jangan curiga begitu. Putri kita tidak mungkin seperti itu." Sang istri menggeleng.
"Ya ... siapa tahu saja, buktinya seperti itu kalau nggak murahan nggak mungkin ini terjadi!" sergahnya Pak Joni.
"Aku bersumpah Ayah. Bunda ... aku dijebak! sepertinya dia memasukan obat ke dalam gelas ku, sehingga aku merasa pusing dan tidak sadarkan diri. Bukan aku yang murahan ayah!" Anisa membela diri.
Kemudian. Mobil melaju dengan sangat cepat menuju kediaman kakak dari pak Joni. Dan setelah sekitar 2 jam perjalanan, mereka tiba di tempat tujuan dan kebetulan saudaranya pun ada di rumah.
"Assalamualaikum!" ucap Bu Farida dengan raut wajah yang ditekuk.
"Waalaikumsalam ... mari, silakan masuk masuk?" ajak sang kakak ipar.
"Tumben, kalian datang? dan tidak konfirmasi dulu! ada apakah gerangan!" selidik sang kakak menyambut kedatangan mereka dengan nada bercanda.
Kini mereka sudah duduk berhadapan di sebuah ruang tamu, setelah berjabat tangan dan cepaka-cepiki.
"Sebentar ya? saya tinggal dulu untuk buatkan minuman. Kalian pasti haus." Sang kakak ipar berdiri kembali dan ngeloyor ke dapur untuk mengambil minuman.
Hening ....
Sang kakak melihat gelagat yang aneh dari keluarga adiknya ini, apalagi Anisa yang bisanya ceria kini terlihat murung dan pucat.
"Saya merasa aneh dengan kedatangan kalian. Bukan hanya karena kalian berdua jarang datang. Tapi kok sikap kalian ini perasaan kayak sedang menghadapi masalah gitu!" ujar sang kakak dengan tatapan yang tertuju kepada Pak Joni.
"Nah ... minumannya sudah siap! kalian minum dulu! lumayan untuk melepaskan dahaga!" sang kakak ipar berlutut menyimpan minuman di meja.
"Makasih ya? Mbak sudah repot-repot!" ucap Farida sembari mengambil gelasnya, kebetulan Emang terasa dahaga sekali padahal di mobil pun dia sudah menghabiskan beberapa botol minuman.
"Di mana rumahnya orang yang bernama Hendar itu? tanya Pak Joni melirik ke arah putrinya.
Anisa yang sedang menunduk mengangkat kan wajahnya, melihat pada sang ayah dan menunjuk ke arah luar.
"Emangnya ada apa dengan Hendar?" tanya kakak Pak Joni.
"Orang itu ... orang yang sudah menanam benihnya dalam kandungan putri saya, yang menitipkan kecebong dia. Di perut Anisa." Jawabnya pak Joni dengan nada geram.
Duuuuurrrrrr ....
Sang kakak dan ipar begitu kagetnya mendengar perkataan dari Pak Joni, lalu mereka berdua menatap ke arah Anisa. "Apa maksudnya papa mu! apa yang sudah terjadi padamu Anisa?"
Kemudian dengan perlahan Anisa pun bercerita kejadian yang sesungguhnya, dan bukanlah dia memberikannya dengan sadar. Apalagi menjadi wanita murahan seperti yang ayahnya tuduhkan.
"Astagfirullah ... itu namanya perko-sa-an, kenapa Anisa gak cerita waktu itu kepada paman dan bibi? kan bisa langsung diproses waktu itu juga!" tutur lembut sang bibi.
Anisa yang kini menangis hanya menggeleng, waktu itu dia merasa bingung dan tidak tahu harus gimana! jangankan pada paman dan bibi pada sepupunya saja dia tidak berani bicara.
Dari balik pintu ada seorang gadis yang mendengarkan pembicaraan mereka, yaitu Dea, dia baru datang kuliah. Tadinya dia mau bikin kejutan kepada Anisa tapi melihat mereka begitu serius, niatnya urungkan dan berdiri di balik pintu.
Dea merasa syok, tidak percaya dan merasakan sakit di ulu hati kok si Hendar tega berbuat seperti itu kepada sepupunya.
"Jadi sekarang kalian ini ... maksud datang ke sini untuk menemui pemuda itu dan meminta pertanggungjawaban begitu?" tanya sang kakak kepada Pak Joni.
"Iya Mas, saya minta tolong untuk diantar ke sana! saya ingin masalah ini cepat clear dan dia harus bertanggung jawab atas perbuatannya itu pada Anisa," ungkap pak Joni.
"Baiklah kalau begitu kita ke sana sekarang!" sang kakak beranjak dari duduknya begitupun dengan yang lain.
"Ayah, Ibu. Paman bibi, jam segini Hendar nggak ada! dia belum pulang kerja. Kalau mau, tunggu sampai sore! karena sebelum dia pergi nongkrong, dia pasti pulang dulu." Suara Dea dari balik pintu membuat mereka semua kaget.
Dan dia langsung menghampiri Anisa yang masih terduduk lesu. "Kenapa kamu nggak bilang sama aku Anisa ... kenapa kamu harus menyimpannya sendirian dan akhirnya menanggung akibatnya seperti ini."
Keduanya saling menatap lekat kemudian saling berpelukan dan tangis-nangisan.
"Aku nggak tahu harus bilang atau gimana? aku bingung!" Anisa memeluk Dea begitu erat.
Karena kata Dea Hendar belum pulang jam segini, menjadikan mereka terduduk kembali dan menunggu sampai nanti sore sampai Hendar pulang dari kerjanya.
Tidak terdengar lagi suara obrolan di antara mereka, hanya suara jarum jam yang berdenting halus, tik tik tik tik tik.
Sementara Dea sesekali menoleh, melihat ke arah jalan. Dimana dia akan menemukan Hendar pulang.
"Itu, si hendar pulang. Paman, Ayah itu si Hendar pulang." Dea sangat antusias sambil menoleh keluarganya.
Lantas kemudian. Mereka pun bersiap untuk mendatangi rumah Hendar. Dua keluarga itu berjalan keluar dari rumah tersebut menuju kediaman Hendar.
Dan kebetulan orang tuanya Hendar pun sedang berada di rumah, mereka terkesiap menerima kedatangan tetangga yang beserta keluarganya dari jauh.
"Mana yang namanya Hendar?suruh dia ke sini, saya ingin bicara!" Pak Joni to the poin menanyakan Hendar itu orang nya yang mana.
"Maksud kami ke sini adalah ... namun sebelumnya minta maaf jika mengganggu ketenangan kalian!" ucap kakak Pak Joni.
Ayahnya dari Hendar menatap ke arah pak Joni dengan tatapan heran. "Ada perlu apa dengan Putra saya? dan sepertinya Anda tidak mengenal putra saya!"
"Saya memang tidak mengenal siapa yang namanya Hendar, tapi putri saya mengenal dia. Orang itu yang sudah menghancurkan hidup putri saya!" ucap pak Joni dengan nada kesal dan marah.
Ibunya tidak mengerti dengan maksud dari Hendar, namun sang suami menyuruhnya untuk memanggilkan Hendar. Sehingga dia beranjak untuk menyusul putranya tersebut.
"Maksudnya gimana? menghancurkan seperti apa dan mana putri anda?" selidik ayahnya Hendar.
"Dia putri saya!" pak Joni menunjuk ke arah Anisa.
Ayah Hendar langsung menoleh pada Anisa yang menunduk, dia memang tidak terlalu asing dengan gadis itu yang kadang melihat ada di tempat tetangga nya tersebut.
Pak Joni melihat ke arah kedatangan Hendar ke ruangan tersebut. "Dia kan? yang namanya Hendar?" pak Joni menunjuk pada Hendar.
Semua mengangguk membenarkan kalau emang dia Hendar, orang yang dimaksud.
Pak Joni berdiri dan bersiap untuk menonjok ataupun menampar pemuda tersebut. Namun sang kakak menarik tangannya pak Joni, karena menurutnya dengan cara kasar tak akan menyelesaikan masalah ....
...🌼---🌼...
Jangan lupa subscribe like dan komen terima kasih.
"Duduklah, kita bicarakan dengan tenang. Tak akan selesai masalah nya dengan secara kasar!" pintanya sang kakak kepada Pak Joni sehingga pria itu terduduk kembali.
"Gimana saya bisa tenang, Mas ini nasib putri saya, Mas tidak merasakan apa yang saya rasakan!" pak Joni memukul-mukul dadanya yang terasa sesak
"Tenang, semua bisa di bicarakan baik-baik." Kakak pak Joni terus berusaha menenangkan.
Hendar merasa terkejut dengan keberadaan banyak orang termasuk dengan Anisa di sana.
"Kedatangan kami ke sini ... tiada lain dan tiada bukan! mau meminta pertanggungjawaban dari Hendar, karena dia sudah menanam benihnya di rahim keponakan saya." Sang Paman langsung to the poin dengan maksud kedatangan mereka.
Perkataan itu jelas membuat keluarga Hendar terkejut, termasuk Hendar sendiri yang tidak menyangka kalau mereka akan datang dan meminta pertanggung jawabannya.
"Apa? meminta pertanggung jawaban?" sang Ibu dari Hendar begitu sangat terkejut pada perkataan dari tetangganya tersebut.
"Maksudnya gimana, pertanggung jawaban apa?" ayah dari Hendar masih juga bertanya.
"Apa tidak jelas, atas perkataan kakak saya? kalau dia sudah menanam benihnya di rahim anak saya, Anisa." Suara Pak Joni begitu nyaring memenuhi ruangan tersebut.
"Apa? yang sudah kau lakukan sehingga menghamili anak orang?" sang Ibu Hendar semakin shock dan terpukul, setelah mengerti dengan maksud mereka.
"Hendar, jelaskan. Apa benar yang mereka katakan itu?" sang ayah menatap tajam ke arah Hendar.
Hendar yang terlihat biasa saja, mengedarkan pandangannya ke arah semua orang yang ada di sana. "Tidak, saya tidak pernah melakukan apapun terhadap dia. Mungkin dia menuduhku karena tidak ada yang mau bertanggung jawab padanya, sehingga meminta tanggung jawab dariku!"
Semua kaget, mendengar pengakuan dari Hendar seperti itu. Yang tidak mau mengakui perbuatannya sendiri.
Apalagi Anisa, dia terus menggelengkan kepalanya. Dengan pandangan mata yang berkaca-kaca, sesak di dadanya semakin bertambah sakit. Pedih malu. Hancur, semua bercampur aduk menjadi satu.
Brak ....
Pak Joni menggebrak meja. "Kurang ajar kau! jadi kau tidak mengakui kalau kamu yang sudah menghamili putri ku dan yang di kandung itu adalah anakmu?"
"Apa yang harus di akui? kalau memang saya tidak pernah melakukannya," jawaban Hendar dengan tenang.
"Omong kosong apa yang kau katakan? yang sudah jelas-jelas Sudah melakukannya padaku! disaat aku tidak sadar, karena pengaruh minuman yang kau bubuhi obat." Suara Anisa bergetar menahan tangis dan sakitnya di dada sambil berdiri.
"Kalau kamu tidak sadar, kenapa tahu kalau saya meniduri kamu? Terus mana buktinya kalau saya yang memang menghamili kamu?" Hendar terus mengelak sambil menyeringai pada Anisa.
Anisa mengedarkan pandangannya ke semua orang yang ada di sana. Lalu kembali mengarahkan penglihatannya dengan sangat tajam ke arah Hendar. "Aku tidak sadar, tapi setelah aku terbangun! aku mendapati kamu berada di sisi ku dengan tempat tidur yang sama, dan kita berdua dalam keadaan polos. Aku merasa kehilangan sesuatu yang sangat berharga dalam hidup ku."
"Cuma itu doang kan? kamu nggak merasakan kalau saya melakukannya?" Hendar terus berusaha mengelak.
"Terus kalau bukan kamu, siapa lagi? sementara di rumah ini cuman kita berdua. Dan pada kenyataannya waktu itu kamu berada di tempat tidur ku Dengan tidak memakai apapun," jelas Anisa dengan suara bergetar dan akhirnya tangisnya pun pecah.
Pak Joni semakin geram mendengar penjelasan dari pemuda tersebut. Dengan cepat dia berdiri dan menonjok dadanya Hendar.
Bugh ....
Hendar langsung membungkuk memegangi dadanya sembari mendesis kesakitan.
"Dasar laki-laki yang tidak bertanggung jawab, mau enaknya doang. Manisnya kau sesap, manisnya kau buang!" teriak pak Joni dan dia berniat untuk menyerang kembali, namun sang kakak dan ayah Hendar sendiri menghalangi.
Sehingga Pak Joni hanya bisa berang dan marah-marah mengumpat pemuda yang tidak merasa berdosa itu.
"Tenang-tenang ... harap tenang! karena dengan sikap seperti ini tidak akan menyelesaikan masalah." Sang kakak Terus menenangkan Pak Joni yang terus meronta ingin menghajar pemuda yang sama sekali tidak merasa bersalah.
Semua menjadi kebingungan harus bagaimana dan meminta pertanggungan jawaban siapa? tentang masalahnya Anisa yang lama-lama tidak akan bisa disembunyikan. Karena kehamilan Anisa tidak bisa ditutup-tutupi dan akan semakin membesar dengan seiring berjalannya waktu.
Kedatangan mereka ke tempatnya Hendar benar-benar percuma, karena tidak mendapatkan apapun. Pada kenyataannya pemuda itu mangkir dan tidak mau bertanggung jawab sama sekali dengan alasan tidak mengakui perbuatannya tersebut.
"Anisa, sekarang jawab pertanyaan Ayah. Apa benar yang kamu ceritakan tentang dia Itu? bukan kamu mengada-ngada ataupun sekedar cerita?" bentak Pak Joni kepada Anisa dan kini dia berbalik marah kepada Anisa yang dia rasa sudah mengarang cerita palsu.
Membuat Anisa merasa menciut ketakutan, sedih iya. Kecewa iya penyesalan juga ada! ditambah lagi tidak percayanya sang ayah.
"Tidak, Ayah. Apa yang aku katakan adalah benar! bukan mengada-ngada ataupun mengarang cerita buat apa? aku mengarang cerita, aku sadar betul setelah kejadian itu aku terbangun dan sesadar-sadarnya, kalau dia ada di samping ku, dengan keadaan polos. Aku merasa kotor banget, Yah. Hik-hik-hik ...."
Ibunda dan Dea memeluk bahu Anisa dan turut menangis, sedih juga bingung harus bagaimana?kecewa iya dengan apa yang sudah terjadi menimpa Anisa, sementara laki-laki yang menodainya tidak mau bertanggung jawab sama sekali.
Akhirnya mereka pulang dengan tangan kosong dengan perasaan hancur dan remuk redam, sangat kecewa apalagi dengan Anisa yang harus menanggung semuanya sendirian.
Setibanya di rumah, Anisa langsung mengurung diri di kamar dia tidak ada henti-hentinya menangis, menyesali kenapa laki-laki itu malah tidak mau mengakui apalagi bertanggung jawab.
...----------...
"Bunda, di mana Anisa? dan Gimana keadaannya sekarang dia itu harus diberi dukungan. Jangan dibiarkan sendirian, aku takut dia melakukan sesuatu yang tidak diinginkan," tanya Aisyah, sang kakak dari Anisa yang baru saja datang dari tempat suaminya. Karena dia memang tinggal bersama suaminya di luar kota.
Farida memeluk Aisyah dengan sangat erat sambil menangis. "Dia berada di kamarnya. Sedari kemarin sore dia nggak mau keluar. Dan sampai sekarang pun belum makan. Ibu sudah memanggilnya tapi dia cuman bilang iya-iya saja!"
"Ya sudah, biar Aisyah yang menemuinya!" wanita yang berkerudung merah itu langsung membawa langkahnya menuju kamar Anisa.
Tok ....
Tok ....
Tok ....
"Nisa? ini kakak. Kakak ingin bicara sama kamu buka pintunya!" pinta Aisyah sembari mengendor pintu kamar Anisa.
Lama tidak terdengar suara dari dalam sedikitpun.
Anisa yang sedang duduk merenung sambil memeluk lututnya, serta wajah yang banjir dengan air mata. Mengangkat wajahnya setelah mendengar suara sang kakak. "Kak Aisyah!"
"Anisa ... ini Kak Aisyah! tolong bukakan pintunya nggak baik kamu mengurung diri di kamar, apalagi dari semalam kamu tidak makan! nanti kamu sakit!"
Hening ....
...🌼---🌼...
Semoga suka dengan kisahnya Anisa ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!